Anda di halaman 1dari 23

Kata Pengantar

1
Daftar Isi

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat komulatif artinya perkembangan
terdahulu akan meenjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi
hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya cenderung akan
mendapat hambatanberdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak yang lahir
dari satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul diatas permukaan
air1. Perkembangan anak usia dini sangat penting dilaksanakan sebagai dasar bagi pembentukan
kepribadian manusia secara utuh, yaitu untuk membentuk karakter, budi pekerti luhur, cerdas,
ceria, terampil, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Anak adalah individu yang berbeda
dan memiliki karakteristik sendiri sesuai dengan tahapan usianya.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasamani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut2. Untuk melihat keberhasilan dari pembinaan bagi anak
sejak lahir antara lain dapat dilihat dari perkembangan penguasaan bahasanya yang dapat kita
ketahui ketika anak berkomunikasi.
Pendidikan Anak Usia Dini adalah awal perkembangan seorang manusia pada fase
utama, dimana pada fase ini juga sering disebut sebagai golden age. Pada masa ini hampir
seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat maka
dari itu sangat dibutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya. Masa ini juga adalah
masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, emosional, moral, dan
bahasa.
Bahasa merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan anak. Bahasa berfungsi
sebagai salah satu alat komunikasi yang merupakan sarana penting dalam kehidupan anak usia
dini. Melalui bahasa ini, anak dapat bermain dengan temannya, saling berhubungan, dan saling
berbagi pengalaman. Dalam perkembangan bahasa ini anak usia dini harus dibina agar
pemerolehan bahasa pada anak sesuai dengan yang diharapkan. Bahasa pada hakikatnya adalah
ucapan pikiran dan perasaan2.
Berkaitan dengan masa keemasan atau golden age pada anak usia dini, dimana anak akan
mengalami masa perkembangan otak yang sangat pesat tidak terkecuali perkembangan
bahasanya, maka dibutuhkan stimulasi dan penanganan yang tepat. Sehingga diharapkan tenaga
pendidik PAUD adalah guru yang professional yaitu guru dengan kualifikasi dan kompetensi

1
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: PT Indeks, 2013), h.55
2
Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003

3
yang baik yang mampu mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan anak, dalam pembahasan
ini, khususnya,aspek pengembangan bahasa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu perkembangan bahasa?
2. Apa saja tingkat pencapain perkembangan bahasa anak usia 3-12 bulan?
3. Bagaimana tahapan pemerolehan bahasa pada anak usia dini?
4. Siapa yang berperan penting dalam perkembangan bahasa pada anak usia dini?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa?
6. Apa saja gangguan yang terjadi pada perkembangan bahasa anak usia dini?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui perkembangan bahasa pada anak usia dini


2. Untuk mengetahui apa saja tingkat pencapain perkembangan bahasa anak pada usia 3-12
bulan
3. Untuk mengetahui pemerolahan bahasa pada anak usia dini
4. Untuk mengetahui siapa saja yang berperan penting dalam perkembangan bahasa anak
usia dini
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
6. Untuk mengetahui apa saja gangguan yang terjadi perkembangan bahasa anak usia dini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan bahasa anak usia dini


a) Pengertian perkembangan bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dengan
pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti
dengan menggunakan lisan, tulisan, dan mimik muka. Bahasa merupakan faktor hakiki yang
membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah Swt, yang
dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan
penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan
mengembangkan budayanya. Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir
individu. Perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam
perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan
menarik kesimpulan3.
Menurut Enung Fatimah, bahasa yang di miliki dan di kuasai anak adalah bahasa yang
berkembang di dalam keluarga, yang sering kita sebut istilah “bahasa ibu”. Perkembangan
bahasa ibu dilengkapi di perkaya oleh budaya masyarakat tempat dimana ia tinggal. Hal ini
berarti proses pembentukan kepribadian yang di hasilkan dari pergaulan dengan masyarakat
sekitar akan memberikan ciri khusus dalam perkembangan bahasa ansk (Wiyani,2013).
Kemampuan berbahasa merupakan hasil kombinasi seluruh sistem perkembangan anak, karena
kemampuan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lain. Dalam hal
ini kemampuan berbahasa melibatkan motorik, emosional,sosial,kognitif. Dengan demikian,
perkembangan bahasa adalah kemampuan menangkap maksud yang ingin di komunikasikan
orang lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain , sedemikian rupa sehingga
dapat di mengerti ( Busthomi,2012)4.

Pada aspek pengembangan bahasa, kompetensi dan hasil yang diharapkan adalah anak
mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara
efektif yang bermanfaat untuk berpikir dan belajar dengan baik. Pengembangan bahasa anak
tidak saja dipengeruhi oleh perkembangan neurologis tetapi juga perkembangan biologisnya.
Lenneberg (1967, 128-129) mengatakan bahwa perkembangan bahasa seorang anak itu
meengikuti dan sesuai jadwal perkembangan biologisnya yang tidak dapat ditawar-tawar.
Seorang anak tidak dapat dopaksa ataupun dipicu sekuat apapun untuk dapat
mengujarkan/mengucapkan sesuatu, bila saja kemampuan biologisnya belum memungkinkan
untuk mengujarkan suatu kata. Sebaliknya, bila saja seorang anak secara biologis telah dapat
3
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (PT REMAJA ROSDAKARYA, 2014), h.118
4
Hendra Sofyan, Perkembangan Anak Usia Dini dan Cara Praktis Peningkatannya (CV.INFOMEDIKA, 2018), h.23

