Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

MANAJEMEN PERIOPERATIF PASIEN MULTIPLE FRAKTUR

Oleh:
Della Reyhani Putri

Preseptor :

dr. Rinal Effendi, Sp.An

BAGIAN ANESTESI RSUP DR M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
2.1 Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur

2.2.1 Evaluasi Pra Anestesi

Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesiyang
bertujuan untuk mengetahui status fisik pasien prabedah dan menganalisa jenis operasi
sehingga dapat memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai, juga dapat meramalkan
penyulit yang akan terjadi selama operasi dan atau pascabedah dan kemudian
mempersiapkan obat atau alat untuk menanggulangi penyulit tersebut.2 Tatalaksana
evaluasi praanestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organvital dan penentuan status fisik
pasien praanestesi.5

Hal ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis sehingga persiapan pasien dapat
dilakukan sesegera mungkin. Yang harus diperhatikan pada anamnesis adalah identifikasi
pasien,riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita misalnya gangguan
faalhemostatis, penyakit saraf otot, infeksi di daerah lumbal, syok, anemia, dankelainan
tulang belakang, riwayat obat-obatan yang sedang atau telah digunakan,riwayat operasi
dan anestesia yang pernah dialami diwaktu yang lalu, serta kebiasaan buruk sehari-hari
yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesiseperti merokok. Pemeriksaaan
fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi, berat, suhu badan, keadaan umum, kesadaran
umum, tanda-tanda anemia, tekanan darah, nadidan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium
yang diperlukan pada pasien fraktur adalah pemeriksaan darah (Hb, leukosit, golongan
darah, faal hemostasis), foto polos AP/ lateral pada bagian yang dicurigai fraktur, foto
polos toraks, dan EKG.Gangguan elektrolit dan abnormalitas dari faktor koagulasi harus
dikoreksi terlebih dahulu.1,2,5 Berdasarkan hasil pemeriksaan praanestesia tersebut maka
dapat disimpulkan status fisik pasien praanestesia.

American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik praanestesia


menjadi 5 kelas, yaitu :

ASA 1: pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik

ASA 2: pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan sampai sedangdan tidak
ada gangguan aktivitas rutin.

ASA 3: pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat sehingga aktivitasrutin
terbatas tetapi tidak mengancam nyawa
ASA 4: pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat dan pasien tidak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancamankehidupannya setiap
saat.

ASA 5: pasien penyakit bedah yang disertai penyakit sistemik berat yang sudahtidak
mungkin ditolong lagi, dioperasi atau tidak dalam 24 jam pasienakan meninggal.

Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat maka dicantumkantanda E


(emergency) di belakang angka.

2.2.2 Persiapan Pra Anestesi

Persiapan praanestesi adalah mempersiapkan pasien baik psikis maupun fisik


agar pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi dandiagnostik atau
pembedahan yang direncanakan sesuai hasil evaluasi praanestesi, persiapan juga
mencakup surat persetujuan tindakan medis.

Sebagai seorang ahli anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan
peritonitis adalahmemperbaiki keadaan umum pasien sebelum diambilnya tindakan
operasi..Tindakan mencakup airway, breathing dan circulation. Oksigenisasi, terapi
cairan, vasopresor/inotropik dan transfusi bila diperlukan.

Pemasangan infus bertujuan untuk mengganti defisit cairan selama puasa dan
mengkoreksi defisitcairan prabedah, sebagai fasilitas vena terbuka untuk memasukan
obat-obatanselama operasi dan sebagai fasilitas transfusi darah, memberikan cairan
pemeliharaan, serta mengkoreksi defisit atau kehilangan cairan selama operasi.Berikut
adalah tujuan dari terapi cairan, yaitu mengganti cairan dan kalori yangdialami pasien
prabedah akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksidefisit akibat
hipovolemik atau dehidrasi.1,2,3,5

Cairan yang digunakan adalah

 Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan- Untuk koreksi defisit


puasa atau dehidrasi berikan cairan kristaloid.
 Perdarahan akut berikan cairan kristaloid + koloid atau transfusi darahPedoman
koreksinya sebagai berikut : Hitung kebutuhan cairan perhari (perjam)- Hitung
defisit puasa (lama puasa) atau dehidrasi (derajat dehidrasi)-Jam pertama setelah
infus terpasang berikan 50% defisit + cairan pemeliharaan/jam- Pada jam ke dua,
diberikan 25% defisit + cairan pemeliharaan per jam.- Pada jam ke tiga, diberikan
25% defisit + cairan pemeliharaan per jam.

