Anda di halaman 1dari 43

AKTIVITAS ANTIBAKTERI NANOPARTIKEL KITOSAN

BERBASIS CANGKANG LOBSTER TERHADAP BAKTERI


Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis

ANNISA ULFA SAFITRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antibakteri
Nanopartikel Kitosan Berbasis Cangkang Lobster terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 13 Januari 2016

Annisa Ulfa Safitri


NIM C34110049
ABSTRAK

ANNISA ULFA SAFITRI. Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Kitosan Berbasis


Cangkang Lobster terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan SAFRINA
DYAH HARDININGTYAS.

Kitosan merupakan turunan kitin berfungsi sebagai senyawa antibakteri


yang berasal dari cangkang krustasea. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkarakterisasi kitosan dan nanopartikel kitosan lobster serta menganalisis
aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. Hasil analisis proksimat cangkang lobster yang
diperoleh meliputi nilai kadar air 17,85%, kadar protein 12,24% dan kadar abu
56,72%. Kitosan memiliki nilai derajat deasetilasi sebesar 92,51% dengan nilai
kadar air 4,9%, kadar abu 0,18% dan kadar nitrogen 2,71%. Analisis PSA
nanopartikel kitosan menunjukkan nilai Z average sebesar 357,76 nm. Hasil
terbaik analisis aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis terdapat pada konsentrasi
3000 ppm dan diperoleh nilai KHM pada konsentrasi 750 ppm.

Kata kunci: cangkang lobster, kitosan, nanopartikel kitosan.

ABSTRACT

ANNISA ULFA SAFITRI. Antibacterial Activity of Nanoparticles Chitosan of


Shell Based Lobster Against Bacteria Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis. Supervised by PIPIH SUPTIJAH and SAFRINA
DYAH HARDININGTYAS.

Chitosan is a derivative of chitin serves as an antibacterial compound


derived from the shells of crustaceans. The purpose of this research was to
characterize chitosan and chitosan nanoparticles lobster as well as analyzing the
antibacterial activity of nanoparticles of chitosan against Staphylococcus aureus
and Staphylococcus epidermidis. The results of proximate analysis lobster shells
were 17,85% of water content, 12,24% of protein content, and 56,72% of ash
content. Chitosan had 92,51% of DD value with 4,9% of moisture content,
0,18% of ash content and 2,71% of nitrogen content. PSA analysis of
nanoparticles chitosan showed Z average value of 357,76 nm. The best results of
antibacterial activity against Staphylococcus aureus and
Staphylococcus epidermidis of chitosan nanoparticles were concentration on
3000 ppm, and MIC values obtained with concentration on 750 ppm.

Keywords : chitosan, lobster shells, nanoparticles chitosan.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI NANOPARTIKEL KITOSAN
BERBASIS CANGKANG LOBSTER TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis

ANNISA ULFA SAFITRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
4

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat


Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Mei
2015 di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Preservasi dan
Diversifikasi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih adalah
Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Kitosan Berbasis Cangkang Lobster terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, yaitu:
1 Ibu Dr Dra Pipih Suptijah MBA dan Ibu Safrina Dyah Hardiningtyas SPi MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bantuan serta
pengarahan selama proses penelitian dan penulisan.
2 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
3 Ibu Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan, staf dosen dan staf akademik Departemen Teknologi
Hasil Perairan atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada
penulis.
4 Ibu Nita Rosita, Ayah Waladan Mardijja, Adik Aulia Muhammad Ilham dan
Adik Abqori Muhammad Hanif yang selalu memberikan semangat dan cinta
yang luar biasa kepada penulis.
5 Ibu Ema Masruroh selaku Laboran Departemen Teknologi Hasil Perairan yang
telah membantu dan memberikan arahan selama proses penelitian antibakteri.
6 Kak I Wayan Darya Kartika, Arman Hartono Komala, Idan Mardani, Nur
Faizah, Fianita Nur Utami, Iman Darmawan, Siti Restiani dan Adila
Sabiliilaika yang telah membantu dan memberi arahan selama pengumpulan
data.
7 Teman-teman geng mikrob yang telah membantu dan menemani selama
penelitian.
8 “Keluarga Cemara” (Eki, Gesti, Adilla, Rere, Fianita, Aulia, Aziza, Intan,
Navisa, Aisyah, Bramantyo dan Bagja), serta teman-teman THP 48 untuk
kebersamaan, bantuan dan kerjasama selama menempuh studi di THP.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 22 September 2015

Annisa Ulfa Safitri


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ........................................................................................ 2
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2
Manfaat Penelitian .......................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 2
METODE PENELITIAN .................................................................................... 3
Waktu dan Tempat ......................................................................................... 3
Bahan dan Alat ............................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ......................................................................................... 3
Prosedur Analisis ............................................................................................ 7
Analisis Data .................................................................................................. 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 10
Karakteristik Cangkang Lobster ..................................................................... 10
Karakteristik Kitosan ...................................................................................... 11
Karakteristik Nanopartikel Kitosan ................................................................ 13
Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Kitosan ................................................... 15
Konsentrasi Hambat Minimum ...................................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 17
Kesimpulan ..................................................................................................... 17
Saran ............................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18
LAMPIRAN ........................................................................................................ 23
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 27
DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia cangkang lobster dan cangkang krustasea lainnya ............... 10


2 Karakteristik kitosan lobster dari rendemen hasil perendaman HCL 1 N
(120 jam) ......................................................................................................... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian ...................................................................................... 4


2 Diagram alir pembuatan kitosan lobster ............................................................ 5
3 Diagram alir pembuatan nanopartikel kitosan lobster ....................................... 6
4 Nilai rendemen kitosan terhadap perbedaan lama perendaman HCl............... 11
5 Spektrum inframerah kitosan lobster............................................................... 13
6 Morfologi nanopartikel kitosan perbesaran (a) 2000x (b) 5000x.................... 15
7 Hasil pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dan kontrol (+)
obat kumur komersial A terhadap bakteri Staphylococcus aureus (a)
pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dan kontrol (+) obat
kumur komersial B terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis (b)........ 16
8 Aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis................................. 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji ANOVA lama waktu perendaman terhadap rendemen kitosan ......... 25
2 Hasil uji DMRT untuk pengaruh lama waktu perendaman terhadap
rendemen .......................................................................................................... 25
3 Data hasil perhitungan derajat deasetilasi kitosan lobster ................................ 25
4 Data analisis Particle Size Analyzer (PSA) ...................................................... 25
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lobster (Panulirus versicolor) merupakan salah satu komoditas perikanan


yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Data menunjukkan volume permintaan
lobster pada tahun 2014 mencapai 3427 ton (KKP 2014). Lobster banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk dimakan dagingnya, sedangkan
limbah yang dihasilkan seperti kepala, cangkang dan jeroan jumlahnya mencapai
50-70% dari total berat bahan baku. Limbah yang dihasilkan akan bernilai
ekonomis jika dilakukan pengolahan lebih lanjut yaitu dengan mengolah
cangkang lobster sebagai bahan baku pembuatan kitosan. Cangkang kepiting,
udang dan lobster telah lama diketahui sebagai sumber bahan dasar produksi
kitosan karena kandungan kitinnya cukup tinggi.
Kitosan merupakan turunan dari kitin dengan rumus N-asetil D-glukosamin,
merupakan polimer kationik dengan jumlah monomer sekitar 2000-3000
monomer, tidak toksik dengan LD50 = 16 g/kg berat badan dan mempunyai bobot
molekul sekitar 800 KDa (Janesh 2003). Kitosan merupakan salah satu senyawa
yang dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai antibakteri. Kitosan memiliki
keunggulan diantaranya biodegradable, biocompatible dan non toxic. Kitosan
dimanfaatkan sebagai antibakteri dilihat dari kemampuan muatan positifnya
berinteraksi dengan permukaan sel bakteri bermuatan negatif, sehingga
mengganggu pertumbuhan koloni bakteri (Goy et al. 2009). Modifikasi penelitian
mengenai kitosan telah banyak dilakukan baik dalam proses kimia maupun fisik
dengan mengubah ukuran partikel kitosan yaitu dalam bentuk nanopartikel.
Nanopartikel kitosan memiliki daya serap dan kemampuan yang lebih baik
sebagai senyawa antibakteri dibandingkan kitosan ukuran biasa (Karmelia 2009).
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan
bakteri Gram-positif patogen yang diduga menyebabkan berbagai macam
penyakit mulut seperti periodontitis (Passariello et al. 2012), peri-implantitis
(Heitz-Mayfield dan Lang 2010), infeksi endodontik dan bahkan karies gigi
(Kouidhi et al. 2010). Staphylococcus aureus dalam mulut dapat menyebabkan
infeksi fasial dan periodontal abses. Staphylococcus aureus merupakan salah satu
penyebab terjadinya abses yang timbul karena adanya kelainan periodontal dari
gigi, kombinasi adanya invasi bakteri dan respon tubuh mengawali terjadinya
kerusakan gigi dan jaringan (Sitepu 2011). Bakteri Staphylococcus epidermidis
merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan pernanahan, namun lebih
bersifat parasit dibandingkan patogen.
Bakteri dalam rogga mulut dapat dicegah pertumbuhannya dengan
menggunakan obat kumur (Addy 2003). Obat kumur hanya dapat digunakan oleh
beberapa kalangan saja, hal ini dikarenakan di dalam obat kumur diduga terdapat
kandungan alkohol yang mengakibatkan karsinogenik terhadap penggunanya.
Obat kumur yang digunakan dengan kandungan antiseptik berupa alkohol dapat
memicu terjadinya kanker rongga mulut (McCullough dan Farah 2008). Sumber
biomaterial alami yang aman digunakan tubuh dibandingkan dengan bahan-bahan
sintesis lainnya diperlukan untuk menangani permasalahan tersebut. Zat
antibakteri yang alami, aman serta berlimpah kesediannya di alam salah satunya
2

adalah kitosan, dengan menggunakan bahan dasar cangkang lobster serta


modifikasi bentuk berupa nanopartikel.

Perumusan Masalah

Pemanfaatan bahan alami khususnya cangkang lobster belum dilakukan


secara maksimal. Kitosan sebagai senyawa antibakteri rongga mulut dalam bentuk
nanopartikel masih belum banyak dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan berbasis cangkang lobster
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang
diisolasi dari rongga mulut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kitosan dan nanopartikel kitosan


berbahan dasar lobster, mengkarakterisasi kitosan dan nanopartikel kitosan lobster
serta pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang diisolasi dari rongga
mulut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kandungan


kitosan yang terdapat pada cangkang lobster, menerapkan teknologi nanopartikel
kitosan dalam upaya meningkatkan efektivitas pada pengobatan, serta
memberikan informasi mengenai pemanfaatan cangkang lobster sebagai sumber
kitosan yang dapat dijadikan bahan aktif mencegah aktivitas bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang diisolasi dari rongga
mulut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yakni preparasi
cangkang lobster, pembuatan kitosan menggunakan perlakuan perbedaan waktu
perendaman HCl terhadap nilai rendemen kitosan lobster yang dihasilkan,
pembuatan nanopartikel kitosan lobster, karakterisasi kitosan dan nanopartikel
kitosan lobster, pengambilan sampel bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia,
penentuan konsentrasi nanopartikel kitosan lobster terbaik dalam menghambat
kedua bakteri melalui pengujian aktivitas antibakteri serta analisis data.
3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Mei 2015.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Diversifikasi dan Pengolahan Hasil
Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan (Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan), Laboratorium Pusat Antar
Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Analisis Bahan
(Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) dan
Laboratorium Nanoteknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang lobster
yang diperoleh dari TPI Muara Angke, Jakarta sebanyak 1 kg. Bahan yang
digunakan selama proses ekstraksi kitosan dari cangkang lobster adalah NaOH
3 N, HCl 1 N, NaOH 50%, Natrium hipoklorit (NaOCl) dan akuades. Bahan yang
digunakan selama proses pembuatan nanopartikel kitosan adalah asam asetat 1%,
tween 80, TPP 0,1%. Bahan yang digunakan selama proses pengujian aktivitas
antibakteri adalah media Nutrient Agar (Oxoid), media Nutrient Broth (Oxoid),
media Mueller Hinton Agar (Oxoid), obat kumur komersial A dan B serta bakteri
rongga mulut Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang
diisolasi dari rongga mulut, serta diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Indonesia.
Alat yang digunakan selama proses penelitian adalah timbangan (Fisher
Scietific A-160), kompor listrik, indikator pH universal, oven (Yamato), tanur.
FTIR (Fourier Transform InfraRed) jenis Bruker infrared spectrophotometer,
VASCO-Particle Size Analyzer (PSA), mikroskop SEM EVO 50 Carl Zeis.
mikropipet (Eppendorf), inkubator (Binder), autoklaf (Yamato SM 52) dan
Spektrofotometer UV-Vis (Epoch).

Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari empat tahap. Tahap pertama adalah preparasi dan
karakteristik bahan baku cangkang lobster. Tahap kedua adalah ekstraksi dan
karakteristik kitosan lobster. Tahap ketiga adalah pembuatan dan karakteristik
nanopartikel kitosan lobster. Tahap keempat adalah perlakuan konsentrasi terbaik
nanopatikel kitosan lobster dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Diagram alir penelitian
secara garis besar disajikan pada Gambar 1.

Preparasi dan Karakteristik Cangkang Lobster


Proses preparasi cangkang lobster meliputi proses pencucian, perebusan dan
pengeringan menggunakan oven suhu 40 °C, mengacu pada SNI 01-2891-1992.
4

Karakteristik cangkang lobster selanjutnya dilakukan dengan menggunakan


analisis kadar air, kadar abu dan kadar protein.

Analisis kadar air,


Cangkang lobster
abu dan protein

Preparasi sampel dan ekstraksi

- Analisis kadar air, abu dan protein


- Analisis gugus fungsi Kitosan
- Analisis rendemen

Pengecilan ukuran
(magnetic stirrer)
- Analisis ukuran
nanopartikel kitosan
(PSA) Nanopartikel kitosan
- Analisis morfologi
nanopartikel kitosan
(SEM)
Pengenceran nanopartikel kitosan
(750, 1500 dan 3000 ppm)

Pengujian aktivitas antibakteri


(S. aureus dan S. epidermidis)

Nanopartikel kitosan
terbaik (3000 ppm)

Gambar 1 Diagram alir penelitian.

