Anda di halaman 1dari 122

PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE

TRANSCEIVER STATION (BTS) DIKAITKAN


DENGAN PERAN PEMERINTAH DAERAH
(Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DINNY OKTARIZA NST


NIM : 050200217

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE
TRANSCEIVER STATION DIKAITKAN DENGAN
PERAN PEMERINTAH DAERAH
(Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DINNY OKTARIZA NST


NIM : 050200217

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI


Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH


NIP. 131 570 45

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Dr.Mahmul Siregar,SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah

swt karena dengan berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberi kesempatan,

kesehatan dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini, serta Nabi Muhammad

saw atas doa serta syafaatnya dan tak lupa ridho dan doa yang selalu dipanjatkan

yang tiada henti-hentinya oleh kedua orang tua penulis.

Penulisan skripsi ini diajukan unutk melengkapi syarat gune memperoleh

gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini

penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh

sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi

ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk

itu penulis mengaharapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Ketua Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga

sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof.Dr.Suhaidi, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Umum Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH,MH,DFM, sebagai Pembantu Umum

Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
5. Bapak M.Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr.Mahmul Siregar,SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II

yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan dan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Dr.Agusmidah, SH, M.Hum, sebagai Penasihat Akademik selama

penulis menjalani study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Dr.Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Sekertaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan seluruh dosen

yang telah banyak memberikan dedikasi yang sangat besar kepada penulis

serta para pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah membantu selama penulis menjalani study di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sangat besar kepada

orang tua penulis yang sayangi dan cintai Ayahanda Drs.Syafruddin

Nasution dan Ibunda Yennisyam yang telah sabar dan mencurahkan

segenap kasih sayang, pengorbanan, doa serta memberikan motivasi dan

kesejukan hati sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan tinggi dan

dengan doa mereka jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima

kasih buat keringat dan air mata yang telah dikeluarkan buat penulis. Doa

dan Ridho kalian yang selalu penulis harapkan.

10. Juga tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada kakanda Meiny Syaftika Nasution dan Adinda Syaiful Amri

Nasution yang telah memberikan kasih sayang,doa dan motivasi yang tak

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
terhingga kepada penulis. Kalianlah harta yang paling berharga yang

penulis miliki.

11. Terima Kasih kepada Bapak Yudi Erwin dan keluarga yang merupakan

om penulis dan sekaligus sebaagai Asisten Manager User Relation and

Calibration PT.TELKOM Jakarta yang telah memberikan masukan,saran

dan ilmu sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Bapak Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and

Calibration PT.TELKOM Area I Medan yang telah memberikan bantuan,

saran dan pengorbanan sehingga memudahkan penulis dalam memperoeh

informasi yang berkaitan dengan skripsi penulis.

13. Bapak M.Hafnil Fadly selaku Staff pada Badan Perencanaan

Pembangunan Kota Tebing Tinggi yang telah membantu penulis dalam

memberikan informasi yang diperlukan terkait skripsi penulis.

14. Bapak S.P Utomo selaku Staff pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

(KP2T) Kota Tebing Tinggi memudahkan penulis dalam memperoeh

informasi yang berkaitan dengan skripsi penulis.

15. Terima Kasih penulis kepada Maya Sari Tanjung yang selama ini telah

memberikan waktu,dorongan dan semangat kepada penulis. Makasih ya

untuk persahabatan kita 10 tahun ini, kamu orang terbaik yang aku kenal.

16. Rekan-rekan di Fakultas Hukum USU Atika ( makasi ya uda nemani cari

bahan sampe ke BSM), bule’,duma,segi,bob,ai,rina,rika,diki,radith,eta,

wesi,jona,yanri,diki,juita atau segenap anak IMH karena telah mengisi

hari-hari dan selalu ada disamping penulis baik susah maupun senang.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
17. Dara-dara Sofyan 2, kak Ami yang telah membukakan pikiran penulis

dalam menulis skripsi ini,kak Riza,Yuni,Revi,Beby,Kiki,Ayu, Addah, Rita

dan Rara karena mereka mambuat hari-hari penulis menjadi berharga.

18. Terima kasih penulis kepada Roy karena telah memberikan waktu dalam

membantu penulis menulis skripsi dan terima kasih kepada Riko Nugraha

karena telah mendengar keluh kesah dan selalu ada buat penulis.

19. Seluruh teman-teman di PERMAHI, maju terus PERMAHI.

20. Seluruh rekan-rekan di Fakultas Hukum USU stambuk ’04,’05’ dan ’06.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan, terutama dalam peneraoan serta pengembangan ilmu hokum

di Indonesia.

Wassalamualaikum wr.wb.

Medan, Desember 2008

Penulis

DINNY OKTARIZA NASUTION

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ...i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ..v

DAFTAR TABEL………………………………………………………………vi

ABSTRAKSI…………………………………………………………………...vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... ..1

B. Perumusan Masalah .............................................................. ..8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.............................................. ..8

D. Keaslian Penulisan ................................................................ ..9

E. Tinjauan Kepustakaan........................................................... 10

F. Metode Penelitian ................................................................. 14

G. Sistematika Penulisan ........................................................... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA


PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
A. Sejarah Telekomunikasi di Indonesia ................................... 21

B. Pengaturan Telekomunikasi di Indonesia ............................. 33

C. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi di

Indonesia ............................................................................... 37

D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia .................... 40

BAB III PENGATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE


TRANSCEIVER STATION (BTS)
A. Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Base Transceiver

Station ................................................................................... 49

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
B. Perkembangan Usaha Pembangunan dan Penggunaan Base

Transceiver Station………………………………………….56

C. Pengaturan Pembangunan Base Transceiver

Station……………………………………………………….63

D. Pengaturan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.72

BAB IV PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN

DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION DI

KOTA TEBING TINGGI

A. Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dalam Pengaturan

Penempatan Lokasi Base Transceiver Station.......................76

B. Efisiensi Pemanfaatan Ruang Dalam Pembangunan Base

Transceiver Station di Kota Tebing Tinggi ....................... .. 84

C. Peran Dalam Bidang Perizinan……………………………...89

D. Kepastian Hukum Mengenai Peran Pemerintah Daerah……96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan …………………………………………………99

B. Saran ……………………………………………………....102

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………105

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL

Tabel – 1 : Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap PMDN DAN PMA


Sektor Telekomunikasi Periode Tahun 1990-2007…………………47

Tabel – 2 : Jumlah Operator Telepon di Indonesia..............................................56


Tabel – 3 : Pelaku Pasar Telepon Selular Indonesia, 2005-2007........................56

Tabel – 4 : Jumlah BTS tiap operator telekomunikasi 2007................................58

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION
(BTS) DIKAITKAN DENGAN PERAN PEMERINTAH DAERAH
(Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi)

*) Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.M.H.


**) Dr. Mahmul Suregar, SH. M.Hum
***) Dinny Oktariza Nasution

ABSTRAKSI
Perkembangan pertelekomunikasian begitu pesat dan sangat menggiurkan.
Para investor melihat ini sebagai bisnis yang menghasilkan laba yang sangat besar
sehingga berupaya melakukan inovasi agar dapat meningkatkan pelanggan. Salah
satu cara yang dilakukan adalah dengan peningkatan pelayanan melalui
peningkatan mutu jaringan telepon seluler yakni dengan menanamkan modal yang
besar pada pembangun Base Transceiver Station (BTS). BTS merupakan
perangkat jaringan telekomunikasi yang berfungsi dalam meningkatkan
signal/jaringan telepon seluler.Perkembangan BTS tersebut sangat pesat dan
muncul permasalahan yang terkait dengan pembangunan dan penggunaan BTS.
Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana ketentuan
pengaturan usaha penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, bagaimana
ketentuan pembangunan dan penggunaan BTS dan Bagaimana peran pemerintah
kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pembangunan dan penggunaan BTS.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah


penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan jalan mengumpulkan
bahan-bahan dari buku, majalah, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan
ilmiah lainnya yang erat hubungannya dengan maksud tujuan dari pada
penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), untuk
melihat aplikasi dari peraturan perundang-undangan tersebut dengan mengambil
lokasi penelitian di Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan usaha


penyelenggaraan pertelekomunikasian di Indonesia telah mengatur tentang
perangkat telekomunikasi, dan salah satunya mengatur tentang pembangunan dan
penggunaan menara BTS. BTS pada dasarnya memberikan keuntungan pada
daerah dimana BTS tersebut didirikan. Namun dalam pendiriannya harus
disesuaikan dengan kondisi wilayah BTS tersebut didirikan. Kebijakan yang telah
dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan hal ini adalah
mewajibkan pengggunaan menara BTS secara bersama (menara bersama). Namun
dalam pelaksanaan hal tersebut peran pemerintah daerah, khususnya Kota Tebing
Tinggi tidak terlaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan
tersebut.Peran yang ada hanya sebatas pemberian izin mendirikan bangunan yang
disebabkan belum adanya peraturan daerah yang mengaturnya.

Kata kunci: Base Transceiver Station( BTS)


*) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan jasa dan teknologi telekomunikasi akhir-akhir ini berjalan

luar biasa cepatnya, bahkan melebihi perkembangan macam dan teknologi

bidang-bidang lainnya. Walaupun dapat dikatakan bahwa perkembangan

teknologi informasi ini seakan tidak dapat ditahan, namun sebenarnya

pertumbuhan teknologi informasi itu tidak akan berarti apa-apa apabila tidak

ditopang oleh revolusi yang dialami oleh teknologi telekomunikasi itu sendiri. 1

Di negara-negara yang sudah maju tuntutan terhadap tersedianya jasa

telekomunikasi beriringan dengan pertumbuhan perbaikan kehidupan ekonomi

masyarakatnya. Hal ini juga berlaku bagi negara–negara yang sedang

membangun, bahwa pembangunan di bidang ekonomi tidak boleh tidak harus

sejalan dengan pembangunan sarana telekomunikasinya. Apabila tidak, maka

salah satu diantara keduanya (pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sarana

telekomunikasi) akan terhambat dan dampak akhirnya akan memperlambat upaya

bangsa kita dalam meraih dan menikmati bersama hasil-hasil pembangunan. 2

Telekomunikasi sendiri merupakan salah satu sektor yang sangat

berkembang pesat dan telah menjadi kebutuhan hidup masyarakat di dunia

termasuk Indonesia. Perubahan bisnis telekomunikasi di Indonesia sangat

dipengaruhi oleh perkembangan telekomunikasi di dunia. Hal ini tidak bisa

dihindarkan, karena teknologi telekomunikasi bersifat global dan aplikasinya yang

1
Putra Haryanto, “Perkembangan Telekomunikasi di Indonesia”,
http://:indomapan.wordpress.com/2008/10/13/, Selasa, 11 November 2008
2
Ibid.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
terintegrasi, ditambah Indonesia yang bukan pemain utama untuk produk-produk

teknologi Informasi. Kebutuhan pelanggan dan pasar Indonesia justru lebih

didorong oleh teknologi itu sendiri. 3 Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya

tingkat penetrasi telepon di Indonesia yang saat ini berjumlah delapan puluh juta

pelanggan atau sekitar 32% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Dengan

tingginya tingkat penetrasi telepon di Indonesia saat ini, menunjukkan bahwa

kebutuhan akan telepon bagi masyarakat semakin tinggi dan semakin dibutuhkan

masyarakat dalam menunjang kualitas kehidupan bermasyarakat. 4

Peningkatan aktivitas dunia usaha dewasa ini, bersamaan dengan

kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan lingkungan

usaha bisnis telekomunikasi menjadi cepat berubah dan semakin kompleks saja

bahkan mengarah pada turbelensi yang tinggi atau dapat disebut juga

hyperturbulance. 5

Ketidakpastian yang tinggi dikarenakan perubahan usaha bisnis

telekomunikasi yang hyperturbulance, membawa dampak yang sangat signifikan

dalam proses perencanaan dan pada tahapan pengambil keputusan di dalam

organisasi perusahaan telekomunikasi. Sebagai contoh khususnya investasi dalam

bidang teknologi, karena pengaruh perubahan , life cycle produk menjadi pendek,

sementara investasinya sangat padat modal. 6

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang

Telekomunikasi oleh Pemerintah, turut mempengaruhi bisnis para perusahaan

yang bergerak di sektor jasa dan jaringan telekomunikasi di Indonesia, termasuk

3
Zainal Abdi, Industri Telekomunikasi: Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan
Bangsa, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekkonomi Universitas Indonesia, 2006), hal. 35.
4
Putra Haryanto,Op.Cit.,hal.2
5
Zainal Abdi, Op.Cit., hal 87.
6
Ibid.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
juga Telkom, sebagai pengelola telekomunikasi tertua di Indonesia. UU mengenai

pertelekomunikasian itu sebelumnya telah didahului oleh UU No. 5 Tahun 1999

tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dan UU N0.8 tahun

1999 tentang Perlindungan konsumen. Kedua undang-undang terakhir ini, amat

berpengaruh besar terhadap bisnis telekomunikasi di Indonesia, sehingga

menuntut Telkom untuk memberikan pelayanan yang semakin baik kepada

pelanggan di lihat dari sisi produk maupun pelayanannya. 7

Dalam daya saing bisnis, jasa telekomunikasi tumbuh dengan baik,

dengan tingkat rata-rata pertumbuhan di atas 20% per tahun. Sehingga para

investor, asing dan dalam negeri banyak meminati saham jasa telekomunikasi di

Indonesia. 8 Berbagai cara dan upaya dilakukan oleh investor untuk memperoleh

keuntungan yang maksimal dalam bisnis telekomunikasi.

Dalam bisnis telekomunikasi, kompetisi sangat keras. Pangsa pasar alat-

alat telekomunikasi di Indonesia menjadi sasaran pemasaran produk dari berbagai

perusahaan asing, sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan produsen dalam

negeri. Hal yang sama juga terjadi pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang

mengarah pada terjadinya kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta,

misalnya dalam pengelolaan satelit Palapa dan Telepon seluler, baik melalui

usaha patungan, kerjasama operasi, maupun kontrak manajemen. 9

Agar perusahaan telekomunikasi mempunyai daya saing bisnis yang kuat

maka dilakukan strategi. Pada strategi perusahaan telekomunikasi terdapat 2 (dua)

pendekatan yaitu pendekatan Teori (bagaimana mencapai kinerja yang ekselen)

7
Gouzali Saydam, Sistem Telekomunikasi di Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2006), hal.
87
8
Zainal Abdi, Op.Cit., hal. 180.
9
Dedi Supriadi, Era Baru Bisnis Telekomunikasi, (Bandung : PT.Rosda Jaya Putra,1995),
hal.143.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
dan pendekatan Praktis melalui kualitas produk yang bagus, penciptaan nilai

tambah, harga yang bersaing, perolehan pangsa pasar yang luas dan pelayanan

purna jual yang bagus sehingga dapat mencapai sasaran yang optimal. 10

Melalui pendekatan praktis yang bertujuan meningkatkan pelanggan

dalam mendapatkan keuntungan dilakukan dengan berbagai cara. Dengan adanya

beberapa operator telepon seluler akan terjadi persaingan, yang masing-masing

operator menunjukkan kelebihan pelayanan yang diberikannya kepada para

pelanggan. 11

Menurut Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and
Calibration PT.TELKOM Area I, pada masa sekarang ini di Indonesia terdapat
Sembilan perusahaan telekomunikasi yang saat ini sudah mengoperasikan
teknologi Wireless GSM (Global for Mobile Communication) dan CDMA (Code
Division Multiple Access). Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi
tersebut pastilah semua operator seluler membutuhkan sarana pokok untuk
menunjang aktivitas pertelekomunikasian. Dalam hal ini, menara pemancar
telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang paling pokok
dalam penyelenggaraan sektor jasa teleomunikasi yang vital. Menara tersebut
merupakan urat nadi dalam pelaksanaan sektor jasa telekomunikasi karena
berfungsi sebagai sarana penempatan antena BTS (Base Transceiver Station) baik
untuk teknologi GSM maupun CDMA. 12

BTS-BTS (Base Transceiver Station) tersebut merupakan salah satu

sarana pertelekomunikasian yang dapat meningkatkan jaringan pada telepon

seluler, sehingga data yang dihasilkan menjadi lebih jelas dan cepat.

Suatu hal yang perlu diketahui bahwa telepon seluler hanya berfungsi bila

dioperasikan dalam area pelayanan BTS (Stasiun Induk Pengirim dan Penerima)

yang membawahi sejumlah pelanggan. Bila tidak di wilayah cakupan BTS, maka

telepon seluler tidak dapat bekerja, sehinga di layar akan tertulis no services.

10
Zainal Abdi, Op.cit., hal. 96.
11
Gouzali Saydam, Op.cit., hal.39.
12
Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration
PT.TELKOM Area I pada Tanggal 14 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Karena itu hidup matinya amat ditentukan oleh kedekatannya dengan BTS

dimaksud. 13

Perusahaan – perusahaan telekomunikasi sekarang ini berlomba-lomba

dalam membangun BTS. BTS-BTS tersebut dibangun pada daerah-daerah yang

menjangkau banyak pelanggan. Hal ini dimaksud agar pelanggan puas dan

nyaman atas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan telekomunikasi. Dalam

pembangunan dan penggunaan BTS tersebut tentunya akan melibatkan peran

pemerintah daerah.

Dengan dikeluarkannya UU No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 tahun 2004

tentang Otonomi Daerah, maka UU Telekomunikasi, UU Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan UU Perlindungan Konsumen telah

berdampak kepada struktur bisnis perusahaan yang selama ini tersentralisasi di

pusat, menuju kepada desentralisasi, serta pemberian otonomi yang lebih luas

pada unit-unit usaha di daerah.14

Dengan adanya kebijakan dari pemerintah yang menerapkan otonomi

daerah, maka tentunya masing-masing daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk

mengatur kehidupan daerahnya di segala bidang, termasuk untuk bidang

telekomunikasi. Suatu daerah dapat dipastikan memerlukan sistem informasi yang

akan mendukung langkah-langkah daerah tersebut untuk melakukan aktivitas

sehari-hari di semua bidang yang ada. Bentuk informasi yang diperlukan oleh

suatu daerah tentu sangat kompleks dan beragam, tergantung dengan bidang yang

menjadi tujuan. 15

13
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal. 38.
14
Ibid., hal. 187.
15
Rudyno, “Konfigurasi BTS”, http://mobileindonesia.net/2006/02/01/, Selasa, 11
November 2008

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Bila melihat ketentuan di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2008 jo

UU No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah khususnya Pasal 13 ayat (1)

dan 14 ayat (1) , masing-masing daerah memiliki kewenangan dalam melakukan

perencanaan tata ruang, baik itu pemerintah provinsi maupun pemerintah

kabupaten/kota. 16

Dalam penjelasan Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang dikemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat

maupun daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah nasional, provinsi, kabupaten

dan/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan

administrasi, dan di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dan

berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan

dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. 17

Apabila tidak dilakukan penyusunan rencana tata ruang yang baik,

kemungkinan ketidakseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dan merosotnya

kualitas lingkungan hidup akan semakin meningkat. Mengingat bahwa penataan

ruang di suatu daerah akan berpengaruh pada daerah lain, yang pada gilirannya

akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, dalam perencanaan tata

ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri

utamanya. 18

Yang menjadi permasalahan disini bahwa perusahaan-perusahaan

telekomunikasi berusaha semaksimal mungkin melakukan upaya dalam

16
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan
Otonomi Daerah, (Bandung : NUANSA, 2008), hal.93.
17
Ibid., hal.83.
18
Ibid. hal.84.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
peningkatan pelayanan kepada pelanggan dalam bidang peningkatan kualitas

produk yakni dengan membangun dan menggunakan BTS yang tujuan utamanya

adalah memperoleh keuntungan semaksimalnya. Namun dalam

penyelenggaraannya tersebut perusahaan-perusahaan telekomunikasi tidak

memperhatikan kondisi tata ruang suatu daerah. Mereka terus mencari daerah-

daerah yang memiliki peluang bisnis yang sangat besar.

Dengan semakin hebatnya kompetisi di bidang ini, maka terlihat berbagai

menara bermunculan di berbagai tempat di Indonesia, dan bahkan di satu lokasi

yang berdekatan bisa berdiri tiga sampai dengan lima unit menara, sehingga

terkesan tidak efisien dan mengganggu estetika suatu daerah.

Disinilah pemerintah daerah harus berperan aktif. Pemerintah daerah

harus dapat bersikap bijaksana dan jeli terhadap kondisi daerah pemerintahannya.

Jangan hanya melihat dari keuntungan yang diperoleh dari bisnis

pertelekomunikasian tetapi juga harus melihat kondisi tata ruang pada daerah

yang bersangkutan. Bukan berarti dalam hal ini pemerintah daerah melarang keras

pembangunan dan penggunaan BTS, sebab mobilisasi suatu daerah juga

dipengaruhi pada telekomunikasi di daerah yang bersangkutan. Akan tetapi tidak

mutlak memberikan dukungan yang sebesar-besarnya pada pembangunan dan

penggunaan BTS tersebut.

Penulis tertarik untuk mengetahui apa saja peran dari pemerintah daerah

khususnya dalam pembangunan dan penggunaan BTS, apa saja yang dapat

dilakukan oleh pemerintah terkait dengan pengaturan penempatan BTS serta

berbagai peran lainnya sehubungan dengan pembangunan dan pengaturan BTS.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Berdasarkan uraian berbagai permasalahan di atas, penulis merasa perlu

untuk melakukan pengkajian terhadap ketentuan tersebut, sehingga skripsi ini

diberi judul “ Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station

Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota

Tebing Tinggi)”

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih

dahulu, maka penulis membuat batasan perumusan masalah yang akan dibahas

dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan usaha penyelenggaraan telekomunikasi di

Indonesia?