5
mengucapkan/mengujarkan sesuatu, maka dia tidak akan dapat dicegah/ditahan untuk tidak
mengujarkan/mengucapkannya.
Lennerberg juga menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara perkembangan biologi
dengan kemampuan berbahasa, karena pada saat seorang anak mengangkat lehernya, sekitar
umur 12 minggu, seorang anak sudah dapat tersenyum jika degendong/ditimang, serta sudah
mampu mengeluarkan bunyi dekutan(cooing). Ketika seorang anak mulai bisa duduk yaitu kira-
kira umur 20 minggu bagi anak yang normal, maka akan muncul semacam vokal bersama
dengan bunyi semacam konsonan. Pada umur 6 bulan, dekukan akan mulai menjadi suatu
celotehan (babbling), dan setelah 2 bulan kemudian akan mulai banyak muncul bentuk
reduplikasi.5
Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui
percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai
cara seperti bicara, berdialog, dan bernyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat berminat untuk
menyebut nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga dapat menambah
perbendaharaan kata. Hal-hal disekitar anak akan berarti apabila mereka mengenal nama diri.
Pengalaman dan situasi yang diadapi juga akan berarti jika anak mampu menggunakan kata-kata
untuk menjelaskannya. Anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya
bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni6. Awal perkembangan bahasa
pada dasarnya dapat diartikan sejak mulai adanya tangis pertama bayi, sebab tangis bayi juga
dapat dianggap sebagai bahasa bayi atau anak. Dengan menangis bagi anak dapat juga
merupakan sarana mengekspresikan kehendak jiwanya.
b) Fungsi Bahasa
Beberapa pendapat tentang fungsi bahasa antara lain:
a. William Stern dan Clara Stren
Ia berpendapat ada tiga fungsi bahasa bagi seseorang:
 Aspek ekspresif yaitu menyatakan kehendak dan pengalaman jiwa.
 Aspek sosial yaitu untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain.
 Aspek intensional yaitu berfungsi untuk menunjukkan atau membanggakan
sesuatu.
b. Karl Buhler
Psikolog ini pun berpendapat ada tiga fungsi bahasa:
 Kundgabe (pengetahuan) yaitu dorangan untuk memberitahukan orang lain.
 Auslosung (pelepasan) yaitu dorongan kuat dari anak untuk melepaskan kata-kata
sebagai hasil peniruannya dengan orang lain.
 Darstellung (mengungkapkan) yaitu anak ingin mengungkapkan segala sesuatu
yang menarik perhatian.

5
Martinis Yamin, Panduan PAUD (Gaung Persada Press Group, 2013), h.103
6
Masitoh dkk, Strategi Pembelajaran TK (UNIVERSITAS TERBUKA, 2012), h.2.16

6
c. Jean Piaget
 Bahasa egosentris yaitu melahirkan keinginan yang tertuju kepada dirinya sendiri.
 Bahasa sosial yaitu untuk berhubungan dengan orang lain7.
Ada empat pandangan teoritis yang menjelaskan perkembangan bahasa anak, yaitu :
1. Pandangan nativis
Menekankan kemampuan pembawaan lahir manusia ( sifat dasar) yang bertanggung jawab
kepada perkembangan bahasa. Tokoh dalam pandangan ini adalah Noam Chomsky. Ia
berpendapat bahwa semua manusia pada dasarnya mempunyai kapasitas memperoleh bahasa.
Chomsky menjelaskan bahwa tata bahasa universal merupakan kemampuan bawaan pikiran
manusia. Dalam pandangan ini , seperti di jelaskan cairns, bahwa anak mempelajari bahasa
dengan cara menggali struktur bahasa mereka. Proses penggalian ini merupakan pemikiran yang
dibantu oleh mekanisme bawaan sejak lahir yang khusus untuk pembelajaran bahasa , yang biasa
disebut “perangkat perolehan bahasa” ( language acquisition device/ LAD).
2. Pandangan Behavioris
Pandangan behavioris menekankan pada peran “pengasuhan” dan memandang pembelajaran
terjadi berdasarkan rangsangan, respons, dan bantuan yang terjadi di dalam lingkungan. Dengan
demikian, Harris menjelaskan bahwa bahasa adalah “pemikiran” yang terjadi melalui situasi
dimana anak didorong untuk meniru ucapan orang lain dan untuk mengembangkan hubungan
antara lisan ( kata – kata) dan benda.
3. Pandangan interaksionis
Pandangan interaksionis fokus pada peran primer interaksi sosial budaya dalam
perkembangan pengetahuan anak. Pandangan ini menyatakan bahwa anak memperoleh bahasa
melalui usaha mereka saat berinteraksi dengan dunia luar di sekitar mereka. Premis dasar
vigotsky adalah bahwa perkembangan bahasa di pengaruhi oleh masyarakat dimana seorang
tinggal. Menurut Bruner (1983), peran utama interaksi sosial dalam perkembangan bahasa adalah
berdasarkan pada pengamatan bahwa anak memperoleh pemahaman akan fungsi atau keinginan
komunikasi tertentu (seperti permintaan,pelebelan, dan pengindikasikan) sebelum mereka
mampu mengekspresikan diri secara linguistik. Dalam pandangan interaksionis ini peran orang
dewasa dalam proses komunikasi sangatlah penting untuk mendukung perkembangan bahasa
anak. Cambaurne menjelaskan delapan kondisi yang mendukung perkembangan bahasa lisan,
yakni: imersi, demonstrasi, pelibatan, pengharapan, tanggung jawab, penaksiran, pengerjaan, dan
tanggapan8.

7
Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan (PT RINEKA CIPTA, 2005), h.96
8
Novi Mulyani, Perkembangan Dasar Anak Usia Dini (GAVA MEDIA, 2018), h.118

7
c) Tipe perkembangan bahasa
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut:
1. Egocentric speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).
2. Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya
atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted
information, disini terjadi saling tukar gagasanatau adanya tujuan bersama yang dicari,
(b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang
lain, (c) command (perintah), request (permintaan), dan threat (ancaman), (d) questions
(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berpikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun, sementara yang
“socialized speech” mengembangkan kemampuan penyesuain sosial (social adjustment).

d) Tugas-tugas Perkembangan Bahasa


Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang
satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak dapat menyelesaikan tugas yang satu maka
berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai
berikut :
1) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi
memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi
dengan memahami kegiatan/gerakan atau gesturnya (bahasa tubuhnya).
2) Pengembangan perbendahraan kata, perbendaharaan kata-kata anak berkembang
dimulai secara lambat pada usia 2 tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang
cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3) Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi
kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat oertama
adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gestur” untuk melengkapi
cara berpikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan
jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola untuk saya” seiring dengan
meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkan pun
semakin panjang dan kompleks. Menurut Davis, Garrison, dan McCarthy (E.
Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita, dan anak yang berasal dari keluarga
berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks
dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria, dan anak yang berasal dari
keluarga miskin.
4) Ucapan,kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang
tuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat
berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti
maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil studi

