Anda di halaman 1dari 7

Nama : Prawibowo

Nim : A21116314

Ekonomi Inklusif Kabupaten Enrekang


Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi harus dapat memberikan kontribusi yang
signifikan bagi upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan. Penabulu meyakini
bahwa pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan inklusif.
Pembangunan kini adalah model pembangunan eksklusif. Pembangunan yang hanya
menjadikan aspek pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya tujuan pencapaian; sehingga
terkadang terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa pemerataan kesejahteraan yang disertai
dengan tingginya angka pengangguran, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan angka gini ratio yang
semakin melebar, serta daya dukung lingkungan yang terus menerus terdegradasi sebagai akibat
proses pembangunan.
Banyak kelompok yang terpinggirkan dari pembangunan karena jenis kelamin, etnis, usia,
orientasi seksual, kecacatan atau kemiskinan. Ketidaksetaraan pembangunan jelas menjadi efek
dari model pembangunan eksklusif tersebut. Aset terbesar akan selalu hanya dimiliki oleh sebagian
kecil orang.
Pembangunan inklusif yang juga mengurangi tingkat kemiskinan hanya bisa terwujud jika
semua pihak berkontribusi untuk menciptakan peluang yang setara, berbagi manfaat pembangunan
dan memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya dalam pengambilan keputusan; seluruhnya
didasarkan pada penghormatan atas nilai dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, partisipatif, non-
diskriminatif dan akuntabel.
Strategi utama pembangunan inklusif adalah penciptaan lapangan kerja produktif dan
menguntungkan, penyediaan jaring pengaman sosial yang efektif dan efisien untuk melindungi
mereka yang tidak mampu bekerja atau yang terlalu sedikit mendapatkan manfaat pembangunan,
peningkatan pelayanan publik dasar dan dukungan kebijakan publik yang memadai.
Program diimplementasikan sebagai pengembangan model pembangunan ekonomi lokal,
dengan pelibatan penuh peran pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Model ini
diterjemahkan dalam bentuk intervensi program antara lain: kajian strategis potensi ekonomi
daerah, pengembangan dokumen dan kesepakatan perencanaan secara partisipatif, pengembangan
forum multipihak, advokasi kebijakan publik yang dibutuhkan untuk membangun iklim
pembangunan inklusif dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah (terutama yang berbasis
pemanfaatan sumber daya alam).
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator makro yang penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah pada suatu periode tertentu, baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan
sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah, sementara PDRB menurut
harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun
atau pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh faktor harga.

Gambaran mengenai perkembangan PDRB Kabupaten Enrekang tahun 2012 – 2016 menurut
lapangan usaha tahun dasar 2016 sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat bahwa perekonomian Kabupaten Enrekang pada
tahun 2016 yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku mencapai Rp.
5.901.552,1 juta (59 Trilyun lebih), meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang
sebesar 5.240.376,4 juta (52 Trilyun lebih). Kontribusi terbesar diperoleh dari lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan peternakan sebesar 2.547.130,9 juta (25 Trilyun lebih). Hal ini jelas
menggambarkan bahwa perekonomian Kabupaten Enrekang sangat didominasi oleh sektor
pertanian, kehutanan, dan peternakan.
B. Struktur Ekonomi.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur
perekonomian suatu daerah adalah distribusi sektoral (lapangan usaha) terhadap PDRB secara
keseluruhan. Distribusi sektoral ini juga menunjukkan komposisi atau susunan sektor-sektor
ekonomi dalam suatu perekonomian. Sektor yang dominan atau diandalkan mempunyai nilai
yang paling besar dalam struktur tersebut, dan dapat menjadikan ciri khas perekonomian di
suatu daerah. Angka agregat PDRB terbentuk dari berbagai kegiatan sektor ekonomi,
mengikuti perjalanan waktu dan adanya perubahan faktor internal maupun eksternal.
Perubahan teknologi, keberadaan sumber daya alam dan sumber daya manusia, perubahan
orientasi kebijakan pemerintah maupun perubahan ekonomi nasional dan internasional akan
sangat berpengaruh terhadap kinerja tiap sektor ekonomi. Akibatnya, perkembangan output
tiap sektor akan berbeda satu dengan yang lainnya sehingga distribusi sektor ekonomi dalam
komposisi PDRB juga mengalami pergeseran. Dalam periode waktu lima tahun terakhir,
Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Enrekang tidak mengalami pergeseran dari
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha ekonomi lainnya
yang terlihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha ini terhadap pembentukan
PDRB Enrekang. Untuk mengetahui Struktur Ekonomi Kabupaten Enrekang dapat dilihat di
tabel.
Pada tahun 2016, sumbangan terbesar untuk PDRB Kabupaten Enrekang adalah dari sektor
Pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 43,16 persen. Sehingga jika produksi Pertanian
mengalami kenaikan secara signifikan maka dimungkinkan besaran PDRB juga akan
mengalami kenaikan, demikian juga apabila produksi sektor Pertanian mengalami penurunan
maka besaran PDRB mempunyai kecenderungan untuk turun. Di tahun 2016 peranan sektor
Pertanian yang sebesar 43,16 persen mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya karena di tahun 2015 sektor Pertanian memberikan kontribusi sebesar 42,45
persen. Perhatian yang besar pada sektor Pertanian ini sangat diperlukan demi kesejahteraan
dan kemakmuran, serta terjaminnya ketersediaan pangan bagi masyarakat Kabupaten
Enrekang. Kontribusi terbesar kedua diberikan oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 12,15
persen dan diikuti oleh sektor konstruksi dengan memberikan andil sebesar 11,27 persen.
Sedangkan sumbangan terkecil adalah dari sektor jasa perusahaan yakni sebesar 0,03 persen.

C. PDRB Perkapita.

Secara konsepsional PDRB Perkapita merupakan hasil bagi antara nilai nominal PDRB
dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita merupakan nilai rata – rata
pendapatan dari hasil seluruh sektor produksi dan tidak menggambarkan rata – rata
pendapatan masyarakat secara riil. Meskipun belum dapat mencerminkan tingkat pemerataan,
PDRB perkapita dapat dijadikan salah satu tolok ukur guna melihat keberhasilan
pembangunan perekonomian khususnya tingkat kemakmuran penduduk pada suatu wilayah
secara makro. Semakin besar PDRB perkapita suatu daerah dapat menggambarkan semakin
tingginya tingkat kemakmuran penduduk daerah tersebut. Perkembangan PDRB perkapita
Kabupaten Enrekang selama tahun 2012 – 2016 tersajikan pada tabel berikut.

Jika memperhatikan tabel Perkembangan PDRB Perkapita tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa nilai PDRB Perkapita Kabupaten Enrekang selalu mengalami kenaikan setiap tahun,
hal ini mengindikasikan bahwa kemakmuran penduduk Kabupaten Enrekang semakin
meningkat. Pada tahun 2012 PDRB Perkapita Kabupaten Enrekang baru tercatat 17,86 juta
Rupiah, tumbuh 12,61% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan menjadi
20,98. Rupiah, tumbuh 17,47% dibanding tahun 2012. Kenaikan ini terjadi hingga tahun
2016 yang tercatat sebesar 29,27 juta Rupiah.
D. Tingkat Kemiskinan
Untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu daerah, digunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Kemiskinan merupakan issu nasional yang setiap
saat selalu menjadi fokus pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan. Artinya salah satu
tujuan pelaksanaan pembangunan di setiap daerah adalah dalam rangka mengentaskan
kemiskinan. Penurunan persentase tingkat kemiskinan menjadi salah satu tolak ukur kinerja
pembangunan daerah. Dalam jangka tiga tahun terakhir (2014 – 2016), persentase tingkat
kemiskinan di Kabupaten Enrekang mengalami penurunan. Sampai dengan tahun 2016,
tingkat kemiskinan di Kabupaten Enrekang tercatat turun menjadi 13,4 persen atau sekitar
27.016 jiwa. Pada tahun 2015, penduduk miskin di Kabupaten Enrekang tercatat sebesar
13,82 persen atau sekitar 27.600 jiwa, angka ini menurun dibanding tahun 2014 yang tercatat
sebesar 13,90 persen atau sekitar 27.600 jiwa. Berikut tingkat kemiskinan Kabupaten
Enrekang tiga tahun terakhir ditampilkan pada tabel berikut ini.

E. Tingkat Inflasi
Kondisi makro ekonomi suatu daerah dapat bergerak secara dinamis atau stagnan, kondisi
tersebut dapat terlihat secara umum dari besaran inflasinya. Jika terjadi inflasi tinggi, akan
berpengaruh terhadap daya beli konsumen, yakni turunnya tingkat daya beli masyarakat.
Sebaliknya jika tidak ada inflasi, bahkan terjadi deflasi, hal ini juga tidak menguntungkan
bagi para pelaku ekonomi dan bila terjadi deflasi terus menerus akan mengakibatkan
terjadinya stagnasi ekonomi dan bahkan bisa menimbulkan resesi ekonomi. Tingkat inflasi di
Kabupaten Enrekang tidak terlepas dari pengaruh regional, nasional, dan global. Secara
regional, tingkat inflasi Kabupaten Enrekang sangat berpengaruh dengan tingkat inflasi Kota
Pare - pare. Berdasarkan kondisi perekonomian saat ini dan mengacu pada tingkat inflasi Kota
Pare – pare, maka berikut ini ditampilkan tingkat inflasi Kabupaten Enrekang selama 5 tahun
terakhir.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir, perekonomian Kabupaten Enrekang mengalami
inflasi dengan pergerakan yang cukup fluktuatif pada kisaran 1,58 persen sampai 9,38 persen,
seperti tergambar dalam tabel 3.5 di atas. Pada tahun 2012 inflasi tercatat sebesar 3,49%,
kemudian naik menjadi 6,31% di tahun 2013, kembali mengalami kenaikan pada tahun 2014
menjadi 9,38%. Namun pada tahun 2015 inflasi mengalami penurunan menjadi 1,58%,
dan pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan menjadi 2,11%. Tinggi rendahnya angka
inflasi dipengaruhi oleh gejolak perubahan harga yang diantaranya disebabkan oleh
ketersediaan atau stok barang yang tidak sesuai dengan jumlah permintaan dan juga karena
adanya kenaikan biaya produksi.

Inflasi yang besarannya masih satu digit selama kurun waktu lima tahun tersebut
menandakan perekonomian Kabupaten Enrekang bergerak secara dinamis dan memberikan
ekspektasi yang menggembirakan bagi pelaku ekonomi, namun tidak memberatkan bagi para
konsumen.

F. Daya Beli Masyarakat

Daya beli masyarakat adalah kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya,


dalam bentuk barang maupun jasa. Daya beli menggambarkan tingkat kesejahteraan yang
dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya kondisi perekonomian.
Semakin rendah daya beli suatu masyarakat, berkaitan erat dengan perekonomian pada saat
itu yang sedang memburuk yang berarti semakin rendah kemampuan masyarakat membeli
suatu barang dan jasa.Kemampuan daya beli masyarakat di Kabupaten Enrekang dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel tersebut di atas belum menampilkan data daya beli masyarakat untuk tahun 2016
dikarenakan pada saat dokumen ini disusun, BPS Kabupaten Enrekang belum menerbitkan data
terkait. Namun dari tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa kemampuan daya beli masyarakat
di Kabupaten Enrekang dalam kurun waktu lima tahun (2011 – 2015) menunjukkan angka
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat di Kabupaten Enrekang tiap tahun mengalami peningkatan, hal ini
tergambar dalam daya beli masyarakat yang terus meningkat.
G. Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten Enrekang selama kurun waktu 2011 –
2015 terus mengalami penurunan, hal ini diduga disebabkan oleh penduduk yang tergolong
angkatan kerja sebagian besar terserap dalam kesempatan kerja. Penyerapan angkatan kerja
dalam kesempatan kerja disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada sektor – sektor
potensial sehingga menggerakkan aktivitas perekonomian di Kabupaten Enrekang, baik
sektor formal maupin informal. Dengan meningkatnya aktivitas perekonomian pada
sektor formal dan informal berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, dan pada akhirnya
menurunkan angka pengangguran di Kabupaten Enrekang. Persentase tingkat pengangguran
terbuka di Kabupaten Enrekang selama tahun2011 – 2015 dapat dilihat pada tabel berikut.

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat pengangguran terbuka
(TPT) di Kabupaten Enrekang mengalami penurunan yang signifikan selama kurun waktu
2011 – 2015. Pada tahun 2011 TPT di Kabupaten Enrekang tercatat 6,66 persen, angka
tersebut menurun menjadi 3,05 persen pada tahun 2012, kemudian menurun lagi menjadi
1,61 persen pada tahun 2013, dan tahun 2015 kembali menurun di angka 1,33 persen.
Angka ini menempatkan Kabupaten Enrekang di peringkat kedua terbaik di Provinsi
Sulawesi Selatan sebagai daerah yang mempunyai tingkat pengangguran terbuka paling
sedikit.

Anda mungkin juga menyukai