2. Bagaimana ketentuan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver

Station (BTS) ?

3. Bagaimana peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan

pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS) ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

a.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “

Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Dikaitkan Dengan

Peran Pemerintah Daerah” selain untuk melengkapi tugas-tugas dan persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Sumatera Utara, juga mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan

permasalahan yang diajukan, antara lain :

1. Untuk menjelaskan pengaturan usaha penyelenggaraan telekomunikasi di

Indonesia;

2. Untuk menjelaskan ketentuan hukum mengenai pembangunan dan

penggunaan Base Transceiver Station (BTS);

3. Untuk menjelaskan peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam

pelaksanaan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station

(BTS).

b.Manfaat Penulisan

Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini

diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Sebagai bentuk peningkatan pengetahuan penulis di bidang hukum

ekonomi, khususnya dalam peran pemerintah daerah berkaitan dengan

pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station ; dan

2. Secara Praktis

Sebagai suatu bentuk sumbangan dan masukan bagi para pihak yang

berkepentingan khususnya dalam hal pembangunan dan penggunaan Base

Transceiver Station di Indonesia.

D.Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul“ Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver

Station Dikaitakan Dengan Peran Pemerintah Daerah” ini adalah hasil karya

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
tulis penulis sendiri. Dari hasil peninjauan kepustakaan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, penulis tidak ada menemukan judul skripsi yang

sama dengan judul skripsi penulis.

Pokok permasalahan yang diangkat penulis sebagai judul dalam penulisan

skripsi ini belum pernah dibahas dalam skripsi-skripsi yang ada sebelumnya. Oleh

karena itu, keaslian dari penulisan karya tulis ini dijamin dan dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah. Penulisan ini adalah didasarkan pada literatur-literatur

yang berkitan dengan skripsi ini melalui referensi buku-buku, media cetak dan

elektronik, peraturan perundang-undangan dan literatur. Disamping itu penulis

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan judul skripsi

penulis. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan sebuah karya yang asli dan sesuai

dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, dan terbuka, sehingga

tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E.Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah berkisar

tentang:

Hakikat terminologi telekomunikasi adalah “ komunikasi jarak jauh.”

Komunikasi sendiri bersumber dari bahasa Latin “communis” yang berarti

“sama.” Jika kita berkomunikasi itu berarti kita mengadakan “kesamaan,” dalam

hal ini kesamaan pengertian atau makna. 19 Carl I.Hovland, seorang sarjana

Amerika, mengemukakan bahwa komunikasi adalah : 20

19
Onong Uchjana Effendy, Radio Siaran, Teori dan Praktik (Bandung : Mandar Maju,
1990), hal.1.
20
Ibid., hal.2.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
“the process by which an individuals (the communicator) transmits stimuli
(usually verbal symbols) to modify the behaviour of other individuals
(communicates).”

Komunikasi hanya dapat berlangsung, bila sekurang-kurangnya ada empat

kompenen, yaitu : 21

1.pengirim berita (sumber)

2.pihak yang menerima berita (sasaran)

3.isi pesan (berita) yang akan disampaikan

4.media penyampai atau media transmisi yang akan mengantarkan pesan dari

satu pihak ke pihak lain.

Dengan demikian, sistem komunikasi bisa didefinisikan sebagai

sekelompok orang, pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan

mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, symbol, lambang menjadi

pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling

pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber lainnya. 22

Proses dalam melakukan penyampaian stimulan (transmit stimuli) dapat

dilakukan secara langsung (face to face) atau menggunakan sarana. Alat Bantu

(teknologi) dimanfaatkan sebagai sarana untuk komunikasi jarak jauh. Sarana

tersebut dimulai dengan cara yang sederhana, seperti metode asap kaum Indian

sampai dengan teknologi canggih dewasa ini yang berbentuk suara, gambar,

tanda, kode, signal, atau intelegensi, baik yang melalui kabel, tanpa kabel, atau

sistem elektronis lainnya. Karena itulah, berdasarkan Convention of Intrnational

Telecommunication Nairobi tahun 1982 juga yang termuat dalam lampiran

21
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal.3.
22
Nurudi, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta:PT.Raja Grafindo, 2004), hal 4.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Constitution and Convention of The International Telecommunication Union

Jenewa tahun 1992, definisi dari telekomunikasi adalah sebagai berikut :

“Any transmission, emission or reception of signs, signals, writing,


images and sounds or intelligence of any nature by write, radio, optical
or other electromagnetic systems.”

Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronika yang menggunakan

perangkat-perangkat telekomunikasi untuk berlangsungnya komunikasi yang kita

maksudkan. Dengan demikian, telekomunikasi merupakan upaya lanjutan

komunikasi yang dilakukan oleh manusia, disaat jarak sudah tidak mungkin lagi

memberikan toleransi antara kedua pihak yang sedang melakukan komunikasi.

Telekomunikasi,terdiri dari dua suku kata, yaitu tele=jarak jauh, dan

komunikasi=kegiatan untuk menyampaikan berita atau informasi. Jadi

telekomunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya penyampaian

berita dari satu tempat ke tempat lainnya (jarak jauh) yang menggunakan alat atau

media elektronik. 23

Dengan demikian, kerangka hukum telekomunikasi adalah hukum tentang

tata cara pemancaran, pengiriman atau penerimaan tanda-tanda, signal, tulisan,

gambar dan suara atau informasi melalui kawat (kabel), radio, optic atau sistem

elektromagnetik lainnya. 24

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1,

telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari

23
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal.3.
24
Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi, (Jakarta: PT,RajaGrafindo Persada,
2005), hal.6.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan

bunyi melalui syitem kawat, optic, radio, atau system elektromagnetik lainnya. 25

Pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi, perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat

telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.

Penyelenggara Telekomunikasi menurut Undang-Undang No.36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik

Negara.

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008 pada pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa

defenisi menara adalah menara khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang

untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk

konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi. 26

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2,

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 27

Pada Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebut bahwa

Otonomi Daerah hak, wewenang, dan kewajiabn daerah otonom untuk mengatur
25
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang
No.36 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154 Pasal 1 ayat 1.
26
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, Pasal 1
Angka 3.
27
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Pasal 1
Angka 1.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

Pasal 1 Angka 5, Urusan Pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang

menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk

mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya

dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan

masyarakat. 28

F.Metode Penelitian

Dalam setiap penulisan haruslah menggunakan metode penulisan yang

sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh

penulis dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan

dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian,

penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normative yang

bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang

menganalisis hukum yang tertulis. Sedangkat bersifat deskriptif

maksudnya penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan

suatu survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat

mendukung teori yang ada.

28
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota
pasal 1 angka 5, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara dengan

informan yang berasal dari Badan Perencanaan Daerah dan Pekejaan

Umum Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan pihak-pihak yang terkait dan

memenuhi karakteristik untuk mendapat data dan informasi mengenai

masalah yang diteliti guna mendukung data-data sekunder.

b. Data Sekunder

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu: 29

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan

terdiri dari:

a. Norma/kaidah dasar, yaitu: Pembukaan UUD 1945

b. Peraturan dasar:

1. Batang Tubuh UUD 1945

2. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

c. Peraturan Perundang-undangan:

1. Undang-Undang dan peraturan yang setaraf,

2. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf,

3. Keputusan Presiden dan keputusan yang setaraf,

4. Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf,

5. Peraturan-peraturan Daerah.

d. Bahan Hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti Hukum Adat.

29
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), hal. 31-32.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
e. Yurisprudensi

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang

(RUU), hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum.

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti kamus (hukum), ensiklopedia dan lian-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan

data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun

dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan

perundang-undangan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui penelitian kepustakaan yang dimulai dengan tahap :

1. Inventarisasi Data, yaitu mencari data-data yang akan dijadikan

bahan dalam proses penelitian;

2. Penelusuran Pustaka, yaitu dengan mencari data-data yang terdiri-

dari literature-literatur yang mempunyai hubungan yang cukup

relevan dengan tujuan penelitian;

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
3. Pengelompokan Data, yaitu mengelompokkan data-data yang telah

diperoleh berdasarkan pada hubungannya antara data dengan objek

yang hendak diteliti.

2. Penelitian Lapangan (Fields Research), yaitu suatu pengumpulan data

dengan cara terjun ke lapangan guna memperoleh data-data yang

diperlukan, dan data yang diperoleh itu disebut dengan data primer. Dalam

penelitian ini dilakukan wawancara (interview). Wawancara (interview)

adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face-to-face), seketika

seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan

masalah penelitian kepada seorang responden. 30

4. Analisis Data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis

secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode

deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan,

sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber

yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan

yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan.

G.Sistematika Penulisan

Pada dasarnya, sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari

keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu

pembahasan dengan pembahasan yang lain yang teratur menurut system.

30
Ferd. N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral, (Yogyakarta: Gajahmada
University Press, Cetakan Kelima, 1996), hal. 770.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari

beberapa sub bab yang sisesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan

pembahasan bab yang dimaksudkan.

Berikut ini garis besar/sistematika dari penulisan ini, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah

karya tulis ilmiah yang berisikan Latar Belakang Penulisan Skripsi,

Perumusan Masalah kemudian dilanjutkan dengan Tujuan dan

Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,

Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri oleh Sistematika

Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA

PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum tentang sejarah

telekomunikasi di Indonesia, pengaturan telekomunikasi di

Indonesia, azas dan tujuan penyelenggaraan telekomunikasi di

Indonesia dan penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia.

BAB III : PENGATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN

BASE TRANCEIVER STATION (BTS)

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang berkitan dengan

pengertian, latar belakang dan tujuan Base Transceiver Station

(BTS), perkembangan usaha pembangunan dan penggunaan Base

Transceiver Station (BTS), pengaturan pembangunan Base

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Transceiver Station (BTS) dan pengaturan penggunaan menara

bersama telekomunikasi.

BAB IV : PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN

DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION DI

KOTA TEBING TINGGI

Dalam bab ini diuraikan segala hal yang berkaitan dengan peran

pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pengaturan penempatan

lokasi Base Transceiver Station (BTS), efisiensi pemanfaatan

ruang dalam pembangunan Base Ttransceiver Station (BTS), peran

dalam bidang perizinan dan kepastian hukum mengenai peran

pemerintah daerah.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang

telah ssdiuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Penulis akan

mencoba untuk memberikan saran-saran yang berguna bagi

pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS).

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA PENYELENGGARAAN

TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

A. Sejarah Telekomunikasi di Indonesia

Sejarah telekomunikasi di Indonesia bermula saat telegrap diperkenalkan

tanggal 23 oktober 1855 oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu berupa telegrap

elektro magnit yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor).

Dua tahun kemudian dibuka saluran Jakarta-Surabaya dengan cabang Semarang-

Ambarawa. Sejak itu jasa telegrap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dua

tahun kemudian panjang saluran telegrap berkembang terus sehingga mencapai

2.700 kilometer, dilayani oleh 28 kantor telegrap. Di sepanjang rel kereta api

didirikan tiang-tiang telegrap. Sementara itu kabel laut telah terpasang antara

Jakarta dan Singapura, selanjjutnya dari Jawa (Bayuwangi) ke Australia

(Darwin). 31

Peranan telekomunikasi sangat penting di Indonesia. Hal ini bisa

direfleksikan ketika mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Berbagai media

komunikasi digunakan untuk menyebarkan kabar kemerdekaan mulai dari surat,

telegram, berita di Koran/bulletin hingga telepon, dan yang terpenting adalah

siaran lewat RRI (Radio Republik Indonesia).

Telekomunikasi menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia. Mulai

dari zaman revolusi hingga kemerdekaan kemudian berkembang di zaman orde

lama dan mengalami kemajuan pesat di zaman orde baru yang ditandai dengan

31
Komang Darmawan ,” Sejarah Telekomunikasi Dunia dan Indonesia” ,
https://styx.uwaterloo.ca/~jscouria/GSM/gsmreport.html , Selasa, 11 November 2008

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
peluncuran satelit Palapa 1 tahun 1976. saat itu sempat terjadi pro-kontra tetapi

pada akhirnya harus diakui satellite Palapa sangat banyak memberikan manfaat.

Hubungan telepon local digunakan pertama kali pada tanggal 16 oktober

1882 dan diselenggarakan oleh perusahaan swasta. Jaringan telepon itutersebut

membentang antara Gambir dan Tanjung Priok di Batavia, disusul dua tahun

kemudian hubungan telepon di Semarang dan Surabaya. Perusahaan swasta itu

mendapat izin konsesi selama dua puluh lima tahun. Tampaknya pengusahaan alat

komunikasi hasil penemuan Alexander Graham Bell pada tahun 1876 itu cepat

berkembang sehingga dalam tahun 1905 jumlah perusahaan telepon di Hindia

Belanda mencapai tiga puluh delapan unit.

Khusus untuk hubungan interlokal, perusahaan Intercommunaal Telefoon

Maatschappij memperoleh konsesi selama dua puluh lima tahun untuk hubungan

Batavia-Semarang, selanjutnya Batavia-Surabaya, disusul Batavia-Bogor dan

kemudian Bandung-Sukabumi. Dalam pengembangan jaringan teleppon ternyata

perusahaan-perusahaan telepon itu hanya membuka hubungan telepon di kota-

kota besar yang mendatangkana untung saja sehigga penyebaran jaringan telepon

tidak merata. Akhirnya dalam tahun 1906 setelah jangka waktu konsesi berakhir,

semua pegusahaan jaringan telepon diambil alih dan dilelola oleh Pemerintah

Hindia Belanda melalui pembentukan Post, Telegraaf en Telefoon Dienst, kecualli

jaringan telepon Perusahaan Kerata Api Deli (Deli Spoor Maatschappij, DSM).

Sejak saat itulah pelayanan jasa telekomunikasi dikellola oleh pemerintah secara

monopoli.

Jaringan telepon itu semula menggunakan system baterai local dan kawat

tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah sehingga seering mengalami

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
gangguan. Pembaharuan dan modernisasi kemudian dilaksanakan, pemasangan

kabel jarak jauh diterapkan di bawah permukaan tanah, kawat tunggal diganti

dengan kawat sepasang dan menggunakan system baterai sentral. Pengembangan

telekomunikasi di masa itu tentu saja memerlukan pegawai-pegawai yang

berpendidkan, baik dari pihak pribumi maupun dari Belanda. Itulah sebabnya

Dinas PTT menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Misalnya kursus

mengetok kawat morse di Jakarta dan kursus asiensi di Surabaya. Pendidikan

yang lebih tinggi lagi diadakan di Belanda. Banyak pribumi yang menjadi

pegawai PTT walaupun gaji bagi pribumi, lebih rendah ketimbang pegawai

Belanda. Memperoleh sebutan sebagai Den Ajung (adjunct inspector) atau Den

Komis (commies ) sangatlah membanggakan bagi pribumi karena gaji pegawai

PTT lebih tinggi dari pada pegawai dinas lain, mesikipun gaji asisten pribumi

dibandingkan dengan asisten Belanda jauh ketinggalan.

Menurut penuturan R.Samdjoen yang mulai memasuki dinas PTT tahun

1929 dan pernah menjadi Direktur Jenderal PTT, teknisi telekomunikasi

didatangkan dari Belanda dan hanya terdapat seorang teknisi radio pribumi, yaitu

Soedirdjo yang ikut membangun stasiun radio penerima Malabar tahun 1920,

stasiun radio tertua di Indonesia dan terbesar di belahan bumi selatan. Prioritas

pemakaian jassa telepon waktu itu diberikan kepada pejabat-pejabat pemerintah

dan pengusaha. Para bupati dan wedana di Pulau Jawa memiliki pesawat telepon

dan pembiayaannya ditanggung pemerintah. Adapun pesawat telepon yang

digunakan ialah jenis telepon baterai lokal yang jarak jangkauannya terbatas.

Berbicara dengan telepon engkol tersebut harus keras, bahkan boleh dikatakan

harus berteriak. Bukan hal yang aneh apabila ada pelanggan yang memaki-maki

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
operator. Ada juga operator yang didatangi pelanggan dan dihajar Karena

pelanggan itu merasa disepelekan. Hal itu disebabkan penyambungan telepon

ditangani secara manual sehingga tidak dapat dilayani secara cepat.

Seiring dengan bangkkitnya gerakan nasional dan melihat system

penggajian yang tidak adil, lahirlah berbagai perhimpunan buruh di lingkungan

PTT seperti Postbond, midpost/inspecteurs Bond dan Perkumpulan Pegawai PTT

Rendahan (PTTR). Adapun Midpost dan PTTR memiliki warna nasionalisme

yang tegas. Perkumpulan-perkumpulan ini didirikan karena kenyataan meskipun

jumlah pegawai pribumi merupakan bagian terbesar dari pegawai PTT tetapi

dianaktirikan oleh pimpinan. Di antara para pemimpin gerakan nasional yang

mendorong pembentukan Midpost adalah R.P. Soeroso, anggota Volksraad.

Setelah pemerintah Hindia Belanda gulung tikar akibat serbuan balatentara Jepang

di tahun 1942, dinas PTT dibagi sesuai dengan daerah kekuasaan militer Jepang.

Daerah Jawa dan Madura di bawah komando Angkatan Darat Jepang ke-16,

daerah Sumatera di bawah komando Angkatan Darat Jepang ke-25 dan kepulauan

Indonesia Timur di bawah Armada ke-3 Angkatan Laut Jepang.

Jawatan PTT alias Tsusinkyoku diberi tugas utama membantu kelancaran

Perang Asia Timur Raya Khas Jepang dan menjaga keamanan pemerintahan

milliter. Stasiun radio pemancar Dayeuhkolot yang terletak tujuh kilometer

sebelah selatan Bandung dikelola oleh perusahaan telekomunikasi swasta Jepang

Kokusai Denki Tsusinkyoku yang berpusat di Jepang. Stasiun radio ini waktu itu

merupakan stasiun radio terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Selama

pendudukan Jepang hubungan ke luar negeri oleh stasiun radio Dayeuhkolot

hanya terpancar ke Jepang dan Jerman. Baik stasiun radio pemancar di

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Dayeuhkolot dan stasiun radio penerima di Rancaekek di sebelah timur Bandung

dipimpin oleh orang-orang Jepang, begitu pula kantor telegrap di Bandung.

Berhubung beberapa pamancar digunakan khusus untuk keperluan militer, setiap

pegawai Indonesia diawasi secara ketat. Sekalipun demikian, kedatangan Jepang

di lingkungan PTT ini dapat dipandang menguntungkan juga. Orang-orang

Belanda yang dulu menduduki kursi-kursi pimpinan telah tergusur. Banyak kursi

pimpinan ditempati oleh pegawai Indonesia sehingga mereka memperoleh

pengalaman untuk memimpin. Jawatan PTT di Sumatera semula dipusatkan di

Shonanto (Singapura) karena Singapura dan Semenanjung Malaya oleh

Pemerintah Jepang dijadikan satu daerah komando.

Keadaan telekomunikasi kita di Jawa pada zaman pendudukan Jepang

dapat dikatakan tidak begitu baik. Tenaga pimpinan dan teknisi Belanda dan

Indonesia ditahan oleh Jepang sehingga PTT kekurangan tenaga. R.Samdjoen,

ketika itu bekerja pada bagian laboratorium dan merasakan betapa kurangnya

tenaga yang cakap, memeberanikan diri mendidik pemuda-pemuda Indonesia

menjadi teknisi telekomunikasi. Permintaan itu berhasil. Perbedaan fungsi utama

Dinas PTT pada zaman Belanda dan Jepang memang ada. Dinas PTT Hindia

Belanda tidak bertujuan komersial semata, juga diperuntukkan bagi pelayanan

masyarakat, sedangkan pada zaman Jepang jawatan PTT lebih digunakan untuk

mendukung Perang Asia Timur Raya. Banyak pemancar, peralatan dan

perlengkapan komunikasi diangkut ke medan perang. Namun ada juga untungnya

karena angkatan laut Jepang memperkenalkan penggunaan radar kepada para

teknisi Indonesia.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Di daerah lain, khususnya di Sumatera perkembangan telekomunikasi

pada masa itu cukup bagus. Jaringan telegrap morse menghubungkan seluruh

kota, bahkan dari Bukit Tinggi dapat dihubungi Bandung, Singapura dan Tokyo.

Unit-unit telekomunikasi milik PTT terdiri dari terminal telegrap di Birugo dan

stasiun penerima di Tarok, keduanya di Sumatera Barat. Pemancar radio

Bukitcangang di daerah Bukit Tinggi berada di bawah permukaan tanah dan

pesawat carrier ditemptkan dalam sebuah bungker di atas ngarai, Bukit Tinggi.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa Jepang sudah memperkirakan kemungkinan

terjaadinya serangan udara sekutu karena Bukit Tinggi menjadi pusat

pemerintahan. Mereka menduga bahwa pemancar-pemancar radio akan menjadi

serangan pemboman. Itulah sebabnya Jepang mnyiapkan pemancar-pemancar

cadangan dengan penempatan yang terpencar.

Pada stasiun pemancar dan pusat-pusat telekomunikasi penting di Garegeh

dan Tarok terdapat tenaga-tenaga terdidik yang didatangkan dari Bandung.

