Anda di halaman 1dari 8

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


REPUBLIK INDONESIA

NOMOR …. TAHUN 2017


TENTANG
ORGANISASI KEMAHASISWAAN PERGURUAN TINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa mahasiswa dapat mengembangkan bakat, minat, dan


kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
melalui Organisasi Kemahasiswaan.
b. bahwa Organisasi Kemahasiswaan perlu lebih ditingkatkan sebagai
bagian integral dari sistem pendidikan nasional;
c. bahwa Perguruan Tinggi perlu menciptakan hubungan
antarperguruan tinggi yang sehat, harmonis, dan bertanggung jawab
dalam rangka menghadapi tantangan global;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Peraturan Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi tentang Organisasi Kemahasiswaan
Perguruan Tinggi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan;

1
4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan
Tinggi (Penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5500);
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14);
7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet
Kerja Periode 2014 – 2019;
8. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor
44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1952);
9. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor
15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN


PENDIDIKAN TINGGI TENTANG ORGANISASI
KEMAHASISWAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Organisasi Kemahasiswaan adalah wadah kegiatan mahasiswa untuk mengembangkan
bakat, minat, dan potensi, kreativitas, kepekaan, daya kritis, keberanian, kepemimpinan
serta rasa kebangsaan dan tanggungjawab sosial yang terdiri atas organisasi kemahasiswaan
intra dan antarperguruan tinggi.
2. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.
3. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
4. Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) adalah dokumen yang memuat informasi
tentang pencapaian akademik atau kualifikasi dari lulusan pendidikan tinggi bergelar.
5. Audit Organisasi Kemahasiswaan adalah evaluasi terhadap perencanaan dan pengelolaan
organisasi yang dilaksanakan oleh Pemimpin Perguruan Tinggi.

2
6. Kegiatan Kurikuler adalah serangkaian kegiatan yang terstruktur untuk mencapai tujuan
Program Studi.
7. Kegiatan Kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara terprogram
atas bimbingan dosen sebagai bagian kurikulum dan dapat diberi bobot setara satu atau dua
satuan kredit semester.
8. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh Mahasiswa sebagai
penunjang kurikulum dan dapat diberi bobot setara satu atau dua satuan kredit semeter.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset,
teknologi, dan pendidikan tinggi.
10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
11. Pemimpin Perguruan Tinggi adalah Rektor untuk Universitas/Institut, Ketua untuk Sekolah
Tinggi, dan Direktur untuk Politeknik/Akademi/Akademi Komunitas.
12. Organisasi Intra Perguruan Tinggi adalah organisasi kemahasiswaan dalam lingkup satu
Perguruan Tinggi.
13. Organisasi Antarperguruan Tinggi adalah organisasi kemahasiswaan dalam lingkup
beberapa Perguruan Tinggi.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Organisasi Kemahasiswaan berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Pasal 3
Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi bertujuan:

(1) Berkembangnya potensi dan karakter mahasiswa melalui kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler dalam rangka mencapai visi misi perguruan tinggi.
(2) Terwujudnya hubungan yang sinergis, harmonis, dinamis, berkeadilan, dan beretika antara
Pemimpin Perguruan Tinggi dengan mahasiswa.
(3) Terlaksananya kegiatan kemahasiswaan yang transparan, akuntabel dan
bertanggungjawab.

BAB III
KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RUANG LINGKUP
Pasal 4
Organisasi Kemahasiswaan merupakan kelengkapan nonstruktural pada organisasi Perguruan
Tinggi.
Pasal 5
3
Organisasi Kemahasiswaan berfungsi untuk:
(1) Mewadahi kegiatan mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan, bakat, minat dan
potensi pada tingkat perguruan tinggi, nasional, maupun internasional;
(2) Mengembangkan pembinaan karakter dan mental spiritual mahasiswa;
(3) Mengembangkan penalaran, kreativitas, inovasi, daya kritis, keberanian dan
kepemimpinan, serta rasa kebangsaan;
(4) Mengembangkan soft skills, kepekaan dan tanggung jawab sosial mahasiswa melalui
kegiatan pengabdian kepada masyarakat;
(5) Menumbuhkan jiwa dan potensi kewirausahaan mahasiswa.