Ekstraksi dan Karakteristik Kitosan (modifikasi Suptijah 2012)


Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan sampel cangkang lobster kering
150 g sebanyak tiga kali ulangan melalui proses pretreatment perendaman
menggunakan larutan HCl 1 N dengan perlakuan waktu perendaman 0 jam,
24 jam, 72 jam dan 120 jam terhadap nilai rendemen kitosan. Cangkang lobster
diekstraksi dengan larutan HCl 1 N, 1:7 pada suhu 90 ˚C selama 1 jam. Cangkang
lobster yang telah dilakukan proses demineralisasi direndam dengan larutan
NaOH 3 N selama 24 jam. Cangkang lobster diekstraksi dengan menggunakan
larutan NaOH 3 N, 1:10 pada suhu 90 ˚C selama 1 jam. Proses dekolorisasi
menggunakan natrium hipoklorit (NaOCl) 0,1%. Proses deasetilasi menggunakan
larutan NaOH 50%, 1:10 pada suhu 120 ˚C selama 1 jam. Proses netralisasi
dilakukan pada setiap akhir proses deproteinasi, demineralisasi, dekolorisasi dan
deasetilasi, hal ini dilakukan agar kitosan yang dihasilkan memiliki pH 7 (netral).
Karakterisasi kitosan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan analisis
5

proksimat dan analisis gugus fungsi. Prosedur pembuatan kitosan lobster disajikan
pada Gambar 2.

Analisis kadar air, abu dan


Cangkang lobster
protein
kering

Pretreatment perendaman HCl 1 N 1:7 (selama 0, 24, 72 dan 120 jam)

Demineralisasi HCl 1 N 1:7, 90 ˚C (1 jam)

Netralisasi

Pretreatment perendaman NaOH 3 N 1:10 (selama 24 jam)

Deproteinisasi NaOH 3 N 1:10, 90 ˚C (1 jam)

Netralisasi
C

Kitin

Dekolorisasi Natrium hipoklorit 0,1%

Netralisasi

Deasetilasi NaOH 50% 1:10, 120 ˚C (1 jam)

Netralisasi
- Analisis kadar air,
abu dan nitrogen
Kitosan - Analisis gugus
fungsi
- Analisis rendemen

Gambar 2 Diagram alir pembuatan kitosan lobster.

Pembuatan dan Karakteristik Nanopartikel Kitosan (modifikasi metode


Suptijah et al. 2011)
Pembuatan nanopartikel kitosan diawali dengan 3 g kitosan serbuk
dilarutkan dalam 60 mL asam asetat 1% hingga membentuk gel. Penambahan
aquades hingga 1 L dan dilakukan proses homogenisasi menggunakan magnetic
stirrer dengan kecepatan 3700 rpm selama 2 jam. Penambahan tween 80
(polioksietilen 20 sorbitan monooleat) dan homogenisasi selama 1 jam.
6

Penambahan tripolifosfat (TPP) 0,1% sebanyak 200 mL dan homogenisasi 1 jam.


Larutan nanopartikel kitosan selanjutnya dilakukan analisis Particle Size Analyze
(PSA) dan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM). Prosedur pembuatan
nanopartikel kitosan lobster disajikan pada Gambar 3.

3 g kitosan serbuk + asam


asetat 1% 60 mL

Penambahan aquades hingga 1000 mL,


Homogenisasi magnetic stirrer 2 jam

Emulsifikasi Tween 80,


homogenisasi 1 jam

Tripolipospat 0,1%, 200 mL


homogenisasi 1 jam

- Analisis ukuran nanopartikel


Nanopartikel Kitosan kitosan (PSA)
(3000 ppm) - Analisis morfologi nanopartikel
kitosan (SEM)
300
Gambar 3 Diagram alir pembuatan nanopartikel kitosan lobster.

Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Kitosan (Nurainy et al. 2008)


Pengujian antibakteri yang dilakukan menggunakan metode difusi sumur
agar, meliputi beberapa tahap sebagai berikut: (1) pengambilan sampel bakteri
yang diisolasi dari rongga mulut yaitu Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis yang diperoleh di laboratorium mikrobiologi
Universitas Indonesia (2) persiapan media, yaitu pembuatan media padat NA dan
NB (3) penyegaran suspensi bakteri (4) pembuatan media MHA dan (5) uji
aktivitas bakteri.
Pembuatan Media Padat Nutrient Agar (NA)
Media NA dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 0,7 g bubuk media NA
dalam akuades hingga volumenya 25 mL, dipanaskan menggunakan kompor
listrik sambil diaduk hingga mendidih. Media NA sebanyak 7 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu di sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 °C dengan
tekanan 1 atm selama 15 menit. Media kemudian dimiringkan dan dibiarkan
memadat selama 24 jam.
Pembuatan Media Padat Mueller Hinton Agar (MHA)
Media padat MHA dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 1,52 g bubuk
media MHA dalam akuades hingga volumenya 40 mL dan dipanaskan sambil
diaduk hingga mendidih. Media MHA sebanyak 20 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, lalu di sterilisasi. Media kemudian dibiarkan memadat dan
disimpan di dalam refrigerator.
7

Uji Aktivitas Antibakteri


Media MHA cair sebanyak 20 mL ditambahkan 20 µL bakteri uji yang telah
diukur nilai OD-nya, lalu dihomogenkan dengan vorteks dan dimasukkan ke
dalam cawan petri steril. Media agar didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit
atau sampai agar membeku. Media MHA yang telah membeku kemudian
dilakukan pembuatan sumur dengan diameter 6 mm dan diberi ekstrak dengan
konsentrasi 750, 1500 dan 3000 ppm (20 µL). Asam asetat 1% sebagai kontrol
negatif (20 µL). Cawan petri yang telah mengandung bakteri tersebut dilapisi
plastik untuk menghindari kontaminasi dan disimpan di dalam refrigerator selama
3 jam agar ekstrak berdifusi terlebih dahulu. Cawan petri kemudian diletakkan di
dalam inkubator pada suhu 37 °C selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diukur
dengan mengamati zona bening yang terbentuk menggunakan jangka sorong.

Prosedur Analisis

Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi, analisis kadar air, kadar
abu dan kadar protein yang mengacu pada SNI 01-2891-1992.
Analisis kadar air
Cawan porselen dikeringkan dahulu dalam oven pada suhu 105 °C selama
60 menit. Cawan porselen yang sudah kering dimasukkan dalam desikator selama
15 menit dan ditimbang hingga menunjukkan berat yang konstan. Sampel
sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukkan ke cawan lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105 °C selama 3 jam. Cawan beserta isinya kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga diperoleh berat yang
konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel awal (g)
C = berat cawan + sampel kering (g)
Analisis Kadar Abu
Cawan porselen dikeringkan dahulu dalam oven pada suhu 105 °C selama
60 menit. Cawan porselen yang sudah kering dimasukkan dalam desikator selama
15 menit dan ditimbang hingga menunjukkan berat yang konstan. Sampel
sebanyak 3 g ditimbang dan dimasukkan ke cawan porselen lalu dibakar di atas
kompor listrik hingga tidak berasap, setelah itu dimasukkan ke dalam tanur
pengabuan dengan suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan porselen yang berisi sampel
hasil pengabuan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian
ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar abu dihitung dengan
rumus:
8