Pemuda-pemuda Indonesia yang bekerja pada pusat – pusat telekomunikasi

tersebut ternyata terdapat pula menyumbangkan sesuatu bagi gerakan di bawah

tanah. Pesawat radio dimana-mana disegel oleh Pemerintah Jepang agar bangsa

Indonesia tuli terhadap kekalahan Jepang. Namun demikian pemuda-pemuda kita

dapat mendengarkan siaran radio luar negeri dengan menggunakan head-sset agar

suaranya tidak terdengar keluar. Tentu penyadapan berita semacam itu dianggap

oleh Jepang sebagai pelanggaran berat. Seorang pegawai suku Ambon tertangkap

tangan mendengarkan siaran radio luaar negeri. Militer Jepang menangkapnya dan

menuduhnya sebagai mata-mata musuh.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Memudarnya kekuasaan Belanda yang telah bercokol selama tiga setengah

abad di Indonesia dan semakin merosotnya kekuatan belantara Jepang di segenap

garis pertempuran kawasan Asia dan Pasifik, semkain menebalkan keyakinan para

pegawai Indonesia dalam tubuh PTT bahwa suatu saat pasti bangsa Indonesia

akan mencapai kemerdekaan. Guna menyongsong saaat bersejarah itu, diperlukan

persiapan baik untuk merebut dan memeprtahankan kemerdekaan maupun

mempersiapkan segala macam pekerjaan dan pimpinan jawatan. Kegiatan

persiapan itu tentu saja tidak dapat dilakukan secara terbuka dan bebas, terutama

di kalangan pegawai yang berkedudukan cukup tinggi dan para siswa sekolah

PTT dan Controleurs Cursus dan Bedriffsambtenaar Cursus di jalan Banda,

Bandung. Dalam pertemuan ramah-tamah, mereka seakan-akan tidak terseliplah

bisik-bisik tentang kemungkinan munculnya kesempatan memerdekakan bangsa.

Salah seorang siswa bernama Soetoko yang menonjol perannya dalam

mempersatukan gagasan patriotic, pada awal tahun 1942 telah menemui Soeharto

yang waktu itu menjabat Kepala Biro berpangkat Controleur I. ia adalah satu-

satunya pegawai Indonesia yang paling tinggi pangkatnya di lingkungan PTT.

Dibicarakanlah oleh keduanya kemungkinan pengambilallihan pimpinan PTT bila

sewaktu-waktu Pemerintah Hindia Belanda jatuh. Tidak ada perbedaan pendapat

antara Soetoko yang muda dan penuh keberanian denagn Soeharto yang

mengetahui seluk beluk jawatan PTT.

Gagasan Soetoko memang mewakili cita-cita dan watak kaum muda yang

bersemangat, berani tetapi mungkin juga kurang matang dalam pertimbangan.

Soeharto mewakili pendapat, bahwa pengambilallihan kantor pusat PTT tanpa

disertai gerakan dan tindakan yang sejalan di kota-kota lain seluruh Indonesia,

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
mungkin akan sia-sia dan dapat merugikan gerakan nasional. Melalui

pembicaraan yang matang, gagasan para pemuda yang diwakili oleh Soetoko

dapat dilunakkan. Gagasan itu urung karena penyerbuan Jepang ke Hindia

Belanda hanya berlangsung sebentar dan Belanda cepat takluk. Jepang pun segera

menguasai keadaan dan menyusun pemerintahan. Namun cita-cita para pemuda

yang tumbuh sejak goyahnya kekuasaan Hindia Belanda, terus berkembang dalam

penjajahan Jepang. Propaganda manis Jepang yang menjanjikan kemerdekaan

bagi bangsa Indonesia kelak kemudian hari tidak mempan lagi karena ternyata

pemerasan dan penindasan yang dilakukannya sangat kejam. Dimana-mana terjadi

kelaparan karena beras Indonesia diangkkut Jepang untuk memberi makan

serdadu-serdadunya yang tersebar di kawasan Asia dan kepulauan Pasifik.

Dari segala pemaksaan dan penindasan itu muncul pula kesempatan yang

amat berguna bagi penggemblengan semangat kemiliteran dan patriotisme. Dalam

menghadapi serbuan sekutu, Jepang mengadakan latihan keprajuritan bagi

pemuda Indonesia. Di akntor pusat PTT setiap pagi diadakan latihan taisho (gersk

badan), dilanjutkan dengan latihan baris-berbaris dan kemiliteran serta

peperangan. Sebuah pasukan Seinendan (organisasi pemuda bentukan Jepang)

diresmikan dan dikepalali oleh Abdoel Djabar. Sementara itu Soetoko memimpin

seluruh barisan seinendan PTT yang meliputi sekolah PTT, Radio, Laboratorium,

Kantor Pos Besar dan Kantor Telepon. Kemudian dibentuk badan yang bernama

Tsusintai atau Barisan Pusat PTT, dan dibentuk pula TsusinTokubetsutai (Pasukan

Istemewa atau Barisan Pelopor PTT). Kader-kader bangsa ini mulai merintis

jaringan komunikasi dalam gerakan bawah tanah melalui telepon, telegram sandi,

pos, kurir dan radio.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Pemancar gelap pun mereka persiapkan. Secara hati-hati mereka

memonitor situasi perang dari berita-berita dan dokumen-dokumen Jepang. Pihak

Jepang bukannya tidak memperhitungkan kemungkinan terjadinya bahaya yang

mengancamnya dari masyarakat Indonesia setelah dimana-mana terjadi kelaparan

tetapi tidak sempat bereaksi karena pasukan Jepang makin terpukul di berbagai

medan pertempuran. Tiba-tiba saja orang-orang Jepang memerintahkan agar

membuat tanggul pengaman di sekeliling gedung kantor pusat PTT. Kios telepon

umum di kantor pusat PTT diubah menjadi tempat mikrofon yang dihubungkan

dengan pengeras suara guna megumumkan segala macam perintah kepada par

pegawai. Pidato propaganda sewaktu-waktu disiarkan melalui pengeras suara itu.

Dalam pada itu TsusinTokubetsutai berhasil mendatangkan pelatih dari

pihak militer Jepang agar memberi pelajaran menggunakan senjata. Siasat jitu ini

memugkinkan pemuda-pemuda anggota barisan istimewa PTT mampu

menggunakan senjata dan mengetahui cara pasukan bergerak dalam pertempuran,

baik bertahan maupun menyerang. Kemampuan bela diri pun diajarkan. Guna

memudahkan penerimaan instruksi, pemuda Soeardi Tasrif yang pandai berbahasa

Jepang ditugaskan menjadi penerjemah. Kelak Soeardi Tasrif menjadi seorang

pengacara terkenal di Jakarta.

Di antara para anggota Tsusin Tokubetsutai yang paling giat melakukan

hubungan dengan pemuka-pemuka gerakan nasional ialah Ismojo. Itulah sebabnya

kata sandi yang dipergunakan sebagai titik awal merebut kantor pusat PTT dari

tangan Jepang ialah “IS”, suku kata pertama dari nama Ismojo. Ia memang lebih

leluasa berhubungan dengan pemimpin-pemimpin di luar kalangan PTT karena

sering melakukan dinas luar. Pada pertengahan tahun 1945 setelah pasukan sekutu

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
berhasil melakukan loncatan katak, yaitu serangan balik pasukan Jenderal Mac

Arthur yang menduduki pulau demi pulau sehingga berhasil mendekati kepulauan

Jepang, kekalahan Jepang sudah terbayang.

Setelah bom atom sekutu memporakporandakan kota Hiroshima tanggal

06 Agustus 1945, ketahanan militer Jepang boleh dikata sudah ambruk sama

sekali. Begitu bom atom kedua meluluhlantakkan kota Nagasaki tanggal 09

Agustus 1945, semangat Jepang sudah sirna. Keesokan harinya kaisar Hirohito

menyatakan kekalahan Jepang dan menyerah tanpa syarat. Jepang masih berusah

menutupi kekalahannya dengan memperlambat penyebaran berita itu ke wilayah

Asia. Tetapi para operator telepon dan telegrap PTT dapat mengetahui berita

penyerahan itu karena pesawat-pesawat penerima di Bandung tidak disegel.

Telegram remi dari Tokyo akhirnya diterima di Bandung pada tanggal 13 Agustus

1945.

Pada waktu itu segera dikirim telegram kepada pemuda-pemuda Jakarta

agar mereka mendesak para pemimpin bangsa untuk mengumumkan kemerdekaan

Indonesia. Jika kemerdekaan tidak segaera diumumkan, Indonesia akan

kehilangan momentum yang mungkin tidak akan ada lagi. Berhubung jawatan

tidak diterima, tanggal 15 Agustus 1945 dikirim lagi telegram ke Jakarta disertai

desakan yang lebih keras, yaitu jika Jakarta tidak mau mengambil keputusan

penting itu maka Bandung akan bertindak. Kemerdekaan Indonesia pun

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. beritanya diteruskan melalui

telepon, telegrap, radio dan pos ke semua kantor PTT secara beranting. Informasi

dari Bandung yang diterima oleh kantor telegrap di Bukit Tinggi tanggal 16

Agustus 1945 menyatakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 akan terjadi

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
peristiwa penting karena itu operator di Bukit Tinggi supaya siap pada

pesawatnya. Benar juga, keesokan harinya kantor telegrap Bukit Tinggi menerima

berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dan segera pula secara hati-hati

meneruskannya ke kantor-kantor lain di Sumatera. Berita proklamasi

kemerdekaan yang pertama-tama disisarka ke luarnegeri berasal dari stasiun radio

pemancar PTT di Dayeuhkolot pada tanggal 17 Agustus 1945 itu juga.

Betapa pentingnya alat komunikasi yang dapat menjangkau area yang luas

terbukti ketika Presiden Soekarno hendak memerintahkan penghentian tembak

menembak. Ketika itu perintah presiden Soekarno yang sedang hijrah ke suatu

tempat di sekitar Madiun dengan peralatan sebuah pesawat pemancar radio mobil

PTT dapat diipancarkan dan diterima pesawat penerima di rumah kediaman

Soeharto di Yogyakarta dan juga di relay oelh semua studio RRI yang masih ada.

Dengan peralatan yang terbatas namun dibalut oleh tekad semangat yang besar,

Dinas Jawatan PTT dapat turut mem-back up perjuangan di berbagai front

perjuangan, termasuk dalam menyebarluaskan rangkaian pidato yang sangat

patriotic Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945 yang disiarkan

berulang-ulang oleh RRI. Di sini terbukti betapa pentingnya peranan

telekominikasi sebagai salah satu alat komunikasi yang dapat mengudara dan

meniadakan batas maupun hambatan apapun. Dengan telekomunikasi, persatuan

nasional Indonesia dapat terjaga sejak di saat kondisi Negara yang sedang tercerai

berai.

Pada akhir tahun 1961 Jawatan PTT resmi menjadi perusahaan Negara Pos

dan Telekomunikasi atau PN Postel. Namun bentuk ini tidak bertahan lama,

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
karena sejak petengahan tahun 1965 PN Postel dipecah dua, yaitu masing-masing

menjadi PN Pos dan Giro, serta PN Telekomunikasi. 32

Memasuki era Orde Baru yang merupakan pembuka jalan bagi

pelaksanaan pembangunan, kebijaksanaan pemerintah di bidang telekomunikasi

tidak berubah, yaitu tetap berada di bawah penguasaan dan pengusahaan Negara.

Hanya sesuai ketentuan baru yang ditetapkan Pemerintah semenjak tahun 1969,

yaitu membagi bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas tiga jenis, yaitu

Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan atau Persero,

maka sejak tahun 1974 PN Telekomunikasi mengalami perubahan bentuk menjadi

Perusahaan Umum (Perum) Telekomunikasi (Perumtel) sebagai badan usaha

tunggal yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi

untuk umum, baik di dalam maupun ke luar negeri.

Tetapi setelah tahun 1980 Pemerintah mengambil alih seluruh saham PT

Indonesian Satellite Corporation (Indosat) dari American Cable & Radio

Corporation, yaitu sebuah perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman

Modal Asing (PMA) dan dijadikan satu BUMN baru, maka diadakan pemisahan

antara penyelenggara jasa telekomunikasi di dalam negeri dengan jasa

telekomunikasi ke luar negeri atau internasional. Perumtel hanya bertanggung

jawab untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam negeri, sementara untuk

jaringan internasional atau sambungan ke luar negeri dipercayakan pada

PT.Indosat. 33

Melalui Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1991, Perusahaan Umum

Telekomunikasi diubah bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan. Sekalipun

32
___________, Telekomunikasi Indonesia, (Bandung :PT.Telkom dan Yayasan Ikatan
Alumni Lemhannas ( IKAL), 1997), hal.xxiii.
33
Ibid., hal.xxiv.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
ditinjau dari misi dan tanggung jawabnya sebagai suatu badan usaha Negara tetap

tidak berubah. Hanya nama resminya saja berganti menjadi PT (Persero)

Telwkomunikasi Indonesia atau disingkat PT TELKOM. Ini berarti kini telah

lebih terbuka kesempatan bagi pnyelengaaraan jasa telekomunikasi nasional untuk

mempercepat laju perkembanguannya sesuai dengan tuntutan dan tantangan yang

makin canggih dalam teknologi dan makin ketat dalam persaingan. 34

B. Pengaturan Telekomunikasi di Indonesia

Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronika yang menggunakan

perangkat-perangkat telekomunikasi untuk berlangsungnya komunikasi yang

dimaksudkan. Dengan demikian, telekomunikasi merupakan suatu upaya lanjutan

komunikasi yang dilakukan oleh manusia, disaat jarak sudah tidak mungkin lagi

memberikan toleransi antara kedua pihak yang sedang melakukan komunikasi.

Bila jarak kedua belah pihak masih dekat, maka keduanya masih

dimungkinkan untuk menggunakan suara, memberikan isyarat, ataupun berteriak,

apabila jarak tersebut semakin jauh. Tetapi apabila jarak tersebut sudah tidak

mungkin lagi untuk dijangkau dengan suara langsung, maka komunikasi yang

merupakan kebutuhan manusia tadi masih dapat dilakukan, yaitu dengan melalui

media telekomunikasi.

Telekomunikasi terdiri dari dua suku kata, yaitu tele yang berarti jarak

jauh, dan komunikasi yang beerarti kegiatan untuk menyampaikan berita atau

informasi. Jadi, telekomunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu

upaya penyampaian berita dari suatu tempat ke tempat lainnya(jarak jauh) yang

menggunakan alat atau media elektronik.

34
Ibid., hal.xxv.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Pasal 1 undang-undang no.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi

mengemukakan pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi adalah setiap

pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk

tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui system kawat, optic, radio

atau system elektromagnetik lainnya sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap

alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Pasal 4 undang-undang no.36 tahun 1999 menjelaskan bahwa

“Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh

pemerintah. Pembinaan tersebut diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan

telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan dan pengendalian

serta pengawasan.”

Berdasarkan pasal 4 undang-undang no.36 tahun 1999 tersebut di atas,

maka peruntukan telekomunikasi dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Telekomunikasi Untuk Umum

Berdasarkan pasal 1 Peraturan Pemerintah no.22 tahun 1974 yang telah

diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah no.53 tahun 1980 tentang

telekomunikasi untuk umum, menyebutkan bahwa telekomunikasi untuk umum

adalah suatu system telekomunikasi yang kantor-kantornya dan stasiun-stasiunnya

terbuka untuk memberi pelayanan kepada umum, dan diwajibkan menerima

pengunjukan berita-berita telekomunikasi untuk diteruskan (kepada si alama).

Dalam prakteknya di Indonesia, penyelenggaraan telekomunikasi

sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk umum

sehari-hari dilakukan dengan membujuk Badan Penyelenggara Telekomunikasi,

yang dalam hal ini PT.Telekomunikasi Indonesia atau PT.Telkom (dulu Perumtel)

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
untuk menyelenggarakan hubungan telekomunikasi di dalam negeri, dan

PT.Indosat (Indonesian Satelite) untuk menyelenggarakan hubungan

telekomunikasi ke luar negeri. Pemisahan kedua peruntukan jasa telekomunikasi

ini dimulai pada tahun 1980 berdasarkan Peraturan Pemerintah no.53 tahun 1980.

2. Telekomunikasi Bukan Untuk Umum

Disamping telekomunikasi untuk umum, pemerintah juga memberikan

kesempatan kepada pihak-pihak lain (instansi pemerintah atau perusahaan-

perusahaan swasta) untuk menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan

mereka sendiri (intern). Telekomunikasi bukan untuk umum ini diatur dalam UU

No.36 tahun 1999, disebut juga dengan telekomunikasi khusus, yaitu khusus

digunakan untuk kepentingan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, seperti

untuk keperluan perhubungan, untuk komunikasi intern perusahaan seperti

Pertamina (hubungan antara petugas pada pengeboran minyak di lepas pantai

dengan kantornya di kota tertentu). Telekomunikasi khusus ini dapat pula

digunakan untuk keperluan penyaluran siaran (radio) atau program televise dari

studionya ke para pendengar atau pemirsa yang lokasinya jauh.

Pemberian kesempatan ini dimaksudkan agar usaha-usaha atau kegiatan

instansi atau perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Namun demikian,

telekomunikasi yang diselenggarakan mereka tidak boleh dipergunakan untuk

melayani umum, tetapi terkhusus untuk memenuhi keperluan mereka sendiri.

Hal ini dilakukan mengingat kemampuan keuangan Negara atau keuangan

Badan Penyelenggaraan Telekomunikasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk

menyediakan telekomunikasi bagi seluruh wilayah di tanah air itu masih terbatas.

Guna mengatasi kesulitan ini pemerintah memberikan kesempatan kepada pihak-

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
pihak tertentu tadi untuk menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan

mereka sendiri.

Izin penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan intern mereka

sendiri itu dapat diberikan oleh pemerintah bagi pihak-pihak yang memerlukan,

sepanjang di tempat-tempat itu fasilitas jasa telekomunikasi untuk umum belum

memadai. Kelak, apabila di lokasi itu sudah tersedia fasilitas telekomunikasi

untuk umum, maka izin penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan intern

tersebut tidak akan dikeluarkan lagi.

Contoh-contoh pihak yang diberi izin untuk menyelenggarakan

telekomunikasi bukan untuk umum atau telekomunikasi khusus untuk keperluan

sendiri itu adalah perusahaan- perusahaan seperti : Pertamina, PT.Caltex, Bea

Cukai dan tempat-tempat umum yang belum disediakan fasilitas telekomunikasi

untuk umum.

Pada tanggal 16 Februari 1993 keluar Peraturan Pemerintah No.8/ 1993

yang mengacu pada Undang-Undang No.3 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi, menggantikan PP No.24 / 1991 yang mengacu pada Undang-

Undang No.3/ 1989 yang dinyatakan tidak berlaku. Keluarnya PP No.8 /1993

meskipun telah direncanakan jauh-jauh hari menarik perhatian antara lain karena

saat itu kalangan DPR-RI secara kritis sedang menyorot berdirinya PT.Satelindo

yang mulai tahun 1995 menggarap sewa kanal satelit Palapa sebagai bisnis

utamanya, setelah 20 tahun sejak 1976 ditangani oleh PT.Telkom.

Saat itu dipertanyakan dasar hukum berdirinya PT.Satelindo yang

merupakan patungan antara PT.Bima Graha sebagai pemegang mayoritas saham

(60%), PT.Telkom (30%), dan PT.Indosat (10%). Kalangan DPR-RI saat itu

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
menilai, kalau yang menjadi acuan hukum berdirinya PT ini adalah PP

No.24/1991, maka hal itu kurang kuat. Dengan keluarnya PP No.8/1993, maka

format hukum PT.Satelindo menjadi sah dan kuat, begitu juga dengan perusahaan-

perusahaan patungan lain yang lahir kemudian yang bergerak dalam

penyelenggaraan telekomunikasi dasar dan non dasar. 35

Beberapa Peraturan terkait dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor. 36

tahun 1999 tentang Telekomunikasi 36 :

1. Peraturan Pemerintah Nomor.52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi;

2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21 Tahun 2001 tentang

Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

3. Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Badan Regulasi

Telekomunikasi Indonesia;

4. Peraturan Menteri Perhubungan nomor. KM. 10 tahun 2005 tentang Sertifikasi

Alat dan Perangkat Telekomunikasi, dan lainnya.

C. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia

Pada pasal 2 Undang-undang No.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi

disebutkan bahwa telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil

dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada

diri sendiri. 37

35
Dedi Supriadi,Op.Cit.,hal 101.
36
Agustinus Dawarja, “Resume Singkat dari Beberapa Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia Tentang Telekomunikasi,” http::www.lexregis.com/%3Fmen,, Selasa, 11 November
2008
37
Judhariksawan,Op.Cit., hal.177..

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya

penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik

sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana

pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat

lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin.

Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi

memberikan kesmpatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang

memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan

merata.

Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi

khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan

perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan

perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi,

maupun kepada pengguna telekomunikasi.

Asas kepercayaan pada diri sendiri dilaksanakan dengan memanfaatkan

secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta pengusaan

teknologi telekomunikasi sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan

mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan

global.

Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan

telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbale balik,

dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu

memerhatikan factor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan

pengoperasiannya.

Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi

senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme. 38

Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi di Indosia termuat dalam pasal 3

Undang-undang No.36 tahun 1999 bahwa telekomunikasi diselenggarakan dengan

tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung

kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan

antarbangsa.

Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan dengan pertimbangan

bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan

pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-

hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

Pengaruh globalisasi dan perkembangan tekonologi telekomunikasi yang

sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam

penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Jika segala sesuatu

yang berkaitan dengan perubahan yang mendasar dlam penyelenggaraan dan cara

pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan

pengaturan kembali bagaimana penyelenggaraan telekomunikasi nassional. Itulah

sebabnya Undang-Undang No.3 Tahun 1989 dipandang tidak sesuai lagi,sehingga

38
Judhariksawan,Op.Cit., hal.178.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
perlu diganti. Oleh karena itu, lahirlah UU No.36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi. 39

Telekomunikasi dikuaai Negara dan pembinaannya dilakukan pemerintah.

Pembinaan tersebut meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan

pengendalian. 40

Dewasa ini pemerintah telah mengambil langkah penting dalam

mereformasi penataan telekomunikasi Indonesia. Sebagaimana yang digambarkan

dalam Cetak Biru Kebijakan Pemerintah tentang Telekomunikasi

Indonesia,dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk melaksanakan reformasi

telekomunikasi antara lain mempunyai tujuan di antaranya 41 :

1. meningkatkan kinerja telekomunikasi dalam rangka mempersiapkan

ekonomi Indonesia menghadapi globalisasi yang secara konkret

diwujudkan dalam kesepakatan WYO, APEC, dan AFTA untuk

menciptakan perdagangan dunia yang bebas ;

2. melaksanakan liberalisasi telekomunikasi Indonesia sesuai dengan

kecenderungan global yang meninggalkan struktur monopoli dan beralih

ke tatanan yang mendasar persaingan;

3. meningkatkan transparansi dan kejelasan proses pengaturan sehingga

investor mempunyai kepastian dalam membuat rencana penanaman

modalnya;

4. memfasilitasi terciptanya kesempatan kerja baru diseluruh wilayah

Indonesia;

39
Ibid.hal.179.
40
Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi
yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008.
41
Ibid.hal.170.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
5. membuka peluang penyelenggara telekomunikasi nasional untuk

menggalang kerja sama dalam skala global; dan

6. membuka lebih banyak kesempatan berusaha, termasuk bagi usaha kecil,

menegah dan koperasi.

D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia

Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi

yang sangat cepat dan dinamis menciptakan perubahan mendasar dalam

penyelenggaraan telekomunikasi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Sejalan

dengan hal tersebut, pemerintah melakukan restrukrisasi sector perumusan strategi

pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berskala besar V – 2 telekomunikasi

yang meliputi semua tatanan termasuk tatanan hukum dan peraturan, industri, dan

iklim berusaha. Restrukrisasi ini mengandung 3 (tiga) pokok pembaharuan yang

esensial, yaitu pertama, penghapusan monopoli dengan mendorong terjadinya

persaingan dalam semua kegiatan penyelenggaraan dan mencegah penyeleggaraan

yang memiliki kekuasaan pasar yang besar melakukan tindakan yang bersifat anti-

persaingan, selanjutnya menghilangkan diskriminasi dan hambatan bagi swasta

besar maupun kecil dan koperasi untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan

jaringan jasa telekomunikasi dan yang terakhir mereposisi peran pemerintah

sebagai Pembina serta memisahkannya dari fungsi operasi.

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1974 ditegaskan bahwa

PT.Telkom diberi wewenang sebagai satu-satunya BUMN untuk

menyelenggarakan Telekomunikasi untuk umum di Indonesia. Dengan demikian

berdasrkan Peraturan Pmerintah itu, PT.Telkom berkewajiban untuk

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
menyelenggarakan telekomunikasi untuk umumbaik dalam negeri maupun untuk

ke luar negeri.

Dengan berdirinya PT.Indosat (melalui Peraturan Pemerintah No.54 tahun

1980) , maka Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1974 mengalami penyempurnaan

dengan Peraturan Pemerintah No.53 tahun 1980. Peraturan Pemerintah yang

terakhir ini menyatakan bahwa tugas PT.Telkom hanya untuk menyelenggarakan

telekomunikasi untuk umum dalam negeri, sedangkan untuk umum ke luar negeri

ditangani oleh PT.Indosat. 42

Berbagai langkah telah dan sedang dilakukan pemerintah untuk menata

ulang penyelenggaraan telekomunikasi terutama telekomunikasi tetap. Pada

awalnya, penyelenggaraan telekomunikasi tetap sambungan local hanya dilakukan

oleh PT.Telkom secara eksklusif hingga tahun 2010, sedangkan Sambungan

Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan Sambungan Langsung Internasional (SLI)

masing-masing dilakukan oleh PT.Telkom hingga tahun 2005 dan PT.Indosat

hingga tahun 2004.

Langkah- langkah yang diambbil dalam rangka mendukung iklim investasi sector

telekomunikasi 43 :

1. Harmonisasi dan sinkronnisasi investasi daerah yang selaras dengan

peraturan investasi pusat

2. Membentuk Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

3. Sinkronisasi berbagai Peraturan Bidang Telekomunikasi

42
Gouzali Saydam,Op.Cit., hal. 10.
43
Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi
yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Dengan diberlakukannya UU No.36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

di dalam peraturan tersebut disebutkan pada pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa

telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud

tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan

asas hukum inilah maka pemerintah melaksanakan kebijakan pasar terbuka pada

penyelenggaraan telepon tetap (fixed line) secara bertahap dengan mulai

menghentikan monopoli Telkom dan Indosat pada tahun 2003.

Maka melalui UU Telekomunikasi tersebut telah membebaskan setiap

badan hukum (BUMN, BUMD, BUMS dan KOPERASI) dapat

menyelenggarakan jasa dan jaringan telekomunikasi untuk keperluan dalam dan

luar negeri itu. Dengan demikian, Telkom kini dapat menyediakan jasa dan

jaringan telekomunikasi untuk keperluan hubungan dalam luar negeri, demikian

pula badan-badan hukum lainnya yang berminat dan mendapat izin usaha dari

pemerintah. 44

Menindaklanjuti UU Telekomunikasi tersebut, pemerintah melakukan

repoisisi dan restrukturisasi penyelenggara telekomunikasi melalui peniadaan

kepemilikan silang (cross ownership) dan kepemilikan bersama (joint ownership)

oleh PT.Telkom dan PT.Indosat dalam suatu perusahaan afiliasi bidang

telekomunikasi. Selain itu, pemerintah juga melakukan terminasi dini hak

eksklusivitas PT.Telkom dan PT.Indosat pada tahun 2002 (local) dan 2003 (SLJJ

dan SLI). Pembukaan pasar dalam penyelenggaraan telekomunikasi tetap memang

sangat diperlukan mengingat terbatasnya infrastrukttur telekomunikasi saat ini.

44
Ibid. hal.11.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Walaupun selain PT.Telkom terdapat 2 penyelenggara telekomunikasi sambungan

local lain, yaitu PT.Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan

Infrastruktur Berskala Besar V-3 Ratelindo dan PT.Batam Bintan, namun

mengingat kedua operator ini masih bersifat regional dengan jumlah pelanggan

yang sangat terbatas, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi sambungan

local sangat tergantung pada kemampuan PT.Telkom.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, pemerintah selain melakukan

terminasi dini juga menetapkan kebijakan duopoly yang diharapkan dapat

menigkatkan kemampuan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, khususnya

sambungan tetap, sehingga memberikan tambahan layanan dan pilihan kepada

masyarakat. Dengan ditetapkannya duopoly maka baik PT.Telkom maupun

PT.Indosat direposisi menjadi Full Network dan Service Provider (FNSP).

Sebagai konsekuensi atas dilakukannya terminasi dini dan duopoly, pemerintah

menetapkan kompensasi bagi PT.Telkom dan PT.Indosat. Sesuai kesepakatan,

perhitungan kompensasi dilakukan berdasarkan selisih antara gain yang berbentuk

izin 1 dan loss 2 yang berbentuk pengakhiran dini hak eksklusifitas. Berdasarkan

perhitungan tersebut, pemerintah akan membayar PT.Telkom sebesar Rp.478

miliar, sedangkan PT.Indosat harus membayar ke pemerintah sebesar Rp.178

miliar.

Kebijakan duopoly ini ditetapkan sebagai upaya awal pembukaan pasar

dan penyelenggaraan yang berdasarkan kompetisi penuh. Hingga saat ini,

pemerintah belum menentukan hingga kapan struktur duopoly ini akan

dipertahankan untuk selanjutnya memulai kompetisi penuh. Dalam melakukan

restrukrisasi sector telekomunikasi, pemerintah juga membentuk Badan Regulasi

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Telekomunikasi (BRTI) sebagai badan regulasi untuk menjamin transparansi,

independensi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. 1 izin

penyelenggaraan SLI kepada PT.Telkom, izin local dan SLJJ kepada PT.Indosat,

dan izin DCS 1800 kepada keduanya. 2 hak eksklusivitas local dan SLJJ bagi

PT.Telkom dan hak eksklusivitas SLI bagi PT.Indosat. 3 angsuran pertama

sebesar Rp.90 miliar telah dilakukan setiap tahun melalui APBN sesuai dengan

kemampuan keuangan Negara. 4 kompensasi dari PT.Indosat ke pemerintah akan

diambil dari hasil divestasi PT.Indosat tahun 2002 lalu perumusan strategi

pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berskala besar V-4.

Saat ini pemerintah melakukan penyempurnaan dan penyusunan kerangka

kebijakan dan berbagai perangkat peraturan untuk mendukung terciptanya

kompetisi level playing field. Peraturan yang sudah diterbitkan antara lain

peraturan mengenai kode akses SLJJ, sedangkan yang masih dilakukan

penyusunan diantaranya adalah cetak biru sector telekomunikasi, roadmap

industri telekomunikasi, dan peraturan interkoneksi. Untuk lebih mendorong

pemanfaatan internet, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan

No.2 Tahun 2005 yang mengatur penggunaan frekkuensi 2,4 GHz sebagai upaya

untuk memberikan akses komunikasi data melalui internet dengan biaya yang

murah kepada masyarakat terutama segmen social dan bisnis skala kecil dan

menengah. Dengan adanya peraturan ini, tingkat penggunaan internet diharapkan

akan naik sebesar 43 persen dari tahun sebelumnya menjadi 16 juta orang

pengguna. 45

45
Dedi Supriadi.Op.cit., hal.27.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

penyelenggara telekomunikasi pada hakekatnya terdiri dari 3 (tiga), yaitu : 46

1. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Penyelenggara jaringan telekomunikasi, yaitu kegiatan penyediaan dan

atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya

telekomunikasi.

Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hokum

yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD), badan usaha swasta, dan koperasi. 47

2. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Penyelenggara jasa telekomunikasi, yaitu kegiatan penyediaan dan atasu

pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya

telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Badan penyelenggara untuk jasa telekomunikasi dalam negeri (Domestik)

adalah PT.Telkom dan badan penyelenggara uutuk jasa telekomunikasi luar negeri

(internasional) adalah PT.Indosat. Badan Usaha Milik Negara tersebut diberi

wewenang untuk yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi, seperti telepon,

telex, faksimili dan sebagainya, maupun jasa telekomunikasi berupa jasa-jasa nilai

tambah (Value Added Service). Badan lain di luar penyelenggara, baik dalam

bentuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

maupun koperasi juga berhak untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi non

dasar. Sedang untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar, badan lain

46
Judhariksawan., Ibid.hal.180.
47
Ibid.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
dapat bekerjasama dengan PT.Telkom dan atau PT.Indosat. bentuk kerjasama

antara badan penyelenggara dan badan lain ini telah diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 8 tahun 1993, yaitu dapat berbentuk Kerjasama Operasi

(KSO), usaha patungan dan kontrak manajemen.

3. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus, yaitu penyelenggaraan

telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya sangat khusus.

Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah

penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah

tertentu, perorangan atau badan hukum untuk keperluan khusus atau untuk

keperluan sendiri. Telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh instansi

pemerintah tertentu atau badan hukum (perseroan terbatas atau koperasi) yang

ditentukan berdasar hukum. Telekomunikasi khusus diselenggarakan berdasar ijin

yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 48

Ijin penyelenggaraan telekomunikasi khusus hanya diberikan Badan

Hukum apabila wilayah tersebut belum tersedia atau belum terjangkau fasilitas

telekomunikasi yang dapat disediakan oleh Badan Penyelenggara atau Badan

Lain. Telekomunikasi untuk keperluan khusus hanya dapat diselenggarakan

dengan mempertimbangkan kerahasiaan dan jangkauan atau pengoperasiaannya

perlu bentuk sendiri.

Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di

bidang telekomunikasi dilakukan secra menyeluruh dan terpadu dengan

memerhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat

48
Ibid.hal.181.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
serta perkembangan global. Dalam rangka pelaksanaan pembinaan

telekomunikasi, pemerintah melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta

tersebut berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam

masyarakat mengenai arah pengenbangan pertelekomunikasian dalam rangka

penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang

telekomunikasi. 49

Tabel 1: Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap PMDN DAN PMA


Sektor Telekomunikasi
Periode Tahun 1990-2007

Nilai Investasi Jumlah Perusahaan

PMDN Rp. 6,96 triliyun 26

PMA Rp.65,80 triliyun

(US$ 7,31 milyar) 58

TOTAL Rp.72,76 triliyun 84

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 50

49
Ibid.hal.180.
50
Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi
yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
BAB III
PENGATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN
BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

A. Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Base Transceiver Station (BTS)

Pengertian Base Transceiver Station

BTS kepanjangan dari Base Transceiver Station atau banyak orang

mengenalnya dengan sebutan menara operator selular. Menurut kamus Bahasa

Inggris base adalah basis, dasar, landasan, alas, pokok. Transceiver adalah

pemancar sedangkan station adalah stasiun.Jadi base transceiver station adalah

stasiun tempat penghubung. 51 Atau yang biasa disebut sebagai stasiun pemancar

dan penerima sinyal komunikasi dari handphone ke perusahaan operatornya. 52

Dalam teknologi komunikasi bergerak (handphone), suau daerah atau kota

dapat dijangkau berdasarkan daya pancar sinyal yang ada pada BTS. Daerah

tersebut dibagi dalam beberapa sel, dimana pada setiap sel ditempatkan satu

pemancar (BTS), sampai akhirnya semua daerah yang dikehendaki dapat

dijangkau dalam bentuk sel-sel. 53

Menurut Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and
Calibration PT.TELKOM divisi Medan, menara BTS berbeda dengan menara
telekomunikasi lainnya. Pada BTS dapat memancar dan menerima sinyal
komunikasi sehingga dapat terhubung pada mobile system (handset), sedangkan
pada menara telekomunikasi lainnya hanya dapat memancar. letak menara BTS
tersebut juga harus terletak pada daeah yang banyak penduduk agar tidak terjadidi
black spot (daerah yang tidak ada jaringan) sedangkan menara broadcast yakni
yang biasa digunakan untuk televisi dan radio hanya dapat memancarkan sinyal

51
Drs.Peter Salim.M.A, The Contempory English-Indonesian Dictionary,
(Jakarta:Modern English Press, 1991)
52
http://www.total.or.id/info.php?kk=Base%20Transceiver%20Station, Jumat, 21
November 2008.
53
http://www.total.or.id/info.php?kk=cellular, Jumat, 21 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
yang tidak dapat diteruskan dan letaknya tersebut harus tinggi atau biasa berada di
atas gunung agar tidak adanya hambatan dalam proses kerjanya. 54
Kehadiran BTS dewasa ini masih menimbulkan berbagai kontroversi.

Yang menjadi masalah kontroversi tidak lain adalah masalah radiasi dan

pengetahuan masyarakat yang masih minim, serta kekhawatiran tentang struktur

bangunan menara. Dari segi kebutuhan, BTS sangatlah menentukan coverage dari

sinyal yang dipancarkan oleh operator seluler. Apalagi pengguna ponsel di

Indonesia akan tumbuh hingga 9,4 juta di tahun 2007 ini. Otomatis dengan angka

pertumbuhan sedemikian rupa para operator berlomba-lomba menyediakan

perangkat pendukung coverage area tersebar di seluruh Indonesia.

Masyarakat, terutama yang masih awam terhadap radiasi BTS masih miris

dengan isu radiasi BTS yang mengganggu kesehatan dan keamanan di sekitar

pemukiman mereka. Maka sudah menjadi tugas operator termasuk instansi yang

terkait dalam masalah ini untuk mengedukasikan agar masyarkat lebih mengerti

dan menerima perkembangan ini secara jelas.

Modus Pendirian BTS, yakni : 55

Dari pemasangannya, pendirian sebuah BTS memiliki berbagai metode

sesuai kondisi dimana BTS tersebut akan didirikan. Salah satunya adalah

mendirikan BTS di tengah tanah lapang, jauh dari pemukiman masyarakat. Cara

ini memang berisiko sangat kecil terhadap persepsi miring dari masyarakat

sekitar. Metode lainnya adalah mendirikan BTS di tengah pemukiman penduduk

aktif. Cara ini memang butuh proses sosialisasi dan edukasi yang matang beserta

pemberian jaminan keamanan dan jaminan ganti rugi. Biasanya cara ini memang

54
Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration
PT.TELKOM divisi Medan, pada Tanggal 14 November 2008
55
http://syaif.spaces.live.com/default.aspx, Selasa, 11 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
harus melalui ijin warga sekitar, pihak PEMDA, terlebih-lebih pemilik bangunan

yang hendak dikontrak untuk pemasangan BTS.

Adapun proses yang dilakukan pihak operator sebelum mendirikan BTS

melewati beberapa tahap yang perlu diperhatikan. Yakni diantaranya adalah

pemeriksaaan kadar tanah, jika dipasang di tanah kosong. Lalu pengecekan lokasi

terhadap jangkauan masyarakat sekitar jika dipasang di tengah pemukiman

masyarakat. Biasanya cara ini meliputi pemeriksaan kadar kekuatan tanah

terhadap genangan air yang menimbulkan longsor. Lalu proses selanjutnya

sosialisasi warga, perijinan terkait PEMDA dan penyelenggaraan kesepakatan

mengenai kompensasi terhadap pemilik bangunan atau warga sekitar beserta

jaminan keamanannya.

Jika dianalisa, traumatis yang dialami masyarakat tentang radiasi BTS ini

menyadur pada peristiwa SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang

menimbulkan banyak gejala penyakit akibat radiasi yang ditimbulkan ruas kabel-

kabel listrik. Dan pada akhirnya pemahaman ini dipukul rata, hingga berefek pada

keberadaan BTS yang belum tentu benar kadar radiasinya, seperti pada tegangan

listrik. Belum lagii pengertian bahwa radiasi tersebut mampu mengganggu system

frekuensi dari radio dan televisi. Padahal persepsi seperti ini realitanya masih

belum juga terbukti kebenarannya.

Secara teoritis, salah satu komponen seperti Base Transceiver Station

(BTS) dengan ketinggian antena 10 hingga 30 meter, memproduksi radiasi yang

lebih besar. Namun kekuatan radiasi ini akan berkurang secara drastis pada jarak

tertentu. Pancaran radiasi dari BTS yang dapat menyentuh tanah pada jarak sekitar

50 meter membutuhkan power maksimum dari antena sekitar 60 watt. Pancaran

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
dari 60 watt ini akan terbagi menjadi sekitar 100 miliwatt per meter persegi.

Dengan demikian, efek panas yang ditimbulkan oleh antena ini adalah sekitar

5.000 kali lebih kecil daripada yang diproduksi oleh antena ponsel sendiri. Jadi

dapat dikatakan bahwa cukup aman untuk berada di sekitar antena pemancar

ponsel.

Sebelum memplaning pemancangan BTS, langkah awal yang diperlukan

adalah melakukan survey riset terlebih dahulu daerah mana yang layak didirikan

BTS tersebut. Riset tersebut meliputi kadar kekuatan tanah yang bakal didirikan

BTS,daerah tersebut rawan banjir atau tidak, kadar curah hujan juga perlu

diperhatikan oleh pihak operator. Daya terpa angin maksimumnya perlu diadakan

pengukuran terlebih dahulu untuk menghindari kerobohan yang berakibat fatal

pada penghuni sekitar. Apalagi pembangunan BTS tersebut dilakukan diatas

gedung atau ruko yang sengaja dikontrak untuk pemasangan perangkat

telekomunikasi. Ini pun juga membutuhkan test kekuatan pondasi beserta

hitungan-hitungan lainnya.

Pengaturan power frekuansi dari BTS memiliki standard internasional

yang harus dilakukan oleh semua operator di dunia. Maka masyarakat tak perlu

khawatir dengan tingkat keamanan dan kenyamanan akibat radiasi BTS. Setelah

melewati masa survey semua unsur yang berkaitan dengan pendirian BTS,

dilakukan sosialisasi dan secara bersamaan melakukan edukasi kepada warga. Tak

lepas dari semua itu, perangkat masyarakat pun diikutkan pada perundingan ini

beserta warga.