Pasal 6
Ruang lingkup kegiatan Organisasi Kemahasiswaan meliputi kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler;

4
BAB IV
ORGANISASI KEMAHASISWAAN INTRA PERGURUAN TINGGI
Pasal 7
(1) Pembentukan Organisasi Kemahasiswaan menjadi kewenangan Pemimpin Perguruan
Tinggi sesuai dengan peraturan Perguruan Tinggi;
(2) Organisasi Kemahasiswaan dapat dibentuk di tingkat perguruan tinggi, fakultas dan
jurusan/program studi atau nama lain yang sejenis;
(3) Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi dapat berbentuk dewan perwakilan
mahasiswa, badan eksekutif mahasiswa, dan/atau unit kegiatan mahasiswa atau penamaan
lainnya sesuai dengan peraturan Perguruan Tinggi;
(4) Kepengurusan inti organisasi kemahasiswaan Perguruan Tinggi terdiri atas Ketua, Wakil
Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan dapat ditambah sesuai kebutuhan;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan kepengurusan organisasi
kemahasiswaan ditetapkan oleh pemimpin Perguruan Tinggi.

Pasal 8
(1) Setiap Organisasi Kemahasiswaan dinyatakan sah apabila pembentukannya ditetapkan oleh
Pemimpin Perguruan Tinggi;

(2) Untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki:
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b. Program Kerja/Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) minimal untuk 1
(satu) tahun;
c. Susunan Kepengurusan Organisasi Kemahasiswaan.
d. Kelengkapan lainnya yang ditentukan oleh pemimpin perguruan tinggi

BAB V
ORGANISASI KEMAHASISWAAN ANTAR PERGURUAN TINGGI
Pasal 9
(1) Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan bidang keilmuan dan/atau
peminatan sejenis antarperguruan tinggi tingkat nasional maupun internasional untuk
meningkatkan jejaring dan kerja sama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam meningkatkan daya saing bangsa.
(2) Organisasi Kemahasiswaan bidang keilmuan dan/atau peminatan sejenis antar perguruan
tinggi dan pengurusnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memiliki:
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau nama lain yang sejenis;
b. Program Kerja/Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) minimal untuk 1 (satu)
tahun;
c. Susunan Kepengurusan Organisasi Kemahasiswaan.

5
(4) Pengurus inti Organisasi Kemahasiswaan bidang keilmuan dan/atau peminatan sejenis
adalah ex-officio Ketua Organisasi masing – masing Perguruan Tinggi.
(5) Ketua organisasi bidang keilmuan dan/atau peminatan sejenis antar perguruan tinggi dipilih
oleh dan dari perwakilan organisasi masing-masing perguruan tinggi tersebut dan
sekretariat berkedudukan di perguruan tinggi ketua terpilih.
(6) Pembina Organisasi Kemahasiswaan bidang keilmuan dan/atau peminatan sejenis adalah
pemimpin Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan setempat.
BAB VI
PERIODE KEPENGURUSAN

Pasal 10
(1) Periode kepengurusan setiap Organisasi Kemahasiswaan selama 1 (satu) tahun, dimulai 1
Januari dan berakhir pada 31 Desember tahun berjalan;
(2) Kepengurusan yang baru harus sudah terbentuk paling lambat 31 Desember;

(3) Ketua Organisasi Kemahasiswaan hanya dapat dipilih untuk 1 (satu) periode
kepengurusan;

BAB VII
PEMBINAAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN
Pasal 11
(1) Pemimpin Perguruan Tinggi melakukan pembinaan terhadap Organisasi Kemahasiswaan
dan menunjuk pembina atau pendamping dari dosen, tenaga kependidikan, atau pejabat
struktural.
(2) Pemimpin Perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan organisasi, institusi atau perorangan
dalam rangka pembinaan Organisasi Kemahasiswaan.
(3) Pemimpin Perguruan Tinggi berwenang melakukan Audit Organisasi Kemahasiswaan
untuk menjaga kualitas Organisasi Kemahasiswaan.
(4) Pemimpin Perguruan Tinggi dapat mengangkat tenaga profesional yang berasal dari luar
perguruan tinggi sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk meningkatkan kemampuan
manajemen dan kegiatan organisasi kemahasiswaan.

