Anda di halaman 1dari 8

Studi kelayakan pembangunan refinery alumina, dilakukan melalui survey lapangan,

pengumpulan data skunder dan analisis data serta penyusunan rekomendasi kelayakan
pembangunan pabrik yang mencakup kalayakan teknis dan ekonominya.

Survey lapangan bertujuan untuk pengumpulan data dan informasi mengenai kajian
tentang keadaan umum, geologi dan keadaan endapan bijih bauksit. Keadaan umum ini
mencakup tentang kondisi pendukuk, iklim, mata pencaharian, kondisi sosial ekonomi
masyarakat, ketercapaian lokasi rencana pabrik, dan lainnya.

Pengumpulan data skunder dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi pasar
(bauksit, alumina dan aluminium), perkembangan industri dan teknologi proses serta data
dukung lainnya.

Tahap selanjutnya adalah analisis data yang mencakup data teknis dan data ekonomis.
Pada tahap ini dilakukan analisis kelayakan teknis produksi dan kelayakan ekonomi dan
finasial. Kajian investasi dan analisa kelayakan ekonomi, yang mencakup kebutuhan
investasi, sumber dana, biaya produksi, analisis kelayakan, manfaat, analisis rugi laba dan
lainnya.

1.1 Pelaksana Studi

Studi kelayakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diwadahi oleh PT Mahakarya
Lintasindo, dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan bidang keahlian yang sesuai dan
dibutuhkan dalam melakukan studi kelayakan untuk pembangunan pabrik refinery
pengolahan bijih bauksit.

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
1.2 Jadwal Waktu Studi

Pelaksanaan penyusunan FS dilakukan dalam jangka waktu delapan bulan yang dimulai
dengan kajian keadaan umum rencana lokasi, kunjungan ke industri sejenis di negara Cina
dan dilanjutkan dengan kajian kajian kelayakan sampai pada penyusunan laporan,
sebagaimana terlihat pada Tabel berikut ini.

Bulan ke :
No
Rincian Pekerjaan
.
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kajian keadaan umum,

2 Geologi dan keadaan endapan

3 Rencana pembangunan pabrik pengolahan

4 Infrastruktur,

5 Kajian Lingkungan, keselamatan dan


kesehatan kerja

6 Studi Pemasaran

7 Kajian investasi dan analisa kelayakan


ekonomi, yang mencakup:

a. Kebutuhan investasi

b. Sumber dana

c. Biaya produksi

d. Analisis kelayakan

e. Manfaat keberadaan tambang

f. Analisis rugi laba

g. Analisis kelayakan

h. Aspek organisasi dan manajemen

8 Penyusunan Laporan Studi Kelayakan


2 KEADAAN UMUM

Pulau Bintan merupakan satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi
Kepulauan Riau (Gambar 2-1). Pulau Bintan mempunyai luas sekitar 13.903,75 km2 atau
sekitar 1,4% dari total seluruh pulau di Provinsi Kepulauan Riau. Secara geografi gugus
Pulau Bintan terletak pada 104o00’BT – 104o53’BT dan 0o40’LU – 1o15’LU. Pulau Bintan
merupakan pulau yang lansung berbatasan dengan negara Singapura dan Malaysia.
Adapun batasan wilayahnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka,
sebelah selatan dengan Provinsi Jambi, sebelah barat dengan Provinsi Riau dan sebelah
timur dengan Selat Karimata dan Laut Cina Selatan

Jika dilihat dari letak geografisnya, Pulau Bintan memiliki nilai strategis dan berada dekat
dengan jalur pelayaran dunia yang merupakan salah satu simpul dari pusat distribusi
barang dunia. Kedekatan ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki
Kabupaten Bintan dalam menghadapi pasar. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh bagi
pasar alumina yang akan diproduksi oleh perusahaan.

Gambar 2-1 Peta Pulau Bintan

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
Wilayah administrasi Pulau Bintan terdiri dari Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang.
Kota Tanjung Pinang yang terletak di Pulau Bintan dan sangat berdekatan dengan
Singapura yang merupakan daerah transit dan lalu lintas perdagangan dunia dan juga
Malaysia dengan pelabuhan Tanjung Pelepas. Selain potensi bijih bauksit, Pulau Bintan
dan sekitarnya mempunyai potensi sumberdaya alam yang sangat kaya diantaranya
perikanan dan pariwisata.

Gambar 2-2 Peta adminstratif Pulau Bintan

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
2.1 Keadaan Lingkungan Daerah

2.1.1 Penduduk
Penduduk Kabupaten Bintan terdiri dari bermacam-macam suku baik penduduk asli
(Melayu) maupun pendatang seperti suku Jawa, Sunda, Madura dengan mayoritas
penduduk beragama Islam.

Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kabupaten Bintan bila dibandingkan
dengan kabupaten lainnya di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat seperti pada Tabel 2-1.
Terlihat bahwa laju pertambahan penduduk di Kabupaten Bintan relatif rendah
dibandingkan dengan Batam.

Tabel 2-1 LPP Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota, 2010-2011

2.1.2 Mata Pencaharian Penduduk


Mata pencaharian penduduk umumnya berkebun, sebagian menjadi Pegawai Negeri Sipil,
TNI, POLRI dan sebagai buruh atau pegawai swasta. Secara lengkap, mata pencaharian
penduduk Bintan dapat dilihat seperti pada

Tabel 2-2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Bintan memiliki
mata pencaharian sebagai buruh, karyawan dan pegawai.

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
Tabel 2-2 Persentase Penduduk Kepulauan Riau yang Bekerja menurut Status Pekerjaan
dan Kabupaten/Kota, Agustus 2011

2.2 Iklim

Daerah Pulau Bintan berada pada lingkungan beriklim tropis, curah hujan sekitar 1800
mm/tahun sampai dengan 3800 mm/tahun. Musim hujan biasanya berlangsung selama
periode bulan Juli - Desember. Suhu udara rata-rata 24ºC - 34ºC dengan kelembaban nisbi
55% - 96%.

2.3 Sosial Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bintan bila dibandingkan dengan daerah lainnya relatif
lebih rendah, bahkan merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah di
Provinsi Kepulauan Riau (Tabel 2-3). Hal ini menunjukkan bahwa peran sektor industri
termasuk pertambangan belum memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi di daerah ini. Padahal perkembangan ekspor bijih bauksit dari
daerah ini relatif cukup besar. Hal ini tentu memerlukan upaya-upaya peningkatan nilai
tambah bauksit di Bintan sehingga bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
laju pertumbuhan ekonomi.

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
Tabel 2-3 Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota, 2010-2011

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013
3 GEOLOGI DAN
KEADAAN ENDAPAN

3.1 Geologi

Geologi daerah Pulau Bintan tersusun oleh formasi sedimen Pra-Tersier dan Kwarter serta
batuan beku yang terdiri dari granit dan diorit. Formasi batuan yang berumur Trias, menempati
hampir seluruh daratan bagian tengah Pulau Bintan. Formasi tersebut merupakan yang
terluas penyebarannya. Formasi batuan yang berumur Kapur (Cretaceous) hanya menempati
sebagian kecil dari daerah Pulau Bintan, yakni daerah pesisir tenggara bagian selatan dan
beberapa tempat di bagian tengah. Batuan beku cukup luas penyebarannya terdiri dari granit
dan diorit, menempati pesisir bagian utara dan timur daerah Pulau Bintan dan beberapa
tempat lainnya yang tersebar tak teratur di bagian tengah, membentuk daerah perbukitan
Pulau Bintan seperti Gn. Lengkuas dan Bukit Bintan Besar. Sebagian besar tubuh Bukit Bintan
Besar ini (bagian timur) dibentuk oleh batuan diorit dan sebagian lagi (bagian barat) dibentuk
oleh batuan granit.

STUDI KELAYAKAN REFINERY ALUMINA


PT BINTAN ALUMINA INDONESIA
BINTAN, 2013

Anda mungkin juga menyukai