Setelah kesepakatan pembangunan BTS positif, maka langkah selanjutnya

pihak operator mengadakan transaksi kompensasi yang bakal diterima oleh

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
pemilik tanah, bangunan dan warga sekitar. Standard yang biasa digunakan dan

bahkan diwajibkan ketika operator membangun BTS adalah standard internasional

ITU (International Telecommunication Union). Pembangunan BTS diatas

bangunan atau apalagi yang jadi kekahawatiran banyak public tentang

pemancangan di atas gedung, pasti melalui Hammer Test. Yakni pengetesan

kekuatan bangunan dari gedung atas kemungkinan getaran gempa maupun terpaan

angin. 56

Latar Belakang Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station

Suatu ponsel menjadi tak ada artinya bila di wilayah tersebut belum ada

jaringan telekomunikasi.Jaringan inilah yang menjadi penghubung perangkat

ponsel dengan sesama ponsel atau telepon rumah (PSTN).Jaringan ini diterima

dan dipancarkan oleh benda yang disebut dengan BTS (base tranceiver station).

Base Tranceiver Station (BTS) merupakan menara pemancar dan penerima

yang menghubungkan ponsel satu dengan yang lainnya lewat jaringan

telekomunikasi. Jadi, fungsi BTS sangat penting dalam pembangunan sistem

telekomunikasi. Tidak ada BTS, tidak ada komunikasi lewat ponsel.

Saat ini, ada puluhan ribu menara BTS yang telah dibangun operator di

seluruh Indonesia. Dan itu akan terus bertambah dari tahun ke tahun.

Pembangunan BTS memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah pelanggan

telekomunikasi. Tentu ini sangat penting bagi operator. Penambahan pelanggan

berarti tambah penghasilan. Pembangunan BTS juga memiliki hubungan penting

dengan meningkatnya penetrasi penggunaan alat telekomunikasi di Indonesia.

56
Ibid., hal.2.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Semakin banyak BTS yang dibangun semakin banyak juga masyarakat yang akan

mampu menikmati layanan telekomunikasi. Terutama untuk mereka yang tinggal

di wilayah terpencil atau pelosok. Dan komunikasi yang lancar juga akan menjadi

salah satu faktor pendorong meningkatnya aktivitas ekonomi dan bisnis di satu

daerah. 57

Tujuan Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station

Base Transceiver Station (BTS) adalah bagian dari network element GSM

yang berhubungan langsung dengan Mobile Station (MS).BTS berhubungan

dengan MS melalui air-interface dan berhubungan dengan BSC dengan

menggunakan A-bis interface.BTS berfungsi sebagai pengirim dan penerima

(transciver) sinyal komunikasi dari/ke MS serta menghubungkan MS dengan

network element lain dalam jaringan GSM (BSC, MSC, SMS, IN, dsb) dengan

menggunakan radio interface. Secara hirarki, BTS akan terhubung ke BSC, dalam

hal ini sebuah BSC akan mengontrol kerja beberapa BTS yang berada di

bawahnya. Karena fungsinya sebagai transceiver, maka bentuk pisik sebuah BTS

pada umumnya berupa tower dengan dilengkapi antena sebagai transceiver, dan

perangkatnya. Sebuah BTS dapat mecover area sejauh 35 km (hal ini sesuai

dengan nilai maksimum dari Timing Advance (TA)). Fungsi dasar BTS adalah

sebagai Radio Resource Management, yaitu melakukan fungsi-fungsi yang terkait

dengan : 58

57
http://yogismobile.blogspot.com, Selasa, 11 November 2008
58
Riswan, Base Transceiver Station, http://:mobileindonesia.net/2008/05/22 , Selasa, 11
November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
• meng-asign channel ke MS pada saat MS akan melakukan pembangunan

hubungan.

• menerima dan mengirimkan sinyal dari dan ke MS, juga

mengirimkan/menerima sinyal dengan frekwensi yang berbeda-beda

dengan hanya menggunakan satu antena yang sama.

• mengontrol power yang di transmisikan ke MS.

• Ikut mengontrol proces handover.

• Frequency hopping

BTS adalah salah satu perangkat penting dalam telekomunikasi seluler.

Setiap BTS,terdiri dari perangkat utama radio atau perangkat rak-rak radio.

Tempatnya bisa di dalam ruangan (shelter) atau di luar ruangan (antenna and

kabel feeder). Menara BTS hanya salah satu sarana penunjang bagi BTS.

Bagi operator, penempatan BTS menjadi penting karena bisa mendukung

kekuatan sinyal telepon seluler pelanggan mereka ketika sedang menjalin

telekomunikasi. Lewat BTS itulah, kapasitas dan kualitas termasuk jangkauan

yang luas dari suatu sistem seluler ke terminal mobile station ditentukan

Misalnya, jika ada operator yang menargetkan bisa menjangkau 1.000 pelanggan

di suatu daerah tertentu maka diperlukan penempatan BTS dititik yang benar-

benar tepat di daerah tersebut. Salah hitung sedikit saja, akibatnya bisa fatal dan

sinyal ponsel sama sekali akan lenyap yang berarti kerugian bagi operator ponsel.

Hal itu belum termasuk perhitungan apakah BTS yang sudah terpasang bisa

tersambung dengan transmiter atau tidak, karena terhalang oleh bukit atau

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
bangunan. Sebelum jaringan BTS dipasang, karena itu biasanya didahului oleh

survei. 59

Melihat hal itu, tak heran bila kebanyakan anggaran operator digunakan

untuk membangun BTS. XL memfokuskan anggaran tahun 2007 untuk

pembangunan BTS di wilayah luar jawa sekitar 3500 BTS di seluruh Indonesia.

Ini artinya tahun 2007 XL memiliki 10.700 BTS. Sedangkan Telkomsel, pada

tahun 2007 membangun 5.000 BTS,dari 14 ribu BTS yang telah dimilikinya pada

tahun 2006 lalu. Kebanyakan BTS tersebut akan dibangun untuk Indonesia bagian

timur. Indosat menambah sekitar 3500 -4000 BTS di tahun 2007. Hingga akhir

tahun 2006, Indosat telah memiliki 6700 BTS. Alokasi terbesar dipusatkan pada

wilayah di luar jawa. Dengan perbandingan 60:40. 60

B. Perkembangan Usaha Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver


Station (BTS)

Era persaingan dan berakhirnya sistem pasar monopoli di hampir semua

industri dalam negeri telah tiba, termasuk di industri telekomunikasi, kini setelah

bisnis dengan pertumbuhan yang sangat fantastis ini, masuk ke era kompetisi

terutama setelah disahkannya Undang Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun

1999, industri ini mengundang operator dan pemasok baru hadir dan siap bersaing

dengan para pemain lama.

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 220 juta orang, masih

memungkinkan setiap operator untuk menarik pelanggan baru dan melakukan

59
Rusdi Mathari,” [ekonomi-nasional] Kepentingan Bisnis di Menara BTS “
http://www.mail archive.com/ekonomi-nasional@yahoogroups.com, Selasa, 11 November 2008.
60
http://yogismobile.blogspot.com/, hal.2.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 220 juta orang, masih

memungkinkan setiap operator untuk menarik pelanggan baru dan melakukan

ekspansi besar-besaran ke seluruh wilayah nusantara. Tidak hanya

mengedepankan tarif murah dan promosi yang gencar, akan tetapi jangkauan yang

luas dan kualitas produk serta performansi jaringan juga sangat dibutuhkan calon

pengguna, terutama yang senang dengan mobilitas dan tinggal di daerah rural.

Beberapa data mengenai kondisi telekomunikasi saat ini

Tabel 1: Pelaku Pasar Telepon Selular Indonesia, 2005-2007

2005 2006 2007


Pelanggan Pangsa Pelanggan Pangsa Pelanggan Pang
(juta) Pasar (juta) Pasar (juta) sa
(%) (%) Pasar
(%)
Telkomsel (kartu
Halo,SimPATI,AS) 24,3 51,6 35,6 55,6 42,0 57,5
Indosat(Matrix,Men
tari, IM3, StarOne) 14,2 30,2 15,9 24,8 17,6 24,1
Excelcomindo
(Xplor,Bebas,Jempol) 7,0 14,8 9,5 14,8 10,2 14,0
Mobile 8 (Fren) 1,1 2,3 1,4 2,2 2,0 2,8
Lain-lain n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
Total Selular 46,9 63,7 73,0
Sumber:website masing-masing operator dan sumber lainnya. 61

Jumlah operator telepon, baik seluler maupun bergerak terbatas (fixed

wireless access) dengan teknologi GSM (Global System for Mobile

communication) dan CDMA (Code Division Multiple Access) ada lebih dari 10

operator diantaranya:

Tabel 2 : Jumlah Operator Telepon di Indonesia

No. Operator Produk


1 PT Telkom, Tbk Flexi
2 PT Telkomsel Halo, As, Simpati
3 PT. Indosat, Tbk. Matrix, Mentari, IM3,

61
Ningrum Natasya Sirait,Persaingan Usaha Industri Telekomunikasi, Makalah pada
Diskusi Publik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 11 April 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Star One
4 PT. Excelcomindo Pratama, Tbk Xplor, Bebas, Jempol
5 PT. Bakrie Telecom, Tbk Esia, Wifone, Wimode
6 PT. Mobile-8 Fren
7 PT. Sinar Mas Telecom Smart
8 PT. Hutchison Charoen Pokhand 3 “Three”
Telecomunication
9 PT. Sampoerna Telecom Indonesia Ceria
10 PT. Natrindo Telepon Seluler NTS, AXIS
11 Pasifik Satelit Nusantara Pasifik Satelit Nusantara
Sumber:website masing-masing operator dan sumber lainnya 62

Inovasi dan ekspansi besar-besaran terus dilakukan perusahaan-perusahaan

telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki asing. Hal ini disebabkan,

pertumbuhan pendapatan yang diperoleh dari bisnis telekomunikasi terus

berkembang dan meningkat. Sebagai contoh, Bakrie Telecom berhasil

membukukan kenaikan pendapatan kotor perusahaan sebesar 125% dari Rp 369,1

miliar di 2005 menjadi Rp 829,4 miliar pada 2006. Sedangkan pendapatan bersih

perseroan, juga meningkat tajam 149,4% dari Rp 243,76 miliar di 2005 menjadi

Rp 607,9 miliar di tahun 2006. Belum lagi perusahaan lain yang umumnya

menunjukan kinerja keuangan yang positif.

Begitu menariknya bisnis di dunia telekomunikasi, menyebabkan setiap

cabang bisnisnya selalu menarik bagi pihak asing, tidak terkecuali bisnis

pembangunan menara. Sejak awal, pembangunan menara untuk kelancaran

komunikasi ke konsumen diurusi oleh pihak ketiga, dapat berupa pihak asing

atapun pengusaha lokal. Sebagai contoh PT. Mobile – 8 menyerahkan sepenuhnya

pembangunan menara pemancarnya kepada Samsung, sehingga ketika terjadi

62
http://www.postel.go.id, Jumat, 21 November 2008

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
kelalaian pembangunan, perusahaan tersebut dapat menyalahkan pihak Samsung

sebagai pengembang.

Sebagai gambaran besarnya bisnis pembangunan menara, berikut adalah tabel

jumlah BTS operator yang telah dibangun hingga tahun 2007.

Tabel 3 :Jumlah BTS tiap operator telekomunikasi 2007

Operator Jumlah BTS


PT Telkom 1.900
PT Telkomsel 20. 884
PT Indosat 10.760
PT Excelcomindo 11.157
PT Mobile – 8 945
PT Bakrie Telecom 800

Diolah dari berbagai sumber 63

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Barie Telecom melalui produk

Esianya mendirikan 800 BTS di seluruh Indonesia. Bila dibandingkan dengan

operator lain yang ada dalam tabel, jumlah BTS yang didirikan Bakrie Telecom

paling sedikit. Hal ini dikarenakan, produk Esia yang dikeluarkan Bakrie

menggunakan teknologi CDMA di spectrum 800 MHz, coverage-nya hanya satu

kode area saja. Sedangkan untuk Telkomsel, BTS yang dimilikinya paling banyak

diantara operator telekomunikasi lainnya dengan jumlah 20. 884 BTS di seluruh

Indonesia. Hal ini sangat memungkinkan karena coverage area Telkomsel yang

menggunakan teknologi GSM di spectrum 900/1800 MHz ini lebih luas.

3 “ Three” yang merupakan produk dari PT. Hutchison Charoen Pokhand

Telecomunication, saat ini telah menjangkau pulau Jawa dan Bali serta Sumatera,

yang kemungkinan dari tahun ke tahun akan membutuhkan ribuan BTS baru, yang

63
Ibid. hal.,2

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
digunakan untuk memperluas area jangkauan dan menambah jumlah

pelanggannya. Hal tersebut sangat tidak baik, mengingat saat ini jumlah menara di

seluruh Indonesia melebihi 40 ribu menara. Bahkan, cenderung beberapa kawasan

di Indonesia akan tampak seperti hutan menara, itupun belum ditambah menara

menara stasiun televisi dan menara radio yang masih analog.

Semula bisnis BTS dan juga menaranya hanya ditekuni para operator

telepon seluler sebagai bagian dari pelayanan kepada pelanggan mereka.

Belakangan sejumlah pemain baru di luar operator telepon seluler, juga masuk ke

dalam industri ini dan karena itu meramaikan peta persaingan bisnis menara BTS.

Catatan dari Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi, saat ini

ada 50 pemain yang berkecimpung dalam pemasangan dan penyewaan menara

BTS dengan jumlah menara yang mencapai tiga puluhan ribu unit. Tahun lalu

kebutuhan akan menara BTS di Indonesia ditaksir mencapai 43 ribu titik

sementara kapasitas yang bisa dibangun hanya mencapai 7 ribu. 64

Persaingan di bisnis ini semakin mencapai puncak ketika sebagian

operator telepon seluler tak lagi berminat membangun menara BTS secara mandiri

dan berbalik hanya menyewa BTS. Alasan para operator, biaya pemasangan satu

BTS yang berkisar antara Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar per satu menara terlalu

mahal dan dianggap kurang efisien bagi bisnis mereka. Para operator itu, akan

tetapi bukan benar-benar bermaksud meninggalkan bisnis menara BTS melainkan

membuat anak perusahaan yang khusus mengurus pemasangan dan penyewaan

BTS.

64
Ibid., hal.3.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
PT Exelcomindo Pratama Tbk., operator telepon seluler XL, contohnya.

Tahun ini, perusahaan itu bermaksud melepas bisnis 10 ribu unit menara BTS-nya

dan akan menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan lain karena alasan

ingin fokus pada bisnis operator telepon seluler. PT Mobile-8 Telecom Tbk.

sebelumnya juga sudah melepas sekitar 344 unit menara BTS mereka yang

dikelola secara mandiri kepada Tower Bersama. 65

Tak ada catatan yang akurat yang bisa memastikan perputaran bisnis

menara BTS kecuali hanya taksiran yang menyebut sekitar ratusan miliar per

tahun. Perputaran uang itu terutama diperoleh dari harga sewa menara BTS yang

berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 25 juta per bulan per menara dengan kontrak

yang juga cukup panjang sekitar 10 tahun. Harga sewa itu sudah termasuk biaya

sewa, listrik, perawatan, dan retribusi pemda. Karena setiap menara biasanya

disewa oleh beberapa operator, maka pemasukan uang dari penyewaan satu

menara BTS bisa mencapai Rp 75 juta setiap bulan. Semakin banyak operator

yang menyewa, semakin besar pemasukan yang didapat oleh perusahaan menara

BTS.

Besarnya perputaran uang itulah, yang lantas juga menggiurkan investor

asing. American Tower dari Amerika Serikat, Gulf Tower dari Timur Tengah, dan

Tower Vision dari India adalah beberapa perusahaan asing yang sudah mengambil

ancang-ancang untuk terlibat dalam bisnis menara BTS di Indonesia. American

Tower bahkan dikabarkan sudah membeli saham Protelindo, salah satu

perusahaan nasional yang tahun lalu memiliki 323 menara BTS. Di negaranya,

65
Ibid.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
American Tower adalah perusahaan raksasa yang memiliki sekitar 23 ribu menara

BTS. Selain di Indonesia, mereka juga sudah masuk ke India. 66

Masalahnya adalah para investor itu datang ke Indonesia dengan

membawa modal besar tentu saja, yang dalam beberapa hal tak mungkin

ditandingi oleh perusahaan lokal. Dalam tender pelepasan menara BTS milik

Exelcomindo, yang kabarnya sudah berlangsung sejak awal Februari silam,

misalnya, ada persyaratan yang mengharuskan peserta tender memiliki scroll

account sebesar US$ 300 juta. Tujuannya untuk jaminan yang memastikan

kelangsungan bisnis menara BTS Exelcomindo, antara lain dalam hal keamanan

jika misalnya kemudian keberadaan menara BTS itu diprotes oleh warga.

Karena persyaratan itulah, daftar peserta tender pengelolaan menara BTS

Exelcomindo, kabarnya hanya menjaring 10 perusahaan, yang sebagian besar

ternyata adalah asing. Sebelumnya jumlah peserta tender yang ikut mendaftar

mencapai 77 perusahaan yang berasal dari dalam dan luar luar negeri. Kabarnya,

Goldman Sachs ditunjuk untuk menyeleksi peserta tender lantas

merekomendasikan 33 perusahaan terpilih dan akhirnya hanya tinggal 10

perusahaan yang di dalamnya ada Protelindo, Gulf Tower, Tricom, dan

Hutchison.

Bersamaan dengan masuknya 10 perusahaan dalam tender menara BTS

milik Exelomindo itulah, lalu keluar Peraturan Menteri dari Pak Nuh. Kasak-

kusuk bahwa keputusan itu dipengaruhi oleh sejumlah perusahaan domestik yang

tersingkir dalam tender menara BTS Exlecomindo, lantas meruap ke ruang-ruang

66
Rusdi Mathari, “Persaingan di Puncak Menara BTS”, http://www.mobile
Indonesia.com, Selasa, 11 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
café, meja kantor, dan menjadi diskusi di kalangan pebisnis menara BTS dan

beberapa kalangan telekomunikasi. Wakil Kepala BKPM Yus’an secara tidak

langsung bahkan menduga ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan

pemerintah untuk kepentingan bisnis mereka dalam konteks bisnis menara BTS.

Pembatasan semacam itu menurut Yus’an juga akan memperburuk

investasi infrastruktur menara. Yus’an mengkhawatirkan, masyarakat (konsumen)

kelak justru tak akan mendapat pelayanan efektif apalagi jumlah daerah yang tak

terjangkau oleh sinyal karena antara lain ketiadaan menara BTS di Indonesia

cukup banyak.

Beberapa hari sebelum Yus’an mempertanyakan latar belakang keluarnya

Peraturan Menteri, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mencoba menjelaskan

alasan dikeluarkannya keputusan dari Pak Menteri Nuh. Berbicara di depan

anggota Komisi I DPR RI, Basuki antara lain mengatakan, “Kami tidak ingin

investor asing masuk ke bisnis menara yang nilainya mencapai Rp 100 miliar per

tahun. Ini kesempatan untuk industri local.” 67

Perkembangan pembangunann menara BTS sangat cepat. Seperti, PT.

Excelcomindo Pratama(XL) telah meresmikan BTS ke-14.000 yang dibangun di

Hamadi, Jayapura, yang sekaligus menandai 12 tahun upaya ekspansi operator

tersebut untuk menggelar layanan dari Sabang sampai Merauke. 68 Dalam

penggunaan BTS tersebut berbagai operator berupaya untuk mengganti sumber

kekuatan BTS yang berasal dari listrik dapat digantikan oleh sumber lain. Stuart

Carlaw Ketua ABI Research mengungkapkan bahwa pihak mereka sedang

melakukan pengembangkan BTS yang menggunakan tenaga matahari, yang dapat

67
Ibid.
68
”XL resmikan BTS ke-14.000,” http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/, Jumat, 21
November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
menghemat energi dan ramah lingkungan tentunya. 69 Sedangkan PT Indosat akan

menggunakan sumber energi alternatif untuk menyalakan BTS-nya. Energi itu

bisa tenaga angin, matahari maupun minyak nabati.70 Demikian juga halnya

Ericcson tak mau ketinggalan, Sebuah konsep BTS dengan optimalisasi energi

diperkenalkan oleh provider telekomunikasi Ericsson. Dengan menggunakan

angin sebagai sumber energinya, BTS ini diklaim dapat menghemat biaya operasi

operator. 71

C. Pengaturan Pembangunan Base Transceiver Station (BTS)

Di negeri ini, jarang ada pembangunan yang sangat pesat selain

pembangunan menara BTS (base transceiver station). Bayangkan saja, 15 tahun

silam, jumlah BTS mungkin baru sekitar 10 unit. Kini, ada 35 ribu BTS

bertebaran di pelosok negeri. Sejumlah kota mungkin akan menjadi hutan menara

baja jika pembangunan BTS tetap dibiarkan seperti sekarang. Itu sebabnya

pemerintah berniat merilis regulasi pembangunan serta pengelolaan menara BTS,

akhir tahun ini juga.

Pemerintah melalui menteri komunikasi dan infomasi (KOMINFO)

mengeluarkan kebijakan mengenai pembangunan menara melalui peraturan

terbaru Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang

Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi pasal 2 yang

menyebutkan bahwa kini menara wajib digunakan secara bersama tanpa

69
“Tahun 2013, BTS Gunakan Tenaga Matahari,” http:// www.arrahmah.com/ , Jumat, 21
November 2008.
70
“Sumber Energi Alternatif BTS , “ http:// podjoktelco.blogspot.com/2008/05/sumber- ,
Jumat, 21 November 2008.
71
“ Ericsson Ungkap BTS Bertenaga Angin,” http://www.indonesiaheadlines.com/,
Jumat, 21 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
mengganngu pertumbuhan industri telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan

bahwa kini menara wajib digunakan oleh minimal 2 operator.