Keterangan :
A = berat cawan porselen kosong (g)
B = berat cawan dengan sampel (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode semimikro kjeldahl.
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
100 mL, lalu ditambahkan setengah butir kjeltab (tablet katalis) dan 25 mL H2SO4
pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410 °C selama kurang lebih 1 jam sampai
larutan berwarna hijau jernih lalu didinginkan. Sampel dimasukkan ke dalam labu
takar 100 mL dan ditambahkan akuades sampai dengan tanda tera. Sampel larutan
tersebut dipipet 5 mL dan ditambahkan 10 mL NaOH 30% kemudian didestilasi
dengan suhu destilator 100 °C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer
250 mL yang berisi 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan indikator campuran dari
bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 5:1.
Destilasi dilakukan sampai diperoleh larutan berwarna hijau kebiruan. Destilat
dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai warna larutan berubah warna menjadi merah
muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Penetapan blanko dilakukan seperti
tahapan sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus:
Nitrogen (%) = (S–B) x N HCl x 14,007 x FP x W x 100%
Keterangan:
S = Volume titran sampel (mL)
B = Volume titran blanko (mL)
N HC = Normalitas HCl standar yang digunakan (mgrek/mL)
14,007 = Berat ekuivalen atom nitrogen (mg/mgrek)
FP = Faktor pengenceran
W = Bobot sampel kering (mg)
Kadar protein (%) = Nitrogen (%) x faktor konversi
Keterangan: Protein mengandung rata-rata 16% nitrogen

Analisis Rendemen
Rendemen kitosan diperoleh dari perbandingan berat kering kitosan yang
dihasilkan terhadap berat bahan baku cangkang lobster Rendemen kitosan
diperoleh dengan rumus:
Rendemen kitosan (%) = Berat kering kitosan (g) x 100%
Berat cangkang (g)

Analisis Gugus Fungsi menggunakan FTIR (Khan et al. 2002) .


Analisis gugus fungsi digunakan untuk mengetahui struktur dan derajat
deasetilasi kitosan lobster. Kitosan sebuk sebanyak 0,2 g digerus dengan 2 g KBr
dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet,
dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet
titempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer
inframerah yang sudah dinyalakan dan stabil. Tombol pendeteksian selanjutnya
9

ditekan sehingga akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang


memunculkankan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel
kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan.
Pengukuran nilai derajat deasetilasi dilakukan dengan menggunakan metode
baseline.

Analisis PSA Nanopartikel Kitosan (Burgess et al. 2004)


Analisis ukuran partikel nanopartikel kitosan dilakukan menggunakan alat
VASCO-Particle Size Analyzer. Sampel nanopartikel kitosan dimasukkan
kedalam dispersan berupa akuades pH 7 kemudian penempatkan di dalam kuvet
sebanyak 1 mL. Kuvet kemudian ditembakkan sinar tampak sehingga terjadi
difraksi. Pengukuran ukuran partikel memanfaatkan prinsip penghamburan cahaya
tampak. PSA merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui ukuran partikel
secara cepat dengan menyediakan data dalam bentuk distribusi ukuran partikel.
Metode yang digunakan, diantaranya difraksi laser, penghamburan cahaya, dan
sedimentasi. Prinsip pengukuran partikel dengan difraksi laser yaitu partikel yang
melewati sinar laser akan menghamburkan cahaya pada sudut yang sesuai dengan
ukurannya. Sistem kerja difraksi laser terdiri atas laser sebagai sumber cahaya,
serangkaian detektor untuk mengukur pola cahaya yang dihasilkan melalui
berbagai sudut, dan sistem sampel untuk memastikan material melewati sinar
laser.

Analisis SEM Nanopartikel Kitosan (Toya et al. 1986)


Analisis terhadap ukuran partikel nanopartikel kitosan diamati dengan
Scanning Electron Microscopy (SEM). Analisis ini menggunakan alat SEM EVO
50 Carl Zeis. Preparasi sampel untuk pengamatan ini dimulai dengan pengeringan
sampel menggunakan spray drying. Setelah preparasi, sampel diletakkan pada
logam yang dilapisi karbon untuk selanjutnya dilakukan pelapisan emas (Au)
400 Å di dalam Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa
vakum, pada proses vakum terjadi loncatan logam emas ke arah sampel, sehingga
melapisi sampel. Sampel yang telah dilapisi emas diletakkan pada lokasi sampel
dalam mikroskop elektron dan dengan terjadinya tembakan elektron ke arah
sampel, maka akan terekam ke dalam monitor dan kemudian dilakukan
pemotretan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian tahap pengukuran rendemen kitosan


terhadap lama perendaman HCl dianalisis dengan menggunakan program
Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 15. Analisis statistik data
penelitian diolah dengan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu lama
perendaman sebanyak empat taraf yaitu 0 jam, 24 jam, 72 jam dan 120 jam.
Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Model rancangannya adalah:
10

Yij = μ + Ai + εij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan krim ke-j dengan perlakuan ke-i
i = Perbedaan lama perendaman HCl (0, 24, 72 dan 120 jam)
j = Ulangan dari setiap perlakuan (tiga kali)
μ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat
Data yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam
ANOVA. Apabila hasil analisis menunjukkan berpengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Duncan’s dengan taraf kepercayaan 95%. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0: Perbedaan lama perendaman HCl tidak berpengaruh nyata terhadap
rendemen kitosan yang dihasilkan.
H1: Perbedaan lama perendaman HCl berpengaruh nyata terhadap
rendemen kitosan yang dihasilkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Cangkang Lobster

Cangkang lobster yang digunakan terlebih dahulu dikarakterisasi dengan


analisis komposisi kimia. Analisis komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui
kandungan gizi yang terkandung didalam cangkang lobster. Analisis komposisi
kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi kadar air, kadar abu dan kadar
protein. Komposisi kimia cangkang lobster dan beberapa cangkang krustasea
lainnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia cangkang lobster dan cangkang krustasea lainnya
Sumber cangkang Kadar air Kadar protein Kadar abu
(% bk) (% bk) (% bk)
Cangkang lobster 17,85±0,32 12,24±0,19 56,72±0,34
Cangkang rajungan1 5,48 10,43 42,61
Cangkang udang2 5,61 30,41 25,32
Keterangan: 1(Rochima 2005); 2(Rini 2010).
Hasil analisis kimia yang diperoleh pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
perbedaan nilai kadar air yang dihasilkan diduga karena perbedaan proses
pengeringan yang dilakukan, penanganan bahan selama proses pengeringan dan
kadar air awal. Proses pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan oven lampu selama 24 jam, sehingga berbeda dengan kadar air
yang diperoleh cangkang rajungan dan cangkang udang. Tingginya kadar abu dan
protein dari bahan baku menunjukan bahwa proses ekstraksi kitosan memerlukan
pretreatment terhadap proses demineralisasi dan deproteinasi, agar nilai kadar abu
dan protein kitosan akhir yang dihasilkan bernilai rendah. Cara yang dapat
dilakukan diantaranya adalah konsentrasi dari bahan kimia yang digunakan, waktu
11

proses yang lebih lama serta kondisi optimum proses yang akan dilakukan seperti
suhu proses dan kecepatan pengadukan. Proses pretreatment pada penelitian ini
dilakukan dengan cara merendam cangkang lobster pada larutan yang digunakan
sebelum proses demineralisasi dan deproteinasi.

