Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

ANALISIS JAMU

“KUNYIT ASAM JAWA PEREDA NYERI”

OLEH
AZZAHRA ALGAFARY
918311906201011

CICI ANGGRAINI A.
918311906201.010

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

KENDARI

2019
A. Jamu kunyit asam jawa pereda nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan dan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Roach, 2004).

Nyeri merupakan suatu gejala yang umum dan sering terjadi mengikuti

satu atau lebih penyakit. Timbulnya rasa nyeri tersebut membuat

seseorang berusaha untuk mencari pengobatan agar rasa nyeri tersebut

dapat berkurang. Usaha untuk mengurangi rasa nyeri tersebut salah

satunya yaitu dengan pengobatan. Konsep “back to nature” yang ada

sekarang ini membuat masyarakat lebih memilih obat tradisional dalam

pengobatan. Obat tradisional sering digunakan sebagai preventif,

promotif dan rehabilitatif karena masyarakat percaya bahwa penggunaan

obat tradisional lebih aman dibandingkan obat sintesis (Oemijati, 1992).

Salah satu macam pengobatan tradisional yaitu dengan ramuan berbahan

dasar tumbuh-tumbuhan.

Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan cara

sederhana dan tradisional yaitu dengan memeras sari yang terkandung

dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati dan

Handayani, 2001). Rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) dan buah

asam jawa (Tamarindus indica Linn.) adalah contoh dari tanaman obat

yang dikembangkan menjadi obat tradisional. Rimpang kunyit memiliki

kandungan kurkumin yang mempunyai aktifitas sebagai antiinflamasi

yang salah satu manifestasinya adalah nyeri (Rengganis, 2004). Menurut


Stankovic (2004) komponen kurkumin relatif 2stabil pada suasana asam,

sehingga buah asam jawa juga digunakan karena mengandung asam

tartrat, asam malat dan asam sitrat untuk menstabilkan senyawa tersebut

(Soedibyo, 1998). Metode yang digunakan untuk menguji efek dan daya

analgesik dalam penelitian ini adalah metode rangsang kimia, karena

dengan metode rangsang kimia, baik analgesik pusat maupun analgesik

perifer dapat terdeteksi, sehingga metode ini direkomendasikan sebagai

metode untuk skrining efek dan daya analgesik suatu senyawa uji (Vogel,

2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) bahwa

jamu ramuan segar komposisi 20% : 10% memiliki daya analgesik yaitu

pada dosis 1365 mg/Kg BB sebesar 37,00%; 2730 mg/Kg BB sebesar

46,43%; dan dosis 5460mg/Kg BB sebesar 49,57%. Berdasarkan

penelitian lain yaitu Fadeli (2008) menyatakan bahwa komposisi

optimum campuran ekstrak kunyit dan ekstrak buah asam jawa dengan

metode Simplex Lattice Design adalah 20,7% : 9,3% karena dapat

menghasilkan % penghambatan sebesar 65,91579 % jika diminum pada

dosis 2730 mg/Kg BB. Kemudian disarankan penelitian lebih lanjut lagi

tentang perbandingan jamu kunyit asam segar dengan komposisi 20,7% :

9,3%. Untuk itu pada penelitian ini akan diteliti mengenai daya analgesik

jamu kunyit asam segar dengan komposisi optimum 20,7% : 9,3%.

Dengan menggunakan komposisi yang optimum diharapkan dapat


menghasilkan daya analgesik yang lebih baik sehingga dapat lebih

bermanfaat bagi masyarakat.

Jamu kunyit asam ramuan segar dibuat dari rimpang kunyit dan

daging buah asam jawa. Sebelumnya telah dilakukan pengujian daya

analgesik jamu kunyit asam ramuan segar komposisi 20% : 10% dan

hasilnya dari ketiga peringkat dosis memiliki persen penghambatan di

bawah 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu

kunyit asam ramuan segar komposisi 20,7% : 9,3% memiliki efek dan

daya analgesik serta mengetahui berapa efek dan dayanya. Penelitian ini

termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan

penelitian acak lengkap pola searah. Pengujian daya analgesik

menggunakan metode rangsang kimia. Hewan uji dibagi menjadi lima

kelompok. Kelompok I (aquadest sebagai kontrol negatif), kelompok II

(asetosal sebagai kontrol positif), kelompok III-V yaitu perlakuan jamu

kunyit asam ramuan segar dosis 1.365; 2.730; 5.460 mg/kg BB. Asam

asetat (25 mg/kg BB) diinjeksikan secara intraperitoneal setelah 30 menit

pemberian senyawa uji. Respon geliat diamati tiap 5 menit selama 60

menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk % penghambatan

terhadap geliat dengan persamaan Handersot dan Forsaith. Data yang

diperoleh dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov dilanjutkan dengan

ANOVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jamu ramuan segar komposisi 20,7% :


9,3% memiliki efek analgesik yaitu pada dosis 5460 mg/Kg BB sebesar

59,78% (Anonim, 1991) dan memiliki daya analgesik pada ketiga

peringkat dosis masing-masing sebesar 40,58%; 47,46% dan 59,78%.