Pasien sebaiknya menggunakan kateter foley untuk memonitor pengeluaran


urin. Untuk pasien yang sangat berat dapat digunakan monitor hemodinamik untuk
melihat kebutuhan resusitasi dan suport inotropik. Persiapkananalgesia yang cukup
dengan segera jika mampu dilakukan. Selain persiapanfisik, psikologis pasien juga
harus diperhatikan sebelum tindakan operatif.

Persiapan psikologis adalah persiapan farmakologis penting untuk anestesia dan


pembedahan.Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan meja operasi,
mesinanestesi, alat resusitasi, obat resusitasi, obat anestesi, tiang infus, alat
pantaukondisi pasien, kartu catatan medik anestesi, serta selimut penghangat
khususuntuk bayi dan orangtua.Pada pasien fraktur multipel harus ada persiapan
khusus misalnya koreksigangguan fungsi organ yang mengancam, penanggulangan
nyeri, serta persiapantransfusi darah.7

2.2.3 Premedikasi

Premedikasi adalah tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalamrangka


pelaksanaan anestesi dengan tujuan: meredakan kecemasan dan
ketakutan,memperlancar induksi anestesi, mengurangi sekresi kelenjar,
meminimalkan jumlah obat anestetik, serta mengurangi mual-muntah pasca bedah.
Premedikasidapat diberikan secara suntikan intramuskuler (diberikan 30-45 menit
sebeluminduksi anestesia) atau secara suntikan intravena (diberikan 5-10 menit
sebeluminduksi anestesi). Obat-obatan yang digunakan untuk premedikasi adalah
obatantikolinergik, obat sedatif, dan obat analgetik narkotik. Pemberian obat
golonganantikolinergik, contohnya sulfas atropin, bertujuan untuk mengurangi
sekresikelenjar (saliva, saluran nafas, dan saluran cerna), mengurangi motilitas
usus,mencegah spasme laring dan bronkus, mencegah bradikardi, dan melawan efek
depresi narkotik terhadap pusat nafas. Pemberian obat golongan sedatif,contohnya
midazolam, bertujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi pasien prabedah, bebas
dari rasa cemas dan takut.1,2,7
2.2.4 Manajemen intraoperatif

Pilihan anestesia-anelgesia yang akan diberikan kepada pasien yang


akanmenjalani pembedahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur,
jeniskelamin, status fisik, jenis operasi, keterampilan dan fasilitas yang tersedia, serta
permintaan pasien. Dalam praktek anestesi, ada 3 jenis anestesia-analgesia
yangdiberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan, yaitu anestesia umum,
analgesia regional, dan analgesia lokal. Menentukan teknik anestesi harus didasari
oleh 4 hal, yaitu lokasi operasi, posisi pasien saat operasi, manipulasi yangdilakukan,
serta durasi. Anestesi umum paling sering digunakan untuk operasi pada fraktur
multiple.1,7

Induksi dicapai dengan agen intravena diikuti intubasi trakea difasilitasioleh


perelaksasi otot. Induksi pada anestesia umum dapat dilakukan dengan obatanestetik
intravena kerja cepat (rapid acting ). Pada pasien dengan hipotensi, pemilihan induksi
anestesia adalah bagian yang penting karena hampir sebagian besar obat yang
digunakan untuk induksi dapat menurunkan tekanan darah.Pemberian ketamin
hidroklorida (ketalar) dapat dipertimbangkan karena bersifatsimpatomimetik
sehingga menyebabkan ketalar dapat meningkatkan darah dandenyut jantung.
Peningkatan tekanan darah disebabkan oleh karena efek inotropik positif dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Perelaksasi otot memiliki peranan penting
dalam mengurangi pergerakan pada lapangan operasi.