Permasalahan yang sangat mungkin terjadi adalah: melakukan

penggabungan bersama apalagi jika yang dilakukan antar operator yang memiliki

teknologi yang sama GSM – GSM, berbeda halnya jika yang digabungkan antar

operator GSM – CDMA karena selain memiliki pangsa pasar yang berbeda,

frekuensi yang digunakan jauh berbeda dan handset yang digunakan pun berbeda.

Akan tetapi jika yang digabungkan operator yang memiliki teknologi GSM yang

mempunyai segmen pasar sama dan teknologi yang sama dan berada di frekuensi

yang hampir sama di rentang antara 900 MHz dan 1800 MHz. Hal ini menjadi

cukup krusial mengingat akhirnya kepuasan konsumen adalah hal yang

diharapkan.

Persoalan lain akan muncul, jika menara bersama diaplikasikan, siapakah

yang akan menjadi investor pemilik menara bersama tersebut. Dengan biaya per

menara bisa sekitar 1 hingga 2 milyar. Misalnya, untuk satu perusahaan besar,

seperti Telkom dengan 1900 BTS (tabel 1.1), berarti Telkom harus menanamkan

biaya sebesar 2 triliun.

Sayangnya, dari 100 triliun belanja operator telekomunikasi, hanya 1

triliun yang masuk ke industri telekomunikasi nasional. Hal tersebut diungkapkan

Direktur Industri Telematika Depperin tahun 2007. Namun, berbarengan dengan

regulasi tentang menara bersama pemerintah memiliki kebijakan untuk menutup

akses pengusaha asing masuk ke bisnis ini, dan bisnis pengelolaan menara ini

dianggap dalam Daftar Negatif Investasi, yang telah dicantumkan dalam Peraturan

Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi dalam pasal 5 ayat 1 dan

2 yang berbunyi : 1. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara

sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang

tertutup untuk penanaman modal asing. 2. Penyedia Menara, Pengelola Menara

atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia yang seluruh

modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.

Menara bersama memiliki karakteristik yang unik, karena kini sistem ini

akan diterapkan di kawasan Indonesia yang sedang mengalami kompetisi yang

cukup ketat, disatu sisi jangkauan yang luas adalah daya tarik operator untuk

menarik pelanggan, tanpa menara yang banyak, para operator baru tidak akan bisa

bertahan lama. Contohnya, Telkomsel sebagai market leader dan Bakrie Telecom

yang mampu meningkatkan pelanggan secara signifikan salah satu sebabnya

karena penggelaran jaringan yang cepat dan luas. Hal tersebut tidak terlepas dari

kemampuan membangun menara dengan cepat, banyak dan teratur, sehingga bisa

menjangkau daerah-daerah baru.

Selain investor asing yang telah unggul di dunia internasional, seberapa

besar kemampuan pemasok menara lokal untuk setara atau bahkan lebih unggul

dari pemasok asing, serta mampu menembus paling kecil pasar Asia. Karena

penggunaan menara bersama bisa digunakan di manapun tak terkecuali Singapura

yang memiliki daerah kecil. Oleh karena itu, pembahasan teknologi tentang

menara bersama ini agar mampu meningkatkan peranan pemasok lokal supaya

tetap unggul dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Basuki Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Postel Departemen Kominfo,

menegaskan bahwa beleid tentang pembangunan serta pengelolaan menara BTS

itu akan diundang-undangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kominfo. Jadi,

nantinya, pembangunan BTS akan dibatasi. Yang sudah ada pun pemanfaatannya

akan dioptimalkan.

Beleid itu memang merupakan sebuah kebutuhan. Tanpa itu, besar

kemungkinan jumlah menara BTS akan membengkak. Indra Gunawan, Sekjen

Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel), menduga

kebutuhan BTS akan mencapai 43 ribu menara pada tahun 2009. Sebab,pengguna

ponsel diperkirakan bakal meningkat menjadi 65 juta pelanggan. Padahal,

pembangunan menara BTS secara terus-terusan macam begitu jelas merupakan

pemborosan. Membangun menara memang tidak murah. Biaya investasi untuk

satu menara sedikitnya mencapai Rp 1,5 miliar—termasuk untuk pembebasan

tanah yang rata-rata mencapai Rp 600 juta. Di Hong Kong atau di kebanyakan

negara lain, satu BTS bisa dipakai oleh sejumlah operator seluler. Bahkan, stasiun

televisi atau radio juga bisa ikut menumpang. Sungguh amat efisien. Di sini,

kebanyakan BTS eksklusif milik satu operator.

Beleid yang akan dibuat berusaha mengubah kebiasaan boros tadi. Jadi,

satu menara bisa digunakan bersama, minimal oleh empat operator—termasuk

stasiun televisi. Jadi, operator tak perlu lagi boros tanah. Apalagi, kata Basuki,

banyak kritik dari masyarakat lantaran pembangunan menara BTS di wilayah

perumahan kerap mengganggu mereka.

Basuki menjelaskan, saat ini Ditjen Postel tengah membahas rincian beleid

bersama para stakeholder—mulai dari operator seluler, stasiun televisi, hingga

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
sejumlah pemerintah daerah. Nantinya, akan diatur soal standardisasi serta kriteria

pembangunan dan pengelolaan menara BTS Ada standardisasi konstruksi menara,

ketinggian menara, jarak antar-BTS seluler, serta posisi penangkal petir.

Standarisasi jelas penting. Soal standar konstruksi, misalnya. Hal itu perlu

diperhatikan untuk menjaga kekuatan menara dari terpaan angin serta

kemungkinan gempa. Selain itu, ketinggian dan lokasi menara juga harus diatur

agar tidak mengganggu tata kota. Pengaturan jarak antar-BTS ditujukan untuk

mengisolasi frekuensi antaroperator supaya tidak terjadi interferensi antaroperator.

Yang menjadi masalah, bagaimana mengaplikasikan aturan itu nantinya?

Sebab, saat ini saja jumlah menara BTS sudah amat bejibun. Tercatat, dari sekitar

35 ribu menara itu, Telkomsel memiliki 14.500 lebih menara, sedangkan Indosat

mempunyai 11 ribu menara. Lantas, PT Excelcomindo Pratama memiliki 4.500

menara. Setelah itu, ada pula Komselindo dan Metrosel (keduanya memiliki 700

menara secara bersama), Bakrie Telecom (406), Natrindo (271), Sampoerna

(270), dan Hutchinson (64). Sebagian besar menara-menara tadi berlokasi di Ibu

Kota dan di sejumlah kota besar di pulau Jawa. 72

D. Pengaturan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi

Telah disinggung sebelumnya bahwa perihal mengenai telekomunikasi

telah diatur melalui UU No.36 Tahun 1999, akan tetapi pengaturan yang terdapat

di dalamya tidak dapat mencakup semua pengaturan mengenai permasalahan

telekomunikasi secara menyeluruh. Menara pemancar-penerima seluler

merupakan suatu kebutuhan pokok dalam rangka menunjang keberlangsungan


72
Febry Mahimza, “BTS, Mengatur Barisan, “ http:// www.majalahtrust.com/, Selasa, 11
November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
suatu usaha telekomunikasi. Dikarenakan hal yang sangat penting tersebut, maka

dirasakan perlunya pengaturan mengenai hal ini. Terdapat permasalahan yang

kompleks mengenai pembangunan dan penggunan menara pemancar-penerima

seluler pada saat ini.

Sebagai konsekuensi dari semakin pesatnya pembangunan telekomunikasi,

khususnya telekomunikasi nirkabel, semakin meningkat pula pembangunan

infrastruktur prasarana pendukung seperti menara telekomunikasi. Hanya saja,

saat ini cukup banyak jaminan keamanan lingkungan dan kurang proporsional

penempatannya bagi estetika tata kota. Kondisi ini menjadi lebih buruk karena

sebagian masyarakat semakin kritis, sehingga sering mudah eksplosif sikapnya

terhadap menara yang dianggapnya berpotensi membahayakan lingkungan sekitar

tempat tinggalnya. Bahkan secara , ekonomi persaingan pendirian menara

pemancar-penerima seluler ini justru cenderung kurang efisien, karena beban

biaya menjadi berlebih disbanding dengan kemungkinan single menara.

Karena itu, semangat yang ingin dikedepankan regulator telekomunikasi

adalah bagaimana satu BTS dapat dimanfaatkan oleh beberapa operator. Dengan

pengunaan BTS bersama, maka hal itu mengurangi tingginya permintaan lahan

untuk pembangunan menara, serta demi menjaga keindahan dan estetika kota.

Jika semua daerah menerapkan aturan serupa, menggunakan BTS

bersama, maka selain tercipta penataan kota yang baik, biaya yang perlu

dikeluarkan operator juga akan berkurang secara signifikan. Sebab untuk

membangun satu lokasi tower, di luar perangkat BTS-nya itu sendiri, sedikitnya

diperlukan dana Rp 1 miliar sejak dari proses site acqusition hingga pendirian

tower dan membangun shelter.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Hanya saja, memang implementasi menara bersama tidak semudah

membalikan telapak tangan. Ada dua alasan. Pertama, keberadaan tower

telekomunikasi sudah sedemikian banyaknya dan masing-masing operator

mempunyai perencanaan jaringan sendiri-sendiri. Dan kedua, tower-tower yang

sudah ada, memang tidak didesain untuk digunakan secara bersama sehingga

beban yang dapat ditampung di atas menara juga terbatas. 73

Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 17 Maret 2008 telah

secara resmi menanda-tangani Peraturan Menteri Kominfo No.

02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan

Menara Bersama Telekomunikasi. Rencana pengesahan peraturan ini telah

disampaikan oleh Menteri Kominfo pada saat berlangsungnya acara Rapat Dengar

Pendapat antara Komisi 1 DPR-RI dengan jajaran Departemen Kominfo yang

dipimpin langsung oleh Menteri Kominfo pada tanggal 17 Maret 2008.

Pertimbangan utama diterbitkannya peraturan ini adalah, bahwasanya menara

telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang utama dalam

penyelenggaraan telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan,

bangunan dan ruang udara. Di samping itu disadari pula sepenuhnya, bahwa

dalam rangka efektivitas dan efisiensi penggunaan menara telekomunikasi harus

memperhatikan faktor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika

73
Suara Merdeka, “Pro-Kontra Keberadaan BTS Seluler,”
http://:www.suaramerdeka.com/harian/0801/07/eko08. , Jumat, 21 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
lingkungan. Dalam penyusunan peraturan ini sudah mengacu pada beberapa

peraturan perubdang-undangan yang berlaku, yaitu 74 :

1. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

2. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

4. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

5. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

6. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal .

7. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Beberapa hal penting yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka Menara harus

digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan

pertumbuhan industri telekomunikasi.

2. Pembangunan Menara dapat dilaksanakan oleh : Penyelenggara

telekomunikasi; Penyedia Menara; dan/atau Kontraktor Menara.

3. Pembangunan Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dari

instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

74
“Peraturan Menteri Kominfo Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan
Menara Bersama Telekomunikasi”,http://www.postel.go.id/update/id/baca_info.asp?id_info=931,
Jumat, 21 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
4. Pemberian Izin Mendirikan Menara tersebut wajib memperhatikan

ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

5. Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara, dan atau Kontraktor

Menara dalam mengajukan Izin Mendirikan Menara wajib menyampaikan

informasi rencana penggunaan Menara Bersama.

6. Informasi tersebut harus dilakukan dengan perjanjian tertulis antara

Penyelenggara Telekomunikasi.

7. Pemerintah Daerah harus menyusun pengaturan penempatan lokasi

Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pemerintah Daerah dalam menyusun pengaturan penempatan Menara

tersebut harus mempertimbangkan aspek – aspek teknis dalam

penyelenggaraan telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan Menara

Bersama.

9. Pengaturan penempatan lokasi Menara tersebut harus memperhatikan

prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dilakukan dengan

mekanisme yang transparan dan dengan melibatkan peran masyarakat

dalam menentukan kebijakan untuk penataan ruang yang efisien dan

efektif demi kepentingan umum.

10. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara sebagai bentuk

bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup

untuk penanaman modal asing.

11. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang

bergerak dalam bidang usaha tersebut adalah Badan Usaha Indonesia yang

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha

dalam negeri.

12. Penyelenggara Telekomunikasi yang Menaranya dikelola pihak ketiga

harus menjamin bahwa pihak ketiga tersebut memenuhi kriteria sebagai

Pengelola Menara dan/atau Penyedia Menara tersebut.

13. Penyelenggara Telekomunikasi yang pembangunan Menaranya dilakukan

oleh pihak ketiga harus menjamin bahwa pihak ketiga tersebut memenuhi

kriteria Kontraktor Menara tersebut .

14. Pembangunan Menara harus sesuai dengan standar baku tertentu untuk

menjamin keamanan lingkungan dengan memperhitungkan faktor-faktor

yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi Menara, antara lain:

tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk

penggunaan bersama; ketinggian Menara; struktur Menara; rangka struktur

Menara; pondasi Menara; dan kekuatan angin.

15. Menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum

yang jelas.

16. Sarana pendukung tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku, antara lain: pentanahan (grounding); penangkal

petir; catu daya; lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction

Light); dan marka Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking).

17. Identitas hukum terhadap Menara tersebut antara lain: nama pemilik

Menara; lokasi Menara; tinggi Menara; tahun pembuatan/pemasangan

Menara; Kontraktor Menara; dan beban maksimum Menara.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
18. Izin Mendirikan Menara di kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan

perundang-undangan yang berlaku untuk kawasan dimaksud.

19. Kawasan tertentu tersebut merupakan kawasan yang sifat dan

peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain: kawasan bandar

udara/pelabuhan; kawasan pengawasan militer; kawasan cagar budaya;

kawasan pariwisata; atau kawasan hutan lindung.

20. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara yang memiliki

Menara, atau Pengelola Menara yang mengelola Menara, harus

memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada para

Penyelenggara Telekomunikasi lain untuk menggunakan Menara miliknya

secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis Menara .

21. Calon pengguna Menara dalam mengajukan surat permohonan untuk

penggunaan Menara Bersama harus memuat keterangan sekurang-

kurangnya, antara lain: nama Penyelenggara Telekomunikasi dan

penanggung jawabnya; izin penyelenggaraan telekomunikasi; maksud dan

tujuan penggunaan Menara yang diminta dan spesifikasi teknis perangkat

yang digunakan; dan kebutuhan akan ketinggian, arah, jumlah, atau beban

Menara.

22. Penggunaan Menara Bersama oleh Penyelenggara Telekomunikasi

dilarang menimbulkan interferensi yang merugikan .

23. Dalam hal terjadi interferensi yang merugikan, Penyelenggara

Telekomunikasi yang menggunakan Menara Bersama harus saling

berkoordinasi.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
24. Dalam hal koordinasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan,

Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menara Bersama,

Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara dan/atau Penyedia

Menara dapat meminta Direktur Jenderal untuk melakukan mediasi.

25. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara

dan/atau Pengelola Menara harus memperhatikan ketentuan hukum

tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

26. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara

dan/atau Pengelola Menara harus menginformasikan ketersediaan

kapasitas Menaranya kepada calon pengguna Menara secara transparan .

27. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara,

dan/atau Pengelola Menara harus menggunakan sistem antrian dengan

mendahulukan calon pengguna Menara yang lebih dahulu menyampaikan

permintaan penggunaan Menara dengan tetap memperhatikan kelayakan

dan kemampuan.

28. Penggunaan Menara Bersama antara Penyelenggara Telekomunikasi, antar

Penyedia Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi, atau antar

Pengelola Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi, harus

dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dicatatkan kepada Direktorat

Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

29. Pencatatan atas perjanjian tertulis oleh Direktorat Jenderal tersebut

didasarkan atas permohonan yang harus dilakukan oleh Penyelenggara

Telekomunikasi, Penyedia Menara atau Pengelola Menara.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
30. Pemerintah Daerah harus memperhatikan ketentuan hukum tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam

pembangunan Menara pada wilayahnya .

31. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara,

dan/atau Pengelola Menara berhak memungut biaya penggunaan Menara

Bersama kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan

Menaranya.

32. Biaya penggunaan Menara Bersama tersebut ditetapkan oleh

Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara atau Penyedia

Menara atau Pengelola Menara dengan harga yang wajar berdasarkan

perhitungan biaya investasi, operasi, pengembalian modal dan keuntungan.

33. Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan ini

dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

34. Ketentuan penggunaan Menara Bersama sebagaimana diatur dalam

Peraturan ini tidak berlaku untuk : Menara yang digunakan untuk

keperluan Jaringan Utama; atau Menara yang dibangun pada daerah-

daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi atau daerah-

daerah yang tidak layak secara ekonomis .

35. Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi bertindak sebagai perintis di

daerah tersebut maka kepadanya tidak diharuskan membangun Menara

Bersama.

36. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah

memiliki Izin Mendirikan Menara dan telah membangun Menaranya

sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
ketentuan dalam peraturan ini paling lama 2 tahun sejak peraturan ini

berlaku .

37. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah

memiliki Izin Mendirikan Menara namun belum membangun Menaranya

sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-

ketentuan dalam peraturan ini.

38. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi

administratif berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau

pencabutan izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 75

Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang

Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi pasal 2 yang

menyebutkan bahwa kini menara wajib digunakan secara bersama tanpa

mengganngu pertumbuhan industri telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan

bahwa kini menara wajib digunakan oleh minimal 2 operator.Permsalahan yang

sangat mungkin terjadi adalah: melakukan penggabungan bersama apalagi jika

yang dilakukan antar operator yang memiliki teknologi yang sama GSM – GSM,

berbeda halnya jika yang digabungkan antar operator GSM – CDMA karena

selain memiliki pangsa pasar yang berbeda, frekuensi yang digunakan jauh

berbeda dan handset yang digunakan pun berbeda. Akan tetapi jika yang

digabungkan operator yang memiliki teknologi GSM yang mempunyai segmen

pasar sama dan teknologi yang sama dan berada di frekuensi yang hampir sama di

rentang antara 900 MHz dan 1800 MHz. Hal ini menjadi cukup krusial mengingat

akhirnya kepuasan konsumen adalah hal yang diharapkan. Persoalan lain akan

75
Ibid.hal.,2.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
muncul, jika menara bersama diaplikasikan, siapakah yang akan menjadi investor

pemilik menara bersama tersebut. Dengan biaya per menara bisa sekitar 1 hingga

2 milyar. Misalnya, untuk satu perusahaan besar, seperti Telkom dengan 1900

BTS berarti Telkom harus menanamkan biaya sebesar 2 triliun.

Sayangnya, dari 100 triliun belanja operator telekomunikasi, hanya 1

triliun yang masuk ke industri telekomunikasi nasional. Hal tersebut diungkapkan

Direktur Industri Telematika Depperin tahun 2007. Namun, berbarengan dengan

regulasi tentang menara bersama pemerintah memiliki kebijakan untuk menutup

akses pengusaha asing masuk ke bisnis ini, dan bisnis pengelolaan menara ini

dianggap dalam Daftar Negatif Investasi, yang telah dicantumkan dalam Peraturan

Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman

Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi dalam pasal 5 ayat 1 dan

2 yang berbunyi : 1. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara

sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang

tertutup untuk penanaman modal asing. 2. Penyedia Menara, Pengelola Menara

atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia yang seluruh

modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri.

Menara bersama memiliki karakteristik yang unik, karena kini sistem ini

akan diterapkan di kawasan Indonesia yang sedang mengalami kompetisi yang

cukup ketat, disatu sisi jangkauan yang luas adalah daya tarik operator untuk

menarik pelanggan, tanpa menara yang banyak, para operator baru tidak akan bisa

bertahan lama. Contohnya, Telkomsel sebagai market leader dan Bakrie Telecom

yang mampu meningkatkan pelanggan secara signifikan salah satu sebabnya

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
karena penggelaran jaringan yang cepat dan luas. Hal tersebut tidak terlepas dari

kemampuan membangun menara dengan cepat, banyak dan teratur, sehingga bisa

menjangkau daerah-daerah baru. Selain investor asing yang telah unggul di dunia

internasional, seberapa besar kemampuan pemasok menara lokal untuk setara atau

bahkan lebih unggul dari pemasok asing, serta mampu menembus paling kecil

pasar Asia. Karena penggunaan menara bersama bisa digunakan di manapun tak

terkecuali Singapura yang memiliki daerah kecil. Oleh karena itu, pembahasan

teknologi tentang menara bersama ini agar mampu meningkatkan peranan

pemasok lokal supaya tetap unggul dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
BAB IV

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN

PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

DI KOTA TEBING TINGGI

A. Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dalam Pengaturan Penempatan

Lokasi Base Transceiver Station

Dalam industri telekomunikasi, salah satu topik yang mengemuka adalah

mengenai pembangunan sarana penunjang base transceiver station (BTS) atau

lebih sering disebut dengan menara telekomunikasi. Menjamurnya menara BTS

membuat gundah beberapa pemerintah daerah. Akibatnya, muncul wacana untuk

mengelola menara BTS sehingga bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sesungguhnya, bukan hanya pemerintah daerah saja yang menganggap

menara BTS sebagai "ladang" baru demi menambah pendapatan, namun juga

masyarakat. Meski banyak pula masyarakat daerah terpencil yang mengirimkan

pesan singkat ke SMS Center BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia)

agar di wilayahnya dibangun BTS, namun tidak dapat dipungkiri banyak juga

penolakan warga atas pembangunan tersebut yang bermuara pada besaran nilai

kompensasi. 76

76
Heru Sutadi, Menara Bersama Antara Kebutuhan dan PAD, http://:www.detikinet.com
, Selasa, 11 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Hal yang menjadi kendala dalam pembangunan menara telekomunikasi

adalah masalah penataan kota. Bayangkan saja, dengan sekitar sepuluh operator

telekomunikasi yang sekarang ini giat membangun jaringan, maka yang terjadi

adalah hadirnya menara bak cendawan di musim hujan dan akan menjadikan kota

dan desa-desa sebagai "hutan tower (menara)."

