Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

A. DEFINISI
Sepsis adalah bakteri umum generalisasi yang biasanya terjadi pada bulan
pertama kehidupan (Muscari, 2000). Sepsis adalah sistemik inflamasi yang
berhubungan dengan infeksi yang dapat menyebabkan kematian (Agenda Gawat
Darurat Jilid 3). Sepsis adalah sindrom yang berkarakteristikan oleh tanda-tanda klinis
dan gejala infeksi yang parah yang berkembang kearah septisma dan syok (Dongoes
Marilin E. 2002). Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya
penyakitsistemik simptomatik dan adanya bakteri dalam darah (Behrman, 1998).

B. ETIOLOGI
1. Bakteri Gram (-), dengan prosentase 60-70% kasus.
2. Eksotoksi yang dihasilkan brbagai macam kuman , misalnya S.aurens ,E. coli.
3. Kerusakan jaringan , yang dapat menyababkan kegagalan penggunaan oksigen
sehingga menyebabkan MOSF.
4. Pertolongan persalinan yang tidak heginis pada partus lama.
C. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin
proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin
proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka
menimbulkan kerugian bagi tubuh.
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab
(Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan
perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag
mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi
adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.
Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh
monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC),
kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang
bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan
Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).
Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai
immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating
factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ
merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α
merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan
TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupakan reaksi
sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat
ini belum jelas. IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel
endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan
neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating
factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel
terdiri dari 3 langkah, yaitu:
1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-
selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang
melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk
radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,
sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut
menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel.
Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga
terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis
yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang
akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki
jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka
kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.
(Hermawan, 2007).
Patofisiologi Syok Septik
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan
berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis
dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi
melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif,
sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan
gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh
mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah
jantung.
Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal
sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan
kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan,
iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut
berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant
substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada
eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Umum: demam, menggigil, leleh, malaise, dan gelisah.
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah dan diare.
3. Saluran nafasan: apnea, dipsnea, sianosis.
4. System kardiovaskuler: pucat, hipotensi bradikardi.
5. Hematologi: ikterus, pucat.
E. KLASIFIKASI
1. Sepsis onset dini
Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
2. Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama kehidupan (20 jam
pertama kehidupan)
Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam impratu
maternal dan coricomnionitis.
3. Sepsis onset lambat
a. Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
b. Ditemukan pada bayi cukup bulan
c. Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local
F. KOMPLIKASI
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Aasidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) d4engan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yangdiasosiasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam
tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi
karena kegagalan mekanisme kompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard.
H. PENCEGAHAN
1. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri Gram-
negatif
2. Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah
pneumonia Gram–negatif ,nasokomial.
3. Lingkungan yang protektif pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian besar
infeksi berasal dari dalam (endogen).
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perforasi jaringan b/d reproduksi aliran darah terganggu
2. Pemenuhan O2 kurang dari kebutuhan b/d penurunan perfusi jaringan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d terganggunya system pencernaan.
J. INTERVENSI
 Diagnosa 1
1. Bina hubungan saling percaya
R/ Menjalin hubungan yang terapeutik.
2. Anjurkan klien untuk tirah baring
R/ Untuk mempantu memperlancar aliran darah.
3. Pantau frekuensi dan irama jantung
R/ Mengetahui keadaan umum klien.
4. Kolaborasi dengan tim medis
R/ Memper cepat proses kesembuhan
 Diagnosa 2
1. Bina hubungan saling percaya.
R/ Menjalin hubungan yang terapeutik.
2. Observasi tanda tanda vital
R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembanagan klien.
3. Berikan posisi yang nyaman
R/ Membantu mengurangi sesak.
4. Pemberian O2 sesuai dengan kebutuhan
R/ Membantu pemenuhan O2.
5. Kolaborasi dengan tim medis
R/ Mempercepat proses kesembuhan.
 Diagnosa 3
1. Bina hubungan saling percaya
R/ Menjalin hubungan yang terapiutik
2. Observasi ttv
R/ Mengetahui k/u dan perkembangan klien
3. Anjurkan oral hygene sebelum dan sesudah makan
R/ Meningkatkan nafsu makan klien
4. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
5. Kaji intak dan output
R/ Mengetehui kebutuhan nutrisi klien
6. Kolaborasi dengan tim medis
R/ Menentukan diit yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Setyohadi, Bambang dkk, (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta. Fakultas

Kedokteran UI.

Prof Dr. H.Rab.Tabirin, (1998). Agenda Gawat Darurat. Bandung. PT Alumni.

http://www.total kesehatannanda.com/sepsis.htlm.

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W.

Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9

Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,

Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp:

1840-3

Purwadianto A dan Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta: Bina

Aksara. Pp: 55-6


LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

OLEH :
SUIS PRIYATI
092101062

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2014

Anda mungkin juga menyukai