Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

TUMOR PADA MATA

Oleh :

Ain Yuanita Insani 142011101011


Bagus Aditya Ansharullah 182011101081

Pembimbing :
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATARSD DR. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i


HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ v
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Tumor pada Palpebra ......................................................................... 2
2.2 Tumor pada Kelenjar Lakrimal .......................................................... 15
2.3 Tumor pada Konjungtiva ................................................................... 16
2.4 Tumor pada Uvea ............................................................................... 21
2.5 Tumor pada Retina ............................................................................. 29
BAB 3. PENUTUP........................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 37

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Papilloma sel squamosa ............................................................. 2


Gambar 2.2 Papilloma sel basal ..................................................................... 3
Gambar 2.3 Xanthelasma ............................................................................... 3
Gambar 2.4 Hemangioma Kapiler ................................................................. 4
Gambar 2.5 Naevus flammeus ....................................................................... 5
Gambar 2.6 Naevus palpebra ......................................................................... 6
Gambar 2.7 Neurofibroma ............................................................................. 7
Gambar 2.8 Keratosis Aktinik........................................................................ 7
Gambar 2.9 Histopatologi karsinoma sel basal .............................................. 8
Gambar 2.10 Gambaran klinis sel basal karsinoma ....................................... 9
Gambar 2.11 Karsinoma sel squamosa .......................................................... 10
Gambar 2.12 Karsinoma kelenjar sebasea ..................................................... 11
Gambar 2.13 Lentigo maligna........................................................................ 11
Gambar 2.14 Melanoma ................................................................................. 12
Gambar 2.15 Adenoma pleomorfik................................................................ 13
Gambar 2.16 Sistiserkus konjungtiva ............................................................ 15
Gambar 2.17 Dermoid .................................................................................... 16
Gambar 2.18 Lipodermoid ............................................................................. 16
Gambar 2.19 Karsinoma sel squamosa .......................................................... 17
Gambar 2.20 Naevus ...................................................................................... 19
Gambar 2.21 Melanoma koroid ..................................................................... 23
Gambar 2.22 Ablasi retina eksudatif .............................................................. 23
Gambar 2.23 Melanoma koroid tahap ekstensif ............................................ 24
Gambar 2.24 Pemeriksaan USG melanoma koroid ....................................... 24
Gambar 2.25 Gambaran histologi retinoblastoma ......................................... 29
Gambar 2.26 Leukokoria mata kanan .......................................................... 30
Gambar 2.27 Retinoblastoma ......................................................................... 31
Gambar 2.28 Retinoblastoma dengan pertumbuhan jamur ............................ 33

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala klinis retinoblastoma .......................................................... 30

v
BAB 1. PENDAHULUAN

World Health Organization menyatakan terdapat 285 juta jiwa penduduk di


dunia mengalami kelainan tajam penglihatan dan 39 juta penduduk mengalami
kebutaan (Nowak dan Smigielski, 2015). Salah satu risiko yang meningkatkan
angka kejadian kelainan tajam penglihatan dan kebutaan pada mata adalah tumor
mata.
Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di
Indonesia pada tahun 2013 adalah 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792
penduduk . Sedangkan untuk kanker mata, otak, dan SSP insidennya di Indonesia
adalah sekitar 4,6%. Tingkat kejadian tumor mata sangat jarang dibandingkan
dengan penyakit mata lainnya. Walaupun frekuensinya kecil hanya 1% di antara
penyakit keganasan lainnya,neoplasma pada mata merupakan masalah besar.
Diagnosis cepat dan perawatan yang tepat diperlukan untuk mencegah cacat
permanen, seperti hilangnya fungsi visual yang dapat menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien.
Salah satu jenistumor/kanker mata yang paling umum yaitu retinoblastoma
yang menempati 11% dari semua kanker dalam 1 tahun kehidupan. Di Amerika
penderita retinoblastoma 1 : 15.000 kelahiran hidup, dan di negara berkembang
Afrika dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 : 18.000–34.000 kelahiran hidup.
Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita mencapai
80%, artinya masih ada harapan hidup yang cukup baik. Angka kematian sangat
dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Tentu saja pada stadium lanjut angka
kelangsungan hidup lebih buruk (Shetlar DJ, 2013).

1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUMOR PADA PALPEBRA

Klasifikasi
1. Tumor jinak;simple papilloma, naevus, angioma, hemangioma,
neurofibroma dan adenoma sebaceous.
2. Pra-kanker; solar keratosis matahari, karsinoma in situ dan
xeroderma pigmentosa.
3. Tumor ganas; karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal,
melanoma ganas, dan adenokarsinoma kelenjar sebaceous.

A. Tumor Jinak
1. Papilloma. Papilloma adalah tumor jinak epitel yang paling umum. Kelainan
ini terjadi dalam dua bentuk:
a. Papilloma skuamosa berasal dari sel skuamosa, terjadi pada orang
dewasa, pertumbuhannya sangat lambat atau statis. Tampilan klinis
bervariasi (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Papilloma sel squamosa. A) bertangkai; B) lesi sessile; C) lesi hiperkeratosis
filiformis D) gambaran histopatologi menunjukkan jaringan ikat fibrovaskuler yang
dilapisi dengan epitel squomosa hiperkeratosis berbentuk seperti jari (Sumber:
Bowling, 2016)

2
Insiden meningkat sesuai dengan penambahan usia. Beberapa kasus
disebabkan oleh infeksi virus HPV. Penangannya meliputi simple-
excision, pilihan lain yaitu krioterapi dan laser.
b. Keratosis seboroik (papilloma sel basal) adalah lesi dengan
perkembangan sangat lambat yang sangat sering ditemukan pada orang
setengah baya dan lebih tua. Tampilan klinis berupa plak berpigmen
berwarna terang hingga coklat tua dengan permukaan berminyak,dan
rapuh (Gambar 2.2). Penanganan meliputi simple-excision, ablasi laser,
dengan terapi menggunakan liquid nitrogen, dan peeling kimiawi.
2. Xanthelasma. Xanthelasma cukupsering ditemukan terutama pada wanita
paruh baya, yag biasanya terjadi bilateral. Xanthelasmaadalah lesi plak
kekuningan yang sering melibatkan kelopak mata atas dan bawah dekat
kantus medial (Gambar 2.3).Tumor ini merupakan deposit lemakintraseluler
pada histiosit (foam-cells) dermis. Kejadian xanthelasma dikaitkan dengan
diabetes mellitus danhiperkolesterolemia. Hiperlipidemia ditemukan pada
sepertiga pasien, yang mana juga disertai adanya arkus senilis pada kornea
pasien. Penanganannya dilakukan berdasarkan keppentingan kosmetik.
meliputi simple-excision, dan mikrodieksi; namunkekambuhan sering terjadi
sebanyak 50%.

Gambar 2.3 Xanthelasma (Sumber: Khurana et


al., 2015)

Gambar 2.2 A)Papilloma sel basal; B) Ekspansi sel


squoamosa epitel epidermis dengan
proliferasi sel basal (Sumber:
Bowling, 2016)

3
3. Hemangioma. Hemangioma palpebra terjadi dalam dua bentuk:
a. Hemangioma kapiler paling sering terjadi padabayi, dan tiga kali lebih
sering pada laki-laki, dan pada banyak kasus hilang secara spontan pada
usia 7 tahun. Lesi tumbuh progresif berwarna merah terang (strawberry
naevus)danpada lesi yang lebih dangkal berwarna keunguan (Gambar.
2.4). Lesi ini merupakan proliferasi kapiler dan sel endotel pada dermis
dan subkutan. Penanganan meliputi (1) Eksisi pada tumor kecil; (2) Injeksi
steroid(triamcinolone)pada tumor ukuran kecil hingga sedang; (3) Steroid
oral dosis tinggi, rejimen harian alternatif direkomendasikan untuk tumor
difus yang besar; dan (4) Radioterapi superfisial dapat diberikan untuk
tumor besar.
ii.