8
tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan
dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf
hidup (vokal): i,a,e,dan u dan huruf mati (konsonan): t,p,b,m,dan n sedangkan yang
sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z,w,s,dan g, dan huruf mati rangkap
(diftong): st,str,sk,dan dr9.
e) Tahap-tahap Perkembangan Bahasa
Menurut Vygosky, bahwa ada tiga tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan
tingkat perkembangan berpikir yaitu tahap eksternal, egosentris, dan internal yaitu sebagai
berikut :
Pertama, tahap eksternal yaitu: tahap berfikir dengan sumber berfikir anak berasal dari
luar dirinya. Sumber eksternal tersebut terutama berasal dari orang dewasa yang memberi
pengarahan kepada anak dengan cara tertentu. Misalnya orang dewasa bertanya kepada
seorang anak, “apa yang sedang kamu lakukan?” kemudian anak tersebut meniru pertanyaan,
“apa?” orang dewasa memberikan jawabannya “melompat”.
Kedua, tahap egosentris yaitu suatu tahap ketika pembicaraan orang dewasa tidak lagi
menjadi persyaratan. Dengan suara khas, anak berbicara seperti jalan pikirannya, misalnya
“saya melompat”, “ini kaki”,”ini tangan”, “ini mata”.
Ketiga, tahap internal yaitu suatu tahap ketika anak dapat mengahayati proses berfikir,
misalnya seorang anak sedang menggambar kucing. Pada tahap ini, anak memproses
pikirannya dengan pikirannya sendiri, “apa yang harus saya gambar? Saya tau saya sedang
menggambar kaki sedang berjalan”.
Kemampuan berbahasa merupakan hasil kombinasi seluruh sistem perkembangan anak,
karena kemampuan bahasa sensitive terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem yang
lain. Kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis, emosional, dan
sosial. Seperti kemampuan motorik, kemampuan bayi untuk berbahasa terjadi secara
bertahap sesuai dengan perkembangan usianya.
 Pada usia 0-2 bulan, bayi sudah memiliki kemampuan menggunakan bahasa tubuhnya
untuk mengungkapkan atau menerima hubungan dengan orang lain. Sentuhan lembut
penuh kasih sayang dari ibu (orang tua) akan dirasakan nyaman oleh bayi. Sebaliknya,
sentuhan kasar akan dirasakan tidak nyaman oleh bayi.
 Pada usia 3 bulan, bayi sudah menunjukkan kemampuan vokalnya. Bayi mulai tersenyum
dan mampu mengeluarkan suara. Pada usia ini, biasanya bunyi yang keluar dari mulut
bayi adalah “eeeeee”.
 Pada usia 4 bulan, bayi dapat berbicara menggunakan suara tenggorokan yang berbunyi
“rrrr”.
 Pada usia 5 bulan, bayi sudah bisa tertawa dan bergumam “wwwww”. Bahkan diusia 4-5
bulan bayi sudah dapat diajak untuk berjenaka yang mengundang tawa.
9
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (PT REMAJA ROSDAKARYA, 2014), h.119

9
 Pada usia 6 bulan bayi sudah dapat merangkai kata, berupa suara yang bersambungan
dengan ocehan seperti suara “ge-ge-ge atau da-da-da”.
 Pada usia 7-8 bulan, bayi dapat mengeluarkan kata-kata sederhana, seperti mama, papa,
memem, dan hehe. Selain itu bayai sudah gemar mengoceh.
 Pada usia 9 bulan, bayi sudah mengenal kata dan pengetahuan bahasa yang dimilikinya
mulai beraneka ragam. Bayi mulai mengerti kata-kata sederhana dan perintah. Makna
bahasa yang diungkapkan anak akan dimengerti oleh ibu dan orang-orang terdekatnya.
 Pada usia 10 bulan, bayi dapat menghubungkan kata-kata dengan gerakan dan mampu
mengulangi kata-kata atau suara yang sama.
 Pada usia11-12 bulan, ocehan bayi lebih berisi kata-kata yang berarti dan mulai dapat
berkomunikasi menggunakan bahasa yang sesungguhnya10.
Di sisi lain, menurut Dworetzsky (Zubaidah, tt: 11-16), kehidupan manusia mengalami
perkembangan bahasa melalui beberapa tahap. Menurutnya, tahapan perkembangan bahasa
untuk anak normal meliputi dua periode, yaitu periode pralinguistik dan periode linguistik.

 Tahap Perkembangan Pralinguistik Anak


Usia Perkembangan bahasa

Lahir Menangis. Hal ini kebanyakan merupakan cara


dan kebutuhan komunikasi.

2 minggu Gerak dan isyarat acak. Sedangkan intensitas


menangis sudah mulai berkurang.

6 minggu Sering membuat suara seperti “uh”, menjerit,


berdeguk.

3-6 bulan Sudah dapat membunyikan suara konsonan dan


vokal, misalnya “ma,pa” serta sering
mengoceh.

6-9 bulan (membuat suara seperti as,ah,ba) meniru suara


asidental dan lebih banyak mengulang kata
silabel

10
Martinis Yamin, Panduan PAUD (Gaung Persada Press Group, 2013), h.110

10
f) Aspek – Aspek Pengetahuan Bahasa

Ketika anak – anak mempelajari bahasa, pada dasarnya mereka sedang mengembangkan lima
aspek atau komponen yang berbeda, yakni: fonetik, semantik, sintaksis, morfemik, dan
pragmatik ( Otto,2015:4). Masing – masing aspek tersebut, jelas otto merujuk kepada suatu
domain yang spesifik dalam pengetahuan bahasa. Namun demikian, aspek – aspek tersebut tidak
berkembang secara tertutup atau tersolasi dari masing – masing aspek lainnya. Untuk lebih
jelasnya dengan aspek – aspek pengetahuan bahasa, sebagai berikut :
1) Pengetahuan fonetik

