Anda di halaman 1dari 36

GAYA MAGNETIK, BAHAN MAGNETIK DAN INDUKTANSI

Kuantitas medan magnetic H, B, , Vm, dan A yang diperkenalkan dalam bab

yang baru lalu masing-masing diberi arti fisis yang penting. Masing-masing kuantitas

ini didefinisikan menurut distribusi sumber arus dalam seluruh ruang. Jika distribusi

arusnya diketahui, kita harus dapat merasakan bahwa H, B dan A tertentu pada setiap

titik dalam ruang, walaupun kita belum tentu mampu menghitung integral

pendefinisiannya karena kerumitan matematis.

Bab ini mula-mula membahas gaya dan torak pada konduktor pembawa arus

yang bisa berbentuk filament atau memiliki luas penampang yang tertentu dengan

distribusi kerapatan arus yang diketahui. Persoalan yang berpautan dengan gerak

partikelir dalam vakum (ruang hampa) sedapat-dapatnya dihindari.

Melalui pengertian efek pokok yang ditimbulkan oleh medan magnetik, kita

bisa membahas berbagai jenis bahan magnetik analisa rangkaian magnetik elementer,

gaya pada bahan magnetik, dan akhirnya membahas peranan konsep induktansi dalam

rangkaian listrik.

Gaya Pada Muatan Bergerak

Dalam medan listrik, defenisi intensitas medan listrik menunjukkan kepada

kita bahwa gaya pada partikel bermuatan ialah

F = QE
Dua soal yang pertama pada bagian akhir bab ini memberi ilustrasi tentang

perbedaan efek antara medan listrik dan medan magnetik pada energi kinetik partikel

bermuatan yang bergerak dalam ruang hampa.

Gaya pada partikel yang ditimbulkan oleh kombinasi medan listrik dan medan

magnetik dapat diperoleh dengan mudah dengan superposisi.

F = Q(E + v x B)

Persamaan ini dikenal sebagai persamaan gaya Lorentz dan pemecahannya

diperlukan untuk menentukan orbit elektron dalam magnetron, lintasan proton dalam

siklotron, karakteristik plasma dalam generator manetohidrodinamik (MHD), atau

pada umumnya dalam persoalan gerak partikel dalam kombinasi medan listrik dan

magneik.

Gaya Pada Unsur Arus Diferensial

Gaya pada partikel bermuatan yang bergerak melalui medan magnetic tunak

dapat ditulis sebagai gaya deferensial yang bekerja pada unsur deferensial muatan,

dF = dQ v x B

secara fisis unsur deferensial muatan terdiri dari sejumlah besar muatan diskrit

yang sangat kecil yang menempati suatu volume yang walaupun kecil tetapi jauh

lebih besar dari jarak rata-rata antara muatan-muatan tersebut. Gaya deferensial yang

dinyatakan dalam (4) hanyalah merupakan jumlah masing-masing muatan. Jumlah

ini, atau gaya resultannya, tidaklah muncul sebagai gaya yang bertumpu pada suatu

benda.
Jika muatan kita merupakan elektron yang bergerak pada suatu konduktor,

kita dapat menunjukkan bahwa jumlah dari sejumlah besar gaya yang sangat kecil ini

mempunyai arti praktis. Di dalam konduktor, elektron berada dalam keadaan bergerak

pada seluruh daerah ion-ion positif yang tersusun dalam kristal, dan ini membentuk

sifat padat dari konduktor tersebut. Suatu medan magnetic yang menimbulkan gaya

pada elektron cenderung untuk menggeser elektron tersebut sedikit dan menimbulkan

pergeseran kecil antara pusat “gravitasi” muatan positif dan muatan negatif.

Gambar 9.1 mengilustrasikan arah tegangan Hall untuk muatan positif dan

negatif yang bergerak. Pada Gambar 9.1a, v terletak pada arah –a x, v x B pada arah ay

dan Q positif, yang menyebabkan FQ terletak pada arah ay; jadi muatan positif

bergerak ke kanan. Pada Gambar 9.1b, v kini terletak pada arah +ax, B tetap pada arah

az, v x B pada arah –ay dan Q negatif; dengan demikian FQ sekali lagi terletak pada

arah ay. Oleh karena itu, muatan negatif berakhir pada sisi sebelah kanan. Arus yang

besarnya sama yang diberikan oleh lubang-lubang dan elektron-elektron pada semi

konduktor dengan demikian menetapkan apakah suatu semikonduktor berjenis n atau

p.
Gambar 9.2
Sosok persegi dari kawat dalam bidang xy yang dialiri arus 2 mA dikenakan
pada medan yang tak seragam.

Besar gayanya dapat dinyatakan dalam rumusan yang sudah dikenal.

Gaya Antara Unsur-Unsur Arus Direfensial

Konsep medan magnetik diperkenalkan untuk memisahkan menjadi dua bagian

persoalan pencarian interaksi suatu distribusi arus pada distribusi arus kedua. Kita

bisa mencari gaya pada unsur arus langsung dalam fungsi unsur arus kedua tanpa

mencari dahulu medan magnetiknya. Karena kita telah mengatakan bahwa konsep

medan magnetik menyederhanakan pekerjaan kita, maka kita perlu menunjukkan

bahwa jika kita menghindari langkah antara ini, kita akan menghadapi rumusan yang

lebih rumit.