Gambar 2.4Hemangioma Kapiler. A) Hemangioma medium; B) Ptosis akibat lesi yang besar;
C) proliferasi vaskular pada lapisan dermis dan subkutan (Sumber: Bowling, 2016)

4
a. Naevus flammeus (port-wine stain) adalah kelainan kongenital
pembentukan vaskuler pada superfisial dermis. Gambaran histopatologis
terlihat adanya ruang vaskular ang bervariasi dan dipisahkan oleh septa
fibrosis. Manifestasi klinis berupa bercak merah muda berbatas tegas,
paling sering di wajah. Biasanya unilateral dan cenderung sejajar dengan
area kulit yang diinervasi saraf trigeminal (Gambar 2.5 B dan C). Warna
menggelap menjadi merah tua atau keunguan seiring bertambahnya usia,
dan biasanya dihubungkan dengan hipertrofi jaringan lunak (Gambar 2.5 D
– F). Penanganan dengan laser efektif untuk menghilangkan diskolorasi.
Terapi topikal dengan imiquimod dan rapamycin, dengan atau tanpa laser
adjuvan

Gambar 2.5 Naevus flammeus. A) Dilatasi ruang vaskular dengan septa fibrousa; B-C)
Manifestasi klinis; D-F) progresi naevus flammeus seiring bertambahnya usia
(Sumber: Bowling, 2016)

5
4. Naevus. Naevus adalah lesi kulit yang tumbuh dari melanosit epidermis.
Berdasarkan kedalaman lapisan yang terlibat, naevi terdiri dari tiga jenis; (1)
Junctional Naevus, banyak muncul pada usia muda sebagai plak atau makula
coklat yang tidak beraturan. Naevus berasal dari batas pertemuan epidermis
dan dermis. (2) Dermal naevus, merupakan naevus yang paling umum, dan
paling banyak terjadi pada usia tua. Lesi papil tidak berpigmenterletak di
dermis, dan tidak memiliki potensi ganas.; (3) Compound naevus, banyak
muncul pada paruh baya, lesi berupa papul meninggi berwarna coklat,
beraturan. Sel naevus berasal dari lapisan epidermis dan dermis. Potensi
menjadi ganas lebih kecil dibandingkan dengan junctional naevus. Lihat
Gambar2.6. Penanganan dilakukan dengan prinsip kosmetik atau untuk
mencegah transformasi menjadi ganas, berupa eksisi dengan tepi 3 mm bila
curiga melanoma.

Gambar 2.6 Naevus palpebra. A) JunctionalNaevus; B) Sel naevus berpigmen di perbatasan


epidermis dan dermis; C) Compound naevus; D) sel naevus berada di epidermis hingga
dermis; E) Dermal naevus; F) sel naevus berada pada dermis (Sumber: Khurana et al.,
2015)

6
5. Neurofibroma. Neurofibroma adalah tumor jinak saraf, biasanya berupa lesi
nodular atau bertangkai.Neurofibroma pleksiformis biasanya muncul pada
anak-anak dengan karakteristik palpebra superior berbentuk seperti huruf S
(Gambar 2.7). Penanganan berupa simple-excision.

B. Pre-Kanker
1. Xeroderma pigmentosa. Ciri-ciri khas penyakit autosomal resesif (AR) ini;
(1) Hiperpigmentasi kulit progresif akibat kerusakan dari paparan sinar
matahari; (2) Bird-like fasiaadalah tipikal dari kondisi ini; (3) Kecenderungan
berkembang menjadi tumor kelopak mata (karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, danmelanoma) dan keganasan konjungtiva.
2. Keratosis aktinik. Lesi ini sangat jarang terjadi pada palpebra. Banyak
terjadi pada individu lanjut usia, berkulit putih, dan umumnya terdapat pada
kulit yang lebih banyak terpapar sinar matahari. Lesi datar hiperkeratosis,
bersisik dengan atau tanpa lapisan tanduk. Terkadang tampilan lesi nodular
seperti kutil. Pemeriksaan histologi didapatkan displasia epidermis irregular
dengan hiperkeratosis, parakeratosis, dan pembentukan tandukkulit (Gambar
2.8). Lesi ini memiliki potensi, walaupun rendah, menjadi karsinoma sel
squamosa. Penanganan meliputi eksisi dan biopsi atau krioterapi.

Gambar 2.7 Neurofibroma pleksiformis pada palpebra superior bentuk huruf-S (Sumber: Khurana
et al., 2015)

Gambar 2.8 Keratosis Aktinik; A) tampilan klinis; B) displasia epidermis irregular hiperkeratosis,
parakeratosis, dan tanduk kulit (Sumber: Bowling, 2016)

7
C. Tumor Ganas
1. Karsinoma sel basal merupakan kanker palpebra yang paling umum terjadi,
yaitu sebanyak 90% dari semua kasus. dan kebanyakan ditemukan pada usia
tua. Sebanyak 90% kasus terjadi pada kepala dan leher, sedangkan 10% ada
keterlibatan mata. Paling sering berasal dari palpebra inferior (50%) diikuti
dengan cantus medialis (25%), palpebra superior (10-15%) dan cantus
lateralis (5-10%).Faktor predisposi yaitu bertambahnya usia, kulit putih,
paparan sinar matahari, xeroderma pigmentosa dan sindrom naevus sel
basal.Tumor berasal dari sel yang berada di lapisan basal epidermis. Sel
mengalami proliferasi kebawah dan secara khas menunjukkan palisade di tepi
lobulus sel tumor (Gambar 2.9). Diferensiasi sel squamous dengan produksi
keratin menghasilkan karsinoma sel basal hiperkeratotik. Gambaran klinis
karsinoma sel basal berupa; (1) Karsinoma sel basal nodular non-ulseratif
tampak sebagai nodul kecil, berkilau, dengan pembuluh darah kecil di
atasnya. Awalnya, pertumbuhannya lambat sekitar 1-2 tahun untuk mencapai
diameter 0,5 cm (Gambar 2.10 A dan B); (2) Karsinoma sel basal nodular
ulseratif (rodent ulcer), tampak ulserasi di tengah dengan tepi bergulung
seperti mutiara dan terdapat dilatasi irregular pembuluh darah lateral
(telangiectasis) dan seiring waktu dapat mengikis sebagian besar kelopak
mata (Gambar 2.10 C - D); (3) Sklerosing (morphoeic) jarang ditemukan dan
sulit terdiagnosis karena menginfiltrasi ke bagian bawah epidermis sebagai
plak yang tidak beraturan. Tepi tumor mungkin tidak dapat terlihat secara
klinis dan hanya dengan inspeksi, namun cukup terasa dengan palpasi
(Gambar 2.10 E - F)

Gambar 2.9 Histopatologi karsinoma sel basal; A) proliferasi lobulus; B) palisade sel pada tepi
lobulus tumor (Sumber: Bowling, 2016)

8
Penanganan meliputi tindakan bedah, yaitu eksisi lokal tumor dan jaringan
normal 3 mm di sekitarnya. Selain itu teknik pembedahan mikro Mohs atau
biopsi penampang beku harus dilakukan untuk penghilangan total. Tindakan
radioterapi dan krioterapi dilakukan hanya pada kasus yang tidak dapat
dioperasi atau palliatif

Gambar 2.10 Gambaran klinis sel basal karsinoma ; A) Lesi awal nodular non-ulseratif; B) Lesi
lanjut nodular non-ulseratif; C) Lesi awal rodent ulcer; D) Lesi lanjut rodent
ulcer; E) sklerosing tumor; F) ekstensif sklerosing tumor (Sumber: Bowling,
2016)

