Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),
yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia
dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah
penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala
eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-
gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri
dengan deskuamasi dari kulit.
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak, sangat
infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul ruam)
sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. 1,2 Campak timbul karena terpapar
droplet yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak dicanangkan,
jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat. 4,6 Di Amerika Serikat,
timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal Januari hingga awal
Februari 2015.
Di Indonesia, kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat peningkatan jumlah
kasus yang dilaporkan pada tahun 2014. (Jurnal RS. Hosana Medika Lippo Cikarang,
2016)

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan Pengertian Morbili
2. Menjelaskan Etiologi Morbili
3. Menjelaskan Patofisiologi Morbili
4. Menjelaskan Manifestasi Klinis Morbili
5. Menjelaskan Pathway Morbili
6. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang
7. Menjelaskan Penatalaksanaan Morbili
8. Menyebutkan masalah yang lazim muncul

1
9. Menjelaskan Pencegahan Morbili
10. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili

1.3 Tujuan
1. Mampu Menjelaskan Pengertian Morbili
2. Mampu Menjelaskan Etiologi Morbili
3. Mampu Menjelaskan Patofisiologi Morbili
4. Mampu Menjelaskan Manifestasi Klinis Morbili
5. Mampu Menjelaskan Pathway Morbili
6. Mampu Menjelaskan Pemeriksaan penunjang
7. Mampu Menjelaskan Penatalaksanaan Morbili
8. Mampu Menyebutkan masalah yang lazim muncul
9. Mampu Menjelaskan Pencegahan Morbili
10. Mampu Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili

1.4 Manfaat
Dalam pembahasan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam memahami
lebih lanjut mengenai masalah penyakit morbili atau campak pada anak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Morbili


Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi & Rita Yuliani, 2010)
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus
umumnya menyerang anak yang ditandai dengan 3 stadium yaitu kataral (prodomal),
erupsi, dan konvalensi. (Nurarif & Kusuma, 2015)
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus
umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium
yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira
10-12 hari. (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukan enantema pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa
konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan
yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas. (Sumarmo, 2015)
Kesimpulannya, morbili atau campak adalah penyakit infeksi virus yang sangat
menular dengan ditandai dengan 3 stadium: Stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium
konvalensi.

2.2 Menjelaskan Etiologi Morbili


Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang
yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang
yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular
adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium
kataral) (Suriati & Rita, 2010)
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus, penyebabnya ialah virus morbili
yang penularannya dengan droplet dan kontak. Penularan secara droplet melalui udara,
sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam dan sedikit

3
virus sudah dapat menimbulkan infeksi. Virus campak tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila diluar tubuh manusia keberadaannya tidak kekal, pada temperature kamar akan
kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5hari, pada suhu 37C waktu paruh usianya
2 jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin dan pada -70C dengan
media protein dapat hidup selama 5,5tahun virus tidak aktif pada pH rendah.
(Sumarmo,2002)

2.3 Menjelaskan Patofisiologi Morbili

4
2.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis Morbili
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium:
a. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis, dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24
jam sebelum timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar
ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan
menjelang kira-kira hari ke3 atau 4 dari masa prodromal dapat meluas sampai seluruh
mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza.
b. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya timbul adalah koriza
dan batuk-batuk bertambah, muka bengkak, pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan di daerah leher belakang, diare, muntah, black measles yaitu morbili
yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus. Timbul enantema di
palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam
atau eritema yang berbentuk macula-papula disertai dengan naiknya suhu badan. Mula-
mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan
bagian belakang bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan
akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
c. Stadium konvalensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal
kecuali bila ada komplikasi.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan UI, 1985)