Karakteristik Kitosan

Kitosan dapat ditemukan dalam kerangka krustasea, seperti kepiting, udang


dan lobster. Proses pembuatan kitosan lobster dilakukan melalui empat tahap
yaitu deproteinasi NaOH 3 N 1:10, demineralisasi HCl 1 N 1:7, dekolorisasi
Natrium hipoklorit (NaOCl) 1% dan deasetilasi NaOH 50% 1:20. Proses
deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan fraksi protein, demineralisasi
bertujuan untuk menghilangkan fraksi mineral, dekolorisasi bertujuan untuk
menghilangkan zat warna yang terdapat pada cangkang lobster dan deasetilasi
bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil pada gugusan asetil amino kitin
menjadi gugus amino bebas kitosan.
Cangkang lobster yang digunakan pada ekstraksi kitosan adalah sebesar
150 g sebanyak tiga kali ulangan dengan perlakuan perbedaan waktu perendaman
sebanyak 0 jam, 24 jam, 72 jam dan 120 jam. Perbedaan perlakuan perendaman
menggunakan HCl 1 N diperoleh nilai rendemen yang berbeda, dapat dilihat pada
Gambar 4.

Keterangan : Huruf a, b, c, d, e, f menunjukan hasil beda nyata (p<0,05).


Gambar 4 Nilai rendemen kitosan terhadap perbedaan lama perendaman HCl.

Hasil analisis keragaman ANOVA menunjukkan adanya pengaruh nyata


antara perlakuan waktu perendaman terhadap nilai rendemen kitosan yang
dihasilkan (Nilai-p<0,05) (Lampiran 1). Perbedaan perlakuan terbaik diperoleh
dari uji lanjut DMRT (lampiran 2) dengan tingkat kepercayaan 95%, pada
perlakuan perbedaan waktu perendaman cangkang lobster menggunakan HCl 1 N
(120 jam), dengan nilai rendemen tertinggi sebesar 15,6%. Mahmoud et al. (2005)
semakin lama waktu perendaman, maka akan menghasilkan semakin banyak
rendemen dari kitin. Perendaman menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang
udang yang maksimal, sehingga ruang-ruang yang terbentuk memudahkan dicapai
oleh pengestrak (HCl) dan menyebabkan mineral mudah terlepas atau terekstrak
optimum (Suptijah et al. 2011). Karakteristik mutu kitosan lobster yang diperoleh
12

dianalisis menggunakan perolehan nilai rendemen terbaik yaitu pada perendaman


HCl 1 N (120 jam) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik kitosan lobster dari rendemen hasil perendaman HCl 1 N


(120 jam)
Parameter Kitosan lobster Standard SNI 7949:20131
Warna Putih coklat muda sampai putih
Benda Asing negatif negatif
Ukuran Partikel serbuk serpihan (flake), serbuk
Kadar Air 4,9±0,07% maks 12%
Kadar Abu 0,18±0,04% maks 5%
Derajat Deasetilasi 92,51% min 75%
Nitrogen 2,71±0,03% maks 5%
Keterangan : 1 SNI 7949:2013.
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air kitosan lobster
memiliki nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 4,9% dibandingkan dengan standar
mutu yang telah ditetapkan oleh SNI 7949:2013 (Tabel 2) yaitu ≤ 12%.
Suptijah et al. (2011) menyatakan bahwa kadar air rendah diperoleh melalui cara
pengeringan yang baik, hal ini disebabkan pada waktu proses pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven suhu 40 °C. Nilai presentasi kadar air yang
dihasilkan dipengaruhi oleh proses pengeringan, lama pengeringan yang
dilakukan, jumlah kitosan yang dikeringkan dan luas tempat permukaan tempat
kitosan yang dikeringkan. Penelitian Zahiruddin et al. (2008) juga menyatakan
bahwa persentase kadar air kitosan dipengaruhi oleh proses pengeringan, lama
pengeringan, jumlah kitosan yang dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan
dikeringkan.
Kadar abu merupakan parameter mutu kitosan yang digunakan untuk
mengindikasi kandungan mineral dalam sampel. Data yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukan bahwa kitosan lobster memiliki nilai kadar abu yang
rendah yaitu sebesar 0,18% dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
oleh SNI 7949:2013 yaitu ≤ 5%. Suptijah et al. (2011) menyatakan bahwa faktor
yang memiliki pengaruh terhadap kandungan mineral kitosan adalah kualitas air
yang digunakan ketika proses penetralan kitosan serta efektivitas proses
demineralisasi yang dilakukan. Pretreatment yang dilakukan yaitu perendaman
menggunakan larutan HCL 1N selama 120 jam sebelum proses demineralisasi
mengakibatkan terjadinya perubahan mineral secara sempurna yang terdapat pada
cangkang lobster, sehingga mengakibatkan kadar abu yang terkandung dalam
kitosan lobster rendah.
Kadar nitrogen yang diperoleh pada penelitian ini menunjukan bahwa
kitosan lobster memiliki nilai yang cukup rendah yaitu sebesar 2,71%
dibandingkan dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh SNI 7949:2013
yaitu ≤ 5%. Nilai kadar abu yang diperoleh berkaitan dengan proses deproteinasi
yang baik dan proses perendaman selama 24 jam sebelum pemanasan serta proses
pencucian dan penetralan yang sudah baik sehingga menyebabkan rantai asam
amino dapat terlepas secara sempurna. Abdulkarim et al. (2013) menyatakan
bahwa kadar nitrogen kitosan yang tinggi dapat dikaitkan dengan waktu
perendaman, dan metode yang digunakan selama proses pembuatan kitosan.
Tingginya konsentrasi NaOH dan lama waktu deproteinasi maka akan
13

mengakibatkan reaksi antara protein dengan larutan pembentuk ester (Na-


proteinat) menjadi sempurna, sehingga protein yang dihilangkan akan semakin
banyak.
Derajat deasetilasi merupakan parameter yang sangat penting untuk
menentukan mutu kitosan. Derajat deasetilasi menunjukkan persentase perubahan
gugus asetil yang dihilangkan dari kitin menjadi kitosan. Semakin tinggi nilai
derajat deasetilasi, maka semakin sedikit gugus asetil yang terdapat pada kitosan.
Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR (Fourier Transform InfraRed)
umumnya digunakan untuk melihat gugus fungsi dan menentukan nilai derajat
deasetilasi dari kitosan. Hasil analisis gugus fungsi yang diperoleh menunjukan
puncak-puncak spektogram dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Spektrum inframerah kitosan lobster.


Hasil analisis gugus fungsi pada kitosan menunjukkan derajat deasetilasi
sebesar 92,51% (Lampiran 3). Nilai tersebut menandakan bahwa kitosan yang
dihasilkan telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan oleh SNI
7949:2013 yaitu ≥ 75%. Tingginya derajat deasetilasi menandakan bahwa kitosan
yang dihasilkan sudah semakin murni dari pengotornya yaitu protein, mineral,
pigmen serta gugus asetil sehingga kitosan memiliki kelarutan yang sempurna
dalam asam asetat 1% (Suptijah 2006). Nilai derajat deasetilasi yang semakin
besar akan menyebabkan kitosan yang dihasilkan semakin reaktif, hal ini
dikarenakan semakin banyak gugus amina yang melepaskan gugus asetil. Gugus
fungsi kitosan yang dihasilkan terdiri dari gugus fungsi hidroksil (-OH) yang
berada pada bilangan gelombang 3456 cm-1, gugus fungsi metil (C-H) yang
berada pada bilangan gelombang 2885 cm-1, 2120 cm-1. Gugus fungsi hidroksil
pada kitosan umumnya muncul pada bilangan gelombang 3450-3200 cm-1,
sedangkan gugus fungsi amida muncul pada bilangan gelombang 1660-1500 cm-1
(Feris et al. 2008).