Medan magnetik pada titik 2 ditimbulkan oleh unsur arus pada titik I telah

didapatkan sebagai berikut :

I 1 dL1 x a R12
dH2 =
4R122

Gaya deferensial pada unsur arus deferensial ialah

dF = IdL x B
Untuk memberi ilustrasi mengenai pemakaian (dan salah pemakaian) hasil ini,

tinjaulah dua unsur deferensial seperti pada Gambar 9.3. Kita dapatkan I1 dL1 = -3ay

A.m di P1 (5, 2, 1) dan I2 dL2 = -4 az A.m di P2 (1, 8, 5). Jadi R12 = -4ax + 6ay + 4az,

dan kita dapat mensubstitusikan data ini ke dalam (13),

d(dF2) =


4 10 7 ( 4a z ) x ( 3a y ) x ( 4a x  6a y  4a y ) 
(16  36  16) 1.5

= 8.56ay nN

Gaya dan Torka pada Rangkaian Tertutup

Kita telah memperoleh rumusan umum untuk gaya yang bekerja pada sistem

arus. Salah satu kasus khusus dapat pula kita selesaikan, karena jika kita ambil

hubungan untuk gaya pada sebuah filament rangkaian tertutup seperti dalam

Persamaan (10), Pasal 9.2

F = - I ∫ B x dL
dan menganggap kerapatan medan magnetiknya serbasama, maka B dapat

dipindahkan dari dalam integral.

F = -IB x ∫ dL

Tetapi ketika kita meninjau integral garis tertutup dalam medan potensial

elektrostatik, kita dapatkan pula bahwa dL = 0, sehingga gaya pada rangkaian

tertutup filament dalam medan magnetik serbasama ialah nol.

Gambar 9.5 (a) diketahui lengan pengumpil R memanjang dari titik asal O ke titik P

tempat gaya F bertumpu, torak terhadap O ialah T = R x F. (b) Jika F2 = -F1,maka

torkanya T = R21 x F1, tak tergantung pada pilihan titik asal untuk R1 dan R2.

Sekerup putar-kanan ketika lengan pengumpil diputar ke vektor gaya melalui sudut

yang terkecil antara keduanya. Torka ini dapat dirumuskan sebagai perkalian silang.

T=RxF

Sekarang mari kita anggap dua gaya, F1 di P1 dan F2 di P2, yang berlengan

pengumpil R1 dan R2 yang memanjang dari titik asal O, seperti terlihat pada Gambar
9.5b, bertumpu pada benda tertentu yang berbentuk tetap dan bendanya tidak

mengalami translasi. Maka torak terhadap titik asal menjadi.

T = R1 x F 1 + R 2 x F 2

dengan

F1 + F2 = 0
Sehingga

T = (R1 – R2) x F1 = R21 x F1

Gambar 9.6 Sosok arus deferensial dalam medan magnetik B. Torka pada sosok itu

ialah dT = I (dxdy az) x B0 = I dS x B

Dengan perkenalan pada konsep torka ini, marilah kita tinjau torka pada sosok

(loop) arus deferensial dalam medan magnetik B. Sosoknya terletak pada bidang xy

(Gambar 9.6); sisi sosok itu sejajar dengan sumbu x dan y dan panjangnya dx dan dy.

Harga medan magnetik di pusat sosok tersebut ialah B 0. Karena sosoknya berukuran
deferensial, harga B pada titik-titik pada sosok itu harganya B 0 juga. (Mengapa hal

seperti itu tidak mungkin dilakukan dalam pembahasan kurl atau divergensi?) Gaya

total pada sosok itu nol dan kita bebas untuk memilih titik asal untuk torkanya, ayitu

pada titik pusat sosok itu.

Gaya vektor pada sisi 1 adalah

dF1 = I dx ax x B0

atau

dF1 = I dx (B0yaz – B0zay)

Untuk sisi sosok ini, lengan pengumpil R memanjang dari titik asal ke titik

tengah sisi itu, R1 = - ½ dy ay, dan kontribusi pada torka total ialah

dT1 = R1 x dF1

1
=- dy a y x Idx ( B0 y a z  Boz a y )
2

1
= dx d y IB0 y a x
2

Kontribusi torka pada sisi 3 ternyata sama juga,

dT3 = R3 x dF3 = ½ dy ay x (-I dx ax x B0)

= ½ dxdy I Boyax = dT1

dan

dT1 + dT3 = -dxdy IBoyax


Gambar 9.7 Sebuah sosok persegi ditempatkan pada kerapatan fluks magnetic

serbasama Bo

Kita dapatkan

T = 4 x 10-3  (1)(2) a z  x (  0.6a y  0.8a z )  4.8a x mN.m

Jadi sosok tersebut cenderung berotasi terhadap sebuah sumbu yang sejajar

dengan sumbu x. Medan magnetik kecil yang dihasilkan oleh arus sosok sebesar

4 mA cederung sejajar dengan Bo.