Dalam meningkatkan arus investasi ke Indonesia berbagai upaya tersu

dilakuakan oleh pemerintah. Upaya tersebut, antara lain dengan pendelegasian

kewenangan pegelolaan investasi kepada Pemerintah Daerah (PEMDA). 77 Untuk

itu pemerintah daerah wajib berperan untuk menghindarkan terjadinya hutan

tower (menara). Menurut Pasal 13 dan 14 Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo

UU No.32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah, yang menyatakan

bahwasanya urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan

daerah kabupaten/kota dalam skala provinsi dan kabupaten/kota meliputi

perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. 78

Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan ruang terdapat

dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang No.26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang: 79

1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan penataan ruang meliputi :

77
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung :Nuansa Aulia), 2007, hal.152.
78
Juniarso Ridwan, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah
(Bandung:Nuansa), 2008, hal.86.
79
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4725, Pasal
11Ayat (1)- Ayat (6)..

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
a) Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan

kawasan strategis kabupaten/kota;

b) Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c) Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota; dan

d) Kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.

2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b meliputi :

a) Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota;

c) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

3) Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan;

a) Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b) Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;

c) Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
kepada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk

pelaksanaannya.

5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah

kabupaten/kota :

a) Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana

umum dan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b) Melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan

ruang.

6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat

memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang,

pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah

menyelesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Hal ini juga diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota Pada Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa urusan

pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar

tingkatan dan/atau susunan pemeerintahan. Dan pada Pasal 2 ayat (4) point e PP

tersebut telah memasukkan penataan ruang sebagai salah satu bidang dalam

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan

pemerintahan. 80

Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 Tentang

pemerintahan Daerah, telah menetapkan Perencanaan, pengawasan, dan

pemnafaatan tata ruang sebagai urusan pemerintahan yang bersifat wajib,

sedangkan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara

nyat ada dan berpotensi untuk meningkatkaan kesejahteraan masysrakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 81

Selanjutnya, pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya

tersebut haruslah melakukan suatu langkah yang konkret yang disesuaikan dengan

kewenangan yang dimilikinya. Kewenangan yang melekat pada pemerintah

kabupaten/kota dalam administrasi negara disebut dengan sikap dan tindak

administrasi Negara.

Sikap dan tindak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

kabupaten/kota dapat diwujudkan dalam suatu bentuk kebijakan. Bila dilihat dari

sudut hukum administrasi Negara, kebijakan pemerintah daerah terdiri dari dua

bentuk, yaitu :

1. ketetapan atau keputusan (beschiking)

2. peraturan daerah (beleid)

Ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara

yang dalam hal ini sering disebut sebagai keputusan Bupati/Walikota, biasanya

sering dilihat dalam bentuk izin. Sementara peraturan daerah merupakan suatu

produk hukum yang merupakan hasil penetapan dari DPRD. Peraturan daerah

80
Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI No.38 Tahun 2007
81
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007),hal.173.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
dibuat sebagai instrument untuk melaksanakan pengaturan atau pengurusan rumah

tangga daerah.

Sehubungan dengan penataan ruang, maka perencanaan tata ruang

yang dibuat oleh daerah, baik itu kabupaten/kota, harus sesuai peraturan daerah

yang telah dibuat sebelumnya, bahkan untuk lebih memberikan kekuatan hukum,

perencanaan tata ruang wilayah yang akan dibuat harus disahkan melalui

peraturan daerah. 82 Perencanaan kota bertujuan agar kehidupan warga kota aman,

tertib, lancar dan sehat melalui : 83

1. Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi dan seimbang sesuai

dengan pertumbuhan dan perkembangan kota;

2. Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan serta

kebijaksanaan pembangunan nasional di daerah.

Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah memiliki Rencana Induk Kota

(RIK) sejak tahun 1995. kemudian dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor. 8 Tahun

1987 yang direvisi pada tahun 1993 dan diubah dengan Peraturan Daerah

Nomor.15 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, dan

disempurnakan pada tahun 1999 dengan alokasi ruang sebesar 60 Hektar eks

tanah PTPN III yang dikenal dengan Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi

Nomor 35 Tahun 1999 yang dipergunakan hingga saat ini. 84

Sebagaimana ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 telah

82
Juniarso Ridwan.,Op.cit., hal.91.
83
Zaidar, Hukum Tata Ruang Indonesia, (Medan:Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2003), hal.40.
84
Laporan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kota Tebing Tinggi Tahun 2007, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi, Tahun 2007.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah harus menyusun pengaturan penempatan

lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini berarti telah mengharuskan pemerintah kota Tebing Tinggi


untuk mengatur penempatan lokasi BTS. Namun dalam realisasinya tidaklah
seperti demikian.

Menurut M.Hafnil Fadly selaku staf pada Badan Perencanaan


Pembangunan Kota Tebing Tinggi menyebutkan bahwa pihak BAPEDA hanya
mengeluarkan surat izin prinsip yang dimintakan oleh Walikota Tebing Tinggi,
sebab yang menentukan lokasi pembangunan BTS adalah pihak operator. Untuk
itu pihak Bapeda hanya menentukan apakah BTS yang akan dibangun telah
merusak tata ruang kota atau tidak. Bila telah dilakukan survey di lapangan, dan
BTS yang akan dibangun tersebut tidak merusak tata ruang kota maka selanjutnya
BAPEDA Kota Tebing Tinggi akan mengeluarkan Surat Izin Prinsip dan
selanjutnya Walikota akan memberikan izin membangun kepada pihak pemohon.
Jadi disisni pihak BAPEDA hanya berperan dalam menentukan suatu BTS yang
akan dibangun telah/belum merusak tata runag kota Tebing Tinggi atau tidak
sedangkan yang menentukan lokasi pendirian BTS adalah pihak pemohon
(Operator). 85

Hal senada juga dilontarkan oleh S.P.Utomo selaku staff Pada Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu. Ia menyebutkan bahwa dalam peristiwa yang telah
terjadi selama ini,pihak pemohon (operator) yang menentukan lokasi pendirian
BTS sedangkan Pemeintah Kota Tebing Tinggi cq BAPEDA Kota Tebing Tinggi
hanya mengeluarkan Surat yang menyatakan bahwa BTS yang telah dibangun
merusak Tata Ruang Kota atau tidak.Bila harus demikian, sampai saat ini belum
ada Staff Ahli di Kota Tebing Tinggi yang dapat menentukan lokasi
pembangunan BTS dan tentunya hal ini akan merepotkan Pemerintah Kota Tebing
Tinggi. 86

Pernyataan yang telah diberikan oleh kedua orang tersebut sesuai


dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Bapak Dwi Joko Purwanto selaku
Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM. Ia menyebutkan
bahwa pihak operatorlah yang menentukan lokasi Pembangunan BTS, sebab hal
itu harus sesuai dengan GPS (General Position System) atau titik-titik lokasi yang
dapat mengcakup banyak pelangan sehingga tidak terjadi black spot (daerah
negative sinyal). Bila salah sedikit dalam menentukan titik lokasi pendirian BTS,
maka daerah tersebut tidak dapat mencakup area yang ditentukan sehingga sinyal
telepon seluler menjadi tidak ada yang dapat mengakibatkan kehilangan banyak
pelanggan dan pastinya mengakibatkan kerugian pada pihak operator. 87

85
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan
Pembangunan Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008.
86
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Kantor Pelayanan
Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008.
87
Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration
PT.TELKOM divisi Medan, pada tanggal 14 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Jadi dapat terlihat jelas bahwa Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak

memiliki peran dalam pengaturan penempatan lokasi BTS, peran yang ada hanya

menentukan lokasi BTS yang akan dibangun telah merusak tata ruang kota Tebing

Tinggi atau tidak.

Dengan demikian amanat dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tidak

terealisasi. Faktor utama dalam tidak terlaksananya hal tersebut bahwa tidak ada

Peraturan Daerah yang mengaturnya, Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak dapat

mengambil suatu kebijakan apabila tidak ada instruksi/Peraturan Daerah dari

Provinsi Sumatera Utara.

B. Efisiensi Pemanfaatan Ruang Dalam Pembangunan Base Transceiver

Station di Kota Tebing Tinggi

Dalam penjelasan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan

ruang dikemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat

maupun tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah

ditetapkan. Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri wilayah nasional, provinsi,

kabupaten dan/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut

batasan administrasi, dan di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya

manusia dan berbagai macam kegiatan pemanfatan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.

Apabila tidak dilakukan penyusunan rencana tata ruang yang baik,

kemungkinan ketidakseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dan merosotnya

kualitas lingkungan hidup akan semakin meningkat. Mengingat bahwa penataan

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
ruang di suatu daerah akan berpengaruh pada daerah lain, yang pada gilirannya

akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, dalam perencanaan tata

ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri

utamanya.

Terlebih lagi setelah diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 2008

jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pmerintahan Daerah, dimana daerah sebagai

daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri,

termasuk dalam hal perencanaan tata ruang daerahnya.

Persoalan otonomi daerah pada saat ini yang sering dibicarakan adalah

adanya anggapan bahwa pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan apapun

terhadap berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota, padahal

bila melihat pada ketentuan Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen, dengan jelas

menyatakan bahwa derah kabupaten/kota merupakan bagian dari daerah provinsi.

Penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif, tetapi dilakukan

melalui pengakuan oleh pemerintah. 88

Selanjutnya pada Pasal 11 ayat (1) dan (3) Undang-Undang No.12 tahun

2008 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas

menyatakan :

1. penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria

eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan

keserasian hubungan antar susunan pemerintah.

2. penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (1)

merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah,

88
Hasim Purba, Nurlisa Ginting dan Afrizon Alwi, Hubungan Pemerintah Provinsi
Dengan Kabupaten/Kota Perpektif Otonomi Daerah), (Medan : CV.Mentari Persada, 2004), hal.
41.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
pemerintah daerah kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah

yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem

pemerintahan.

Selanjutnya, mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam perencanaan

tata ruang dapat memperhatikan Pasal 13 dan Pasal 14 huruf b Undang-Undang

No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004, dimana pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan dan

pengawasan penataan ruang.

Persoalan mengenai perencanaan tata ruang tentunya memerlukan

koordinasi di antara pemerintah, baik itu pemerintah pusat, daerah provinsi,

maupun pemerintah kabupaten/kota, hal tersebut diperlukan oleh karena kondisi

ruang antar satu wilayah dengan wilayah yang lainnya memiliki keterkaitan satu

sama lain. Dengan demikian, setiap pemerintahan dalam melakukan kegiatan

pembangunan hendaknya melakukan perencanaan tata ruang dengan melakukan

koordinasi di antara pemerintahan, oleh karena masing-masing pemerintahan

memilki hubungan satu sama lainnya, dimana hal tersebut dipertegas di dalam

Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004,

yang menyatakan :”pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah

daerah lainnya.”

Uraian pasal tersebut mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan

kegiatan pembangunan, pemerintah hendaknya memperhatikan juga kondisi dan

kepentingan daerah lain. Artinya, dalam melakukan kebijakan-kebijakan dalam

memanfaatkan sumber daya alam untuk pembangunan, pemerintah hendaknya

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
melaksanakannya secara adil dan selaras di antara wilayah yang lainnya. Dengan

hak atas ruang diartikan sebagai hak pemanfaatan ruang. 89

Yang menjadi permasalahan disini yakni pelaksanaan efisiensi

pemanfaatan ruang di Kota Tebing Tinggi dalam hal Pembangunan dan

Penggunaan BTS telah terlaksana atau tidak.

Menurut Pasal 1 huruf F Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35

Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kotamadya Daerah

Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kotamadya Tebing tinggi Tahun 2008 menyatakan ruang adalah wadah yang

meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan secara

memelihara kelangsungan hidupnya. 90

Dalam pelaksanaan penataan ruang kota Tebing Tinggi harus sesuai

dengan program penataan ruang kota Tebing Tinggi yakni : 91

1. melengkapi dan menyerasikan peraturan penataan ruang dengan

peraturan lain yang terkai;

2. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian

pemanfaatan ruang;

3. menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif

dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan;

89
Mieke Komar, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, (Bandung: Mandar Maju,
1994), hal.142.
90
Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kotamadya Tebing tinggi Tahun 2008 Pasal 1 huruf F Lembaran Daerah Kota
Tebing Tinggi Tahun 2000 Nomor 1 Seri C Nomor 1.
91
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) Kota Tebing Tinggi Tahun
2006-2010, Pemerintah Kota Tebing Tinggi, 2005.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
4. penguatan kelembagaan penataan ruang untuk meningkatkan

koordinasi dan konsultasi antar pihak.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam pelaksanaan penataan ruang di Kota

Tebing Tinggi harus diselenggarakan secara efisien dan efektif. Berarti hal ini tak

terkecuali dalam pembangunan dan penggunaan BTS.

Hal ini juga diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pada Pasal 96 yang

mengamanatkan bahwa system jaringan telekomunikasi disususn dengan

memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara

pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan

keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya. 92 Begitu tegas Undang-undang telah

mengaturnya. Jadi pembangunan dan penggunanaan BTS harus sesuai dengan

keefisiensian pemanfaatan ruang suatu wilayah. Pembangunan BTS

diperbolehkan sepanjang sesuai dengan kondisi yang dimilki oleh wilayah

tersebut.

Berdasarkan luas wilayah Kota Tebing Tinggi sebesar 3.843.80 Ha dan

jumlah penduduk 135.992 jiwa dengan telah terbangunnya 21 unit menara

telekomunikasi/BTS maka pemrintah kota Tebing Tinggi mengambil suatu

kebijakan yakni dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor.355/250/Pemer

Tanggal 13 Maret 2008 yang menyatakan bahwa pemerintah kota Tebing Tinggi

tidak melayani permohonan rekomendasi dan atau memproses pemberian izin

92
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Peraturan Pemerintah, Nomor 26 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48,Pasal 96.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
kepada piha provider yang ingin membangun menara telekomunikasi di wilayah

Kota Tebing Tinggi. 93

Hal ini menunjukan bahwa bila pembangunan BTS untuk selanjutnya

diteruskan maka penataan ruang kota Tebing Tinggi menjadi buruk dan efisiensi

pemanfaatan ruang di Kota Tebing Tinggi menjadi tidak terlaksana dengan

baik.oleh sebab itulah pembangunan BTS untuk selanjutnya dihentikan.

Banyak para investor yang igin mendirikan BTS di Kota Tebing Tinggi,
namun bila hal ini dibiarkan Kota Tebing Tinggi akan menjadi hutan menara yang
tidak sesuai dengan penataan ruang dan efisiensi pemanfaatan ruang. Untuk saat
ini BTS yang telah didirikan di Kota Tebing Tinggi tidak melanggar penataan
ruang kota Tebing Tinggi, namun bila dibiarkan maka akan menimbulkan
masalah. Sebab bila diteruskan efisiensi pemanfaatan ruang menjadi tidak
terlaksana karena dengan wilayah yang kecil dan jumlah penduduk yang relative
sedikit akan merusak penataan ruang kota Tebing Tinggi. 94

Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Tebing Tinggi tersebut

sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang

mengharuskan pembangunan dan penggunaan menara bersama. Oleh sebab itulah

Pemerintah Kota Tebing Tinggi segera melaksanakan suatu kebijakan yang sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pengaturan tata ruuang untuk suatu kehidupan kota yang baik selalu

memperhatikan adanya keseimbangan antara luas daerah dan jumlah orang yang

mendiaminya, karena pasa suatu saat tertentu hal tersebut akan mencapai titik

jenuh. 95

C.Peran Dalam Bidang Perizinan

93
Surat Edaran Walikota Tebing Tinggi, Nomor 355/250/Pemer Tanggal 13 Maret 2008.
94
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan
Pembangunan Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008.
95
S. Pamudji, Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Pembinaan Wilayah, (Jakarta :
PT. Bina Aksara, 1985), hal.51.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Peranan perizinan dalam era pembangunan yang terus-menerus

berlangsung ternyata amatlah penting untuk terus ditingkatkan, apalagi dalam era

globalisasi dan induustrilisasi. Kita melihat bahwa semua pembangunan yang

dijalankan tiada maksud lain selain untuk membawa perubahan dan pertumbuhan

yang fundamental di mana sektor industri akan menjadi dominant yang ditunjang

oleh sektor pertanian yang tangguh.

Demikian pula dalam dunia bisnis atau dunia usaha, perizinan jelas

memegang peranan yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan dan

pertumbuhan dunia usaha bisa dikatakan merupakan dua sisi mata uang yang

saling berkaitan/berhadapan. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya

izin yang jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha

membutuhkannya. Dengan perkataan lain, dunia usaha akan berkembang bila izin

yang diberikan mempunyai satu kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan

dunia usaha dapat bekerja dalam kondisi yang nyaman.

Dalam proses industrialisasi sekarang ini, minimal ada 5 (lima) peran yang

menjadi prioritas agar dunia bisnis dapat berkembang dengan cepat dan mantap,

yakni: 96

1. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi;

2. meningkatkan lapangan kerja dan nilai tambah;

3. meningkatkan ekspor;

4. menghemat devisa; dan

5. mendorong pengunaan teknologi.

96
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis,(Jakarta: PT.Rineka Cipta),
2007, hal.155.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Masalah perizinan dan pemberian kemudahan dalam berusaha harus

mampu menciptakan iklim usaha yang bergairah. Kebijaksanaan deregulasi dan

debirokratisasi yang dilakukan terhadap dunia usaha merupakan salah satu cara.

Masalah perizinan seringkali menjadi sorotan masyarakat bila dirasa

mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan usahanya. Seperti

diketahui, prinsip dasar yang perlu dipegang dalam masalah perizinan dan

kewajiban dunia usaha adalah bahwa dalam setiap kegiatan usaha diperlukan

adanya izin.

Dengan adanya izin, seseorang atau badan hukum dapat mempunyai

serangkaian hak dan kewajiban yang membuatnya dapat menikmati dan

mengambil manfaat untuk keuntungan usahanya. Namun demikian, pemerintah

dapat pula mengambil langkah pertimbangan dan keterbatasan jasa kestabilan

untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi pemberian izin

usaha. Disini tampak adanya hukum permintaan dan penawaran (supply and

demand) berlaku.

Dengan adanya keterbatasan peluang yang diberikan berikut pertimbangan

kestabilan ekonomi untuk menjaga terselenggaranya persaingan yang sehat, maka

penerbitan izin dibatasi, walaupun permintaan izin terus meningkat. Hal ini

berakibat harga izin pun meningkat.

Akan lebih parah lagi dengan izin tersebut prospek keuntungan yang akan

diperoleh cukup besar dan meyakinkan, apalagi jika dengan pembirian izin dapat

diciptakan kedudukan monopoli/oligopoly bagi pemilik izin tersebut. Sebagai

kompensasi atas izin yang diperoleh karena kenikmatan bagi keuntungan

usahanya, kaum usahawan akan dibebani dengan seperangkat kewajiban seperti

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
pemenuhan persyaratan yang harus dipatuhi, persyaratan menyampaikan

informasi, dan persyaratan laporan tentang kemajuan usahanya, dan seterusnya. 97

Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo

UU No.32 Tahun 2004 tentang Pmerintahan Daerah, di mana daerah diberikan

kebebasan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, maka izin

oleh pemerintah daerah dijadikan sebagai salah satu pendapatan daerah guna

membiayai jalannya pemerintahan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka

pemerintah daerah perlu memberlakukan suatu ketentuan perizinan. Hal ini

diadakan selain untuk menambah penghasilan daerah, juga dimaksudkan agar

terjadinya suatu tertib administrasi dalam melaksanakan pembangunan di daerah.

Salah satu contoh, untuk merealisasikan maksud tersebut di atas, maka pemerintah

daerah memberlakukan pengelompokkan perizinan, yang diantaranya adalah :

1. Izin Lokasi

2. Izin Peruntukan Pembangunan Tanah (IPPT)

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

4. Izin Gangguan (HO)

5. Surat Izin Usaha Keparawisataan (SUIK)

6. Izin Reklame

7. Izin Pemakain Tanah dan Bangunan Milik/Dikuasai Pemerintah Kota

8. Izin Trayek

9. Izin Penggunaan Trotoar

10. Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan

11. Izin Penggalian Damija Jalan (Daerah Milik Jalan)

97
Ibid., hal. 156.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
12. Izin Pematangan Tanah

13. Izin Pembuatan Jalan di Dalam Komplek Perumahan, Pertokoan dan

Sejenisnya

14. Izin Pemanfaatan Titik Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyeberangan

Orang dan Sejenisnya

15. Tanda Daftar Perusahaan

16. Izin Usaha Perdagangan

17. Izin Usaha Industri/ Tanah Daftar Industri

18. Tanda Daftar Gudang

19. Izin Pengambilan Air Permukaan

20. Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air

21. Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi, dan Kemiringan Dasar

Saluran/Sungai

22. Izin Perubahan atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan serta

Penguatan Tanggul yang dibangun oleh masyarakat.