Karakteristik Nanopartikel Kitosan

Proses pembuatan nano kitosan pada penelitian ini menggunakan metode


gelasi ionik dengan penambahan zat pengikat silang berupa tripolifosfat dan
surfaktan non ionik tween 80 dengan alat magnetic stirrer. Penggunaan
tripolifosfat berperan sebagai zat pengikat silang yang memperkuat matrik
nanopartikel kitosan. Tween 80 digunakan sebagai emulsifier yang berfungsi
14

memproduksi partikel emulsi dalam larutan membentuk partikel serbuk yang


sangat kecil dan homogen yang disebut misel. Alat magnetic stirrer yang
digunakan dalam pembuatan nanopartikel kitosan dapat menghasikan ukuran
partikel yang lebih stabil (BPPT 2010). Metode gelasi ionik digunakan karena
prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat
dikontrol dengan mudah (Agnihotri et al. 2004).
Analisis PSA nanopartikel kitosan yang digunakan pada penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel nanopartikel kitosan yang dihasilkan.
Analisis PSA dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisis
gambar dan metode sieve analyses. Hasil analisis ukuran partikel nanopartikel
kitosan memiliki nilai Z average sebesar 357,76 nm dengan polydispersi intensity
(PDI) sebesar 2,1810 (Lampiran 4). Hasil yang didapatkan sudah termasuk dalam
kategori nanopartikel, namun masih terdapat aglomerasi yang terbentuk dalam
larutan. Menurut Mohanraj dan Chen (2006) nanopartikel adalah ukuran partikel
atau partikel padat dengan kisaran ukuran 10-1000 nm. Alat magnetic stirrer
menghasilkan partikel yang lebih stabil dengan ukuran yang lebih merata yaitu
rata-rata ukuran partikel dibawah 1000 nm (Hermanus 2012). Ukuran partikel
yang didapatkan dipengaruhi oleh metode preparasi yang dilakukan. Intensitas
kecepatan putaran dari magnetic stirrer yang semakin besar akan mengakibatkan
partikel yang dihasilkan semakin kecil (Chang 2005). Penambahan surfaktan
tween 80 dapat mempengaruhi stabilitas emulsi pada ukuran nanopartikel kitosan
(Silva et al. 2006). Selain itu penambahan tripolifosfat juga berpengaruh terhadap
kestabilan nanopartikel dan meningkatkan kekuatan matriks kitosan sehingga
membuat nanopartikel semakin kuat, stabil dan sulit terpecah (Rachmania 2011).
Analisis SEM diawali dengan mengubah larutan nanopartikel kitosan
menjadi serbuk menggunakan proses spray dry. Proses spray dry digunakan agar
menghasilkan serbuk nanopartikel kitosan yang kecil, teknik yang ramah sehingga
dapat terhindar dari penggunaan pelarut organik, dan dapat meningkatkan
stabilitas serbuk (Yundhana 2008). Analisis SEM bertujuan untuk melihat
morfologi permukaan, bentuk serta ukuran nanopartikel kitosan yang dilihat
melalui suatu gambar. Hasil analisis SEM nanopartikel kitosan menunjukkan
bentuk partikel berupa bulatan dan berkerut. Perbesaran yang digunakan pada
analisis SEM yaitu 2000x dan 5000x. Perbesaran 5000x memperlihatkan bahwa
nanopartikel kitosan yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang tidak
seragam. Ukuran partikel dapat ditentukan dengan mengukur diameter dari
bulatan tersebut. Kisaran diameter nanopartikel kitosan yang dihasilkan
menunjukkan besar ukuran antara 357-1631 nm. Hal ini diduga karena terjadi
penundaan proses spray drying setelah melakukan proses homogenisasi. Larutan
yang telah diproses sebaiknya langsung dilakukan proses spray drying agar
larutan tersebut tetap terjaga stabilitas distribusi partikelnya (Rachmania 2011).
Hasil analisis SEM nanopartikel kitosan dapat dilihat pada Gambar 6.
15

(a) (b)

Gambar 6 Morfologi nanopartikel kitosan perbesaran (a) 2000x (b) 5000x.

Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Kitosan

Pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dilakukan dengan


menggunakan metode difusi sumur agar yang bertujuan untuk mengetahui daya
antibakteri nanopartikel kitosan lobster. Metode difusi sumur agar cocok
digunakan untuk komponen yang berbahan dasar cair kerena komponen tersebut
dapat berdifusi baik ke dalam media agar padat. Antibakteri merupakan sifat dari
suatu bahan yang menunjukkan efek penghambatan terhadap pertumbuhan
bakteri. Penghambatan pertumbuhan bakteri dibedakan menjadi 2 sifat, yaitu
bakterisidal dan bakteriostatik. Senyawa yang tergolong bakterisidal yaitu jika
mampu membunuh bakteri, sedangkan senyawa yang tergolong bakteriostatik
hanya menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri uji yang digunakan dalam
pengujian aktivitas antibakteri penelitian ini yaitu Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis, merupakan bakteri flora normal yang akan
menghasilkan senyawa toksin dan menyebabkan terjadinya infeksi jika habitat
normalnya terganggu (Torabinejad dan Walton 2009).
Konsentrasi nanopartikel yang digunakan adalah sebesar 3000 ppm,
1500 ppm dan 750 ppm. Kontrol positif yang digunakan meliputi amoxycilin dan
dua buah obat kumur komersial A dan B. Kontrol negatif yang digunakan berupa
asam asetat 1% yang digunakan sebagai pelarut nanopartikel kitosan. Hasil uji
antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidemidis dapat dilihat pada (Gambar 7). Rata-rata diameter
zona bening disajikan pada grafik aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dalam
menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis
(Gambar 8).
Semakin tinggi konsentrasi nanopartikel kitosan menghasilkan diameter
zona hambat yang semakin besar. Konsentrasi nanopartikel terbaik terdapat pada
3000 ppm dengan menghasilkan zona bening terbesar pada kedua jenis bakteri uji.
16

750 ppm K-
A A
K+
2500 ppm
B B
3000 ppm

(a) (b)

Gambar 7 Hasil pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dan kontrol


(+) obat kumur komersial A terhadap bakteri Staphylococcus aureus (a)
pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan dan kontrol (+) obat
kumur komersial B terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis (b).

Keterangan : konsentrasi 750 ppm ( ), 1500 ppm ( ), 3000 ppm ( ).