Sekarang kita cari torkanya sekali lagi, kali ini dengan menghitung kontribusi

gaya dan torka total untuk masing-masing sisi. Pada sisi 1, kita dapatkan

F1 = IL1 x Bo = 4 x 10-3 (1ax) x (-0.6ay + 0.8az)

= -3.2ay – 2.4az mN

Pada sisi 3 kita peroleh nilai negatif dari hasil ini, yaitu

F3 = 3.2ay + 2.4az mN

Selanjutnya kita hitung untuk sisi 2 :

F2 = IL2 x Bo = 4 x 10-3 (2ax) x (-0.6ay + 0.8az)

= 6.4ax mN

Dengan sisi 4 sekali lagi memberikan nilai negatif dari hasil ini, yakni.
F4 = -6.4ax mN

Karena gaya-gaya ini terdistribusi secara merata (seksama) sepanjang

masing-masing sisi, kita perlukan masing-masing gaya tersebut seolah-olah bekerja

pada pusat sisi. Titik asal torka dapat ditetapkan di mana saja karena jumlah gaya-

gayanya adalah nol, dan kita pilih pusat sosok. Dengan demikian,

T = T 1 + T 2 + T 3 + T 4 = R1 x F 1 + R 2 x F 2 + R3 x F 3 + R 4 x F 4

= (-1ay) x (-3.2ay – 2.4az) + (0.5ax) x (6.4ax) + (1ay) x (3.2ay + 2.4az)

+ (-0.5ax) x (-6.4ax)

= 2.4ax + 2.4ax = 4.8ax mN.m

Sifat Bahan Magnetik

Sekarang kita sampai pada tahap untuk mengkombinasikan pengetahuan kita

tentang aksi medan magnetik pada sosok arus dengan model yang sederhana dari

sebuah atom dan siap untuk memperoleh pengertian mengenai perbedaan perilaku

berbagai jenis bahan dalam medan magnetik.

Walaupun hasil kuantitatif yang cermat hanya dapat diramalkan melalui

pemakaian teori kuantum, model atom yang sederhana yang berdasarkan anggapan

bahwa ada pusat inti positif yang dikelilingi elektron dalam berbagai orbit lingkaran

bisa menghasilkan hasil kuantitatif yang cukup cermat dan menyajikan teori kualitatif

yang memuaskan. Sebuah elektron dalam orbitnya serupa dengan sebuah sosok arus

kecil (arusnya berlawanan arah dengan arah gerak elektron) dan dapat mengalami

torka dalam medan magnetik eksternal; torka ini cenderung untuk menjajarkan medan
magnetik yang ditimbulkan oleh elektron dengan medan magnetik eksternal. Jika kita

tidak meninjau momen magnetik lainya, kita dapat menyimpulkan bahwa semua

elektron yang berorbit dalam bahan akan bergeser sedemikian rupa sehingga akan

menambahkan medan magnetiknya pada medan magnetic yang kita pasang dan

karenanya medan magnetik resultan pada setiap titik dalam bahan tersebut menjadi

lebih besar dari pada yang akan terjadi pada titik tersebut, jika bahan tersebut tidak

ada.

Gambar 9.8. Elektron yang mengorbit ditunjukkan dalam gambar mempunyai momen
magentik m yang arahnya sama dengan arah medan Bo yang kita pasang.

Marilah mula-mula kita tinjau atom dengan medan magnetik yang kecil yang

ditimbulkan oleh gerak elektron pada orbitnya dan digabungkan dengan medan

magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektronnya dan menghasilkan medan neto nol.

Perhatikan bahwa disini kita meninjau medan yang ditimbulkan oleh gerak elektron

itu sendiri tanpa ada medan magentik eksternal; kita dapat juga mengatakan bahwa

bahan ini terdiri dari atom yang momen magnetiknya permanennya m o sama dengan

nol untuk masing-masing atom. Bahan seperti itu disebut diamagnetik. Dilihat
sepintas, hal itu memberi kesan bahwa medan magnetik eksternal tidak akan

menimbulkan torka pada atom dan tidak menimbulkan penjajaran medan dwikutub,

sehingga medan magnetik internalnya sama dengan medan magnetik yang kita pasang.

Dengan kesalahan sekitar satu bagian dalam seratus ribu, pernyataan di atas bisa

dibenarkan.

Dalam bahan antiferomagnetik, gaya antara atom-atom yang berdekatan

menyebabkan momen atomic berbaris dalam pasangan antisejajar (anti paralel).

Momen magnetik netonya nol, dan bahan antiferomagnetik hanya dipengaruhi sedikit

oleh adanya medan magnetic eksternal. Efek seperti ini mula-mula ditemukan dalam

oksida mangan, kemudian beberapa ratus bahan antiferomagnetik lainnya telah

ditemukan. Banyak oksida nikel (NiO), sulfide fero (FeS) dan fluoride kobalt

(CoCl2). Antiferomagnetik hanya ada pada temperatur yang relatif rendah, seringkali

pada temperatur yang jauh lebih rendah dari temperatur kamar. Efek ini belum

termasuk efek yang penting dalam bidang perekayasaan (teknik) pada saat ini.
MAGNETISASI DAN PERMEABILITAS

Supaya gambaran mengenai bahan magnetik mempunyai dasar yang

kuantitatif, sekarang kita akan menunjukkan bagaimana dwikutub magnetik berlaku

sebagai sumber yang tersebar untuk medan magnetik. Hasilnya akan merupakan

persamaan yang mirip dengan hukum integral Ampere, H.dL = I. Arusnya akan

terdiri dari gerak muatan terikat (elektron orbital, spin elektron, dan spin nuklir) dan

medannya yang berdimensi sama dengan H akan disebut magnetisasi M. Arus yang

dihasilkan oleh ikatan tersebut disebut arus terikat (bond current) atau arus Ampere.