Anestesia dapat dipertahankan dengan dosis intermiten atau melalui infusyang


berlanjut, dengan agen intravena.seperti thiopental, propofol dan
opioid.dandikombinasi dengan NO2. Anestesi halogen (halotan, enfluran, isofluran)
adalah obat yang paling sering dipakai. Obat-obatan tersebut dapat mengontrol
reflekshemodinamik. Akan tetapi, isofluran dan enfluran menjaga aliran darah hepar
danintestinal lebih baik dibandingkan halotan. Sevofluran dapat jugadipertimbangkan
karena memiliki efek yang mirip dengan isofluran, efek kardiovaskular cukup stabil
dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Walaupun halonated agent
dikombinasikan dengan perelaksasi otot dapatmembuat kondisi anestesi yang baik
saat operasi abdomen, obat-obat ini seringdigunakan dengan kombinasi N2O dan
opioid. N2O dapat digunakan pada permulaan operasi untuk memastikan status
anestesi ketika efek agen intravenatelah menghilang. Penggunaan N2O juga dapat
menurunkan konsentrasi halonated agent 50% dan mempercepat pulihnya kesadaran
pasien,sehingga digunakan untuk pemeliharaan.2,7 Untuk terapi nyeri pasien
intraoperatif dapat digunakan golongan opioid.Golongan opioid ini bermanfaat pada
intraoperatif maupun post-operatif obatyang paling populer saat ini adalah fentanyl.
Fentanyl mempunyai efek analgesia yang kuat, bersifat depresan terhadap susunan
saraf pusat, tidak berefek padasistem kardiovaskular dan berefek menekan respon
sistem hormonal danmetabolik akibat stres anestesia dan pembedahan, sehingga
kadar hormaonkatabolik dalam darah tetap stabil.1

Terapi cairan durante operasi juga perlu mendapat perhatian dengan


perhitungan yang tepat dan cermat. Tujuan terapi cairan durante operasi yaituuntuk
fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui luka operasi,mengganti
pedarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ ekskresi.Cairan yang
digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid dan koloid atautransfusi darah.
Pedoman koreksinya adalah sebagai berikut:1,2,3

•Mengikuti pedoman terapi cairan prabedah

•Berikan tambahan cairan sesuai dengan jumlah perdarahan yang


terjadiditambah dengan koreksi cairan sesuai dengan perhitungan cairan yang
hilang berdasarkan jenis operasi yang dilakukan, dengan asumsi :-Operasi besar :
6 – 8 ml/kgbb/jam-Operasi sedang : 4 - 6 ml/kgbb/jam-Operasi kecil : 2 - 4
ml/kgbb/jam

•Koreksi perdarahan selama operasi :

•Dewasa :-Perdarahan > 20% dari perkiraan volume darah = transfusi-Perdarahan


<20% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloidsebanyak 2 - 3 x jumlah
perdarahan atau koloid yang jumlahnya samadengan perkiraan jumlah
perdarahan atau campuran kristaloid + koloid.

•Bayi dan anak :-Perdarahan > 10% dari perkiraan volume darah = transfusi-
Perdarahan <10% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloidsebanyak 2 - 3
x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya samadengan perkiraan jumlah
perdarahan atau campuran kristaloid + koloid.
•Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan -Jumlah darah yang
tertampung di dalam botol penampung-Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1
gram = 1 ml darah)

2.2.5 Tatalaksana Pasca Anestesia

Pasca anestesia dimulai setelah pembedahan dan anestesia diakhiri sampai pasien
pulih dari pengaruh anestesia.