9
2. Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas tersering kedua setelah
karsinoma sel basal, insidensinya (5%) jauh lebih sedikit dari pada karsinoma
sel basal. Namun lebih agresif karena dapat metastasis ke limfe nodus
regional pada 20% kasus. Tumor juga dapat menyebar melalui perineural ke
rongga intrakranial. Karsinoma sel squamosa menyumbang 5-10% keganasan
pada kelopak mata. Biasanya muncul dari lesi sebelumnya seperti keratosis
aktinik, dan penyakit Bowen. Pasien dengan immunocompromised, atau yang
mengikuti transplantasi ginjal memiliki resiko lebih tinggi. Tumor memiliki
kecenderungan muncul di palpebra inferior. Hal-hal yang meningkatkan
resiko kejadian yaitu paparan sinar matahari, radiasi, kulit putih, cedera atau
iritasi lainnya, dan ada kecenderungan meningkat pada pria. Tumor muncul
dari lapisan sel skuamosa epidermis, terdiri dari kelompok sel epitel atipik
dengan ukuran bervariasi dengan nukleus yang menonjol dan sitoplasma
eosinofilik yang berlimpah di dalam dermis (Gambar 2.11A). Tumor yang
terdiferensiasi dengan baik menunjukkan adanya 'mutiara' keratin dan
jembatan antar sel (desmosom). Gambaran klinis dapat berupa; (1) Nodular,
tampak nodul hiperkeratosis yang dapat berkembang menjadi kerak dan erosif
(Gambar 2.11B); (2) ulseratif, tampak plak eritemabersisik, berbatas tegas
dengan tepi yang lebih tinggidan mengkilap (Gambar 2.11C); (3) Tanduk
kulit dengan karsinoma sel squamosa invasif yang mendasari (Gambar 2.11D)

Gambar 2.11 Karsinoma sel squamosa ; A) epitel squamosa akantosis dan pulau berwarna pink
merupakan displasia epitel squamosa pada dermis; B) tumor nodular permukaan
keratosis; C) Tumor ulseratif; D) tanduk kulit (Sumber: Bowling, 2016)

10
Penanganan yang dilakukan serupa pada karsinoma sel basal.
D. Karsinoma kelenjar sebaceous merupakan tumor langka, sering ditemukan
pada wanita dan usia tua. Tumor berasal dari kelenjar meibom, sehingga lebih
banyak muncul pada palpebra superior.Secara histopatologis tampak lobulus sel
dengan sitoplasma yang mengandung lipid pada vakuola dan nukleus besar
hiperkromatik. Gambaran klinispada awalnyamuncul sebagai nodul
kekuningan (yang mungkin dianggap sebagai kalazion), kemudian infiltrasi
pada dermis menyebabkan penebalan difus pada tepi palpebra disertai dengan
distorsi bulu mata (Gambar 2.12).Penanganan berupa eksisi dengan
rekonstruksi palpebra. Rekurensi sering terjadi.
E. Melanoma maligna sangat jarang ditemukan.Gambaran klinis dapat muncul
dalam tiga bentuk; (1) Lentigo maligna ditandai dengan lesi datar, berpigmen,
dan dengan batas irregular. Perubahan ganas dapat terjadi dengan adanya
invasi dermis. Gambaran histologi berupa proliferasi spindle-shaped
melanosit atipikal (Gambar 2.13); (2) Melanoma, gambaran histologi
menunjukkan melanosit atipikal berukuran besar menginvasi dermis.
Tampilan klinis melanoma superfisial berupa lesi berpigmen dengan tepi
irreguler yang meninggi. Sedangkan melanoma nodular berupa nodul
berwarna biru kehitaman (Gambar 2.14). Penanganan berupa wide-excision,
radioterapi, kemoterapi.

Gambar 2.12 Karsinoma kelenjar sebasea; A) hiperkromatik nukleus dan vacuolated sitoplasm; B)
tumor nodular; C) penyebaran tumor (Sumber: Bowling, 2016)

Gambar 2.13Lentigo maligna ; A) proliferasi melanosit pada lapisan basal epidermis; B) lentigo
maligna awal; C) melanoma darilentigo maligna (Sumber: Bowling, 2016)

11
Gambar 2.14 Melanoma ; A) Melanosit pada lapisan dermis; B) superfisial
melanoma; C) nodular melanoma (Sumber: Bowling, 2016)

12
2.2TUMOR PADA KELENJAR LAKRIMALIS

Klasifikasi
Tumor epitel kelenjar lakrimal:
1. Tumor epitel jinak.
2. Tumor epitel ganas

Tumor epitel kelenjar lakrimal


1. (Tumor epitel jinak) Adenoma pleomorfik yang juga dikenal sebagai tumor
jinak campuran, adalah tumor jinak kelenjar lakrimal yang paling umum
terjadi danterutama pada laki-laki usia dewasa muda. Secara klinis, muncul
sebagai pembengkakan tanpa rasa sakit dengan pertumbuhan yang lambat di
kuadran luar-atas orbita yang menyebabkan bola mata ke bawah dan ke dalam
(Gambar 2.15). Tumor ini bersifat invasif dan dapat menginfiltrasi
pseudokapsulnya sendiri untuk melibatkan periosteum didekatnya. Secara
histologis, tampak jaringan myxomatous pleomorfik, seperti tumor jinak pada
kelenjar saliva. Penanganannya berupa pembedahan pengangkatan tumor
beserta kapsulnya. Rekurensi sangat umum terjadi pada pengangkatan tumor
yang tidak lengkap.
2. (Tumor epitel ganas) Karsinoma kelenjar lakrimal yang terjadi pada usia
40-50 tahun relatif jarang terjadi tetapi memiliki angka kematian yang tinggi.
Berdasarkan urutan frekuensi kejadian, klasifikasi histologis karsinoma
kelenjar lakrimal meliputi: karsinoma kistik adenoid, adenokarsinoma
pleomorfik, karsinoma mucoepidermoid, dan karsinoma sel skuamosa

Gambar 2.15Adenoma pleomorfik A) Perubahan pada bola mata kiri akibat tumor jinak campuran.
B) Hasil pemeriksaan CT Scan yang menunjukkan adanya massa berbatas tegas di
superotemporal. C) Hasil pengangkatan tumor jinak campuran pasca operasi
orbitotomi (Sumber: Khurana et al., 2015)

13
Gambaran klinis tampak sebagai massa yang terasa sangat nyeri dengan di
superotemporal orbita yang menyebabkan dystopia inferonasal. Dapat juga
terjadi hilangnya rangsang sensorik dan parestesia pada area yag dipersarafi
oleh saraf lakrimal. Hasil CT scan menunjukkan infiltrasi tumor yang
membentuk bola mata. Penanganan meliputi eksisi makroskopis total dan
radioterapi dosis tinggi.

14
2.3TUMOR PADA KONJUNGTIVA

A. KISTA KONJUNGTIVA
Lesi kistik yang umum muncul pada konjungtiva yaitu:
1. Lesi kistik kongenital jarang terjadi dan termasuk kista korneoskleral bawaan
dan bentuk kistik dermoid epibulbar.
2. Kista limfatik konjungtiva sering terjadi dan biasanya terjadi karena dilatasi
limfe di konjungtiva bulbar. Limfangiektasis ditandai dengan munculnya
sederet kista kecil. Untuk kasus yang jarang terjadi, limfangioma dapat
muncul sebagai kista multilokular tunggal.
3. Kista retensi terjadi karena penyumbatan saluran kelenjar lakrimal aksesori
Krause pada inflamasi kronis, yaitu trachoma. Kista retensi lebih sering
terjadi pada forniks superior.
4. Kista implantasi epitel (kista traumatis) dapat mucul setelah adanya
pertumbuhan epitel konjungtiva di lapisan dalam, akibat cedera pasca bedah
atau non-bedah pada konjungtiva.
5. Kista berair mucul karena proses penyembuhan melalui pembentukan
sikatrik kista pasca tindakan bedah atau non-bedah pada luka perforasi limbal.
6. Kista epitel berpigmen dapat muncul setelah penggunaan topikal kokain atau
epinefrin dalam waktu yang lama.
7. Kista parasit seperti sistiserkus subconjunctival (Gambar 2.16), kista hidatid
dan kista filaria serinh terjadi di negara-negara berkembang.
Penanganan kista konjungtiva membutuhkan eksisi bedah yang cermat. Kista
yang diangkat harus selalu menjalani pemeriksaan histopatologis.