Marilah kita mulai dengan pendefenisian magnetisasi M dalam fungsi momen

dwikutub magnetik m. Arus terikat Ib yang mengelilingi lintasan tertutup yang

melingkungi luas diferensial dS menghasilkan momen dwikutub,

m = Ib dS

dalam lintasan tertutup

Ib = M . dL (21)

Persamaan (21) menyatakan bahwa jika kita mengelilingi suatu lintasan tertutup dan

kita dapatkan dwikutub yang menjajar dalam arah lintasan lebih banyak dari yang

tidak, maka akan ada arus yang berpautan dengannya yang ditimbulkan oleh elektron

yang mengorbit melalui permukaan bagian dalamnya.


Rumusan terakhir ini mirip dengan hukum integral Ampere, dan sekarang kita

boleh membuat hubungan antara B dan H, yang umum sehingga berlaku pula untuk

media lain selain ruang hampa. Pembahasan kita bersandar pada gaya dan torka pada

sosok arus deferensial dalam medan B, yang berarti bahwa kita telah mengambil B

sebagai kuantitas yang pokok dan telah menemukan perbaikan dari pendefenisian H.

Jadi kita dapat menuliskan hukum integral Ampere yang dinyatakan dalam arus total

yang terdiri dari arus terikat

Gambar 9.9 Suatu bagian lintasan-tertutup dL; sepanjang lintasan tersebut dwikutub
magnetiknya sudah mengalami penjajaran sebagian oleh medan magnetik eksternal.
Penjajaran tersebut telah menyebabkan arus terikat yang menembus permukaan yang
didefinisikan oleh lintasan-tertutup untuk bertambah dengan n Ib dS.dL ampere.

Dan arus bebas

B
∫ . dL = IT (22)
0

Dengan
IT = I b + I

dan I ialah arus bebas total yang dilingkungi oleh lintasan. Perhatikan bahwa arus

bebas muncul tanpa subskrip, karena arus ini termasuk jenis arus yang terpenting dan

merupakan satu-satunya jenis arus yang muncul dalam persamaan Maxwell.

Dengan mengkombinasikan ketiga persamaan terakhir ini, kita dapatkan rumus

untuk arus bebas yang terlingkungi,

B
I = IT – Ib ∫ ( M) . dL = IT
=
0

(23)

Sekarang kita definisikan H dalam fungsi B dan M,

B
H= M (24)
0

dan kita lihat bahwa dalam ruang hampa B = o H, karena dalam hal ini

magnetisasinya nol Hubungan ini biasanya ditulis dalam bentuk yang menghindari

bentuk fraksi dan tanda minus sebagai:

B = 0 (H + M)
(25)

Sekarang kita boleh menuliskan pendefinisian medan H yang baru dalam pers. (23),
I = ∫ H . dL
(26)

sehingga kita peroleh hukum integral Ampere yang dinyatakan dalam arus bebas.

Dengan memakai beberapa bentuk kerapatan arus, kita dapatkan

Ib = ∫ Jb . dS

IT = ∫s JT . dS

I = ∫s . dS

Dengan pertolongan teorema Stoke, kita dapat mentransformasikan (21), (26), dan

(22) menjadi hubungan kurl yang setara dengannya:

V x M = Jb

(27)

Kita hanya akan menekankan pada (26) dan (27), rumusan yang mengandung muatan

bebas dalam pekerjaan kita selanjutnya.

Hubungan antara B, H dan M yang dinyatakan dalam (25) dapat disederhanakan

untuk media isotropik yang linear; dalam media seperti itu dapat didefinisikan

suseptibilitas magnetic (kerentanan magnetic) Xm.

M = XmH
Seperti juga pada bahan dielektrik tak isotropik, permeabilitas bahan magnetik tak

isotropik harus diberikan sebagai matriks 3 x 3, sedangkan B dan H sebagai matriks

3x1. Kita dapatkan

Bx = xyHx + xyHy +xxHz

By = yxHx + yyHy +yzHz

Bz = zxHx + zyHy +zzHz

Jadi untuk bahan tak isotropik, B = H merupakan persamaan matriks; tetapi

hubungan B = 0(H + M) tetapi berlaku, meskipun B, H dan M pada umumnya tidak

sejajar lagi Bahan magnetik tak isotropik yang paling umum ialah kristal

feromagnetik tunggal; walaupun film magnetik tipis juga memperlihatkan sifat tak

isotropik. Namun, banyak sekali pemakaian bahan feromagnetik yang menyangkut

kisi polikristal yang lebih mudah dibuat. Defenisi kita mengenai suseptibilitas dan

permeabilitas tergantung pada anggapan kelinearan. Sayang sekali hal itu hanya

benar untuk bahan paramagnetik dan diamagnetik yang kurang menarik

pemakaiannya; dalam bahan ini permeabilitas relatifnya hampir mendekati satu,

bedanya hanya satu bagian dalam seribu. Beberapa harga yang khas untuk

suseptibilitas bahan diamagnetik ialah sebagai berikut: untukhidrogen,-2 x 10-5

;tembaga, -0,9 x 10-5; germanium, -0,8 x 10-5; silikon, -0,3 x 10-5;dan grafit, -12 x 10-5.

