Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit manusia adalah salah satu organ yang penting sebagai barier atau pelindung
tubuh dari trauma, gesekan, serta mikroorganisme dari luar. Pada bagian permukaan kulit
banyak mengandung nutrisi yang sangat penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kulit
merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Warna kulit berbeda-beda dan bervariasi mengenai kelembaban, ketebalan dan
ketipisan kulit yang mempengaruhi kemampuan kulit dalam menjalankan fungsinya.

Apabila kulit mengalami kelainan berupa barier kulit yang tidak intak misalnya akibat
mikotrauma akan memudahkan untuk terjadinya penyakit kulit, salah satunya penyakit
infeksi. Penyakit infeksi ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, dan
mikroorganisme lainnya. Salah satu jenis infeksi yang paling banyak dijumpai adalah infeksi
bakteri, di mana organism yang sering mengakibatkan infeksi bakteri adalah dari golongan
Staphylococcus dan Streptococcus. Infeksi yang biasanya disebabkan oleh kedua jenis
bakteri tersebut biasanya hanya terbatas pada bagian epidermis dan dapat memberikan
gambaran klinis berupa impetigo.

Terdapat 2 jenis impetigo yang umum terjadi yaitu Impetigo Bulosa dan impetigo non
bulosa. Dari hasil penelitian tahun 2005 yang dipublikasikan oleh E-Medicine dikemukakan
bahwa di Amerika Serikat serta Eropa bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri
yang tersering menyebabkan terjadinya impetigo baik Impetigo Bulosa maupun impetigo non
bulosa. Infeksi primer paling sering terjadi pada anak-anak. Impetigo dapat berasal dari
proses primer karena memang terjadi kerusakan pada kulit yang intak atau utuh tersebut,
atau dapat terjadi karena proses infeksi sekunder yang disebabkan oleh karena proses
infeksi yang sebelumnya atau karena terjadinya suatu proses sistemik. Oleh karena itu
identifikasi awal sangat penting untuk dapat melakukan pencegahan serta dapat memberika
penanganan yang tepat. Menifestasi klinis impetigo merupakan Infeksi superfisial yang
sering tidak disertai gejala. Kebanyakan infeksi bakteri superfisial pada kulit tidak dapat
dikategorikan sebagai impetigo.

Impetigo merupakan erosi yang disertai dengan krusta. Krusta kuning emas sering
terlihat dalam impetigo tetapi hampir tidak bersifat patognomonik dengan ukurn lesi diantara
<1 hingga >3 cm. Penyembuhan sentral sering terlihat jelas jika lesi hadir selama beberapa
minggu. Distribusi lesi yang tersebar, lesi diskrit dan jika tanpa terapi, lesi bisa menjadi satu
dan lesi satelit terjadi oleh autoinoculation. Infeksi sekunder daripada berbagai dermatosis
akan sering terjadi. Impetigo Bulosa merupakan lepuhan mengandung cairan kuning atau
sedikit keruh yang jernih disertai dengan erythematous halo, yang timbul pada kulit yang
tampak normal. Dengan ruptur, lesi bulosa akan mengalami dekompresi. Jika atap bula
dihapus, bentuk erosi akan menjadi basah dan dangkal. Distribusi impetigo bulosa lebih
umum di bagian intertriginosa. Penegakan diagnosa impetigo didasari dengan temuan klinis
yang dikonfirmasi oleh kultur S. aureus, dan umumnya kegagalan antibiotik oral akan
menunjukkan Methicillin Resistant Staplylococcus aureus (MRSA).

Jika tidak diobati, lesi impetigo akan menjadi lebih luas dan ecthyma. Lesi dapat
berkembang ke bagian kulit yang lebih dalam dan bisa megakibatkan infeksi pada jaringan
lunak. Komplikasi Nonsuppuratif dari infeksi Group A Streptococci (GAS) adalah guttate
psoriasis, demam berdarah, dan glomerulonefritis. Ecthyma dapat sembuh dengan tetapi
akan meninggalkan jaringan parut. Infeksi S. aureus atau Group A Streptococci (GAS) yang
berulang dapat terjadi karena kegagalan untuk membasmi patogen atau dengan
rekolonisasi. Infeksi Methicillin Resistant Staplylococcus aureus (MRSA) yang tidak
terdiagnosis tidak menanggapi antibiotik oral yang biasa diberikan untuk S. aureus yang
sensitif-methicillin.
BAB II

Laporan Kasus
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI

Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang


disebebkan oleh Staphylococcus aureus, Staphylococcus aureus grup A beta-hemolitikus
(GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel
berbanding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta
Honey-colored, dengan teoi yang mudah dilepaskan.9

Pada negara maju impetigo krutosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus
dan sedikit Staphylococcus aureus grup A beta-hemolitikus (GABHS). Banyak penelitian
yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa Staphylococcus aureus dengan
Staphylococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama
impetigo krustosa adalah Staphylococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terjadi
pada faring, hiduung, aksila dan perienal merupakan tempat berkembangnya penyakit
impetigo krustosa.7,9

3.2 EPIDEMIOLOGI

Terjadi penyakit impetigo krustosa diseluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit
ini sering terjadi pada anak-anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-
laki dan perempuan. Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah
lembab, seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan
puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak persekolahan dan sekolah paliing sering
terinfeki. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.7

Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo krustosa
seperti;

- Hunian padat
- Higiene buruk
- Hewan peliharaan
- Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,
herpes simpleks, varisela, atau luka bakar.8
3.3 PATOGENESIS

Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya

Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry
yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang
yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan
terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu. 9

Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.

1. Infeksi Primer

Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari
hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi
biasanya timbul diatas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah
trauma.7

2. Infeksi Sekunder

Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi)
seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris,SLE kronik, piodema
gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur
dermatofita, gigitan serangga, lukalecet, luka goresan,dan luka bakar, dapat terjadi pada
semua umur.7

Impetigo krutosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada
epidermis, akibat kulit yang mengalami trauma tersebut menghasikan suatu protein yang
mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa,
Keluhan biasanya gatal dan nyeri.9

Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepet melalui kontak langsung dari
orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada
anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak
lainnya disekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang
cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta (2007).

2. FITZPATRICK’S Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology, seventh edition


(2013).

3. Harahap, Marwali.: Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta (2000).

4. Hurwitz, Sidney.: Clinical Pediatrc Dermatology. W.B Saunders Company, Canada,


United States of America (1981).

5. Ratz, John. Impetigo: Treatment and Medication. E-Medicine. 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/219473-treatment.

6. Sadegh, Amini. Dermatology Manifestasion of Impetigo. E-Medicine. 2010. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/1052709-overview.

7. Heyman W.R, Helprn V. Bacterial Infection. Bolognia Jl, Jorizzo Jl, Raoini RP (eds).
Dermatologi. 2008

8. FITZPATRICK’S Dermatology in General Medicine. 2008

9. A mini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emidicine.medscape.com/article. 10 Mei


2018.

Anda mungkin juga menyukai