5
2.5 Pathway Morbili
1.
Paramyxoviridae Mengendap Saluran
Morbili Virus pada Organ Cerna
Epitel
Masuk Sel Nafas Saluran Hiperplasi
Kulit
Napas Jaringan
Limfoid
Poliferasi Sel
Ditangkap Oleh Endotel Kapiler Fungsi Silia
Makrofag dalam Korium
Iritasi Mukosa
Usus
Menyebar ke Sekret
Eksudasi
Kelenjar Limpa
Regional Serum/Eritrosit Sekresi
dalam Epidermis
Reflek Batuk
Mengalami Peristaltik
Ruam Ketidakefektifan
Replikasi
Bersihan Jalan
Nafas
Virus Dilepas ke Diare
Aliran Darah
(Viremia Primer) Gang. Gang.
Dehidrasi
Citra Diri Integritas
Kulit
Virus sampai RES
Ketidakseimbangan
Histamin Cairan & Elektrolit
Replikasi Kembali Set Poin Meningkat

Gatal (Nyeri
Peningkatan Suhu Tubuh
Virus sampai ke Ringan)
multiple tissue site
(viremia sekunder)
Hipertemi
Gang. Rasa
Nyaman
Reaksi Radang
Nafsu Makan

Pengeluaran
Mediator Kimia

Mempengaruhi Intake Nutrisi


Termostat dalam 6 Ketidakseimbangan Nutrisi
Hipotalamus Kurang dari Kebutuhan
Tubuh
2.6 Menjelaskan Pemeriksaan penunjang
1. Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya.
Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi
hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
2. Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak yang tersebar
secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel
ini merupakan tanda patognomonik sampak). Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis,
neutrofil, neovaskularisasi.
3. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
4. Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
5. Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit
darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap), bronkopneumonia (dilakukan
pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah).

2.7 Menjelaskan penatalaksanaan morbili


Menurut Halim dalam Jurnal Campak pada Anak (2016):
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring, antipiretik
(parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4 jam), cairan yang
cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi sebagai
imunomodulator yang meningkatkan respon antibody terhadap virus campak. Pemberian
vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi diare dan pneumonia. Vitamin A
diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:
a. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
b. 100.000 IU pada anak umur 6-11 bulan
c. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan

7
d. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai umur
penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala defisiensi
vitamin A

2.8 Menyebutkan masalah yang lazim muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya batuk
2. Kerusakan integritas kulit b.d adanya rash
3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
4. Gangguan citra tubuh
5. Ketidakefektifan termoregulasi tubuh
6. Gangguan rasa nyaman
7. Diare

2.9 Menjelaskan Pencegahan Morbili


1. Imunisasi aktif
2. Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin
measles- mumps- rubella (MMR)
3. Imunisasi pasif
4. Imunisasi Campak
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan virus
campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus campak
bernama David Edmonston.
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak,
a. Monovalen
b. Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
c. Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
d. Kombinasi dengan mumps, rubella dan varisela (MMRV)
Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai pemberian imunisasi
untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan
pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah dasar,
diberikan imunisasi campak yang ketiga pada Bulan imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

8
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak boleh diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka
yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anakimunokompromais
yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa
bukti kekebalan terhadap campak bisa mendapat imunisasi campak.
Kesulitan untuk mencapai dan mempertahankan angka cukup yang tinggi
bersama-sam dengan keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibody
maternal hilang merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada
anak-anak di Negara berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan,
dan pada anak-anak di Negara maju setelah 15 bulan.
Dosis dan cara pemberian
a. Dosis vaksin campak 0,5 ml
b. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun dapatdiberikan
secara intramuscular
c. Imunisasi campak diberikan lagi pada umur 2 tahun masuk sekolah SD (program
BIAS)
(Rezeki, Sri, 2014)

2.10 Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistemik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Langlah – langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa data serta perumusan diagnosa
keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan
atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien.
Pengkajian pada pasien morbili :
1. Mata : Terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : Sakit kepala

9
3. Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/ koriza. Perdarahan
hidung (pada stadium erupsi)
4. Mulut dan bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit
5. Kulit : Permukaan kulit (kering),turgor kulit, rasa gatal, ruam pada leher,
muka, lengan, dan kaki ( pada stadium konvalensi), eritema, panas (demam)
6. Pernapasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum
7. Timbang : BB, TB, BB lahir, tumbuh kembang riwayat imunisasi
8. Pola defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status nutrisi : intake- output makanan, nafsu makanan baik atau tidak
Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni. Dalam sputum,
sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant sel yang
khas. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hematglutination inhibition tesdan
compelement fiksatior tes akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3
hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon individu,
keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menutunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan pasien.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan pasien. Diagnose keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien yang nyata( actual ) dan
kemungkinan yang terjadi. Dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan yang bisa ditemukan pada pasien dengan morbili adalah
sebagai berikut (Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifsn bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas

10
3. Resiko kekurangan volume cairan
4. Hipertermia
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Kerusakan integritas jaringan kulit

C. Rencana asuhan keperawatan


Perencanaan adalah proses dua bagian. Pertama identifikasi tujuan dan hasil yang
diinginkan pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah
dikaji, hasil yang diharapkan harus spesifik, realistic, dapat diukur, mempertimbangkan
keinginan dan sumber pasien. Kedua, pemilihan intervensi keperawatan yang tepat untuk
membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan. ( Doengoes, 2000 )
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu pasien dalam
mencapai criteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab
dari diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan yang sesuai diagnosa keperawatan diatas (Nurarif,
Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum yang
berlebih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
napas dapat teratasi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif, suara napas bersih, tidak terdapat
sianosis dan dispnea, jalan napas paten.
Intervensi : kaji status pernapasan, Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas
tambahan, keluarkan sputum dengan batuk efektif dan sunction ( bila perlu ) , atur
intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan, monitor respirasi dan status
oksigen lakukan fisioterapi dada bila perlu, berikan posisi yang nyaman , semifowler
atau fowler, kolaborasi dalam pemberian nebulizer

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas.

11
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah ketidakefektifan pola
napas dapat teratasi, pasien menunjukkan status respirasi, ventilasi : pergerakan udara
ke dalam dan keluar dari paru- paru normal.
Kriteria hasil : menunjukkan pola pernapasan efektif, kedalaman inspirasi dan
kemudahan bernapas, ekspansi dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, tidak terdapat bunyi pernapasan tambahan, tanda- tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan).
Intervensi : monitor TTD, nadi, suhu dan RR, pantau adanya sianosis, beri posisi
semifowler atau fowler pada pasien untuk memaksimalkan ventilasi, keluarkan secret
(bila ada ) dengan batuk efektif atau sunction, monitor respirasi dan status oksigen,
observasi tanda- tanda adanya hipoventilasi, monitor pola pernapasan abnormal,
kolaborasi dalam pemberian bronkodilator dan terapi O2.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih


(diare ).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko kekurangan volume cairan
dapat teratasi.
Kriteria hasil : turgor kulit baik, produksi urine normal ( 0,5 – 1cc/kgBB/jam ), kulit
lembab, TTV dalam batas normal, mukosa mulut lembab, cairan masuk dan keluar
seimbang, tidak pusing pada perubahan posisi, tidak haus.
Intervensi : observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan
menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan, observasi TTV, pantau
tanda- tanda dehidrasi, observasi pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan
cairan secara mendadak, ukur produksi urin setiap jam, berat jenis, dan observasi
warna urine, perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah
edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infuse, pertahankan bedrest selama fase
akut, ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang
cairan, kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, obat sesuai indikasi, dan
observasi kadar Hb dan Ht.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