Ketika anak mendengar dan memahami bahasa lisan, mereka belajar bahwa bahasa melekat
di dalam sistem bahasa – simbol. Pengetahuan fonetik merujuk kepada pengetahuan mengenai
hubungan bahasa-simbol di dalam bahasa. Fonem , seperti yang dijelaskan Goodman; Hayes
Ornstein, & Gage , adalah unit linguistik terkecil berbentuk bunyi , yang membentuk kata jika
bergabung dengan fonem yang lain. Fonem , terdiri dari bunyi – bunyi yang di anggap sebagai
satu unit yang dapat di mengerti oleh pendengar, seperti bunyi/m/pada kata “mama” (Otto,2015).
Perkembangan pengetahuan fonetik pada anak di bantu oleh kemampuan mereka memahami
perbedaan bunyi dan juga bagaimana bahasa digunakan di sekitar mereka. Secara bertahap, anak
- anak belajar untuk membedakan dan memproduksi bunyi ujaran yang ditemukan dalam bahasa
ibu dan juga orang terdekat dalam keluarga. Yang harus di sadari, pengetahuan fonetik tidak
berkembang secara tertutup atau terisolasi dari aspek pengetaahuan lainnya. Pembelajaran untuk
membedakan antara kata – kata dengan bunyi yang hampir sama, seperti can (dapat) dan car
(mobil) harus di mudahkan dengan berbagai cara , misalnya dengan menunjukkan benda tersebut
atau dengan tindakan yang berbeda.
Pengetahuan fonetik anak ketika bayi dan balita terlihat jelas ketika ia menghasilkan dan
membedakan antara bunyi yang digunakan dalam bahasa ibunya untuk berkomunikasi dengan
orang lain yang ada di sekitarnya. Ketika anak – anak beranjak ke usia masa prasekolah, mereka
akan memperoleh pengetahuan kesadaran dan pemahaman yang lebih mengenai bunyi ujaran
yang berbeda di dalam bahasa mereka dan mulai menggunakan bahasa nya dengan penuh
pertimbangan. Pemahaman anak tentang bahasa ujaran dan melakukannya dengan penuh
pertimbangan disebut “kesadaran fenomik”.
Menurut liebermen, kesadaran mengenai bahasa ujaran ini berkontribusi secara signifikan
terhadap pemahaman anak mengenai hubungan antara ujaran dan tulisan, ketika mereka mulai
memperoleh perkembangan bahasa tulis di sekolah. Perkembangan kemampuan membaca dan
menulis ini, mengharuskan anak agar mampu menggunakan simbol yang bisa mewakili bunyi
bahasa nya di dalam penulisan dan untuk membaca simbol fenomik ketika membaca
(Otto,2015).

11
2) Pengetahuan Semantik
Pengetahuan semantik di peroleh di dalam mempelajari simbol oral atau bahasa lisan yang
bermakna. Vygotsky menjelaskan bahwa perkembangan pengetahuan semantik menjelaskan
bahwa perkembangan pengetahuan semantik berkaitan erat dengan perkembangan pengetahuan
konseptual. Dalam hal demikian, pengetahuan semantik merujuk kepada penamaan kata yang
memerincikan suatu konsep juga jaringan semantik, yang menunjukan hubungan timbal balik
antar konsep.
Sebagai misal, kata “bola” merujuk pada ide mengenai benda bundar yang mempunyai sifat –
sifat menggelinding dan memantul, kadang digunakan dalam permainan. Dalam memperoleh
konsep ini , anak - anak belajat bahwa benda dan tindakan dengan ciri atau fungsi yang hampir
sama, maka bisa di kelompokkan dalam kategori yang sama atau kategori yang berkaitan.
Contohnya , ketika anak mempelajari bahwa benda plastik yang kecil, bundar, dan berwarna
merah disebut bola, mungkin ia melihat kemiripan ketika ia melihat bila berwarna putih yang
digunakan dalam permainan sepak bola.

3) Pengetahuan sintaksis
Pengetahuan sintaksis adalah pengetahuan tentang penggabungan kata – kata untuk
membentuk ekspresi yang bermakna. Hal ini karena setiap sistem bahasa mempunyai aturan atau
tata bahasa yang menentukan bagaimana kata – kata digabungkan untuk membentuk kalimat atau
frasa atau ujaran yang bermakna. Dalam kehidupan sehari – hari anak – anak belajar bahwa
urutan kata atau sintaks, penting dalam membangun makna dan dalam memahami pesan yang di
sampaikan orang lain.
4) Pengetahuan morfenik
Pengetahuan morfenik merujuk kepada pengetahuan struktur kata. Dalam memperoleh
pengetahuan sintaksis anak – anak belajar bahwa beberapa kata mempunyai hubungan makna
tetapi digunakan secara berbeda dalam berbicara dan dalam bahasa tulis yang mempunyai
struktur yang berbeda pula.
Kemampuan untuk menggunakan morfem secara tepat adalah suatu cirri pengguna bahasa
yang efektif. Pengetahuan terhadap morfologi membuat anak – anak memahami ujaran – ujaran
lain dengan lebih baik. Anak – anak memperoleh morfemik yang muncul dalam lingkungan
linguistiknya. Dalam kondisi dimana dialek tertentu diucapkan di lingkungannya. Maka pertama
– tama anak akan memperoleh pengetahuan morfemik yang di tunjukan dalam dialek tersebut.

5) Pengetahuan pragmatik
Pengetahuan pragmatik meliputi pengetahuan atau kesadaran terhadap keseluruhan maksud
komunikasi dan bagaimana bahasa digunakan untuk memperoleh maksud tersebut. Pada awal
perkembangan komunikasi anak, upaya tertentu. Gleason memberi contoh, misalnya pada anak
berusia 8 bulan yang menatap ibunya dan mengulurkan kedua tangannya juga mengucapkan
ujaran yang jelas ( uh,uh,uh) dianggap sedang mengkomunikasikan bahwa dia ingin digendong.
12
Jika permintaannya tidak dipenuhi, maka anak akan mengulangi permintaannya dengan
mengucapkan ujaran yang semakin keras atau bahasa tubuh yang semakin sungguh – sungguh
(Otto,2015).

Pengetahuan dari kelima aspek pengetahuan bahasa ini tidak berkembang secara sendiri –
sendiri, namun saling berhubungan. Misalnya, pengetahuan fonetik bisa mempengaruhi
perkembangan semantik, karena daya pemahaman terhadap perbedaan bunyi dibutuhkan untuk
membedakan kata – kata yang mirip. Pengetahuan sintaksis juga mempengaruhi pengetahuan
semantik , karena urutan kata memberikan makna melalui struktur bahasa. Pengetahuan
morfomik juga mempengaruhi pengetahuan semantik, karena beberapa morfem terikat menyertai
perubahan dalam kata ( misalnya bahagia atau kebahagiaan). Pengetahuan pragmatik di
pengaruhi oleh empat aspek lainnya, karena bagaimanapun bahasa digunakan dalam situasi dan
kondisi berbeda, ditunjukan dengan perbedaan fitur fonetik, semantik, sintaksis dan morfemik.
Banyak nya interaksi antara lima aspek tersebut, tergantung dengan bahasa atau dialek yang
digunakan lingkungan sekitar. Walaupun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak ada satu
aspek pun dalam pengetahuan bahasa yang diperoleh secara terisolasi dari aspek lainnya. Dengan
kata lain, masing – masing dari lima aspek tersebut memberikan kontribusi terhadap
perkembangan kemampuan anak dalam menggunakan bahasa11.