Bahan paramagnetik yang umum dipakai mempunyai suseptibilitas sebagai berikut:

oksigen, 2 x 10-6, tungsten, 6,8 x 10-5 ; oksida ferit (Fe2O3),


1,4 x 10-3;oksida ytrium(Y2O3), 0,53 x 10-6. Jika kita ambil rasio B terhadap 0H

sebagai permeabilitas relatif bahan feromagnetik, harga piH biasanya berkisar antara

10 sampai 100.000. Bahan diamagnetik, paramagnetik, dan antiferomagnetik biasa

disebut bahan nonmagnetik.

SYARAT BATAS MAGNETIK

Kita tidak akan mengalami kesukaran untuk mendapatkan syarat batas yang tepat

untuk B, H dan M pada permukaan batas antara bahan magnetik yang berbeda, karena

kita telah memecahkan persoalan serupa itu untuk bahan konduktor dan dielektrik.

Kita tidak memerlukan teknik yang baru.

Gambar 9.10 menunjukkan perbatasan antara dua bahan yang linear serbasama

iso-tropik dengan permeabilitas Hi dan ji2. Syarat batas untuk komponen normal

ditentukan dengan membiarkan permukaan tersebut memotong permukaan gauss

yang berbentuk tabung kecil. Dengan memakai hukum Gauss untuk medan magnetik

menurut Pasal 8.5,

∫sB • dS = 0
Gambar 9.10 Permukaan gauss dan lintasan tertutup pada permukaan batas antara
media T dan 2 yang masing-masing mempunyai permeabilitas 1 dan 2. Dari situ
kita menentukan syarat batas BN1 = BN2 dan Ht1 – Ht2 = K, komponen kerapatan arus
permukaan yang berarah ke dalam kertas sehingga kita dapatkan

BN1 - BN2S = 0
Atau

BN2 = BN1

Jadi
1
HN2 = H N1
2

Arahnya dapat dinyatakan lebih eksak dengan memakai perkalian silang untuk

mengidentifikasi komponen tangensialnya.

(H1 – H2) x aN12 = K

dengan aN12 menyatakan satuan normal ada perbatasan yang arahnya dari daerah 1 ke

daerah 2. Suatu rumus setara dalam fungsi komponen-komponen tangensial vektor

akan lebih memudahkan untuk mendapatkan H.

Ht1 – Ht2 x aN12 x K


Auntuk B tangensial, kita peroleh

Bt1 Bt 2
  K
1 2

Syarat batas untuk komponen tangensial magnetisasi untuk bahan linear menjadi

 m2
M12 = M t1   m 2 K
 m1

Ketiga syarat batas yang baru kita tulis untuk komponen tangensial akan menjadi jauh

lebih sederhana jika kerapatan arus permukaannya nol. Dalam hal ini kerapatan

tersebut ialah kerapatan arus bebas, dan kerapatan itu nol jika kedua bahan tersebut

bukan konduktor.

Rangkaian Magnetik

Sebagai titik tolak, marilah kita mengenali persamaan medan yang menjadi dasar

analisis rangkaian resistif. Pada waktu yang bersamaan kita akan menunjukkan cara

penu-runan persamaan yang serupa itu untuk rangkaian magnetik. Kita mulai dengan

potensial elektrostatik dan hubungannya dengan intensitas medan listrik,

E = - VV

Potensial magnetik skalar telah kita definisikan dan hubungan serupa dengan di atas

dengan intensitas medan magnetiknya ialah

H = -VVm
Dalam rangkaian magnetik, kita bisa menyebut Vm sebagai magnetomotansi (arus

magneto-motoris) dan kita akan memakainya sebagai analogi dari elektromotansi

(tegangan elektro-motoris). Satuan magnetomotarisi ialah ampere,- tetapi kita telah

biasa memakai satuan "ampere-lilit" ("ampere-turns") untuk kumparan yang

mempunyai lilitan banyak. Ingat bahwa dalam daerah tempat Vm didefinisikan tidak

ada arus.

Beda potensial listrik antara titik A dan B dapat ditulis sebagai

B
VAB = A
E . dL

dan hubungan yang bersesuaian antara magnetomotansi dan intensitas medan

magnetik ialah

B
VmAB =  A
H . dL

yang telah dikembangkan dalam Bab 8; dalam bab tersebut kita telah belajar bahwa

pemilihan lintasan tidak boleh menembus permukaan rintangan yang telah kita pilih.

Hukum Ohm untuk rangkaian listrik memiliki bentuk titik

J = E

dan kita lihat bahwa kerapatan fluks magnetik merupakan analogi dari kerapatan

arus,
B = H

Marilah sekarang kita coba menerapkan gagasan tersebut pada rangkaian

magnetik sederhana. Supaya pada waktu ini kita dapat menghindari kesulitan yang

timbul d bahan feromagnetik, kita akan menganggap bahwa kita mempunyai sebuah

toroida yang berteras udara dengan jumlah lilitan 500, luas penampang 6 cm 2,

berjejari 15 cm, kumparannya dialiri arus 4A. Seperti telah kita ketahui, medan

magnetik hanya terdapat pada bagian dalam dari toroida tersebut, dan jika kita tinjau

lintasan tertutup rangkaian magnetik tersebut sepanjang jari-jari rata-rata lintasan

tersebut berpaut dengan arus 2.000 A . lilit.