Pasal 12
Organisasi Kemahasiswaan dilarang:
1. melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. berafiliasi dengan partai politik dan organisasi ekstra kampus;
3. melakukan kegiatan politik praktis;
4. membuka perwakilan atau nama lain atas nama organisasi yang tidak diakui secara sah oleh
pemimpin Perguruan Tinggi;

6
5. menjadi perwakilan atau nama lain atas nama organisasi ekstra kampus dan mengadakan
kegiatan di dalam kampus;
6. menggunakan atribut meliputi logo, simbol, jaket, bendera perguruan tinggi pada kegiatan
yang tidak sesuai dengan visi misi perguruan tinggi; dan
7. melakukan kegiatan yang mengarah pada tindakan kekerasan fisik, psikis, verbal dan
perbuatan SARA.

BAB VIII
KEGIATAN KEMAHASISWAAN
Pasal 13
Setiap kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi harus mendapatkan persetujuan dan
dipertanggungjawabkan kepada Pemimpin Perguruan Tinggi.

Pasal 14

(1) Semua kegiatan kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar lingkungan Perguruan
Tinggi harus mendapat izin dari Pemimpin Perguruan Tinggi.

(2) Kegiatan Kemahasiswaan yang melibatkan Perguruan Tinggi lain harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari Pemimpin Perguruan Tinggi penyelenggara.

(3) Kegiatan Kemahasiswaan atas undangan pihak lain harus mendapat persetujuan secara
tertulis dari Pemimpin Perguruan Tinggi.

BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 15
(1) Pembiayaan kegiatan Organisasi Kemahasiswaan intra Perguruan Tinggi dibebankan pada
anggaran Perguruan Tinggi yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan dan alokasi yang
tersedia dan/atau sumber lain yang tidak mengikat atas persetujuan pemimpin Perguruan
Tinggi.
(2) Pembiayaan kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Antarperguruan Tinggi dibebankan pada
anggaran Direktur Jenderal sesuai dengan ketentuan dan/atau sumber lain yang tidak
mengikat.
(3) Penggalangan dana dari sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan etika, dan transparansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(4) Penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus
dipertanggungjawabkan secara akuntabel kepada pemimpin Perguruan Tinggi, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Penyandang dana dan/atau sponsor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang berasal
dari partai politik, perusahaan rokok, minuman keras, dan produk-produk lain yang tidak
sesuai bagi dunia pendidikan.

7
(6) Dasar pendanaan Organisasi Kemahasiswaan oleh pemimpin Perguruan Tinggi merujuk
kepada peraturan perguruan tinggi.
(7) Pengajuan bantuan dana kegiatan kemahasiswaan yang ditujukan kepada Direktur Jenderal
atau sumber dana lainnya harus melalui pemimpin Perguruan Tinggi Bidang
Kemahasiswaan.
(8) Setiap kegiatan Organisasi Kemahasiswaan yang mendapatkan bantuan dana dari Direktur
Jenderal harus dipertanggungjawabkan kepada Direktur Jenderal melalui pemimpin
Perguruan Tinggi Bidang Kemahasiswaan.
BAB X
PENGHARGAAN

Pasal 16

(1) Setiap anggota dan Organisasi Kemahasiswaan yang berprestasi diberi penghargaan oleh
Pemimpin Perguruan Tinggi.
(2) Bentuk dan jenis penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi.
(3) Setiap aktivitas dan prestasi mahasiswa dicatat dalam transkrip kegiatan kemahasiswaan
yang merupakan bagian dari Surat Keterangan Pendamping Ijasah (SKPI).

BAB XI
SANKSI
Organisasi kemahasiswaan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan
Menteri ini dikenakan sanksi yang ditetapkan oleh pemimpin Perguruan Tinggi.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
(1) Petunjuk pelaksanaan peraturan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemimpin
Perguruan Tinggi.
(2) Dengan berlakunya peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di
Perguruan Tinggi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(3) Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : .....
MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MOHAMAD NASIR

Anda mungkin juga menyukai