Gambar 2.16 Sistiserkus konjungtiva (Sumber: Khurana et al., 2015)

15
B. TUMOR KONJUNGTIVA

Klasifikasi
Non-Pigmented Tumor
1. Kongenital: Dermoid dan lipodermoid (choristoma).
2. Jinak: SimpleGranuloma, papilloma, adenoma, fibroma, dan
angioma.
3. Premalignan: Epitelioma intraepitel (Bowen’s Disease).
4. Ganas: Epithelioma / karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel
basal.
Pigmented Tumor
1. Jinak: Naevus.
2. Melanosisprakanker: Melanoma dan lentigo maligna yang
menyebar superfisial (Hutchinson’s freckle).
3. Ganas: melanoma primer (melanoma maligna).

Non-Pigmented Tumor
1. Kongenital
a. Dermoid. Kejadian tumor dermoid cukup sering terjadi, biasanya terjadi pada
bagian limbus, berupa massa putih solid, melekat erat pada kornea (Gambar
2.17). Dermoid terdiri dari jaringan ikat kolagen, kelenjar sebasea dan
rambut, dilapisi oleh epitel epidermoid. Penangannya meliputieksisi
sederhana.
b. Lipodermoid adalah tumor bawaan, biasanya ditemukan di limbus atau
canthus perifer (Gambar 2.18).

Gambar 2.17 Dermoid (Sumber: Khurana et al., 2015) Gambar 2.18 Lipodermoid (Sumber:
Khurana et al., 2015)

16
Muncul sebagai massa subconjunctival lunak, putih kekuningan, dan mudah
digerakkan. Tumor ini terdiri dari jaringan lemak dan jaringan disekitarnya
seperti jaringan ikat seperti, karenanya dinamakan lipodermoid.

2. Tumor jinak
a. Granuloma simplext erdiri dari polipoid dan jaringan granulasi seperti
kembang kol. Granuloma dapat terjadi pasca operasi juling. Penanganannya
dapat berupa pengangkatan total dengan operasi.
b. Papilloma adalah tumor polipoid jinak yang biasanya terjadi di canthus
medialis, dan limbus. Bentuknya menyerupai jengger ayam. Papilloma
memiliki kecenderungan menjadi ganas dan karenanya membutuhkan eksisi
lengkap.
c. Fibroma adalah pertumbuhan polipoid lunak atau keras yang jarang terjadi,
biasanya terjadi pada forniks inferior.

3. Premaligna
Bowen intraepitel epitelioma (karsinoma in situ) adalah kondisi prakanker yang
jarang terjadi, sekarang termasuk dalam Ocular Surface Squamous Neoplasia
(OSSN)

4. Tumor ganas
a. Karsinoma sel skuamosa (epithelioma) biasanya muncul pada zona transisi,
seperti di limbus dan tepi palpebra (Gambar. 2.19). Tumor menginvasi stroma
dan akan menempel erat pada jaringan di bawahnya.

Gambar 2.19 Karsinoma sel squamosa pada limbus (Sumber: Khurana et al., 2015)

17
Secara histologis, tumor iniserupa dengan karsinoma sel skuamosa yang
munculpada organ lain. Tumor ini juga termasuk ocular surface squamous
neoplasia (OSSN).
Ocular Surface Squamous Neoplasia (OSSN) adalah istilah yang digunakan
untuk menunjukkan spektrum luas dari perubahan displastik yang melibatkan
epitel konjungtiva, kornea, dan limbus. Tumor ini termasuk displasia
skuamosa, karsinomain situ, seperti kornea dan konjungtiva intraepitel
neoplasia (CIN) dan karsinoma sel skuamosa (SCC). CIN ditandai dengan
neoplasia intraepitel parsial dengan ketebalan parsial hingga penuh dengan
membran basal yang utuh tanpa keterlibatan substantia propria yang.
Sedangkan SCC terjadi ketika sel-sel neoplastik menembus membran dasar
dan menyerang stroma yang mendasarinya. Sangat sedikit angka kejadian
CIN yang menjadi SCC. Faktor risiko meliputi: paparan radiasi UV yang
intens,usia lanjut, merokok, AIDS dan infeksi virus Human papilloma (HPV)
konjungtiva, riwayat karsinoma sel skuamosa di kepala dan leher, xeroderma
pigmentosa, danras kulit putih. Patogenesis OSSN biasanya muncul pada
limbus, maka telah dipastikan bahwa faktor predisposisi berada pada sel-sel
punca yang menyebabkan pematangan dan proliferasi abnormal yang
menghasilkan OSSN (teori sel induk). Gambaran klinis, pada awalnya tidak
dapat dibedakan secara klinis antara displasia skuamosa, karsinoma in-situ
dan SCC; sehingga istilah OSSN digunakan. Tiga pola morfologis dijelaskan
sebagai berikut: (1) Bentuk Leukoplakiamuncul sebagai penebalan epitel
dengan plak hiperkeratotik di atasnya, (2) Bentuk papillomatosa tampak
sebagai massa lunak berbatas tegas, dan (3) Bentuk gelatin muncul sebagai
penebalan transparan. Penananganan meliputieksisi bedahjaringan
tumordengan jaringan normal disekitarnya 2-4 mm Langkah-langkah untuk
mengurangi kekambuhan meliputi: (1) Cryotherapy ke jaringan di sekitarnya,
(2) Kemoterapi topikal dengan mitomycin. Eksisi radikal seperti enukleasi
dan eksentasi mungkin diperlukan bersama dengan radioterapi pasca operasi
pada kasus lanjut SCC.
b. Karsinoma sel basal dapat mengenai konjungtiva dari kelopak mata.
Meskipun memiliki respon yang sangat baik terhadap radioterapi, eksisi

18
lengkap, jika memungkinkan, harus dipilih untuk menghindari komplikasi
radioterapi.

Pigmented Tumor
1. Jinak
a. Naevus memiliki angka kejadian yang tinggi, biasanya timbul sebagai nodul
berwarna abu-abu, coklat atau hitam, datar atau sedikit menonjol pada
konjungtiva bulbar, sebagian besar di dekat limbus (Gambar 2.20). Biasanya
muncul selama masa kanak-kanak dan membesar saat pubertas atau selama
kehamilan. Perubahan ganas jarang terjadi, insiden kurang dari 1%, namun
ketika terjadi ditandai oleh peningkatan ukuran yang mendadak atau
peningkatan pigmentasi atau munculnya tanda-tanda peradangan. Oleh karena
itu, eksisi biasanya dilakukan atas indikasi kosmetik dan jarang untuk alasan
medis.
b. Melanosis prekanker. Melanosis prakanker (melanoma intraepitel)
konjungtiva terjadi pada orang dewasa dan tidak pernah berasal dari nevus
kongenital. Secara klinis, tumor berpigmen kecil berkembang di lokasi mana
pun di bulbar atau konjungtiva palpebra, yang menyebar sebagai tambalan
berpigmen difus, datar, tanpa gejala. Selama ia mempertahankan
penyebarannya yang dangkal, ia tidak bermetastasis. Namun, akhirnya pada
sekitar 20% kasus itu melibatkan jaringan subepitel dan hasil untuk terus
terang perubahan ganas.Penanganan pada tahap awal yaitu eksisi lokal
dengan radioterapi pascaoperasi. Tetapi dalam kasus kekambuhan,
penanganan yang dilakukan seperti pada melanoma maligna.

Gambar 2.20Naevus (Sumber: Khurana et al., 2015)

19
c. Melanoma maligna (melanoma primer) pada konjungtiva sebagian besar
timbul de-novo, biasanya berada dekat limbus. Pada kasus yang jarang
terjadi, tumor ini dapat mengalami perubahan ganas pada nevus yang sudah
ada sebelumnya. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien usia lanjut. Secara
klini stumor ini tampak sebagai massa non-pigmented atau pigmented di
dekat limbus atau pada bagian lain konjungtiva.Tumor ini menyebar ke
permukaan bola mata dan jarang menembus ke dalam. Metastasis jauh dapat
terjadi, umumnya di hati. Secara histologis, neoplasma dapat berbentuk
alveolar, bulat atau spindle. Penanganan yang dilakukan yaitu enukleasi atau
exenterasi, tergantung pada tingkat pertumbuhan.

20
2.4 TUMOR PADA UVEA

Klasifikasi
1. Tumor koroid
a. Jinak : Naevus, Hemangioma, Melanositoma, Osteoma koroidal
b. Ganas : Melanoma
2. Tumor korpus ciliary
a. Jinak : Hiperplasia, Kista, Meduloepithelioma
b. Ganas : Melanoma
3. Tumor iris
a. Jinak : Naevus, Kista, Naevoxanthoendothelioma
b. Maligna : Melanoma

1. Tumor koroid
a. Jinak
 Naevu smerupakan lesi asimptomatik, biasanya terdiagnosis pada
pemeriksaan fundus rutin. Tampak sebagai lesi datar, abu-abu gelap
dengan tepi berbulu, biasanya dihubungkan dengan adanya colloid bodies
di atasnya. Apabila sudah terdiagnosis, harus selalu diperiksa secara
rutin, karena dapat mengalami perubahan menjadi ganas yang ditandai
dengan: (i) Meningkatkan pigmentasi atau ketinggian nevus (ii) Adanua
bercak jingga lipofuscin di permukaan dan (iii) Adanya pelepasan serosa
di daerah nevus.
 Hemangioma koroid terjadi dalam dua bentuk: (1) hemangioma koroid
lokal yang tampak berupa pembengkakan berwarna merah muda,
menonjol, berbentuk kubah, yang biasanya terletak di posterior bola
mata. Retina yang berada di atasnya dapat menunjukkan pelepasan
serosa, degenerasi sistoid dan bintik epitel pigmen. (2) Hemangioma
koroid difus biasanya berhubungan dengan sindrom Sturge-Weber dan
menyebabkan perubahan warna fundus menjadi merah tua.
 Melanositoma merupakan tumor langka yang muncul sebagai lesi hitam
pekat di sekitar optic-disc.

21
 Osteoma Koroid sangat jarang ditemukan, muncul sebagai lesi yang
menonjol berwarna jingga kekuningan di bagian posterior. Biasanya
terjadi pada wanita muda.
b. Ganas
 Melanoma Choroid Maligna merupakan tumor intraokular yang paling
umum terjadi pada orang dewasa pada usia 40-70 tahun. Jarang terjadi
pada orang kulit hitam dan relatif lebih sering pada orang kulit putih.
Lesi muncul dari sel-sel pigmen yang berasal dari neural crest uvea
sebagai tumor soliter dan biasanya unilateral. Patologi tumor muncul
dari nevus yang sudah ada atau dari melanosit di stroma. Tumor dapat
terjadi dalam dua bentuk: (1) Circumscribed Tumor (pedunculated),
Awalnya berbentuk datar, abu-abu, yang kemudian mengalami
pertumbuhan menjadi menonjol dan berpigmen dan akhirnya pecah
melalui membran Bruch (tumor Collar-Stud). Pada pertumbuhan lebih
lanjut, tumor dapat menyebabkan ablasi retina eksudatif. (2)
DiffuseMalignant Melanoma (Flat) menyebar perlahan ke seluruh uvea,
tanpa membentuk massa tumor dan gejala muncul terlambat. Diffuse
malignant melanoma menyumbang 5% kasus. Histopatologi melanoma
uvea terdiri dari empat jenis (Klasifikasi Callender yang dimodifikasi):
(1) Spindle cell melanoma terdiri dari spindel dan membentuk 45% dari
semua tumor. Tumor ini memiliki prognosis terbaik (kelangsungan hidup
80% 10 tahun), (2) Epitheloid cell melanoma terdiri dari sel-sel
pleomorfik besar, oval atau bulat, dengan nukleus yang lebih besar dan
sitoplasma asidofilik. Jenis tumor ini memiliki prognosis terburuk
(kelangsungan hidup 10 tahun35%). Jumlah kasus sebanyak 5% dari
semua tumor. (3) Mixed cell melanoma terdiri dari sel-sel spindle dan
epiteloid dan dengan prognosis menengah (kelangsungan hidup 45% 10
tahun). Kejadian tumor ini sebanyak 45% dari semua tumor. (4)
Melanoma nekrotik membentuk 5% dari semua tumor. Pada tumor ini,
tipe sel yang dominan tidak dapat dikenali.

22
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi empat tahap:
- Tahap diam. Selama tahap ini gejalanya tergantung pada lokasi dan
ukuran tumor. Tumor kecil yang terletak di perifer tidak
menghasilkan gejala apa pun, sementara tumor yang berada pada
posterior akan menyebabkan kehilangan penglihatan dini. Tumor
yang besar dihubungkan dengan ablasi retina eksudatif yang
menyebabkan hilangnya penglihatan. Tanda-tanda. Hasil
pemeriksaan fundus memperlihatkan : (1) Tumor kecil terbatas pada
koroid muncul sebagai peningkatan massa oval berpigmen (Gambar
2.21). Tanda patognomik tahap ini adalah munculnya bercak jingga
di epitel pigmen karena akumulasi lipofusin. (2) Tumor besar
menembus membran Bruch dan tumbuh di ruang subretinal, ditandai
dengan ablasi retina eksudatif (Gambar 2.22). Puncak tumor
menyentuh retina.Terdapat dilatasi pembuluh darah mengalir di atas
permukaan tumor. Terkadang terdapat gambaran perdarahan
subretinal atau intraretinal, lipatan koroid, dan perdarahan vitreous.
Semakin besar pertumbuhan, ablasi retina eksudatif semakin dalam
dantumor mengisi seluruh bola secara perlahan
- .

Gambar 2.21 Melanoma koroid sebagai


massa subretina berpigmen
yang menonjol (Sumber:
Khurana et al., 2015)

Gambar 2.22 Ablasi retina eksudatif: A) Gambar


visualisasi B) Pemeriksaan fundus
(Sumber: Khurana et al., 2015)
23
- Tahap glaukoma terjadi ketikatumor dibiarkan tidak diobati selama
tahap diam. Glaukoma dapat terjadi karena obstruksi aliran keluar
vena oleh tekanan pada vortex vena, penyumbatan sudut bilik
anterior karena terdorongnya iris ke depan akibat pertumbuhan
tumor. Gejala. Pasien mengeluh nyeri, mata merah dan berair pada
mata yang mengalami kebutaan. Tanda-tanda. (i) kemosis dan
kongesti konjungtiva (ii) edema kornea. (iii) penyempitan sudut
bilik mata depan. (iv) dilatasi pupil. (v) Lensa keruh (vi) peningkatan
tekanan intraokular (vii) Kadang-kadang gambaran iridosiklitis dapat
dilihat karena uveitis yang diinduksi oleh tumor.
- Tahap ekstensi luar mata. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan
progresif hingga melewati skler. Penyebaran ekstraokular dapat
terjadi bahkan lebih awal sepanjang ruang perivaskular dari vena
vortex atau pembuluh ciliary. Tahap ini diikuti oleh pertumbuhan
jamur yang cepatdan keterlibatan jaringan ekstraokular yang
menyebabkan proptosis (Gambar 2.23).
- Tahap metastasis jauh. Penyebaran limfatik biasanya tidak
diketahui. Metastasis yang ditularkan melalui darah biasanya terjadi
di hati dan merupakan penyebab kematian tersering.
Pemeriksaan penunjang 1) oftalmoskopik indirect menggambarkan
adanya cairan yang bergerak, yang merupakan patognomik dari
pelepasan retina eksudatif. 2) Tes transiluminasi menunjukkan massa
tumor untuk membedakan dari ablasi koroid dan ablasi retina sederhana.
3) Ultrasonografi. Pemindaian A dan B (Gambar 2.24) membantu untuk
menguraikan massa tumor di hadapan media yang kabur.

Gambar 2.23 Melanoma koroid tahap ekstensif Gambar 2.24 Pemeriksaan USG melanoma koroid
(Sumber: Khurana et al., 2015) (Sumber: Khurana et al., 2015)
24
4) Angiografi fluorescein memiliki nilai diagnostik terbatas karena tidak
ada pola patognomik yang tampak 5) Pelacak radioaktif. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa jaringan neoplastik memiliki
peningkatan lajupenyerapan fosfat (32p). 6) MRI. Melanoma koroid
hiperintens pada T1-weighted dan hipotens pada T2-weighted.
Terapi
- Perawatan konservatif harus dilakukan ketika tidak ada keraguan
diagnosis dan tumornya tidak terlalu besar. Metode yang digunakan
untuk perawatan konservatif dan indikasinya dijelaskan sebagai
berikut: 1) Brachytherapy menggunakan cobalt-60 atau iodine-125
plak yang ditempatkan secara eksternal pada sklera biasanya
pengobatan pilihan pada tumor dengan ketinggian kurang dari 10
mm dan diameter basal kurang dari 16 mm. 2) External beam
radiotherapy (EBR) dengan proton atau ion helium diindikasikan
pada tumor yang tidak cocok untuk brachiterapi karena ukuran atau
lokasinya beradad di posterior hingga 4 mm dari optic-disk atau
fovea. 3) Transpupillary thermotherapy (TTT) dengan laser dioda
diindikasikan pada tumor kecil tertentu, terutama jika berpigmen dan
terletak di dekat fovea atau optic-disc. 4) Reseksi lokal trans-skleral
diindikasikan pada tumor yang terlalu tebal untuk radioterapi dan
biasanya berdiameter kurang dari 16 mm. Prosedur ini sangat sulit
yang hanya dapat dilakukan pada kondisi hipotensi. 5) Radiosurgery
stereotactic adalah metode baru yang diindikasikan pada tumor
besar. Metode ini melibatkan pemberian radiasi ionisasi tunggal ke
jaringan lokal yang stereotik dengan bantuan Gamma-knife.
- Enukleasi diindikasikan untuk tumor yang sangat besar diameter >
16 mm atau tinggi > 10 mm tinggi apikal di mana metode
konservatif untuk menyelamatkan bola matatidak efektif.
- Eksenterasi atau debulking dengan kemoterapi dan radioterapi
diperlukan pada tahap penyebaran ekstraokular.
- Paliatif dengan kemoterapi dan imunoterapi mungkin bermanfaat
dalam memperpanjang hidup pasien dengan metastasis jauh.

25
Indikator prognosis
• Usia pasien. Prognosis memburuk dengan bertambahnya usia.
• Ukuran tumor. Semakin besar, prognosisnya lebih buruk.
• Lokasi tumor. Melanoma silia membawa prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan koroid melanoma.
• Bukti invasi. Keterlibatan vena ekstrascleral atau vorteks membawa
prognosis yang buruk.
• Jenis sel. Spindle A membawa prognosis terbaik diikuti oleh spindle
B, campuran, dan epiteloid melanoma (paling buruk).

26
2. Tumor Korpus Siliar
1 Hiperplasia dan Kista Jinak adalah lesi yang tidak signifikan pada korpus
siliaris.
2 Medulloepithelioma (Diktyoma) adalah tumor bawaan langka yang tumbuh
dari epitel non-pigmented korpussiliar. Biasanya muncul pada dekade
pertama kehidupan.
3 Melanoma Maligna biasanya didiagnosis sangat terlambat, karena lokasinya
yang tersembunyi. Lesi dapat meluas ke anterior, posterior atau tumbuh
secara melingkar.
Gambaran klinis
- Gambaran awal tampak sedikit hipotonik, berkurangnya pengelihatan,
dan adanya dilatasi vena episkleral terlokalisasi dalam bagian yang
terdapat tumor
- Penyebaran tumor ke anterior yang dapat menyebabkan subluksasi lensa
ke anterior, pembentukan katarak, penyempitan sudut bilik mata anterior
yang menghasilkan glaukoma sekunder, dan bila tumor mencapai sklera
akan tampak massa epibulbar
- Penyebaran tumor ke posterior mungkin melibatkan koroid dan akan
tampak sebagai ablasi retina eksudatif.
- Penyebaran tumor melingkar akan melibatkan seluruh bagian
korpussiliar.
Gambaran patologis mirip dengan melanoma koroid.
Terapi
- Enukleasi diperlukan pada tumor berukuran besaryang meluaske anterior,
posterior atau melingkar
- Reseksi lokal. Siklektomi atau iridosiklektomi mungkin cukup, jika
tumor terdeteksi pada tahap awal.

27
5. Tumor Iris
1 Naevus adalah lesi iris yang paling umum,tampak sebagai lesi datar,
berpigmen, lesi terbatas dengan ukuran bermacam-macam. Jarang menjadi
ganas di dalamnya, sehingga perkembangannya harus diperhatikan.
2 Naevoxanthoendothelioma merupakan lesi vaskular berdaging pada bayi
dan angka kejadiannya rendah. Lesi dapat menyebabkan hifema berulang.
Penanganannya dengan sinar-X atau steroid.
3 Melanoma Maligna merupakan nodul vaskular tunggal atau multipel yang
tumbuh secara progresif. Nodul menyebar di sudut bilik mata depan sehingga
menghasilkan glaukoma sekunder. Lesi juga dapat menembus limbus dan
tampak sebagai massa epibulbar. Gambaran patologis mirip dengan
melanoma koroid. Penanganannya meliputi 1) Wideiridectony, dilakukan
pada tumor yang terbatas pada iris. 2) Iridocyclectomy, dilakukan pada tumor
yang melibatkan iris dan korpus siliaris. 3) Enukleasi, dilakukan ketika
melanoma iris diikuti dengan glaukoma sekunder.

28
2.5 TUMOR PADA RETINA

1. Retinoblastoma adalah tumor ganas saraf retina embrional dengan angka


kejadian yang tinggi yang berkembang dari retina pada satu atau kedua mata.
Data demografis
 Prevalensi Tumor ini paling umum terjadi pada masa kanak-kanak.
Terjadi pada 1 :15.000 - 20.000 kelahiran hidup.
 Umur Retinoblastoma terbatas pada bayi dan anak-anak yang sangat
muda biasanya antara 1 dan 2 tahun. 90% kasus ditemukan sebelum
usia 3 tahun.
 Bilateral sebanyak 25-30% kasusada keterlibatan bilateral, walaupun
pada salah satu mata terkena lebih awal dan lebih luasdari yang lain.
Patologi retinoblastoma berasal dari proliferasi maligna dari sel-sel saraf
retina imatur yang merupakan sel bulat kecil dengan nuklei besar.
Histopatologi. Tumor ini terutama terdiri dari sel-sel bulat kecil dengan
nukleus besar. Sel-sel ini dapat tampak sebagai well-differentiated dan
undifferentiated tumor. Gambaran mikroskopis well-differentiated tumor
yaitu roset Flexner-Wintersteiner (spesifik retinoblastoma), roset Homer-
Wright, pseudoroset, dan fleurettes (Gambar 2.25). Gambaran histologis
lainnya adalah adanya area nekrosis dan kalsifikasi.

Gambar 2.25 Gambaran histologi retinoblastoma


(Sumber: Khurana et al., 2015)

29
Gambaran klinis retinoblastoma yang umum ditemukan tercantum pada
Tabel 2.1, dan meliputi beberapa tahap:
- Tahap intraokular retinoblastoma tahap ini dapat dibagi menjadi dua
subkelompok:
1) Tahap diam meliputi leukokoria atau refleks pupil putih
kekuningan dimana merupakan gambaran yang paling umum (60%)
(Gambar 2.26), Juling biasanya konvergen merupakan gambaran
kedua yang paling umum, nistagmus jarang ditemukan pada kasus
bilateral, gangguan visus juga sangat jarang ditemukan.

Gambar 2.26 Leukokoria mata kanan (Sumber:


Khurana et al., 2015)

Tabel 2.1 Gejala klinis retinoblastoma (Sumber: Khurana et al., 2015)

30
Pemeriksaan oftalmoskop. Gambaran pemeriksaan oftalmoskop pada
tiga jenis retinoblastoma adalah sebagai berikut:
- Retinoblastoma endofit (Gambar 2.27A): Tumbuh ke dalam dari
retina ke rongga vitreous. Pada pemeriksaan oftalmoskopik,
tumor tampak seperti massa polipoidal berbatas tegas berwarna
putih atau merah muda (Gbr. 2.27B). Pembuluh darah normal dan
perdarahan mungkin tampak pada permukaan. Adanya kalsifikasi,
menunjukkan gambaran 'cottage-cheese'.
- Retinoblastoma eksofit (Gambar 2.27D) tumbuh ke luar dan
memisahkan retina darikoroid. Pada pemeriksaan fundus terlihat
adanya ablasi retina eksudatif (Gambar2.27E)
- Tumor infiltrasi difus hanya menunjukkan ketebalan retina
plasoid dan bukan massa. Kasus-kasus seperti ini biasanya
didiagnosis terlambat.

Gambar 2.27Retinoblastoma A & D) Gambaran diagramatis; B & E) gambaran fundus; C & F)


Gambaran CT-scan/MRI (Sumber: Khurana et al., 2015)

31
2) Tahap mata merah disertai nyeri yaitu ketika retinoblastoma pada
tahap diam dibiarkan tidak diobati, beberapa pasien mungkin
mengalami nyeri pada mata, kemerahan, dan berair. Gejala-gejala ini
terjadi baik karena glaukoma sekunder akut atau peradangan
intraokular atau selulitis orbital.
Klasifikasi internasional retinoblastoma (ICRB) :
- Kelompok A (risiko sangat rendah): mencakup semua tumor kecil <3
mm, terbatas pada retina, terletak> 3 mm dari fovea dan> 1.5 mm dari
optic-disc.
- Kelompok B (risiko rendah): termasuk tumor besar> 3 mmyang
terletak <3 mm dari fovea, dan <1,5 mm dari margin cakram optik.
- Kelompok C (risiko sedang): termasuk retinoblastoma dengan focal-
seeds yang ditandai dengan subretinal dan atau vitreous seeds ≤ 3 mm
dari retinoblastoma.
- Kelompok D (risiko tinggi): termasuk retinoblastoma dengan diffuse-
seeds yang ditandai dengan subretinal dan atau vitreous seeds > 3 mm
dari retinoblastoma.
- Kelompok E (risiko sangat tinggi): termasuk retinoblastoma luas yang
ditandai dengan salah satu dari berikut: tumor menyentuh lensa,
glaukoma neovaskular, tumor hingga mencapai segmen anterior yang
melibatkan korpus siliaris, infiltrasi tumor difus, nekrosis tumor dengan
selulitis orbital aseptik, invasi postlaminar saraf optik, koroid, sklera,
orbit, dan segmen anterior

32
- Tahap ekstensi ekstraokular Akibat pembesaran tumor yang progresif,
bola mata pecah melalui sklera dan diikuti dengan pertumbuhan jamur
yang cepat dan melibatkan jaringan ekstraokular yang menghasilkan
proptosis yang nyata (Gambar 2.28).
- Tahap metastasis jauh ditandai dengan keterlibatan struktur yang jauh
yaitu sebagai berikut: (1) Penyebaran limfatik yangpertama kali terkena
yaitu pada kelenjar getah bening preauricular dan sekitarnya, (2)
Perluasan langsung ke saraf optik dan otak merupakan kasus yang sering
terjadi.
Diagnosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan yaitu; (1) Pemeriksaan
dengan anestesi dilakukan pada semua kasus yang diduga secara klinis
merupakan retinoblastoma, mencakup pemeriksaan fundus (ophthalmoscopy
langsung maupun tidak langsung), pengukuran tekanan intraokular dan
diameter kornea; (2) Foto polos orbita dapat menunjukkan kalsifikasi yang
terjadi pada 75% kasus retinoblastoma; (3) Dehidrogenase laktat (LDH)
meningkat dalam aqueous humor; (4) USG & CT-Scan / MRI sangat berguna
dalam diagnosis. CT-Scan / MRI dapat menunjukkan ada atau tidaknya
perluasan ke saraf optik, orbital, dan SSP (Gambar 2.27C dan F); (5) Pungsi
Lumbal untuk mengetahui metastasis.
Penanganan yang dilakukan meliputi 1) Terapi destruktif tumor konservatif
untuk menyelamatkan bola mata diindikasikan ketika tumor didiagnosis pada
stadium awal, yaitu ketika tumor melibatkan kurang dari setengah bagian
retina dan saraf optik tidak terlibat. Rekomendasi pengobatan yaitu
kemoterapi sistemik primer (untuk kemoreduksi) diikuti terapi fokal (untuk
konsolidasi).

Gambar 2.28 Retinoblastoma dengan pertumbuhan jamur (Sumber: Khurana et al., 2015)

33
(2) Enukleasi adalah terapi pilihan pada tumor kelompok E dan ketika tumor
melibatkan lebih dari setengah retina, terlibatnya saraf optik, diikuti
glaukoma. Bola mata harus dienukleasi dengan saraf optik panjang maksimal
supaya tidak terjadi perforasi.
(3) Terapi paliatif dilakukan dalam kasus-kasus dimana prognosis seumur
hidup jelekwalau dengan penanganan maksimal, seperti pada retinoblastoma
dengan ekstensi orbital, retinoblastoma dengan ekstensi intrakranial, dan
retinoblastoma dengan metastasis jauh. Terapi paliatif harus mencakup
kombinasi kemoradiasi (rejimen CVE), debulking bedah orbital atau
eksenterasi orbital, dan radioterapi sinar eksternal (EBRT).
Prognosis. Jika tidak diobati prognosisnya hampir selalu buruk dan pasien
selalu meninggal. Jika bola mata dienukleasi sebelum terjadinya ekstensi
ekstraokular, prognosisnya baik (tingkat kelangsungan hidup 70-85%).
Prognostik buruk apabila penyebaran sampai ke vitreous, invasi ke bilik mata
depan dan invasi koroid, tumor berdiferensiasi buruk, rubeosiridis, terdapat
keterlibatan saraf optik.

2. Fakomatosi satau sindrom neurokutan mengacu pada sekelompok kondisi


keluarga (memiliki transmisi dominan autosom) yang ditandai dengan
perkembangan neoplasma pada mata, kulit, dan sistem saraf pusat.
Fakomatosis meliputi kondisi berikut:
a. Angiomatosis retinae (sindrom Von Hippel Lindau) adalah kondisi
langka, lebih banyak mempengaruhi pria daripada wanita, pada dekade
ketiga dan keempat kehidupan. Angiomatosis melibatkan retina, otak,
sumsum tulang belakang, ginjal dan adrenal. Perjalanan klinis
angiomatosis retina terdiri dari dilatasi vaskular, tortuositas, dan
pembentukan aneurisma yang bervariasi mulai dari angioma yang kecil
dan milier hingga seperti balon, diikuti dengan munculnya perdarahan
dan eksudat, yang akhirnya menyerupai retinopati eksudatif Coats.
Eksudasi masif sering menyebabkan ablasi retina yang seharusnya
dapat dicegah dengan penghancuran awal angioma dengan cryopexy
atau fotokoagulasi.

34
b. Tuberous sclerosis (penyakit Bourneville) ditandai dengan trias
diagnostik klasikadenoma sebaceum, yaitu keterbelakangan mental dan
epilepsi yang berhubungan dengan hamartoma otak, retina dan organ
lainnya. Nama tuberous sclerosis berasal dari penampakan tumor yang
seperti kentang di serebrum dan organ lainnya. Dua jenis hamartoma
yang ditemukan di retina adalah: (1) lesi putih atau abu-abu yang relatif
datar dan lunak biasanya terlihat di kutub posterior; dan (2) tumor
nodular besar yang memiliki predileksi dioptic-disc.
c. Neurofibromatosis (penyakit von Recklinghausen) ditandai dengan
adanya beberapa tumor di kulit, sistem saraf dan organ lainnya.
Manifestasi kulit sangat khas dan bervariasi dari titik cafe-au-lait hingga
neurofibromata. Manifestasi okular yaitu neurofibroma pada kelopak
mata dan orbita, glioma saraf optik dan glaukoma bawaan.
d. Angiomatosis ensefalofasial (sindrom Sturge-Weber) ditandai dengan
angiomatosis dalam bentuk port-wine stain (naevus flammeus), yang
melibatkan hanya satu sisi wajah, yang mungkin berhubungan dengan
hemangioma koroidal, angioma leptomeningeal, dan glaukoma bawaan
pada sisi yang terkena.

35
BAB 3. PENUTUP

Mata terdiri dari tiga bagian utama yaitu bola mata,orbita (rongga mata,otot,
saraf) dan struktur adneksa (kelopak mata dan kelenjar lakrimalis). Mata sebagai
indera penglihatan juga tidak lepas dari adanya invasi tumor jinak maupun ganas.
Walaupun prevalensi tumor pada matadibawah 1% diantara penyakit keganasan
lainnya, tumor pada mata tidak boleh dianggap remeh. Segala bentuk gejala
kelainan pada fungsi penglihatan dan pertumbuhan jaringan abnormal pada mata
perlu diperhatikan dan harus segera diperiksakan.
Salah satu jenis tumor/kanker mata yang paling umum ditemukan yaitu
retinoblastoma, yang sebanyak 11% dari semua kanker pada mata. Penanganan
tumor mata dibedakan berdasarkan sifat tumor apakah tumor bersifat jinak atau
ganas. Pada negara maju, tumor dengan ukuran kecil atau sedang, jika diterapi
dengan tepatdapat mempunyai survival rate mencapai 95%, sedangkan negara
berkembang 50%.
Tidak sedikit tumor yang dibiarkan kemudian mengalami perubahan menjadi
ganas hingga menginvasi area sekitar dan metastaste jauh. Metastase ke organ-
organ penting yang justru dapat mengakibatkan kematian pada pasien.Angka
kematian juga sangat dipengaruhi oleh stadium tumor itu sendiri. Oleh karena itu,
diagnosis dini tumor pada mata sangat berkontribusi untuk meningkatkan
kesejahteraan pasien.

36
DAFTAR PUSTAKA

1
American Academy Ophtalmology. 2008. Retina and Vitreous: Section 12.
Singapore: LEO. p. 9-299
2
Banavali S. 2014. Evidence based management for retinoblastoma. Indian J of
Medical and Paediatric Oncology;25(2):35-45
3
Bowling, B. 2016. Kanski’s Clinical Ophtalmology : A systemic Approach. 8th
Edition. Sydney: Elsevier.
4
Budiono, S., T. T. Saleh, Moestidjab, dan Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
5
Chantada GL, Dunker IJ, dan Abramson DH. 2013. Management of high risk
retinoblastoma. Expert Rev. Opthalmol, 7 : 61-67
6
Chao KSC, Perez CA, dan Brady LW. 2015. Retinoblastoma. In: Radiation
Oncology Management Decisions. Chapter 12.p.195-8
7
Ilyas, S., dan S. R. Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
8
Junqueira LC dan Jose C. 2014. Histologi Dasar Teks & Atlas.Edisi 12.Jakarta :
EGC
9
Khurana, A. K., dan B. Khurana. 2015. Comprehensive Ophtalmology. 6th
Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical PublisherKumar, A.,
Moulik, N. R., Mishra, R. K. dan Kumar, D. 2013. Causes, outcome and
prevention of abandonment in retinoblastoma in India.Pediatr. Blood
Cancer 60, 771–775.
10
Mahanani, E., dan A. S. Rejeki. 2015. Tumor Ocular Surface
SquamosaTinjauan Pustaka mengenai Etiopatogenesis, Diagnosis Klinis,
dan Histopatologis. JKKI. 6(4).
11
Mansur, A. P. 2017. Karakteristik Penderita Tumor Mata di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Periode 2014-2016. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
12
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015.Panduan Nasional
Penatalaksanaan Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia

37
13
Kooi, Irsan. 2016. Applied Bioinformatics: Genomic of Human and Murine
Neuroblastoma. Rotterdam: Vrije Universiteit
14
Netter, F. 2014. Atlas of human anatomy. Philadepia: Elsevier Saunders.
15
Olver, J., Cassidy, L., Jutley, G. dan Crawley, L. 2014. Ophthalmology at a
Glance. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons Inc.
16
Othman, I. S. 2013. Retinoblastoma major review with updates on Middle east
management protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.
17
Paduppai, S. 2014. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin
Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical
Science, 2(1): 1-7.
18
Pandey, A. 2014. Retinoblastoma: An overview. Saudi Journal of
Ophthalmology, 28(4), pp.310-315.
19
Riordan-Eva, P. dan Augsburger, J. (eds). 2018. Vaughan & Asbury's general
ophthalmology. 19th ed. New York: The McGraw-Hill Education.
20
Rodriguez-Galindo, C., dan Wilson, M. W. 2013. Clinical Features, Diagnosis,
Pathologydidalam: Retinoblastoma. London: Springer.
21
Shetlar DJ. 2013. Tumor Palpebra. Edisi 17. Jakarta : EGC.
22
Price, S.A., dan Lorraine M.W. 2009. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol.2.Eedisi 7. Terjemahan Oleh: Pendit, B.U.
Jakarta:EGC.
23
Tanto, C., F. Liwang, S. Hanifati, dan E. A. Pradipta. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta Pusat: Media Aesculapius
24
Xu, X. L. et al. 2014. Rb suppresses human cone-precursor-derived
retinoblastoma tumours. Nature 514, 385–388. 

25
Yuliawati, P., dan N. L. Meigawati. 2013. Eye Tumor Patients at Tumor
Division Eye Clinic Sanglah General Hospital Bali-Indonesia.Bali Medical
Journal (BMJ). 2(2): 64-68.

38

Anda mungkin juga menyukai