Vm . sumber = 2000 A . t

Walaupun medan dalam toroida tidak begitu serbasama, kita dapat menganggap

serbasama untuk semua tujuan praktis dan penghitungan reluktansi total rangkaian, sebagai

berikut

d 2 0.15
 
S 4 10 7 x 6 x 10  4

= 1.25 x 109 A.t/Wb

Jadi

V m. s 2000
=   1.6 x 10  6 Wb
 1.25 x 10 9
Besar fluks total ini mempunyai kesalahan yang kurang dari 1/4 persen

dibandingkan dengan besar fluks yang diperoleh dengan memperhitungkan distribusi

eksak dari fluks pada penampang yang dipakai.

Jadi

 1.6 x 10 6
B=  4
 2.67 x 10  3 T
S 6 x 10
Sehingga
B 2.67 x 10 3
H=   2120 A. t/m
 4 x 10 7

Sebagai suatu pemeriksaan, untuk persoalan yang mempunyai kesimetrian ini kita

dapat memakai hukum integral Ampere secara langsung,

H  2r = NI

dan kita peroleh

NI 500 x 4
H = 2r  6.28 x 0.15  2120 A/m

Pada jejari rata-ratanya

Rangkaian magnetik dalam contoh tersebut tidak memberi kesempatan kepada

kita untuk mencari magnetomotansi (mmf) pada unsur lain, pada rangkaian tersebut,

karena disitu hanya ada satu jenis bahan. Rangkaian listrik yang serupa itu ialah

rangkaian yang terdiri dari sumber tunggal dan resistor tunggal.


Kita dapat melihat kesamaannya jika kita membatasi diri pada penghitungan

kerapatan arus, intensitas medan listrik, arus total, resistansi, dan tegangan

sumbernya.

Dalam toroida tersebut terdapat 500 lilitan dan kita bertanya berapa besar arus yang

di-1 perlukan untuk menimbulkan kerapatan fluks 1 T di setiap titik di dalam intinya.

Rangkaian magnetik ini analog dengan rangkaian listrik yang memiliki sumber

tegangan dan dua buah resistor yang salah-satu resistor di antaranya tak linear.

Karena kita tahu "arusnya" maka dengan mudah kita dapat mencari "tegangan" yang
melalui masing-masing unsur yang terpasang secara seri, sehingga kita peroleh

"elektromotansi" totalnya. Dalam celah udara

d udara 2 x 10 3
 udara    2.65 x 10 6 A.t/Wb
S 4 10  7 x 610  4

Dengan diketahuinya fluks total

 = BS = 1 (6 x 10-4) = 6 x 10-4 Wb

yang besarnya sama pada baja dan di udara, sehingga kita dapat memperoleh

magnetomotansi yang diperlukan untuk celah tersebut,

Vm,udara = (6 x 10-4) (2.65 x 106) = 1590 A.t

Dengan mengacu pada Gambar 9.11, kita memerlukan intensitas medan magnetik

200 a/m untuk menimbulkan kerapatan fluks sebesar 1 T pada baja. Jadi

Hbaja = 200 A.t

Vm, baja = Hbajadbaja = 200 x 0.30

= 188 A.t

Magnetomotansi totalnya menjadi 1.778 A dan arus kumparan yang diperlukan

adalah 3,65 A.

ENERGI POTENSIAL DAN GAYA PADA BAHAN MAGNETIK -

Dalam medan elektrostatik, mula-mula kita perkenalkan muatan titik dan

hukum eksperimental untuk gaya antara muatan-muatan titik. Setelah kita definisikan
intensitas medan listrik, kerapatan fluks listrik, dan potensial listrik, kita bisa

menemukan rumusan energi dalam medan elektrostatik yang merupakan kerja yang

diperlukan untuk membawa muatan titik dari tak berhingga ke titik akhir. Bentuk

umum rumusan energi ialah ,

1
2 Vol
WE = D. Edv

di mana hubungan linear antara D dan E dianggap berlaku.

Hal seperti itu tidak mudah kita lakukan untuk medan magnetik. Rupanya kita

harus menganggap adanya dua buah sumber yang sederhana, atau barangkali dua

lembaran arus, kemudian mencari gaya yang timbul pada suatu bagian oleh bagian

lainnya, lalu kita memindahkan lembaran ini sejarak diferensial terhadap gaya

tersebut dan menyamakan kerja yang diperlukan dengan perubahan energi. Jika kita

lakukan hal tersebut ternyata hasilnya salah, karena hukum Faraday (yang akan

dibahas pada bab berikut ini) menyatakan bahwa akan timbul tegangan induksi pada

lembaran arus yang bergerak jika besar arusnya kita pertahankan. Apapun sumber

yang dipakai, lembaran arus tersebut akan menerima setengah dari energi yang harus

kita berikan pada rangkaian tersebut untuk menggerakkannya.

Induktansi dan Induktansi Timbal Balik

Induktansi (imbasan) merupakan parameter terakhir dari tiga parameter yang

dikenal dalam teori rangkaian yang kita dfenisikan dalam bentuk umum. Resistansi

didefinisikan dalam bab 5 sebagai hasil beda potensial antara dua permukaan
sepotensial dan bahan konduktor dengan arus total yang menembus kedua permukaan

tersebut. Resistansi merupakan fungsi dari geometri konduktor dan konduktivitasnya.