23. Izin Pembangunan Lintasan yang Berada di Bawah/di Atasnya

24. Izin Pemanfaatan Bangunan Pengairan dan Lahan pada Daerah Sepadan

Saluran/Sungai

25. Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan.

Pemerintahan daerah dalam mengurus apa yang menjadi kewenangannya

senantiasa mengeluarkan kebijakan-kebijakan sesuai dengan kebutuhan setempat

dalam bentuk peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan peraturan-peraturan

lainnya.salah satu bentuk perujudan kewenangan tersebut adalah perizinan.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, peranan perizinan sebagai

salah satu bentuk ketetapan sangat menentukan, dan itu merupakan tindakan

hukum sepihak atau bersegi satu dari administrasi negara. Kewenangan seperti ini

adalah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan menurut Undang-undang

No.32 Tahun 2004,yang menjalankan hak, wewenang dan kewajiban memimpin

pemerintahan daerah adalah kepala daerah.

Sebagai salah satu contoh dari atribusi yang memberikan “Freies

Ermessen/diskresi” kepada administrasi negara adalah Pasal 157 UU N0.32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, yang menentukan sumber pendapatan

daerah, yang diantaranya adalah:

1.Hasil pajak daerah

2.Hasil retribusi daerah

3.Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4.Lain-lain dan PAD yang sah

5.Dana pertimbangan

6.Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Pasal 157 tersebut memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah

untuk menggali pendapatan daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi yang

ada didaerahnya.Tiap-tiap daerah mempunyai potensi sumber pendapatan daerah

yang tidak sama,umpamanya padas ektor perdagangan, pariwisata, industri.

Dengan adanya potensi tersebut,tampak bahwa salah satu pendapatan daerah bisa

digali dari retribusi,dan diantaranya adalah retribusi perizinan.

Perizinan sebagai salah satu instrumen dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah dapat dikembangkan sebagai salah satu kewenangan

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hokum

kepala daerah,baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan

landasannya,maupun dalam kerangka menyikapi prinsip-prinsip pemerintahan

yang baik sebagai bentuk tanggungjawab publik.

Dalam pemberian izin Pembangunan BTS, Izin yang terkait adalah Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO). Pemerintah Kota Tebing

Tinggi cq Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu yakni pejabat yang berwenang

memberikan izin pemanfaatan ruang. 98 Tidak melarang maupun mempersulit izin

pembangunan BTS selama hal tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

Hanya perizinan inilah yang memperlihatkan dengan jelas peran

pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam Pembangunan dan Penggunaan BTS.

Sebuah BTS tidak akan berdiri bila izin mendirikan bangunan BTS tersebut tidak

dikeluarkan.

Dari perizinan inilah yang memberikan pemasukan kepada Pemerintah


Kota Tebing Tinggi. Pemerintah Kota Tebing Tinggi akan memperoleh
pemasukan yang cukup lumayan dari retribusi pembangunan BTS. Setiap BTS
akan dikenakan retribusi sebesar 1,75 % dari Rencana Anggaran Biaya yang
diajukan oleh pemohon. Bayangakn bila banyak BTS yang berdiri maka akan
semakin besar pemasukan ke Pemerintah Kota Tebing Tinggi. 99

Secara kelembagaan Pemerintah Daerah harus menyiapkan birokrasi yang

efisien dengan mengembangkan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja

kelembagaannya, yang tentunya dengan dukungan sumber daya manusia yang

berkualitas. Di pihak lain, daerah harus memfasilitasi dan mengkreasi pelayanan

98
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Peraturan Pemerintah, Nomor 26 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48,Pasal 114.
99
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Kantor Pelayanan
Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
public agar melek terhadap teknologi dan dinamik science.Interaksi

perkembangan tersebut akan memberikan sinergi bagi kemajuan daerah secara

keseluruhan sehingga corak apapun masyarakatnya, semuanya bergerak dalam

bingkai dan visi teknologi yang berbasis ilmu pengetahuan. 100

D.Kepastian Hukum Mengenai Peran Pemerintah Daerah

Dalam melaksanakan suatu kebijakan di suatu pemerintah daerah misalnya

kota Tebing Tinggi tidaklah mudah seperti apa yang kita bayangkan. Walaupun

Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah telah memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah

untuk melaksanakan kegiatan pemerintahannya sendiri, namun tetap saja dalam

realisasinya harus berkoordinasi dengan pemerintahan diatasnya.

Inilah yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk mengambil

kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pemerintahannya. Seperti dalam

halnya pengaturan penempatan lokasi BTS yang diamanatkan oleh Peraturan

Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia

No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 dimana pengaturan penempatan lokasi BTS

yang berhak menentukan adalah pemerintah daerah. Dalam hal ini, tidak dapat

dijalankan sama sekali oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebab belum ada

Peraturan Daerah yang mengaturnya. Kebijakan tersebut baru dapat terlaksana

bila telah dikeluarkannya suatu peraturan yang terkait dari Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara.

Begitu juga dalam kaitannya dengan penataan ruang, Pemerintah Kota

Tebing Tinggi tidak dapat membuat peraturan daerahnya sebelum Pemerintah

100
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2007), hal.38

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Provinsi Sumatera Utara telah meneyelesaikan Peraturan Daerah Tentang

Penataan Ruang, sebab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang berhak

menentukan Kota Tebing Tinggi dijadikan kawasan apa dan setelah ditetapkan

barulah Pemerintah Kota Tebing Tinggi dapat membuat peraturan daerah tentang

Penataan Ruang di pemerintahannya.

Begitu besar peranan dari Pemerintahan Pusat, ini dapat dilihat dari

dikeluarkannya Surat Edaran dari Walikota Kota Tebing Tinggi yang

mengharuskan pemberhentian pembangunan menara telekomunikasi setelah

dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik

Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang mewajibkan penggunaan

menara bersama. Oleh sebab itulah Pemerintah Kota Tebing Tinggi cq Kantor

Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi tidak memberikan izin

urterhadap pembangunan dan penggunaan menara BTS. Hal ini dilakukan karena

dikhawatirkan akan bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya.

Keunggulan otonomi daerah hanya terletak dari keleluasaan Pemerintah


Kota Tebing Tinggi dalam melakukan kebijakan daerah dan keluluasaan dalam
APBN sebab daerahlah yang mengusulkan jumlah biaya yang diperlukan dalam
melakukan suatu kebijakan dan bukan Pemerintah Pusat yang menentukan lagi.
Selebihnya setiap kebijakan yang akan dilakukan harus sesuai dengan Peraturan
yang ada diatasnya. 101

Jadi dapat kita simpulkan bahwa Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi

tidak begitu besar terutama dalam pembangunan dan penggunanaan menara BTS

sebab belum ada Peraturan Daerah yang mengaturnya. Peran yang ada hanya

sebatas pemberian izin.

101
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan
Pembangunan Kota Tebing Tinggi ,Tanggal 24 November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diperoleh

kesimpulan yang diantaranya :

1. Mengenai pengaturan penggunaan bersama menara seluler (BTS) harus

segera direalisasikan secepat mugkin agar tercapai kepastian hukum dan

tercipta keseragaman hukum di setiap daerah. Dengan adanya pengaturan

mengenai penggunaan bersama menara seluler, diharapkan akan dapat

menghemat dana dari pihak operator seluler dan terutama dapat

menghindarkan terjadinya “hutan tower” di berbagai daerah di Indonesia.

Sebab diyakini dengan adanya penggunaan bersama menara seluler dapat

mengurangi tingkat pencemaran keindahan tata kota sehingga tata ruang

suatu kota dapat dimanfaatkan seefisien mungkin.

2. Secara normative perananan Pemerintah Daerah telah diatur dalam PP

No.38 tahun 2007, yang memisahkan secara tegas Urusan Pemerintahan,

baik bagi pemerintah (pusat), provinsi, maupun kabupaten/kota. Dalam

realisasi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi, Pemerintah Kota Tebing

Tinggi tidak dapat mengambil kebijakan yang begitu besar sebelum

pemerintahan yang ada diatasnya (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara)

mengeluarkan Peraturan Daerah. Peranan Pemerintah Kota Tebing Tinggi

menjadi sangst kecil karena keterlambatan Kebijakan yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara .

Kewenagan yang dilakukan Pemerintah Kota Tebing Tinggi hanya sebatas

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
peraturan daerah yang ia miliki, sebab dalam melakukan suatu kebijakan

harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara yang membuthkan waktu yang cukup lama. Hal ini

dimkasudkan agar suatu peraturan tidak bertentangan dengan peraturan

yang lebih tinggi dari padanya. Peran yang ada pada Pemerintah Kota

Tebing Tinggi dalam pembangunan dan penggunaan BTS hanya sebatas

dalam pemberian izin. Sedangkan peran dalam pengaturan penempatan

lokasi BTS tidak dapat terlaksana sebab belum ada Peraturan Daerah yang

mengaturnya.

3. Dalam penggunaan bersama menara seluler ini, diharapkan pemerintah

daerah setempat tidak mengambil alih keseluruhan pengaturan

pembangunan menara seluler (BTS) ini karena dikhawatirkan bahwa

semakin susahnya birokrasi di pemerintahan daerah setempat dalam hal

pengadaan menara ini. Di satu sisi pemerintah juga dikhawatirkan akan

memonopoli pengaturan menara seluler bersama ini sehingga secara serta

merta memunculkan suatu ruang bagi para pelaku usaha pembangunan

menara untuk “berbuat curang” dalam proses tender yang tentu saja

diurusi langsung oleh pemerintah setempat. Untuk itu perlunya

kebijaksanaan dari pemerintah setempat untuk menyikapi fenomena

tersebut.

4. Dalam pembangunan dan penggunaan BTS tentunya memberikan dampak

bagi pemilik lahan maupun masyarakat sekitar baik secara langsung

maupun tidak langsung, penulis membaginya kedalam dua kelompok

dasar, yaitu :

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
a. Dampak Positif

i) Bertambahnya pendapatan yang secara langsung

dapat dirasakan oleh pemilik lahan melalui perjanjian

jual beli atau sewa menyewa lahan;

ii) Maksimalnya signal yang dapat dirasakan langsung

oleh masyarakat pengguna produk operator seluler.

iii) Bertambahnya pendapatan asli daerah melalui

retribusi atas izin mendirikan bangunan dari

pembangunan dan pengunaan menara seluler.

b. Dampak Negatif

i) perasaan cemas oleh warga sekitar menara akibat

kemungkinan rusak atau rubuhnya menara yang dapat

diakibatkan oleh konstruksi bangunan yang tidak

baik, ataupun dikarenakan “Force Majeur” misalnya

diakibatkan pleh kondisi alam seperti banjir, tanah

longsor dam lainnya.

ii) Ancaman petir terhadap bangunan disekitar menara

apabila konstruksi penangkal petir menara tersebut

tidak bekerja dengan baik.

5. Pembangunan dan Penggunaan menara seluler jangan tidak diperbolehkan,

sebab dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah setempat maupun

masyarakatnya. Namun dalam pembangunannya harus dapat disesuaikan

dengan kondisi wilayah yang ada. Peningkatan perkembangan di bidang

telekomunikasi dapat mempermudah dalam memperoleh dan

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
menyampiakna informasi sehingga menghasilkan manusia yang tidak buta

akan perkembangan zaman.

B. Saran

Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan saran sebagai berikut :

1. Dengan semakin cepatnya perkembangan di bidang teknologi khususnya

dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi, tentunya harus

dipayungi dengan ketentuan hukum yang bersifat dinamis. Dinamis disini

berarti harus dapat mengakomodir semua kemajuan teknologi di bidang

telekomunikasi tersebut.khususnya mengenai pengaturan di bidang

teknologi menara seluler (BTS) yang saat ini memerlukan pengaturan

secara menyeluruuh. Pemerintah dalam hal ini sebagai badan regulator

harus mengeluarkan pengaturan hokum yang nantinya tidak menjadi

hambatan baggi setiap pelaku usaha di bidang telekomunikasi. Dengan

semakin banyaknya menara seluler bermunculan, pemerintah daerah

setempat harus dapat memberikan pengaturan yang maksimal agar sesuai

dengan estetika lingkungan dan hendaknya pengaturan tersebut tidak

bersifat politis semata.

2. Semakin tingginya permintaaan masyarakat dalam dunia

pertelekomunikasian khususnya terhadap telepon seluler telah mendorong

pelaku usaha untuk meningkatkan investasi dalam pembangunan menara

seluler (BTS) yang diyakini dapat meningkatkan pelanggan dan pastinya

keuntungan yang luar biasa. Karena itu pelaku usaha beramai-ramai

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
membangun manara seluler, namun bila hal ini dibiarkan tentunya akan

merusak tata ruang suatu daerah. Untuk itulah pelaku usaha harus dapat

menyesuaikan pembangunan menara seluler dengan jumlah wilayah dan

jumlah penduduk suatu daerah, jangan hanya memikirkan keuntungan

saja. Atas dasar tersebut pemerintah daerah harus bijak dan jeli terhadap

pelaku usaha yang lebih mengutamakan keuntungan dari pada

pemanfaatan. Sanksi yang tegas harus dapat dilaksanakan bila ada menara

seluler yang tidak emenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

3. Pengaturan penggunaan menara bersama harus jelas, ketentuan-ketentuan

yang dimaksudkan oleh pemerintah jangan sampai menimbulkan

penafsiran yang ambigu oleh pelaku usaha maupun pemerintah daerah.

Peraturan tersebut juga harus dapat menjelakan bagaimana system

penggunaan menara bersama, kepada siapa penyewa harus menyewa, dan

berapa jangka waktu serta jumalah operator yang dapat menyewa dalam

sebuah menara bersama.

4. Pemerintah Pusat juga harus cepat dan tanggas dalam mengeluarkan

regulasi bagi pemerintahan yang ada dibawahnya. Jangan sampai

peraturan daerah dikeluarkan setelah suatu masalah muncul.Sebuah

Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan peran yang besar sebelum

keluar Peraturan Daerah dari Pemerintah yang ada diastasnya. Dan

hendaknya pemerintah telah dapat meramalkan suatu kondisi yang akan

terjadi di kedepan hari sehingga tidak terjadi permaslahan hokum.

5. Menara bersama bukan mengambil kewenangan, apalagi mengurangi hak

kabupaten atau kota, melainkan untuk efektivitas pengawasan, efisiensi

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
penggunaan lahan secara lintas wilayah dan peningkatan PAD. Para

operator tidak fokus pada pelayanan di wilayah yang menguntungkan

secara bisnis semata, namun juga mengembangkan misi sosial

telekomunikasi dengan membuka akses daerah yang selama ini belum

terjangkau jaringan.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdi, Zainal. Industri Telekomunikasi : Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan

Kemajuan Bangsa. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 2006.

Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2003.

Burton, Richard. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2007.

Effendy, Onong Uchjana. Radio Siaran, Teori dan Praktik. Bandung : Mandar

Maju, 1990.

Kerlinger, Ferd. N. Asas-asas Penelitian Behavioral, Cetakan Kelima,

Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996.

Judhariksawan. Pengantar Hukum Telekomunikasi. Jakarta: PT.RajaGrafindo

Persada, 2005.

Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2007.

Komar, Mieke. Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang. Bandung : Mandar

Maju, 1994.

Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta:

PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007.

Laporan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kota Tebing Tinggi Tahun 2007,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi, Tahun

2007.

Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2004.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Pamudji, S. Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Pembinaan Wilayah.

Jakarta : PT. Bina Aksara, 1985.

Purba, Hasim, dkk. Hubungan Pemerintah Provinsi Dengan Kabupaten/Kota

Perpektif Otonomi Daerah). Medan : CV.Mentari Persada, 2004.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) Kota Tebing Tinggi

Tahun 2006-2010, Pemerintah Kota Tebing Tinggi, 2005.

Ridwan, Juniarso. Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi

Daerah. Bandung: Nuansa, 2008.

Salim, Peter. The Contempory English-Indonesian Dictionary. Jakarta:Modern

English Press, 1991.

Saydam, Gouzali. Sistem Telekomunikasi di Indonesia. Bandung : Alfabeta, 2006.

Sembiring, Sentosa .Hukum Investasi. Bandung :Nuansa Aulia, 2007.

Supriadi, Dedi. Era Baru Bisnis Telekomunikasi. Bandung : STT Telkom dan

PT.Rosda Jayaputra, 1995.

___________, Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia, Masa Perang

Kemerdekaan, Jilid II. Jakarta : Departemen Perhubungan Direktorat

Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 1980.

____________, Telekomunikasi Indonesia. Bandung :PT.Telkom dan Yayasan

Ikatan Alumni Lemhannas ( IKAL), 1997.

Zaidar. Hukum Tata Ruang Indonesia. Medan : Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, 2003.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
B. Makalah

Lubis,Azhar. “Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim

Investasi yang Kondusif.” Makalah pada Diskusi Publik Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan, 11 April 2008.

Natasya,Ningrum. ”Persaingan Usaha Industri Telekomunikasi.” Makalah pada

Diskusi Publik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 11

April 2008.

C. Internet

Darmawan, Komang.” Sejarah Telekomunikasi Dunia dan Indonesia” .

<https://styx.uwaterloo.ca/~jscouria/GSM/gsmreport.html>.

11 November 2008.

Dawarja, Agustinus. “Resume Singkat dari Beberapa Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia Tentang Telekomunikasi”.

<http::www.lexregis.com/%3Fmen>. 11 November 2008.

Dirjenpostel. ”Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia”.

<www.dirjenpostel.go.id>. 11 November 2008.

Haryanto, Putra. “Perkembangan Telekomunikasi di Indonesia”.

<http://:indomapan.wordpress.com/2008/10/13/>. 11 November 2008.

Mahimza, Febry dkk.” BTS, Mengatur Barisan”.

<http://www.majalahtrust.com/ekonomi/sektor_riil/979>.11 November

2008.

Mathari, Rusdi. ” [ekonomi-nasional] Kepentingan Bisnis di Menara BTS “.

<http://www.mailarchive.com/ekonominasional@yahoogroups.com>.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
11 November 2008.

Mathari, Rusdi. “Persaingan di Puncak Menara BTS”.

< http://www.mobileIndonesia.com>. 11 November 2008.

Riswan.” Base Transceiver Station”.<http://:mobileindonesia.net/2008/05/22>.

11 November 2008.

Riyantoro. “Berapa Kapasitas Layanan per BTS pada CDMA?”,

<http://=riyantoro.wordpress.com/2007/05/20>. 11 November 2008.

Rudyno. “Konfigurasi BTS”. <http://mobileindonesia.net/2006/02/01/>.

11 November 2008.

Suara Merdeka, “Pro-Kontra Keberadaan BTS Seluler”.

<http://:www.suaramerdeka.com/harian/0801/07/eko08>.

21 November 2008.

Sutadi, Heru.” Menara Bersama Antara Kebutuhan dan PAD”.

<http://:www.detikinet.com>. 11 November 2008.

“ Ericsson Ungkap BTS Bertenaga Angin”.

<http://www.indonesiaheadlines.com/>. 21 November 2008.

“Kontroversi Akibat Keberadaan BTS di sekitar Pemukiman”.

<http://syaif.spaces.live.com/default.aspx>. 11 November 2008.

“No BTS, No Communication”. <http://yogismobile.blogspot.com>

11 November 2008.

“Sejarah GSM di Indonesia dan Perkembangannya”

<http:// www.duniasex.com/forum/showthread.php>.

11 November 2008.

“Sumber Energi Alternatif BTS”.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
<http:// podjoktelco.blogspot.com/2008/05/sumber>.

21 November 2008.

“Tahun 2013, BTS Gunakan Tenaga Matahari”. <http:// www.arrahmah.com>.

21 November 2008.

”XL resmikan BTS ke-14.000”.< http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/>.

21 November 2008.

____________.<http://www.total.or.id/info.php?kk=Base%20Transceiver%2

0Station>. 21 November 2008.

____________.<http://www.total.or.id/info.php?kk=cellular>. 21 November

2008.

____________, <http://www.postel.go.id>. 21 November 2008.

D. Wawancara

Hasil wawancara dengan Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User

Relation and Calibration PT.TELKOM Area I, pada Tanggal 14

November 2008.

Hasil wawancara dengan M.Nafnil Fadly sebagai seorang Staff pada Badan

Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi, pada Tanggal 24

November 2008.

Hasil Wawancara dengan S.P.Utomo sebgai seorang Staff pada Kantor Pelayanan

Perizinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi, pada Tanggal 24

November 2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
E. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang

No.36 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 154.

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 125.

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 4725.

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Repulik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Untuk

Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1974.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pemisahan Kedua Peruntukan

Jasa Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1980.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 3980.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota , Peraturan Pemerintah Nomor 38

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008
Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

82.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan

Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi Tentang Retribusi

Izin Mendirikan Bangunan, Nomor 24 Tahun 1998, Lembaran Daerah

Kotamadya Tingkat II Tebing Tinggi Nomor 16 Tahun 1999 Seri*B

Nomor 16.

Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Tebing tinggi Tahun

2008, Lembaran Daerah Kota Tebing Tinggi Tahun 2000 Nomor 1 Seri C

Nomor 1.

Surat Edaran Walikota Tebing Tinggi, Nomor 355/250/Pemer Tanggal 18 Maret

2008.

Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran
Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008
USU Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai