Judul Praktikum: Pemeriksaan Fungsi Pendengaran (Tes Garpu Tala)
II. Pendahuluan: a. Latar Belakang Pendengaran adalah presepsi saraf terhadap energi suara. Pendengaran menolong seseorang berinteraksi dengan lingkungan luar dan masyarakat. Awal mula manusia dapat berbicara yaitu dimulai dari kemampuan manusia untuk mendengar. Selain itu sistem pendengaran memiliki fungsi vital seperti menerima semua rangsangan dari luar tubuh yang bersifat audible, yang kemudian akan ditransformasikan ke otak dalam bentuk informasi tertentu. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara dan tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (foramen ovale). Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basillaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2007) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44745/Chapter%20II. pdf?sequence=4&isAllowed=y) Sistem pendengaran memiliki ambang batas dalam bekerja, oleh karena itu perlu diperhatikan hal- hal yang mampu menurunkan kinerja dari fungsi pendengaran manusia. Beberapa hambatan dapat menyebabkan sistem pendengaran tidak bekerja secara normal. Hal ini dapat terjadi oleh karena kelainan dari organ pendengaran itu sendiri ataupun karena faktor diluar organ pendengaran.
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan indra
pendengarannya dengan baik akibat gangguan tertentu, secara tidak langsung akan mempengaruhi aktivitas kerjanya. oleh karena itu, pemeriksaan fungsi pendengaran diperlukan untuk mengetahui kemamampuan seseorang mendegrakan suara dengan baik dan mencegah terjadinya tuli konduktif. III. Teori Dasar 1. Sifat gelombang longitudinal dari gelombang bunyi. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, karena gelombang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium.
2. Sifat penghantar bunyi dari udara ke dalam telinga.
Getaran suara yang berasal dari udara ditangkap oleh pinna atau daun telinga yang dialirkan melewati meatus akustikus eksternus dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini lalu diteruskan ke tulang-tulang pendengaran dan kemudian getaran diteruskan melalui Reissner hingga diteruskan ke otak melalui system saraf pusat.
3. Proses bangkitan aktivitas biolistrik pada rambut-rambut sel reseptor
sensoris di organon korti akibat rambatan gelombang bunyi, hingga terjadi hantaran impuls ke korteks auditori di lobus temporalis serum melalui pada ggl spiralis dan nervus VIII. Organon korti terletak di membran basilaris yang merupakan struktur yang mengandung sel-sel reseptor pendengaran dari basis sampai apex koklea. Bunyi yang dilepaskan dari sumber bunyi, akan dihantarkan melalui udara sehingga sampai di aurikula. selanjutknya diteruskan ke telinga tengah melalui MAE (Meatus Acusticus Externus) dan akan menggetarkan membrane timpani. Getaran ini diteruskan ke tulang- tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli yang menyebabkan getaran angsung kea rah skala media dan menekan membrane basilaris. Gerakan membrane basilaris akan meyebabkan gesekan membrane tektoria terhadap rambut sel-sel sensoris. Pergerakan sel rambut menyebabkan perubahan kimiawi yang akhirnya menghasilkan listrik biologic dan rekasi biokimiawi pada sel sensorik sehingga menimbulkan muatan listrik negative pada dinding sel. Ujung saraf VIII yang menempel pada dasar sel sensorik akan menampung mikroponik yang terbentuk. lintasan impuls auditorium selanjutnya menuju ganglion spinalis korti, saraf VIII, nucleus koklearis di medulla oblongata, kolikulus superior, korpus genukulatum medial, korteks auditori di lobus temporalis serebri (Kristianto, 2012) (http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28893/1/DINI%20R AHMAWATI-FKIK.pdf)
4. Tuli Konduktif dan Tuli Sensorineural.
Tuli konduktif disebabkan oleh hal yang menggangu hantaran normal daripada gelombang suara ke organ corti. Jadi merupakan gangguan konduksi rangsangan suara melalui liang telinga, membran timpani, ruang telinga tengah, dan tulang pendengaran (Hassan et al, 2007). Pada telinga luar misalnya serumen prop atau benda asing dalam liang telinga, otitis eksterna, eksostosis. Pada telinga tengah misalnya OMA supurativa dan nonsupurativa, otitis media kronik dengan atau tanpa mastoiditis, perforasi membranan timpani, otitis media serosa (glue ear), otitis media adesiva, otosklerosis, sumbatan tuba eustachii, barotrauma, trauma kepala disertai gangguan fungsi telinga oleh ossicular chain disruption atau oleh hematoma dalam telinga tengah, neoplasma (Hassan et al, 2007). Tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam, nervus VIII atau di pusat pendengaran (Soepardi et al, 2007). Tuli saraf disebabkan oleh hal yang merintangi atau mengurangi reaksi normal dari sel /rambut terhadap stimulasi oleh gelombang suara atau hal yang merintangi atau mengganggu reaksi normal dari jalan serabut saraf organ corti ke korteks serebral (Hassan et al, 2007). Kerusakan pada saraf atau koklea dapat disebabkan oleh trauma kepala disertai kerusakan os petrosus, trauma akustik misalnya ketulian akibat bising di pabrik, infeksi (virus pada parotitis, campak, influenza dan sebagainya), neoplasma (akustik neuroma, glomus jugulare), obat ototoksi (streptomisin, kanamisin, preparat kina), gangguan serebrovaskular (Hassan et al, 2007).