12
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah dapat teratasi, suhu tubuh
normal.
Kriteria hasil : suhu tubuh kisaran 36,5 ͦ C – 37,5 ͦ C, bibir lembab, badi normal, kulit
tidak terasa panas, tidak ada gangguan neurologis (kejang).
Intervensi : identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan peningkatan
suhu tubuh : dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid. Monitor suhu minimal 2 jam,
monitor TD, nadi, dan RR, monitor tanda- tanda hipertermi tingkatkan intake cairan
dan nutrisi, observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan, observasi tanda
kejang mendadak, berikan kompres hangat, anjurkan pasien untuk mengurangi
aktivitas yang berlebihan bila suhu naik/bedrest total, anjurkan dan bantu pasien
menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat, kolaborasi dalam pemberian
antipiretik, antibiotic, dan pemeriksaan penunjang.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan


makanan yang kurang, anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapka, masalah
ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi, pasien dapat memperbaiki status gizi
(nutrisi) dalam jangka waktu
Kriteria hasil : BB meningkat, mual/ muntah berkurang atau hilang, pasien dapat
menghabiskan porsi makan yang diberikan, nafsu makan meningkat, pasien
mengungkapkan kesediaan mematuhi diit, tidak ada tanda- tanda malnutrisi.
Intervensi : kaji pola makan pasien, observasi mual muntah, jelaskan pentingnya
nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan
menelan, beri posisi semifowler atau fowler saat makan, identifikasi faktor pencets
mual, muntah, diare, atau nyeri abdomen, kaji makanan yang disukai dan yang tidak
disukai, sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik, bantu pasien utnuk
makan dan catat jumlah makanan yang dihabiskan, lakukan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan, kolaborasi dalam : penatalaksaan diet yang sesuai dengan ahli
gizi, pemberian nutrisi parenteral, pemberian anti emetic, pmberian mulvitamin.
6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash.

13
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah kerusakan
integritas kulit dapat teratasi.
Kritria hasil : tidak terdapat luka/lesi pada jaringan kulit, mampu melindungi kulit
dan mempertahankan kelembaban kulit, integritas kulit yang baik bisa di pertahankan
(sensasi elastisitas, temperature, pigmentasi ).
Intervensi : pantau kulit dari adanya : ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembaban
dan kekeringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak, mandingan dengan air
hangat dan sabun ringan, anjurkan pasien untuk menghindari menggaruk dan
menepuk kulit, balikkan atau ubah posisi dengan sering, ajarkan anggota keluarga/
member asuhan tentang tanda kerusakan kulit, jika diperlukan, konsultasi pada ahli
gizi tentang makan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip- prinsip
melakukan asuhan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta memberikan
penjelasan untuk setiap tindakan yang telah diberikan ke pasien. Pelaksaan bertujuan
untuk mengatasi masalah dan diagnose keperawatan kolaborasi, dan membantu dalam
pencapaian tujuan yang ditetapkan dan memfasilitasi koping.
Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan morbili ( Nurarif, Amin
Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum yang
berlebih.
Implementasi : kaji status pernapasan, auskultasi suara napas, catat adanya suara
napas tambahan, ajarkan keluarga untuk melakukan batuk efektif dan melakukan
tindakan sunction ( bila perlu ) , kaji dan monitor intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan, pantau respirasi dan status oksigen, ajarkan keluarga
melakukan tindakan fisioterapi dada bila perlu, berikan tindakan posisi yang nyaman,
semifowler atau fowler, kolaborasi untuk melakukan dalam pemberian nebulizer
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas.
Implementasi : monitor dan kaji, nadi, suhu, dan RR, pantau adanya sianosis, berikan

14
posisi semifowler atau fowler pada pasien untuk memaksimalkan ventilasi, dan
ajarkan kembali keluarga untuk mengeluarkan secret (bila perlu ) dengan batuk
efektif atau lakukan tindakan sunction, monitor dan kaji respirasi dan status oksigen,
mengobservasi tanda- tanda adanya hipoventilasi, monitor pola pernapasan abnormal,
melakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian bronkodilator dan terapi oksigen.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan cairan


berlebih (diare).
Implementasi : melakukan observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare,
kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan, melakukan
observasi TTV , monitor dan pantau tanda- tanda dehidrasi, melakukan observasi
pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan secara mendadak, ukur
produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine, perhatikan : cairan
yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien
terpasang infuse, berikan informasi keluarga untuk mempertahankan bedrest selama
fase akut, ajarkan keluarga tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara
mengatasi kurang cairan, dan observasi kadar Hb DAN Ht.