2.2 Tingkat pencapain perkembangan bahasa anak usia 3-12 bulan

Usia Tingkat pencapain bahasa anak


3 bulan 1. Menangis
2. Berteriak
3. Bergumam
4. Berhenti menangis setelah keinginanya terpenuhi
(misal, setelah digendong atau diberi susu)Mencari
5. asal suara dengan matanya
6. Memperlihatkan respon positif jika diajak bicara
7. Bersuara mendekut untuk merespon suara ‘timang-
timang (cooing)
8. Menirukan suara saat ditimang denggan mendekut
(cooing)
3-6 bulan 1. Memperhatikan/mendengarkan ucapan orang
2. Meraban atau berceloteh (babbling): seperti bababa.
3. Tertawa kepada orang yang mengajak berkomunikasi
4. Mengenali asal suara dengan matanya
5. Mengubah tingkat aktivitas dalam mengenali tanda

11
Novi Mulyani, Perkembangan Dasar Anak Usia Dini (GAVA MEDIA, 2018), h.108

13
pada botol susu, celemek makan, dan lain-lain.
6. Bersuara/berteriak tidak senang sebagai cara lain dari
pada menangis
7. Menunjukkan variasi dalam nada dan irama menangis
6-9 bulan 1. Mulai menirukan kata yang terdiri dari dua suku kata
2. Merespon permainan “cilukba”
3. Mulai berkomunikasi dengan bahasa isyarat yang
sederhana
4. Mengubah nada saat bersuara atau berbicara
5. Melokalisir suaranya hanya sebatas yang dia lihat
6. Memproduksi variasi suara huruf hidup (a,i,u,e, o)
dalam permainan vokal
7. Mulai menanggapi isyarat
9-12 bulan 1. Menyatakan penolakan dengan menggelang atau
menangis
2. Menunjuk benda yang diinginkan
3. Bersuara dalam menanggapi kata-kata yang
dikenalnya (kadang-kadang menggunakan suara yang
serupa)
4. Menggunakan jargon yang ekpresif
5. Mulai menirukan isyarat
6. Berkata ‘mama’ dan/atau ‘dada’ secara khusus
7. Meniru pola irama yang sederhana12.

2.3 Tahapan pemorelahan bahasa anak usia dini

Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Anak yang baru lahir sepenuhnya
belum mempunyai bahasa, tetapi pada saat anak berusia 4 atau 5 tahun, anakanak telah
memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi, dan gramatika yang kompleks. Seperti yang
terdapat dalam Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 bahwa anak usia 4-<5 tahun telah
mempunyai keterampilan dalam lingkup perkembangan menerima bahasa, mengungkapkan,
serta keaksaraan. Dalam menerima bahasa, anak usia ini telah mampu menyimak perkataan
orang lain, mengerti dua perintah, memahami cerita, serta mengenal perbendaharaan kata sifat.
Sedangkan dalam hal mengungkapkan bahasa yakni berhubungan dengan keterampilan
berbicara, dimana anak usia ini telah mampu mengulang kalimat sederhana, mengungkapkan
perasaan, menyebutkan kata-kata yang dikenal, mengutarakan pendapat, menyatakan alasan serta

12
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar
Nasioanl PAUD

14
menceritakan kembali sesuatu yang ia ketahui atau yang ia dengar. Terakhir adalah dalam
lingkup perkembangan keaksaraan, anak usia 4-<5 tahun ini telah mampu mengenal simbol-
simbol, mengenal berbagai suara, membuat coretan serta menirukan huruf. Dijelaskan pula
bahwa ada keterkaitan yang erat antara perkembangan bahasa seorang anak dengan pertumbuhan
neurologi maupun biologinya.
Fakta menunjukkan bahwa seorang anak dapat mengucapkan kosa kata baru yang baru
sekali saja dia dengar dan tanpa diduga dia dapat mengungkapkan kembali kosakata tersebut
dalam konteks yang tepat. Bahkan seorang anak terkadang dapat mengungkapkan kosakata baru
tanpa diketahui kapan dan dari mana dia memperolehnya. Karena itu pemerolehan bahasa anak
usia dini selalu menarik untuk dibahas. Kajian tentang pemerolehan bahasa anak telah
berkembang sebagai teori pemerolehan bahasa. Teori tersebut semuanya didasarkan pada teori
perkembangan anak. Berikut teori-teori pemerolehan bahasa anak yang dikutip dari Zubaidah13
dan sumber lain:
1. Teori behavior
Teori behavior adalah teori yang lebih menekankan pada kebiasaan.Teori yang
dikembangkan oleh B.F Skinner ini, berpandangan bahwa pemerolehan bahasa anak
dikendalikan oleh lingkungan. Artinya, rangsangan anak untuk berbahasa yang dikendalikan oleh
lingkungan itu merupakan wujud dari perilaku manusia (Gleason, 1998:381). Menurut kaum
Behavioris, anak-anak lahir dengan potensi belajar dan perilaku mereka dapat dibentuk dengan
memanipulasi lingkungan. Dengan penguatan yang benar, kemampuan intelektual anak dapat
dikembangkan. Teori yang dikemukakan oleh B.F Skinner ini lebih menekankan pada kebutuhan
“pemeliharaan” perkembangan intelektual dengan memberikan stimulus pada anak dan
menguatkan perilaku anak. Hal ini dapat dilakukan dalam kegiatan keseharian dalam keluarga,
maupun di sekolah. Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh
anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya.

2. Teori maturasional
Teori maturasional merupakan teori yang menekankan pada kesiapan biologis individu.
Menurut teori ini, anak telah mempunyai jadwal untuk berbahasa/berbicara. Dalam PAUD hal ini
dapat dilihat pada kegiatan dalam beberapa sentra yang disesediakan lembaga PAUD.

