Anda di halaman 1dari 3

Latar belakang

Kurikulum 2013 yang menuntut siswa akif dalam mengikuti proses belajar yang disebut

student center. Kualitas pembelajaran akan optimal apabila proses pembelajaran berpusat pada

siswa (student centered instruction), bukan berpusat pada guru (teacher centered instruction).

Berdasarkan lampiran peraturan menteri pendidikan kebudayaan nomor 21 Tahun 2016

mengenai standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran IPA (Biologi) pada kurikulum

2013, disebutkan siswa dituntut untuk memahami konsep dan prinsip IPA serta saling

keterkaitannya dan diterapkan penyelesaikan masalah dalam kehidupan (Permendikbud, 2016).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa standar kelulusan mata pelajaran IPA tidak

hanya memahami konsep saja, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan untuk

mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari- hari. Tujuan ini dapat diraih dengan

literasi sains, yang merupakan pemahaman atas sains dan aplikasinya.

Ini sesuai dengan salah satu alasan pemerintah merevisi kurikulum, bahwasanya

rendahnya literasi sains, berdasarkan oleh hasil evaluasi PISA tahun 2015, Indonesia memiliki

skor rata-rata 375 dan peringkat ke-64 dari 75 negara partisipan (Organisation for Economic

Co-operation and Development, 2015).

Rendahnya literasi saintifik siswa di Indonesia memiliki rata-rata 0,84 dikategorikan

baik disebabkan oleh proses belajar mengajar yang masih berorientasi pada penguasaan konsep

sains melalui proses presentasi-diskusi. Dalam pembelajaran biologi di Indonesia ditemukan

bahwa guru cenderung menjelaskan dan memberikan informasi tentang konsep biologi secara

verbal dan tidak mengajak siswa melakukan observasi. Guru cenderung menjelaskan topik,

memberikan beberapa pertanyaan, latihan soal, dan pembahasan (Suwono, 2015).

Jika dikaitkan dengan aspek pengetahuan dalam taksonomi bloom, literasi sains lebih

dominan dengan domain pengetahuan applying, analysing, dan evaluating dalam kehidupan

sehari-hari. Jika dikembangkan lebih lanjut domain pengetahuan applying, analysing, dan
evaluating dalam kehidupan sehari-hari, akan menciptakan kemampuan dalam menciptakan

sesuatu (creating). Namun secara garis besar literasi sains memiliki arti yang sama, yaitu

mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuan dalam memecahkan masalah sehari-hari

(Affandi & Dkk, 2015).

Ada beberapa faktor mempengaruhi kompetisi literasi sains, tidak hanya tingkat

intelegasi siswa, namun juga dipengaruhi cara belajar dan kebiasaan belajar siswa. Prestasi

belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh kebiasaan belajar dan cara belajar yang baik dan

efisien yang kurang dilakukan oleh siswa Indonesia (Affandi & Dkk, 2015).

Siswa yang memiliki cara belajar yang baik dan efisien mempengaruhi keberhasilan

siswa dalam memahami materi lebih baik. Kemampuan dalam mengatur belajar dengan efisien

disebut Self-regulated learning. Self regulated learning merupakan suatu kombinasi

keterampilan belajar akademik dan pengendalian diri yang membuat pelajaran terasa lebih

mudah, sehingga para siswa lebih termotivasi. Self regulated learning atau regulasi diri,

membuat siswa memiliki keterampilan (skill) dan kemauan (will) (Latipah, 2010).

Regulasi diri dengan memanagemen waktu dengan baik terutama pada usia sekolah,

sangatlah penting. Era globalisasi, waktu mudah terbuang dengan penggunaan internet terbukti

dengan hasil survey banyak remaja Indonesia yang sudah beralih ke internet. Dari jumlah

penggunaan internet, penguna terbanyak pada usia 13 hingga 18 memiliki presentase 75,50 %

(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2017).

Dilihat dari uraian di atas jelas disini bahwa siswa atau peserta didik (diri mereka

sendiri) pada umumnya belum mampu mengelola waktunya dengan baik, kapan waktu untuk

bermain dan kapan waktu untuk belajar, bisa dikatakan siswa belum mampu untuk meregulasi

dirinya dalam belajar. Keberhasilan seorang anak dalam menjalani proses pendidikannya

bukanlah ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient) semata. Dengan adanya Self regulated

learning menjadi salah satu faktor keberhasilan studi anak berbakat (Fazal et al., 2018).
Meskipun seorang siswa memiliki tingkat intelegensi yang baik, kepribadian,

lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah yang mendukungnya, namun tanpa ditunjang oleh

kemampuan self regulation maka siswa tersebut tetap tidak akan mampu mencapai prestasi

yang optimal (Putry & Putri, 2017).

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka perlu dilakukannya penelitian “Korelasi

Self regulated learning terhadap Litersi Sains pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”.

Untuk mengetahui kemampuan literasi sains peserta didik sebagai tindak lanjut dari hasil

evaluasi literasi sains agar tercapainya pemahaman sains yang baik. Dan meneliti adakah

kaitannya dengan kemampuan Self regulated learning sebagai salah satu cara meningkatkan

kemampuan literasi sains.

Anda mungkin juga menyukai