4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.


Implementasi : monitor dan mengidentifikasi penyebab atau faktor yang dapat
menimbulkan peningkatan suhu tubuh : dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid.
Monitor dan kaji suhu minimal setiap 2 jam. Monitor dan pantau TD,nadi, dan RR.
Monitor dan pantau adanya tanda- tanda hipertermi , berikan informasi keluarga
untuk meningkatkan intake cairan dan nutrisi. Mengobservasi cairan masuk dan
keluar, hitung balance cairan. Kaji dan observasi tanda kejang mendadak, berikan
kompres hangat jika suhu diatas normal. Anjurkan kepada keluarga untuk pasien
mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik/bedrest total. Anjurkan kepada
keluarga dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
Kolaborasikan didalam pemberian antipiretik, antibiotic, dan pemeriksaan penunjang.

15
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang kurang, anoreksia.
Implementasi : kaji dan pantau pola makan pasien, observasi dan monitor mual
muntah, berikan informasi tentang penjelasan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk
kesembuhan, kaji dan pantau kemampuan untuk mengunyah dan menelan, berikan
posisi semifowler atau fowler saat makan, melakukan dan mengidentifikasi fakyor
pencetus mual, muntah, diare, atau nyeri abdomen, kaji makanan yang disukai dan
tidak disukai, berikan informasi keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan
hangat dan menarik, bantu pasien untuk makan dan catat jumlah makanan yang
dihabiskan, melakukan tindakan dan beri informasi perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan kepada keluarga, kolaborasi dalam : penatalaksanaan diet yang sesuai
dengan ahli gizi, pemberian nutrisi parenteral, pemberian anti emetic, pemberian
multi vitamin.

6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash.


Implementasi : pantau dan kaji kulit dari adanya : ruam dan lecet, warna dan suhu,
kelembapan dan kekringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak, anjurkan kepada
pasien dan beri informasi keluarga untuk memandikan dengan air hangat dan sabun
ringan anjurkan dan beri informasi kepada keluarga pasien untuk menghindari
menggaruk dan menepuk kulit, anjurkan dan beri informasi keluarga untuk
membalikan atau ubah posisi dengan sering, ajarkan anggota keluarga atau member
asuhan tentang tanda kerusakan kulit, jika diperlukan, konsultasi pada ahli gizi
tentang makanan tinggi protein, menieral, kalori dan vitamin.

16
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dan efektifitas asuhan keperawatan antara
dasr tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien yang
terampil.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien morbili adalah merupakan integral data pada
setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang
diobservasi sudah sesuai. Tujuan dan intervensi di evaluasi untuk menentukan apakah
tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif.
Evaluasi yang diharapkan dari asuhan keperawatan dengan morbili adalah perjalanan
infeksi tidak terjadi, hipertermi tidak terjadi, intraksi social tidak terganggu, kerusakan
integritas kulit tidak terganggu serta perubahan proses keluarga dapat diterima.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak,
sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul
ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2 Campak timbul karena
terpapar droplet yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak
dicanangkan, jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat.4,6 Di
Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal
Januari hingga awal Februari 2015.
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang
yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang
yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular
adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium
kataral) (Suriati & Rita, 2010)
Pada kasus bayi 5 bulan terkena campak, kemungkinan penyebabnya adalah bila si
ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai
kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan.
Diagnosa yang diangkat pada kasus diatas adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, kekurangan volume cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan kerusakan
integritas kulit.

3.2 Saran
Bagi mahasiswa diharapkan dapat mengetahui penyakit morbili serta masalah yang
ditimbulkannya. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

18

Anda mungkin juga menyukai