Gambar 8 Aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

Pengujian aktivitas antibakteri nanopartikel kitosan menghasilkan


hubungan antara konsentrasi yang digunakan dengan diameter zona hambat yang
dihasilkan. Konsentrasi nanopartikel kitosan yang besar berpengaruh terhadap
nilai zona bening yang semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi dapat
mengakumulasi gugus reaktif nanopartikel kitosan yaitu gugus amina (NH2),
sehingga mempunyai efektivitas lebih besar untuk merusak dinding sel bakteri
(Abdou et al. 2012). Zhang et al. (2010) menambahkan bahwa aktivitas
antibakteri meningkat terhadap konsentrasi yang lebih tinggi dan ukuran partikel
yang lebih kecil.
Mekanisme aktivitas antibakteri kitosan menurut Andreas et al. (2007)
terbagi menjadi dua teori yaitu teori yang pertama didasari oleh adanya gugus
fungsional amina pada kitosan yang dapat membentuk ikatan dengan dinding sel
bakteri dan mengakibatkan timbulnya kebocoran konstituen intraseluler sehingga
bakteri akan lisis. Teori kedua menyebutkan bahwa diawali dengan merusak
dinding sel bakteri, kitosan melakukan pengikatan intraseluler, menghalangi
mRNA, dan menghambat sintesis protein. Aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya perbedaan struktur dinding sel bakteri menentukan
ikatan, penetrasi, dan aktivitas senyawa antibakteri. Bakteri Gram-positif pada
17

dinding selnya memiliki banyak peptidoglikan dan polisakarida (asam teikoat)


serta sedikit lipid dibandingkan bakteri Gram-negatif. Polisakarida pada dinding
sel Gram-positif merupakan polimer yang polar dan berfungsi sebagai transport
ion positif, sehingga dinding sel bakteri bersifat relatif polar (Dewi 2010).

Konsentrasi Hambat Minimum

Konsentrasi hambat minimum (KHM) merupakan konsentrasi terendah dari


antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang telah diinkubasi
semalam (Andrews 2006). Menurut Remmal et al. (1993) menggunakan definisi
yang sama tapi dengan waktu kontak yang lebih lama, yaitu selama 24-48 jam
setelah terlihat pertumbuhan pada kontrol. Pengamatan terhadap konsentrasi
hambat minimum pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
difusi sumur agar, dimulai dari konsentrasi terendah sampai tertinggi (325-
750 ppm), sedangkan sebagai kontrol positif menggunakan obat kumur komersial
A dan B. Nilai KHM ditunjukkan oleh sumur dengan konsentrasi terendah yang
masih memiliki zona bening disekitarnya.
Konsentrasi terendah yang menghambat bakteri Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis adalah 750 ppm, hal ini ditunjukkan dengan tidak
terlihatnya zona bening pada lubang sumur yang diberi konsentrasi 325 ppm.
Menurut penelitian Du et al. (2009) yang melakukan uji antibakteri nanopartikel
kitosan dengan logam terhadap bakteri Staphylococcus aureus menghasilkan nilai
KHM sebesar 625 ppm. Menurut Ramisz et al. (2005) juga menyatakan bahwa
KHM kitosan terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu 1000 ppm. Nilai
KHM yang sama pada kedua bakteri uji diduga karena bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis termasuk kedalam
golongan bakteri Gram-positif. Bakteri Gram-positif tidak memiliki membran luar
sehingga memudahkan senyawa antibakteri menemukan sasaran untuk bekerja
(Coyle 2005). Menurut No et al. (2002) menambahkan bahwa kitosan
menunjukan efek antibakteri yang besar pada bakteri Gram-positif dibandingkan
Gram-negatif. Struktur dinding sel bakteri Gram-positif lebih sederhana, yaitu
berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga
memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri
Gram-negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar
lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang
masuknya bahan bioaktif antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan
dengan kandungan lipid tinggi (11-12%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kitosan lobster yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi standar
mutu kitosan sesuai SNI 7949:2013. Morfologi nanopartikel kitosan memiliki
18

bentuk partikel berupa bulatan, dengan ukuran 357,76 nm. Aktivitas antibakteri
nanopartikel kitosan terbaik diperoleh pada konsentrasi 3000 ppm dengan nilai
zona bening sebesar 5,75 mm pada Staphylococcus aureus dan 5,25 mm pada
bakteri Staphylococcus epidermidis. Konsentrasi terendah yang mampu
menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis
adalah 750 ppm.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengunakan metode lain dalam


pembuatan nanopartikel kitosan agar ukuran partikel yang dihasilkan lebih
homogen dan stabil. Pengujian antibakteri nanopartikel kitosan terhadap bakteri
lainnya juga perlu dilakukan. Aplikasi nanopartikel kitosan lobster pada bidang
biomedis, farmasi, dan kosmetik perlu untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. 01-2891-1992. Cara Uji Makanan


dan Minuman. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. Kitosan: Syarat Mutu dan
Pengolahan SNI 7949: 2013. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia, 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Abdou ES, Osheba AS, Sorour MA. 2012. Effect of chitosan and chitosan-
nanoparticles as active coating on microbiologycal characteristics of fish
fingers. Journal of Applied Science and Technology. 2: 158-163.
Abdulkarim A, Isa AT, Abdulsalam S, Muhammad AJ, Ameh AO. 2013.
Extraction and characterization of chitin and chitosan from mussel shell.
Civil and Environmental Research. 3(2): 108-114.
Addy M. 2003. The use of antiseptics in periodontal therapy. In: Lindhe J,
Karring T, Lang NP. Eds. Clinical periodontology and implant dentistry (4th
ed). Oxford (UK): Blackwell Munksgaard 464-87.
Agnihotri SA, Mallikarjuna NN, Aminabhavi TM. 2004. Recent advances on
chitosan-based micro and nanoparticles in drug delivery. Journal of
Controlled Release. 100: 5-28.
Andreas Y, Giraud L, Gerente C, Le Cloirec P. 2007. Antibacterial effect of
chitosan powder : mechanisme of action. Environmental Technology.
28(12): 1357-1363.
Andrews JM. 2006. Determination of Minimum Inhibitory Concentration.
http://bsac.org.uk. [25 Agustus 2015].
19

BPPT. 2010. Pembuatan Partikel Nano Kitosan dengan Metode Gelasi Ionik
Menggunakan Magnetic Stirrer. Tangerang (ID): Balai Pengkaji dan
Penerapan Teknologi.
Burgess DJ. Duffy E, Etzler F, Hickey AJ, 2004. Particle size analysis: AAPS
workshop repost, cosponsored by the food and drug administration and the
united states pharmacopeia. The American Association of Pharmaceutical
Scientists Journal. 6(3): 1-12.
Chang R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.
Chung JY, Choo JH, Lee MH, Hwang JK. 2006. Anticariogenic activity of
macelignan isolated from Myristica fragrans (nutmeg) against
Streptococcus mutans. Journal of Phytomedicine. 13: 261-266.
Coyle MB. 2005. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. Seattle (US):
American Society for Microbiology 39-52.
Dewi FK. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu
(Morinda citrfolia, Linnaeus) terhadap bakteri pembusuk daging segar
[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Didilescu AC, Skaug N, Marica C, Didilescu C. 2005. Respiratory pathogens in
dental plaque of hospitalized patients with chronic lung diseases. Clinical
Oral Investigation. 9(3): 141-7.
Du WL, Niu SS, Xu YL, Xu ZR, Fan CL. 2009. Antibacterial activity of chitosan
tripolyphosphate nanoparticles loaded with various metal ions.
Carbohydrate Polymers. 75: 385-389.
Feris F, Darmawan E, Mulyaningsih S. 2008. Karakteristik Spektra Infrared (IR)
Kulit Udang, Khitin, dan Khitosan yang Dipengaruhi oleh Proses
Demineralisasi, Deproteinisasi, Deasetilasi I, dan Deasetilasi II. Jurnal Riset
Terapan Kemenristek RI. Jurnal Ilmiah Farmasi. 4:11-22.
Goy RC, Douglas B, Odilio BGA. 2009. A review of the antimicrobial activity of
chitosan. Journal Polymer. 19: 1-7.
Heitz-Mayfield LJ, Lang NP. 2010. Comparative biology of chronic and
aggressive periodontitis vs. peri-implantitis. Periodontol 2000. 53: 167-181.
Hermanus DKN. 2012. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel ekstrak kulit kayu
mahoni (Switenia macrophylla King.) sebagai bahan suplemen
antihiperkolestrolemia [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Janes KA, Alonso MJ. 2003. Depolimerized chitosan nanoparticles for protein
delivery. Preparation and characterization. Journal of Applied Polymer
Science. 88(12): 2769-2776.
Kamelia S. 2009. Pengaruh derajat deasetilasi nano kitosan untuk menyerap ion
Zn2+ dari limbah cair industri karet [tesis]. Medan (ID): Universitas
Sumatera Utara.
20

Khan TA, Peh KK, Chang HS. 2002. Reposting degree of deacetylation values of
chitosan: the influence of analytical methods. Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science. 5(3): 205-2012.
Kouidhi B, Zmantar T, Hentati H, Bakhrouf A. 2010. Cell surface hydrophobicity,
biofilm formation, adhesives properties and molecular detection of adhesins
genes in Staphylococcus aureus associated to dental caries. Microbial
Pathogenesis. 49: 14-22.
McCullough MJ, Farah CS. 2008. The role of alcohol in oral carsinogenesis with
particular reference to alcohol-containing mouthwashes. Australian Dental
Journal. 53: 302-305.
Mohanraj UJ and Y chen. 2006. Nanoparticles-A Review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research. 5(1): 561-573.
No HK, Park NY, Lee SH, Meyers SP. 2002. Antibacterial activity of chitosan
and chitosan oligomers with different molecular weight. International
Journal of Food Microbiology. 74: 65-72.
Nurainy F, Rizal S, Yudiantoro. 2008. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap
aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar sumur. Jurnal Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian. 13(2).
Passariello C, Puttini M, Iebba V, Pera P, Gigola P. 2012. Influence of oral
conditions on colonization by highly toxigenic Staphylococcus aureus
strains. Oral Diseases. 18: 402-409.
Qujeq D, Mossavi SE. 2004. Antibacterial activity of chitosan against
Escherichia coli. Babol Medical Science. 7: 1-12.
Rachmania D. 2011. Karakteristik nanokitosan cangkang udang vananmei
(Litopenaes vannamei) dengan metode gelasi ionik [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ramisz, Aleksandra B, Anna WP. 2005. Antibacterial and antifungal activity of
chitosan. International Society for Animal Hygiene. 2: 406-408.
Remmal A, Bouchikhi T, Rhayour K. 1993. Improved method for the
determination of antimicrobial activity of essential oils in agar medium.
Journal of Essential Oil Research. 5: 179–184.
Rini I. 2010. Recovery dan karakterisasi kalsium dari limbah demineralisasi kulit
udang jerbung (Penaeus merguiensis deMan) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rochima, E. 2005. Aplikasi kitin deatilase termostabil dari bacillus papandayan K
29-14 asal kawah kamojang jawa barat pada pembuatan kitosan. [tesis]
Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Saleh MR, Abdillah, Suerman E, Basmal J, Indriati N. 1994. Pengaruh suhu,
waktu dan konsentrasi pelarut pada ekstraksi kitosan dari limbah
pengolahan udang beku terhadap beberapa parameter mutu kitosan. Jurnal
Pasca Panen Perikanan. 81: 30-43.
21

Silva CM, Ribeiro AJ, Figueiredo M, Ferreira D, Veiga F. 2006.


Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated alginate microspheres
prepared by emulsifi cation/internal gelation. The American Association of
Pharmaceutical Scientists Journal. 7(4): 88.
Sitepu J .2011. Perbandingan efektivitas daya hambat terhadap
Staphylococcus aureus dari berbagai jenis ektrak buah mengkudu
(Morinda citrifolia) (invitro) [skripsi]. Medan (ID): Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
Suptijah P, Jacoeb MA, Rachamania D. 2011. Karakterisasi nanokitosan
cangkang udang vannamei (Litopenaus vannamei) dengan metode gelasi
ionik. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17(2): 78-84.
Suptijah P. 2012. Pengembangan kitosan sebagai absorben pengotor dalam
aplikasi pemurnian agar dan karagenan [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Torabinejad M, Walton RE. 2009. Principles and Practice of Endodontic. Ed
ke-4. Philadelphia (US): Sounders company. 58-63.
Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in Scanning Electron
Microscopy (SEM). Tokyo (JP): JEOL training center EP section.
Yundhana, Y. 2008. Mikroenkapsulasi obat anti-peradangan ketoprofen yang
tersalut gel kitosan karboksimetil selulosa [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zahiruddin W, Aprilia A, Ella S. 2008. Karakteristik mutu dan kelarutan kitosan
dari ampas silase kepala udang windu (Penaeus monodon). Buletin
Teknologi Hasil Perairan. 11(2): 140-151.
Zhang L, Jiang Y, Ding Y, Daskalakis D, Jeuken L, Povey M, O’neill DW. 2010.
Mechanistic investigation into antibacterial behaviour of suspensions of
ZnO nanoparticle against E.coli. Journal of Nanoparticle Research.
23: 1625-1636.
22
23

LAMPIRAN
24
25

Lampiran 1 Hasil uji ANOVA lama waktu perendaman terhadap


rendemen kitosan

Jumlah Kuadrat
Source kuadrat Db tengah F Nilai p
Perendaman 46,553 3 15,518 93,107 0,000
Error 1,333 8 0,167
Total 1912,900 12

Lampiran 2 Hasil uji DMRT untuk pengaruh lama waktu perendaman


terhadap rendemen

Rata-rata konsentrasi Notasi


Waktu protein terlarut
perendaman N (mg/mL)
0 jam 3 10,2333 A
24 jam 3 11,2000 B
72 jam 3 13,0333 C
120 jam 3 15,4000 D

Lampiran 3 Data hasil perhitungan derajat deasetilasi kitosan lobster

Rumus perhitungan besarnya nilai DD = [100 – ( x )]%


A1655 = log P0-log P = 0,0364
A3450 = log Po-log P = 0,3654
= [100 – ( x )]%
= [100 – 7,4899 ]%
= 92, 51%

Lampiran 4 Data analisis Particle Size Analyzer (PSA)


26

Grafik hasil analisis Particle Size Analyzer (PSA)


27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 06 Juni 1994. Penulis merupakan


anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Waladan Mardijja dan ibu
Nita Rosita. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai di SDN Semeru I
pada periode 1999-2005. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun yang sama
di SMP Negeri 4 Bogor hingga tahun 2008, melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2011.
Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama perkuliahan, penulis aktif menjadi
asisten praktikum mata kuliah Kitin dan Kitosan pada periode 2014/2015, aktif
dalam organisasi HIMASILKAN dan menjabat sebagai Bendahara Umum pada
periode 2013/2014. Bulan Juni-Juli 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapang di
UMKM Bening Jati Anugrah Parung Bogor dengan judul “Studi Implementasi
Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada Produksi Produk
Donat Ikan di CV. Bening Jati Anugrah, Parung, Bogor”. Penulis pernah aktif
dalam perlombaan karya tulis Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian
(PKMP) lolos didanai sebanyak 2 bidang PKMP pada periode 2013/2014 sebagai
ketua kelompok dan anggota serta 1 PKMP pada periode 2014/2015 sebagai ketua
kelompok.

Anda mungkin juga menyukai