Kapasitas didefinisikan dalam bab yang sama sebagai hasil bagi muatan total pada

salah satu dari dua konduktor sepotensial dengan beda potensial antara kedua

permukaannya. Kapasitansi merupakan fungsi geometri dari permukaan konduktor

dan permitivitas medium dielektrik yang ada diantaranya atau yang melingkunginya.

Penafsiran resistansi dan kapasitas sebagai unsur rangkaian akan dibahas lebih ketat

lagi.

Sekarang kita defmisikan induktansi (atau induktansi-diri) sebagai hasil bagi pertautan

fluks total dengan arus yang bertautan,

N
L=
I

Arus total I yang mengalir dalam kumparan N lilitan menimbulkan fluks

totalm  dan pertautan fluks N  di sini kita anggap bahwa fluks bertautan dengan

masing-masing lilitan.

Definisi tersebut hanya berlaku untuk media magnetik yang linear, sehingga

fluksnya berbanding lurus dengan arusnya. Jika terdapat bahan feromagnetik, tidak

ada definisi tertentu untuk induktansi yang berguna dalam segala hal, dan kita akan

membatasi perhatian kita pada bahan linear.

Satuan induktansi ialah henry (H) yang setara dengan satu weberlilit per ampere.
Marilah kita pakai (49) secara langsung untuk menghitung induktansi per meter

sebuah kabel sesumbu .yang berjejari-dalam a dan jejari-luar b. Kita boleh memakai

rumusan fluks total yang dikembangkan dalam-Bab 8 menjadi Persamaan (42),

 0 Id b
 ln
2 a

Dan kita dapatkan induktansi untuk panjang d

0d b
L= ln H
2 a

Atau jika diambil per meter

0d b
L= ln H/m
2 a

Dalam hal ini, N = 1 lilitan, dan seluruh fluks bertautan dengan seluruh arus

Dalam persoalan kumparan toroidal N lilitan yang dialiri arus I, kita peroleh

 0 NI
B 
2

MEDAN YANG BERUBAH TERHADAP WAKTUDAN PERSAMAAN


MAXWELL

Hubungan dasar antara medan elektrostatik dan medan magnetik tunak telah

diberikan dalam bab sembilan yang lalu; sekarang kita siap untuk membahas medan

yang berubah terhadap waktu. Pembahasannya akan singkat, karena sekarang analisa
vektor dan kalkulus vektor sudah menjadi alat yang dikenal baik; beberapa hubungan

tidak berubah, banyak hubungan hanya berubah sedikit.

Dua konsep baru akan diperkenalkan, yaitu medan listrik yang ditimbulkan

oleh per-ubahan medan magnetik dan medan magnetik yang ditimbulkan oleh

perubahan medan-listrik. Bagian pertama konsep ini dihasilkan dari penelitian

eksperimental oleh Michael Faraday, dan bagian keduanya dihasilkan dari usaha

teoretis oleh James Clerk Maxwell.

Maxwell sebetulnya telah mendapat ilham (inspirasi) dari pekerjaan

eksperimental Faraday dan dari gambaran mental yang timbul melalui "garis medan"

yang diperkenalkan oleh Faraday ketika mengembangkan teori kelistrikan dan

kemagnetan. la berumur 40 tahun lebih muda dari Faraday, tetapi mereka saling

mengenal ketika Maxwell tinggal 5 tahun lamanya di London bekerja seba'gai

profesor muda, beberapa tahun setelah Faraday mengundurkan diri. Teori Maxwell

dikembangkan ketika bekerja sendiri di rumah di Skotlandia. Pengembangannya

menyibukkannya selama 5 tahun antara umur 35 dan 40 tahun.

Keempat persamaan dasar dalam teori elektromagnetik yang dibahas dalam bab

ini diberikan nama menurut namanya.

HUKUM FARADAY
Setelah dalam tahun 1820 Oersted1 memperlihatkan bahwa arus listrik dapat

mempengaruhi jarum kompas, Faraday mempunyai keyakinan bahwa jika arus listrik

dapat menimbulkan medan magnetik, maka medan magnetik harus bisa


menimbulkan arus. Pada waktu itu konsep "medan" belum ada, dan Faraday

bertujuan untuk menunjukkan bahwa arus listrik dapat ditimbulkan oleh

"kemagnetan".

Dalam istilah sekarang kita dapat mengatakan bahwa medan magnetik yang

berubah terhadap waktu menimbulkan elektromotansi (tegangan gerak listrik /tgl)

yang dapat mengalirkan arus listrik pada suatu rangkaian tertutup. Elektromotansi

ini merupakan tegangan yang ditimbulkan oleh konduktor yang bergerak dalam

medan magnet atau dari medan magnetik yang berubah seperti yang akan kita

defnisikan di bawah ini Hukum Faraday biasanya dinyatakan sebagai berikut:

d
emf = - V
dt

Persamaan (1) berlaku untuk lintasan tertutup, walaupun tidak perlu merupakan

lintasan tertutup konduktor; lintasan tertutupnya dapat terdiri dari kapasitor, atau

suatu garis khayal dalam .ruang, atau lainnya. Fluks yang menembus setiap

permukaan yang kelilingnya ialah lintasan tertutup tersebut, dan d  /dt merupakan

laju perubahan fluks itu.

Harga d  /dt yang tidak sama dengan nol dapat diakibatkan oleh hal-hal berikut ini

1. Fluks berubah terhadap waktu yang bertaut dengan lintasan tertutup tunak

2. Gerak relatif antara fluks tunak dan lintasan tertutup


3. Kombinasi antara keduanya

Tanda minus menyatakan bahwa arah elektromotansi sedemikian rupa sehingga

menimbulkan arus yang fluksnya jika ditambahkan dengan fluks semula akan

mengurangi fluks tersebut. Pernyataan bahwa tegangan industri menimbulkan fluks

yang berlawanan dikenal dengan hukum Lenz.

Jika lintasan tertutupnya berbentuk konduktor filament yang terdiri dari N

lilitan seringakali cukup cermat untuk menganggap lilitan tersebut berimpit, sehingga

d
emf = - N
dt

ARUS PERPINDAHAN

Hukum eksperimental Faraday telah dipakai untuk memperoleh salah satu hukum

Maxwell dalam bentuk diferensial,

B
VxE=-
t

yang menunjukkan bahwa perubahan medan magnetik terhadap waktu menimbulkan

me-dan listrik. Dengan mengingat definisi kurl, kita lihat bahwa medan listriknya
mempunyai sifat khusus yang disebut sirkulasi; integral garisnya terhadap lintasan

tertutup umum tidak sama dengan nol. Sekarang marilah kita alihkan perhatian kita

pada medan listrik yang berubah terhadap waktu.

Gambar. Konduktor filament berbentuk sosok yang menghubungkan kedua keping


sejajar suatu kapasitor. Medan magnetic berubah-ubah terhadap waktu di dalam
lintasan tertutup menimbulkan elektromotansi V0 cos  t di sekeliling lintasan
tertutup itu. Arus konduksi I sama dengan arus perpindahan antara keping-keping
kapasitor.

Bagaimanakah sifat kerapatan arus perpindahan ini ? Marilah kita pelajari rangkaian

sederhana pada gambar di atas yang terdiri dari sosok filament dan kapasitor keping

sejajar. Pada sosok itu terdapat medan magnetic yang berubah secara sinusoidal

terhadap waktu, yang dipasang di situ untuk menimbulkan elketromotansi pada

lintasan tertutup tersebut (filament ditambah bagian titik-titik antara keping

kapasitor) yang akan kita ambil sebagai

emf = V0 cos t
dengan memakai teori rangkaian elementer dan dengan menganggap sosok tersebut

mempunyai resistansi dan induktansi yang dapat diabaikan, kita dapat memperoleh

arus dalam sosok sebagai

I= -  CVosin  t
S
=-  Vo sin t
d

Dengan kuantitas  , S dan d bertalian dengan kapasitornya.

PERSAMAAN MAXWELL DALAM BENTUK TITIK

Kita telah memperoleh dua persamaan Maxwell untuk medan yang berubah terhadap

waktu,

B
VxE=
t

dan

D
VxH=J +
t

dua persamaan lagi tidak beda dengan bentuk persamaan yang tak berubah terhadap

waktu :

V . D = v
V.B=0

PERSAMAAN MAXWELL DALAM BENTUK INTEGRAL

Bentuk integral persamaan Maxwell biasanya lebih mudah dikenal dalam bentuk

hukum eksperimental yang telah mengalami proses perampatan (generalisasi).

Eksperimen harus memperlakukan kuantitas makroskopik fisis, sehingga hasilnya

dinyatakan dalam bentuk integral. Persamaan diferensial selalu menyatakan suatu

teori. Sekarang marilah kita kumpulkan bentuk integral persamaan Maxwell dari

bab-bab sebelum ini.

Dengan mengintegrasikan (20) pada suatu permukaan dan memakai teorema

Stoke, kita dapatkan hukum Faraday,

B
 E . d L = - s t . dS

Dan proses yang sama dapat digunakan untuk menghasilkan hukum integral

Ampere.

D
 H . d L = I + s t
. dS
Hukum Gauss untuk medan listrik dan medan magnetic diperoleh dengan

mengintegrasi pada seluruh volume dan memakai teorema divergensi


S
D . dS = vol
 v dv

 S
B . dS = 0

Keempat persamaan integral ini memungkinkan kita untuk mencari syarat batas

untuk B, D, H dan E yang diperlukan untuk mencari tetapan dalam mencari jawaban

persamaan Maxwell dalam bentuk deferensial parsial.

POTENSIALKASIP (RETARDED POTENTIALS)

Potensial berubah-terhadap-waktu, biasa disebut potential kasip (retarded)

karena alasan yang akan kita kemukakan dalam waktu dekat ini, sering dipakai dalam

persoalan radiasi yang distribusi sumbernya diketahui. Kita ingat bahwa potensial

listrik skalar V dapat di-nyatakan dalam distribusi muatan statik.

 v dv
V= 
Vol 4  R
(statik)

dan potensial magnetik vektor dapat diperoleh dari distribusi arus tetap terhadap

waktu

Jdv
A= 
Vol 4R
(arus searah)

Anda mungkin juga menyukai