a) Risiko Pasca Anestesia


b) Berdasarkan masalah-masalah yang akan dijumpai pasca anestesia/bedahmaka
pasien dibagi menjadi 3 kelompok:2,3
c) 1.Kelompok IPasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami gangguan
pernafasandan kardiovaskular pasca anestesia/bedah sehingga pasien
tersebutlangsung dirawat di Unit Terapi Intensif pasca anestesia/bedah
tanpamenunggu pemulihan di ruang pulih.2.Kelompok IIMayoritas pasien pasca
anestesia/bedah termasuk dalam kelompok ini.Tujuan perawatan pasca
anestesia/bedah adalah menjamin agar pasiensecepatnya mampu
mempertahankan respirasinya.3.Kelompok IIIKelompok pasien yang menjalani
operasi kecil, singkat dan rawat jalan.Pasien pada kelompok ini harus mempunyai
respirasi yang adekuat dan bebas dari rasa mengantuk, ataksia, nyeri serta
kelemahan otot sehingga pasien dapat pulang. b)Ruang PulihRuang pulih adalah
ruangan khusus pasca anestesia/bedah yang berada dikompleks kamar operasi.
Perawatan di ruang pulih bertujuan untuk mempertahankan kestabilan sistem
respirasi dan sirkulasi serta melakukan pemantauan dan penanggulangan
kedaruratan medik yang terjadi. Secara garis besar pemantauan dan
penanggulangan kedaruratan medik meliputi kesadaran,respirasi, sirkulasi, fungsi
ginjal dan saluran kencing, fungsi saluran cerna,aktivitas motorik, suhu tubuh,
nyeri, dan posisi pasien.
d) Kriteria pengeluaran pasien dari ruang pulih mempergunakan Skor Aldreteseperti
yang terlihat pada tabel 1. Nilai minimal untuk pengiriman pasien adalah7-8
dengan catatan nilai kesadaran boleh 1 dan aktivitas bisa 1 atau 0, sedangkanyang
lainnya harus 2.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : MIA

Jenis Kelamin : Laki Laki

No RM : 01050709

Usia : 14 tahun

Berat Badan : 45 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Diagnosis : Multiple fraktur (# kondilar femur (s) terbuka grade IIIA, #incomplete
olecranon (s) tertutup, #distal radius (s) tertutup, #muskolo facial II)

Rencana Terapi : ORIF

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada lengan bawah kiri dan lutut kiri

Perjalanan Penyakit : Pasien tiba di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 3 Juni
2019. Pasien datang dalam keadaan sadar dengan keluhan utama nyeri pada lengan
bawah kiri dan lutut kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien diserempet
mobil dari sebelah kanan pasien saat mengendarai sepeda motor sehingga pasien jatuh
ke arah kiri. Pasien menyangkal adanya pusing, mual, muntah, dan pandangan kabur,
serta mengatakan tidak pernah mengalami penurunan kesadaran atau pingsan.

Riwayat penyakit yang dapat menjadi penyulit anestesi :

Asma (-) Penyakit hati (-)

Diabetes (-) Penyakit ginjal (-)

Alergi (-) Kejang (-)

Angina pektoris (-) Batu / pilek (-)

Stroke (-) Demam (-)

Hipertensi (-) Kelainan kardiovaskulas (-)

Riwayat obat yang sedang / telah digunakan :

Anti hipertensi (-)

Anti rematik (-)


Anti diabetik (-)

Obat penyakit jantung (-)

Obat anti nyeri (-)

Riwayat operasi sebelumnya : Tidak Ada

Riwayat anestesi sebelumnya : Tidak Ada

3.3 pemeriksaan fisik

Airway : Bebas dan tidak ada gigi palsu

Breathing : frekuensi 20x, pola simetris

Blood : akral teraba hangat, TD 110/60, nadi 100x

Brain : kesadaran komposmentis kooperatif, GCS 15

Bladder : tidak ada kelainan BAK

Bowel : tidak ada kelainan BAB, tidak ada mual dan muntah

Bone : ada fraktur dan tidak ada udem. Fraktur di region femur sinistra, region
olecranon dan radius, dan region maksilla facial.

Temperature : 36,7 C

3.4 Laboratorium Lengkap :

Hb : 10.1 Ureum : 30

Leukosit : 27.600 Kreatinin : 0,6

Trombosit : 321.000 Albumin : 3.5

Ht : 31 Globulin : 2.3

SGOT : 58 PT : 15.3

SGPT : 32 APTT : 33.5

Kesan : Anemia ringan, leukositosis, PT melebihi nilai rujukan, Albumin turun, SGOT
meningkat
3.5 Kesan Anestesi

Pasien laki – laki 14 tahun dengan multiple fraktur (# kondilar femur (s) terbuka grade
IIIA, #incomplete olecranon (s) tertutup, #distal radius (s) tertutup, #muskolo facial II )
dengan ASA 2

3.2. Persiapan Pra Anestesia

3.2.1 Persiapan Rutin Sebelum Operasi

1.Persiapan psikis: memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai


tindakan anestesia dan pembedahan yang akan dilakukan.