Kata kunci: kunyit asam, segar, metode rangsang kimia, efek analgesik,

daya analgesik.

Jamu ramuan segar merupakan jamu yang diolah dengan cara

sederhana dan tradisional, yang secara umum pengolahannya dibedakan

menjadi dua macam, yaitu dengan merebus seluruh bahan atau dengan

cara mengambil/memeras sari yang terkandung dalam jamu kemudian

dicampur dengan air matang (Suharmiati, 2001). Sedangkan menurut

Wisely (2008) menyatakan bahwa jamu ramuan segar menurut responden

adalah jamu yang dibuat sendiri dengan cara direbus atau diremas dan

dibuat dari bahan-bahan alami, jamu gendong, jamu berbentuk cair yang

dapat langsung diminum tanpa perlu diolah lagi, jamu yang bukan buatan

pabrik dan tidak dikemas.


B. Kunyit

Gambar 1. Rimpang kunyit

1. Keterangan botani Kunyit (Curcuma domestica, Val) termasuk dalam familia

Zingiberaceae (Rukmana, 1999). Di Indonesia dikenal sebagai kunyit. Di

Jawa Tengah disebut kunir. Di Nusa Tenggara disebut kunyik. Di Sumatera

disebut kakunye. Di Kalimantan dikenal sebagai henda. Di Sulawesi disebut

uinida. Di Maluku disebut kurlai (Anonim, 1977).

2. Morfologi tanaman Kunyit merupakan tanaman semak, mempunyai batang

semu dan basah, tingginya sekitar 1 m dan bunganya muncul dari pucuk

batang semu dengan panjang sekitar 10-15 cm dan berwarna putih. Daunnya

mirip dengan tumbuh-tumbuhan jenis pisang-pisangan, berbentuk lanset

memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-

12,5 cm, pertulangan menyirip, warna hijau pucat. Rimpangnya memiliki


banyak cabang dengan kulit luarnya berwarna jingga kecoklatan. Buah daging

rimpang kunyit berwarna merah jingga kekuning-kuningan (Soedibyo, 1998).

3. Kandungan kimia Kunyit mengandung kurkumin, demetoksikurkumin,

bisdemetoksikurkumin, minyak atsiri (turmeron, zingiberon, seskuiterpen

alkohol), pati, tanin, damar, zat pahit, dan minyak lemak ( Anonim, 1977;

Soedibyo, 1998).

C. Asam Jawa

Gambar asam jawa

1. Keterangan Botani Asam jawa (Tamarindus indica Linn) termasuk dalam

famili Leguminose, ekstrak daging buah asam jawa dikenal dengan

Tamarindus Pulpa Extractum. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama

asam jawa, sedangkan di Jawa dikenal dengan asem, di Sunda dikenal dengan

celangi dan tangkal asem. Nama umum / Inggrisnya adalah tamarind

(Hutapea, 1994).
2. Kandungan kimia Daging buah asam jawa antara lain mengandung asam

tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin, dan gula

invert (Soedibyo, 1998)

3. Khasiat dan kegunaan Daging buah asam jawa berkhasiat sebagai laksan.

Adapun kegunaannya adalah untuk mencegah dan mengatasi nyeri haid (jika

dicampur bersama kunyit), demam, eksem, kegemukan, pencahar (berkurang

khasiatnya bila dimasak), sakit perut, sariawan, wasir dam rematik (obat luar)

(Soedibyo, 1998).

komposisi optimum ekstrak rimpang kunyit : ekstrak daging buah

asam jawa adalah 69% : 31% dari 100% campuran ekstrak rimpang kunyit

dan ekstrak daging buah asam jawa. Komposisi yang digunakan merupakan

campuran dari ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa

sebanyak 30%, sehingga komposisi ekstrak rimpang kunyit : ekstrak daging

buah asam jawa yang memberikan efek analgesik optimum adalah 20,7% :

9,3%. Komposisi ini memberikan daya analgesik sebesar 65,5791% jika

diminum pada dosis 2730 mg/Kg BB. Sehingga komposisi 20,7% : 9,3%

merupakan komposisi ekstrak rimpang kunyit : ekstrak daging buah asam

jawa yang memberikan efek analgesik optimum (Fadeli, 2008).

Anda mungkin juga menyukai