3. Teori preformasionis
Pelopor teori ini adalah Noam Chomsky. Penganut aliran ini percaya sekali adanya teori
tentang proses mental yang disebut Language Acquisition Device (LAD). Dengan LAD diyakini
bahwa anak belajar bahasa berdasarkan dari apa yang dia dengar dari orang-orang di sekitarnya.
Chomsky sendiri menolak adanya istilah “Innate” saat membicarakan teori tentang pemerolehan
bahasa. Beliau menambahkan bahwa semua teori belajar memiliki asumsi bahwa kapasitas
bawaan lahir itu ada dan bersifat unik. Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali “alat

15
pemerolehan bahasa” / LAD. Alat ini merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan
untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian
fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan
kemampuan kognitif lainnya.

4. Teori perkembangan kognitif


Pencetus teori ini adalah Piaget dan Vigotsky. Teori ini berpendapat bahwa cara belajar
seseorang merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan. Dalam teori perkembangan kognitif
ini diasumsikan bahwa anak mengubah lingkungan dan diubah lingkungan. Diyakini pula bahwa
anak-anak melewati serangkaian tahap dalam pembelajaran bahasa. Dalam belajar bahasa, teori
ini beranggapan bahwa bahasa dibuat dan dikendalikan oleh nalar/pikir. Perkembangan bahasa
anak bergantung pada kematangan kognitifnya. Kajian tentang teori kognitif bertitik tolak pada
pendapat bahwa anak dilahirkan dengan kecenderungan untuk berperan aktif terhadap
lingkungannya, dalam memproses suatu informasi, dan dalam menyimpulkan tentang struktur
bahasa. Piaget dalam Chaer (2009:223) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah sesuatu ciri
alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif.
5. Teori psikososiolinguistik
Teori psikososiolinguistik menekankan pada interaksi aktivitas dasar sosial dan aktivitas
intelektual dalam berbahasa. Menurut Akhadiah, dkk. (1998:1.28) selama proses pemerolehan
bahasa pertama berlangsung, anak menggunakan berbagai strategi sebagai berikut: (1) strategi
meniru. Strategi ini mengajarkan anak untuk memegang pedoman “tirulah apa yang dikatakan
orang lain”; (2) strategi produktivitas yang berarti keefektifan dan keefisienan dalam
pemerolehan bahasa. Dalam strategi ini anak diberi pedoman “buatlah sebanyak mungkin dengan
bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh” (dengan satu kata anak dapat bercerita atau
mengatakan sebanyak mungkin hal); (3) strategi yang berkaitan dengan hubungan umpan balik
antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan dengan pedoman
“hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi”; (4) strategi prinsip
operasi. Dalam strategi yang terakhir ini anak dikenalkan dengan pedoman “gunakan beberapa
prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa”13.

Berikut ini tahap-tahap pemerolehan bahasa pada anak usia dini :


(1) Tahap ocehan (babbling stage)
Bayi usia enam bulan mulai mengoceh, mengucapkan sejumlah bunyi ujar tanpa makna
atau beberapa penggal kata yang bermakna karena kebetulan saja. Mengoceh tidak tergantung
masukan akustik atau yang didengar dari sekelilingnya. Anak akan belajar menggunakan bunyi-
bunyi ujar yang benar (yang diterima orang-orang sekelilingnya) dan membuang bunyi yang

13
Anita, “Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini”. Vol. 06 No. 02,166.

16
salah. Anak akan mulai menirukan pola intonasi yang diucapkan orang-orang di sekelilingnya.
Dia akan mengenali intonasi yang mengungkapkan rasa marah, kagum, senang, sedih dan lain
sebagainya.
(2) Tahap satu kata (holophrastic stage)
Tahap ini disebut tahap kalimat holophrastic (dari kata holo, utuh, dan phrase, frase).
Pada usia satu tahun anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna
yang sama. Contoh: Mam (untuk mengatakan saya mau makan), Ma (untuk meminta mama ada
di sini). Kata-kata dalam tahap ini memiliki tiga fungsi yakni:
1. menghubungkan antara kata-kata dengan perilaku anak itu sendiri, atau suatu keinginan
untuk suatu perilaku;
2. untuk mengungkapkan suatu perasaan; atau
3. untuk memberi nama kepada sesuatu benda.
Kata-kata pada tahap ini terdiri dari konsonan yang mudah dilafalkan seperti (m, p, j, k)
dan vokal seperti (a, u, o). Menurut penelitian anak mampu memahami perbedaan-perbedaan
bunyi ujar yang lebih banyak daripada yang sanggup diucapkannya.
(3)Tahap dua kata (two-word stage)
Anak usia paling lambat tahun dua tahun sudah mulai mengucapkan ujaran dua kata,
misalnya “Mi’ cu” yang artinya anak minta minum susu. Beberapa ungkapan yang diucapkan
sering tidak bersubyek Hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang, dan bentuk jamak
belum digunakan. Dalam pikiran anak konsep subyek + predikat terdiri dari kata benda + kata
benda, seperti “Peda Opi” yang berarti Opi meminta diambilkan sepeda; atau menggabungkan
kata sifat + kata benda, seperti “Kotor patu” yang maksudnya sepatu ini kotor, dan sebagainya.

(4) Tahap telegrafis (telegraphic stage)


Setelah melewati usia dua tahun, anak dapat merangkaikan tiga, empat kalimat bahkan
lebih. Hubungan sintaksis dalam kalimatnya sudah tampak jelas, meskipun hingga usia ini yang
menjadi topik pembicaraannya ialah hal-hal yang berkenaan dengan dirinya, yakni yang ada di
tempat dan terjadi pada waktu itu (here and now)14.

2.4 Yang berperan dalam perkembangan bahasa anak usia dini

 Peran orang tua


Peran orang tua dalam pengembangan bahasa anak usia dini, Epstein (2001)
mengklasifikasikan enam jenis keterlibatan orang tua, yaitu :
- Keterlibatan parenting (pengasuhan). Dalam poin ini, tujuannya adalah membentuk
lingkungan keluarga ibarat sekolah, jadi orang tua harus mendukung anak - anak sebagai

14
Rohmani Nur Indah, Gangguan Berbahasa (UIN-MALIKI Press, 2017), h.38

17
siswa. Jika dia membuat kesalahan, maka orang tua harus mengarahkan. Orang tua juga
harus mengajar dan mendidik anak agar menjadi anak yang baik dan berpotensi.
- Keterlibatan kedua yaitu communication (komunikasi). Tujuan dari keterlibatan ini adalah
merancang bentuk komunikasi yang efektif dari sekolah ke rumah dan komunikasi dari
rumah ke sekolah sehingga mengetahui program sekolah dan kemajuan anak-anak mereka.
- Keterlibatan volunteering (sukarela) adalah mengatur bantuan dan dukungan orang tua.
- Keterlibatan learning at home (belajar di rumah) memiliki tujuan memberikan informasi dan
gagasan kepada keluarga tentang bagaimana caranya membantu anak belajar di rumah, yaitu
bagaimana caranya membuat rencana kegiatan, mengaplikasikan dan mengevaluasi.
- Keterlibatan decision making (pengambilan keputusan), orang tua harus ikut serta atau
terlibat dalam keputusan sekolah, pengembangan pemimpin dan perwakilan orang tua.
- Keterlibatan collaborating with the community (kolaborasi dengan keluarga/masyarakat).
Dalam poin terakhir ini, orang tua harus mengidentifikasi dan mengintegrasikan sumber
daya dan layanan dari masyarakat untuk memperkuat program sekolah, praktik keluarga,
pembelajaran serta pengembangan siswa.
Dari macam-macam keterlibatan atau peran orang tua yang dijelaskan di atas, dapat
diketahui bahwa para ibu dan ayah memiliki peran unik dan penting dalam proses perkembangan
bahasa anak -anak mereka. Inilah alasan lain mengapa keberadaan atau kehadiran orang tua
dalam keluarga sangat bermanfaat bagi anak-anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara
maksimal. Anak-anak belajar berkomunikasi dari orang-orang yang berada di sekitar mereka,
yaitu saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek, nenek, keluarga besar, teman-teman serta ibu
dan ayah mereka. Dari kesemuanya, orang tua menempati posisi paling dominan sehingga dapat
dikatakan bahwa peran mereka paling utama dan pertama dibandingkan dengan yang lain. Bayi
dengan cepat belajar membedakan antara suara ibu dan bapaknya. Hal ini terjadi selama minggu-
minggu awal kehidupan dan dapat dikatakan bahwa ini adalah salah satu cara seorang anak
dalam merasakan perbedaan mendasar tentang jenis kelamin.
 Peran lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang. Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak karena
pada hakekatnya proses pemerolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan mendengar
kemudian meniru suara yang didengarnya yaitu dari lingkungan dimana tempat ia tinggal.
Seorang anak tidak akan mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan yang pernah didengarnya. Oleh karena itu keluarga merupakan salah satu
lingkungan terdekat dimana anggota keluarga harus memberi kesempatan kepada anak untuk
belajar dari pengalaman yang pernah didengarnya. Kemudian berangsur-angsur ketika anak
mampu mengekspresikan pengalaman, baik dari pengalaman mendengar, melihat, membaca dan
diungkapkan kembali dengan bahasa lisan.
Para ahli behavioristik berpendapat bahwa anak dilahirkan tanpa membawa kemampuan
apapun. Dengan demikian anak harus belajar melalui pengondisian dari lingkungan, proses
imitasi, dan diberikan reiforcement (penguat). Beberapa ahlimenjelaskan beberapa faktor penting
dalam mempelajari bahasa yaitu imitasi, rewart, reinforcement dan frekuensi suatu perilaku.

18
Skinner, (1957) menjelaskan perkembangan bahasa dari sudut stimulus-respon, yang
memandang berpikir sebagai proses internal bahasa mulai diperoleh dari interaksi dalam
lingkungan.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar bagi
perkembangan bahasa anak. Karena dengan lingkungan maka anak dapat menjalani
kesehariannya dengan baik tanpa adanya kesulitan dalam berinteraksi. Stimulus yang didapat
anak melalui lingkungan akan berpengaruh pada perkembangan bahasa anak. Rangsangan yang
diterima secara perlahan akan mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Stimulus dari orang-
orang terdekatnya yaitu orang tua akan diproses oleh anak sehingga membuat anak tersebut
matang dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap. Peranan orang tua yang begitu penting
menuntut orang tua untuk selalu waspada serta hati-hati dalam mengajari anaknya. Orang tua
harus memahami tahapan-tahapan perkembangan bahasa pada anak agar dapat memberikan
stimulus pada tahap perkembangan sesuai dengan usianya.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa


Pemerolehan bahasa anak usia dini akan berkembang dengan optimal atas pengaruh factor-
faktor berikut:
- Faktor kesehatan, kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia
dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus menerus maka anak tersebut cenderung
mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu,
untuk memelihara perkembangan bahasa anak secara normal, orang tua perlu
memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara
memberikan ASI, makanan yang bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara
regular memeriksakan ke dokter atau ke puskesmas.
- Intelegensi, perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak
yang perkembangan bahasanya cepat, pada umunya mempunyai intelegensi normal atau
di atas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan
perkembangan bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh
(Lindgren, dalam E. Hurlock, 1956). Selanjutnya Hurlock mengemukakan hasil studi
mengenai anak yang mengalami kelambatan mental, yaitu bahwa sepertiga di antara
mereka yang dapat berbicara secara normal dan anak yang berada pada intelektual yang
paling rendah, mereka sangat miskin dalam berbahasanya.
- Status sosial ekonomi keluarga, beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan
bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal
dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya
dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi
mungkin disebabkan oleh perbedaan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga
kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) atau kedua-duanya (Hetzer dan
Reindorf dalam E. Hurlock, 1956).

19
- Jenis kelamin (sex), pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi
antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan
perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
- Hubungan keluarga, hubungan ini dimaknai sebagai prses pengalaman berinteraksi dan
berkomuniakasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar,
melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara
orang tua dengan anak (penuh perhatian dan kasih saying dari orangtuanya) memfasilitasi
perkembangan bahasa anakm sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak
akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan
yang tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang kasar/keras, kurang kasih sayang,
atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik
kepada anak, maka perkembangan bahasa anak akan cenderung akan stagnasi atau
kelainan, seperti gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan pendapat, dan
berkata kasar atau tidak sopan15.
2.6 Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak
a. Penyebab Gangguan Berbahasa pada Anak
Pada anak-anak, gangguan berbahasa atau berkomunikasi pada umumnya dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Gangguan berbicara yang disebabkan:
- Masalah artikulasi
- Gangguan bersuara
- Masalah kefasihan
- Afasia karena ketidaksempurnaan perkembangan otak
- Keterlambatan berbicara yang dapat dipicu faktor lingkungan, gangguan
pendengaran atau gangguan tumbuh kembang.
2. Gangguan pendengaran baik parsial maupun total yang jenisnya antara lain:
- Gangguan pendengaran konduktif yang disebabkan oleh suatu penyakit yang
mengganggu fungsi telinga bagian luar dan tengah sehingga penyandangnya perlu
menggunakan alat bantu pendengaran
- Gangguan pendengaran akibat hilangnya sensor syaraf karena kerusakan sel sensorik di
dalam telinga yang berfungsi mengantarkan pesan atau rangsangan suara. Penyandangnya
mengalami kendala merespon suara apapun meskipun menggunakan alat bantu
pendengaran
- Gangguan pendengaran kompleks akibat rusaknya fungsi pada telinga bagian luar, tengah
dan dalam
- Gangguan pusat pendengaran yang terjadi akibar kerusakan pada syaraf atau jaringan
otak.

3. Gangguan akibat kondisi tertentu seperti:


- Kesulitan belajar yang dapat menjadi sebab maupun akibat gangguan bahasa
- Serebral palsy atau lumpuh otak
15
Syamsu Wahyu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (PT REMAJA ROSDAKARYA, 2014), h.121

20
- Retardasi atau keterbelakangan mental
- Bibir sumbing

Kesulitan yang dihadapi anak pada saat belajar bicara dapat disebabkan oleh faktor-faktor
berikut.
 Keterbatasan pendengaran.
 Keterlambatan perkembangan jaringan otot organ wicara sehingga anak kesulitan
menggerakan otot wicara dengan cepat untuk menghasilkan suara.
 Keterlambatan pemahaman bahasa orang dewasa yang perkataannya panjang dan rumit.
 Kurang berinteraksi dengan orang lain.
 Terlalu pasif dalam pergaulan sosial.
 Terlalu mengandalkan komunikasi nonverbal yang efektif diterapkan di rumah tetapi tidak
berterima di masyarakat, anak akan malas mencoba menggunakan kata-kata.
 Kurang dipedulikan orang lain karena dianggap sama sekali tidak mampu bicara atau
memahami orang lain.
 Ketika ditanya jawabannya sering diwakili orang lain.
 Tidak cukup waktu karena orang lain tidak memberinya kesempatan merespon sementara
anak membutuhkan waktu untuk mulai bicara.
 Rangsangan terlalu banyak dalam arti bahasa yang diajarkan terlalu banyak, sama halnya
dengan melempar banyak bola pada anak yang sedang belajar menangkap bola.
 Terlalu banyak bahasa formal bukan bahasa komunikatif yang diberikan, misalnya tentang
angka dan macam-macam warna yang kurang bermanfaat untuk komunikasi harian.
 Terlalu sering bermain sendiri karena yang dihadapi hanya mainan bukan orang lain.

b. Cara mengatasi gangguan bahasa pada anak


Cara mengatasi gangguan bahasa pada anak adalah dengan menggunakan metode
komunikasi representative. Metode ini terkait dengan cara efektif berkomunikasi dengan
penyandang gangguan berbahasa. Lebih lanjut hal ini berimplikasi pada pendidikan bagi anak
penyandang gangguan berkomunikasi. Permasalahan berkomunikasi harus dipahami secara
mendasar sebelum ditentukan program pengentasan kesulitan berkomunikasi yang dialami.
Kebanyakan dari permasalahan berbicara lebih banyak berkisar pada masalah tumbuh
kembang daripada masalah fisiologis. Pada awalnya anak dengan gangguan berkomunikasi
mendapat terapi bahasa hanya di kelas khusus, namun dewasa ini terjadi trend menyekolahkan
pada sekolah umum atau yang disebut dengan pendidikan inklusi. Kecuali pada penyandang
gangguan berkomunikasi parah yang membutuhkan terapi individu, pendidikan inklusi
diharapkan memberikan perbaikan berbicara melalui kurikulum secara umum dan lingkungan
alamiah. Pendidikan inklusi akan maksimal apabila terjalin kerjasama antara guru, terapis
wicara, dokter yang menangani anak tersebut dan orang tua.
Adapun pada anak dengan gangguan pendengaran konduktif dibutuhkan alat bantu
dengar. Apabila gangguan pendengarannya lebih kompleks secara konsisten perlu dilatihkan
menggunakan bahasa isyarat, eja jari (finger spelling), atau menggabungkan keduanya dengan
artikulasi perkataan sederhana sesuai contoh. Hal inilah yang disebut dengan komunikasi total
yang masih menjadi cara berkomunikasi terbaik. Pendidikan inklusi sebaiknya memberikan

21
pelayanan yang mendukung anak misalnya dengan menggunakan media visual seperti film
dengan tulisan yang mendeskripsikan perkataan dan bahan bacaan dengan kosakata sederhana16.

16
Rohmani Nur Indah, Gangguan Berbahasa (UIN-Maliki Press, 2017), h.171

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Golden age pada anak usia dini merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Berhasil tidaknya tahap perkembangan pada masa ini akan berpengaruh pada
kehidupan dan pembentukan anak pada masa yang akan datang. Pertumbuhan dan perkembangan
otak yang pesat sangat memungkinkan penerimaan stimulus yang optimal berupa daya serap
terhadap semua stimulasi yang diberikan lingkungan baik di rumah maupun di sekolah.
Aspek bahasa yang merupakan alat untuk mengekspresikan gagasan dan keinginan
merupakan aspek yang penting untuk dibahas. Beberapa teori pemerolehan bahasa pada
hakekatnya menunjukkan bahwa satu sama lain saling keterkaitan dan saling mendukung. Dari
semua teori pemerolehan bahasa yang terpenting adalah adanya stimulasi yang dapat
memunculkan dan menggali potensi yang sudah ada pada diri anak sehingga apa yang sudah ada
pada diri anak tereksplor dengan baik dan apa yang belum tampak dapat ditonjolkan ke
permukaan. Sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga menjadi
manusia seutuhnya. Untuk membangun manusia seutuhnya tentu saja dibutuhkan pendidik yang
memahami bagaimana mengoptimalkan potensi anak usia dini. Sehingga sudah seharusnya
lembaga AUD ditangani oleh pendidik yang berkompeten.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini kiranya para guru dan calon guru dapat memahami apa itu
perkembangan bahasa pada anak usia dini dan mengerti bahwasannya perkembangan bahasa
pada anak usia dini itu sangat penting karena bahasa adalah salah satu alat untuk komunikasi.

23

Anda mungkin juga menyukai