2.Persiapan fisik: puasa 8 jam sebelum operasi, minum air putih non partikel
diperbolehkan sampai 3 jam sebelum operasi, dan melepaskan segala macam perhiasan
dan aksesoris

3. Membuat surat persetujuan tindakan medis (Informed consent anestesi)

3.2.2 Persiapan di Ruang Persiapan Instalasi Bedah Sentral

1. Memeriksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan tindakan medis.

2. Menanyakan kembali riwayat penyulit pada pasien

3.2.3 Persiapan di Kamar Operasi

1.Persiapan mesin anestesi dan sistem aliran gas dan cadangan volatile agent

2.Persiapan obat dan alat anestesi yang digunakan

3.Persiapan alat-alat, obat resusitasi, PRC

4.Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang alat pantau tekanan darah, EKG, tiang
infus,pulse oxymetri

5.Evaluasi ulang status present pasien : Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 90 x/menit,
Respirasi: 20 x/menit

3.3 Laporan Anestesi

1. Diagnosis pra bedah : Multiple fraktur

2. Jenis pembedahan : ORIF

3. Diagnosis pasca bedah : Post ORIF

4. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : General Anestesi

b. Teknik anestesi : Intubasi dengan endotraceal tube (ETT) No. 6.5

c. Premedikasi : Fentanyl 200 mcg, Miloz 2 gr,

d. Induksi : Propofol 100 mg

e. Medikasi tambahan : Rocuronium Bromida 20 mg

f. Maintanence : O2, N2O, Isofluran

g. Respirasi: kendali

h. Posisi : Terlentang

i. Cairan infus : Ringer Laktat di dorsum pedisdekstra

j. Analgetik post bedah : Tramadol 1 amp

5. Keadaan akhir pembedahan:

Tekanan darah: 120/80 mmHg, Nadi: 91 x/menit, RR: 18 x/menit

6. Rekapitulasi cairan (puasa 8 jam, berat badan 45 Kg)

 Kebutuhan cairan basal (m) : (4x10)+(2x10)+25 = 85 mL/jam


 Defisit cairan puasa (p) : 85 ml/jam x 8 jam = 680 ml
 Kebutuhan operasi (o) : 8 x 45 kg = 360 ml
 EBV: 75 x 45 kg = 3375 ml
 ABL: 20 % x 3375 ml = 675 ml
 Kebutuhan cairan jam I: (50% x 680) + 85 + 360 = 785 ml
Kebutuhan cairan jam ke II: (25% x 680) + 85 + 360 =615 ml
Kebutuhan cairan jam ke III: (25% x 680) + 85 + 360 = 615 ml
Kebutuhan cairan jam ke IV: 85 + 360 = 445 ml
Jumlah cairan masuk :

3.4 Pengelolaan Pasca Bedah

1. Pasien dikeluarkan dari ruang operasi :

Anestesi:

S: Mual (-), muntah (-)

O: Kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/71 mmHg,


nadi 86 x/menit,VAS 0-10 mm, SaO2 99%
A: Post ORIF supracondylar femur dan ORIF radius

P: Analgetika post operasi: Tramadol 1 Amp

2. Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan tanggal 3/6/2019

Tekanan darah: 112/80 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 18 x/menit, Suhu: 36,8
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada evaluasi praanestesi didapatkan identitas pasien laki-laki, 14 tahun
dating ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang di Ruang Surgikal tanggal 3 Juni 2019.
Pasien datang dalam keadaan sadar dengan keluhan utama nyeri pada lengan
bawah kiri dan lutut kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien
diserempet mobil dari sebelah kanan pasien saat mengendarai sepeda motor
sehingga pasien jatuh ke arah kiri. Pasien menyangkal adanya pusing, mual,
muntah, dan pandangan kabur, serta mengatakan tidak pernah mengalami
penurunan kesadaran atau pingsan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah 110/60 mmHg, nadi 80x/menit reguler, respirasi 20 x/menit, suhu aksila
36,8º C. Pasien merasakan nyeri pada lengan bawah kiri dan lutut kiri, tampak

Manajemen perioperatif yang dilakukan pada pasien ini antara


laintatalaksana preoperatif yang meliputi evaluasi pra anestesia, persiapan
praanesthesia, pemilihan anesthesia-anelgesia, tatalaksana intraoperatif,
sertatatalaksana postoperatif. Evaluasi preanestesi yang dikerjakan pada pasien
ini mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien
dengan kesadaran composmentis, keadaan umum sedang, dengan keadaan
hemodinamik yang stabil yaitu tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 80x/menit
reguler, serta respirasi 20 x/menit. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb
10.1 g/dLyang mengarah ke anemia, leukosit 27.600 yang mendandakan bahwa
pasien mengalami leukositosis. Pasien ini akan menjalani prosedur ORIF P-S yang
merupakan operasi pembedahan invasif serta memakan waktu yang lama.

Persiapan fisik yang dilakukan adalah pemasangan infus. Terapi cairan


bertujuan untuk mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat
puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat dehidrasi. Cairan
yangdigunakan untuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi diberikan cairan
kristaloid. Pada pasien ini dipasang IV line, dengan kateter vena ukuran 20 Gauge.
Premedikasi yang diberikan adalah midazolam 20mg, fentanyl 200mcg.
dan propofol 100mg untuk induksi. Secara teori midazolam adalah obat yang
berfungsi sebagai sedasi dan amnesia yang baik. Midazolam digunakan pada
premedikasi agar pasien merasa tenang dan tidak gelisah saat dilakukan
pembedahan dan juga memiliki efek amnesia agar pasien tidak mengingat
kejadian selama proses pembedahan dan mengalami trauma psikologis.
Penggunaan obat ini sebagai pengganti diazepamkarena tidak menimbulkan sakit
saat diinjeksikan. Pasien akan mengantuk,lebih tenang, dan mengalami
anterograde amnesia yang berlangsung secara singkat. Sesuai dalam literatur
disebutkan bahwa premedikasi sangat pentingdalam tatalaksana perioperatif
untuk mengurangi kecemasan.

Fentanyl merupakan obat analgesik opioid. sesuai dosis 1-2 mcg/kgBB jadi
diberikan 100mcg. Fentanyl diindikasikan pada nyeri sebelum, selama dan paska
operasi. Sedangkan petidin diindikasikan untuk pengobatan yang biasa dilakukan
pada tingkat kesakitan yang tidak lebih tinggi. Kedua obat tersebut merupakan
obat anti nyeri kuat, keduanya dikombinasikan agar tercapai anti nyeri yang kuat
selama operasi dikarenakan proses operasi yang tergolong memakan waktu yang
lama.

Teknik anestesi yang digunakan adalah anestesia umum dengan


pemasangan pipa endotrakeal. Hal ini didasarkan lokasi dilakukan pembedahan
pada pasien ini adalah di regio lengan bawah dan lutut, posisi pasien saat operasi
adalah posisi supinasi atau terlentang, dan membutuhkan relaksasi otot pasien,
dan operasi pembedahan kasus fraktur dengan pemasangan ORIF lengan bawah
dan lutut memakan waktu lama. Dari prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa
teknik anestesi yang paling cocok dipergunakan dalam operasi ini adalah anestesi
umum dengan pemasangan pipa endotrakeal dengan nafas kendali.

Pelumpuh otot yang digunakan pada operasi ini adalah atracurium.


Atracurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang digunakan
untuk relaksasi otot dan lapangan operasi selama pembedahan. Dosis
yangdigunakan pada pasien ini sebanyak 20 mg dimana sesuai dengan dosis 0,5-
0,6 mg/kgBB. Durasi kerja atracurium adalah selama 20-45 menit.

Induksi yang digunakan pada operasi ini adalah propofol 100mg, propofol
dikemas dalam cairan emulsi lemak putih susu, propofol memiliki onset yang cepat
yaitu dalam beberapa detik pasien sudah tidak sadarkan diri. Kelebihan lainnya
pasien merasa lebih nyaman pada periode paska bedah dibanding anestesi
intravena lainnya. Propofol memiliki efek depresi pada pengaturan pernafasan
sentral, penurunan tekanan darah selama induksi melalui proses penurunan
resistensi arteri perifer, serta memiliki efek inotropik negatif.Propofol dapat dipilih
pada pasien ini, karena pada pasien ini tidak adagangguan pada jantung, respirasi,
serta tekanan darah juga normal. Rasasakit karena injeksi terjadi pada sebagian
besar pasien ketika propofoldiinjeksikan ke dalam vena tangan yang kecil.

Untuk pemeliharaan diberikan anestesi inhalasi O2:N2O 2:2 dengan


Isofluran1,2%. N2O diberikan karena mempunyai efek analgesia, akan tetapi tidak
mempunyai efek hipnotik. N2O mampu berdifusi ke dalam rongga-ronggadalam
tubuh sehingga bisa menimbulkan hipoksia-difusi apabila diberikantanpa
kombinasi dengan oksigen. Oleh sebab itu, pemberian N2O selalu dikombinasikan
dengan O2 dengan perbandingan 70:30, 60:40, atau 50:50. Akan tetapi kombinasi
ini menyebabkan efek analgesik N2O cenderung lemah sehingga dalam
penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obatlain yang berkhasiat sesuai
dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.Anestesi inhalasi juga
meningkatkan efek blok neuromuskuler oleh pelumpuh otot nondepolarisasi,
dalam kasus ini adalah atracurium. Isofluran merupakan anestesi inhalasi yang
paling poten dalam meningkatkan efek pelumpuh otot, antara lain dengan cara
peningkatan aliran darah ke otot akibat vasodilatasi yang mengakibatkan
peningkatan fraksi pelumpuh ototyang mencapai hubungan neuromuskuler, serta
menurunkan sensitivitasmembran post sinaps terhadap depolarisasi.

Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan


pada pemeriksaan fisik tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 91 x/menit dan laju
respirasi 18 x/menit. Pasien dibawa ke ruang pemulihan untuk dilakukan observasi
post operasi. Pemantauan yang dilakukan yaitu tanda-tanda vital pasien dan
kebutuhan cairan. Pemantauan pasien dan penentuan kondisi pasien apakah layak
untuk dibawa kembali ke ruangan dilakukan berdasarkan interpretasi aldrette skor
selama pemantauan dilakukan. Setelah berada di recovery room dilakukan
penilaian aldrete score, hingga nilai > 8, maka pasien dapat dipindahkan ke ruang
perawatan (bangsal).Pada pasien didapatkan aldrette skor 10 sehingga pasien
dapat ditransfer ke ruangan TC bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1.Mangku G. dan T. G. A. Senapathi. 2009. Buku Ajar Ilmu Anestesia danReanimasi.
Jakarta: Indeks

2.Massachusetts General Hospital. 2005. Clinical Anesthesia Procedures of the


Massachusetts General Hospital. Massachusetts3.Braden, H. 2002. Anesthesia and
Resuscitation. MCCQE 2002: hal 6-18

3.Suryantara, M.H. 2009. Penatalaksanaan Fraktur.5.Latief, S.A., K.A. Suryadi, M.R.


Dachlan. 2010. Petunjuk PraktisAnestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan TerapiIntensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4.Katzung, B.G., S.B. Masters, dan A.J. Trevor. 2009. Basic & ClinicalPharmacology 11th

edition. San Fransisco: McGraw-Hill Companies

5.Rusmono. 2011. Referat Penatalaksanaan Anestesi dan Reanimasi padaFraktur Femur.


Yogyakarta: RS Muhammadiyah

6.Schug, S.A. dan P. Dodd. 2004.Perioperative Analgesia. AustraliaPrescribe


2004;27:hal152–4

7.Ivandri. 2011. Penanganan Nyeri Pasca Bedah. Jakarta. Tersedia dihttp://ivan-


atjeh.blogspot.com/p/contact.html (Diakses tanggal 5 Agustus2012)10.Bakta, I.M. 2007.
Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai