Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat
penting dalam perekonomian masyarakat. Tanaman ini sudah lama dikenal dan
dibudidayakan di Indonesia. Jeruk adalah salah satu buah yang banyak digemari masyarakat.
Jeruk mempunyai vitamin C yang cukup tinggi. Tentunya gizi dari jeruk ini dibutuhkan oleh
tubuh manusia. Jeruk mempunyai faktor-faktor penghambat dalam pertumbuhan dan
pengembangannya. Salah satu faktor penghambatnya yaitu organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang didalamya termasuk penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration).
CVPD ini menyebabkan menurunnya tingkat produksi jeruk sehingga perlu
dikendalikan, agar CVPD ini tidak menjangkit tanaman pertanaman karena jika pertanaman
sudah terjangkit maka akan sulit penanggulangannya. Oleh karena itu pengenalan penyakit
dan cara mengantisipasi serta upaya pengendalian CVPD harus disebarluaskan karena hal ini
sangat penting untuk petani. Sehingga jika penyakit CVPD menyerang tanaman jeruk dapat
diatasi lebih dini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas
menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan
merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Tanaman sakit adalah suatu keaadaan proses
hidup tanaman yang menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan. Makna
kerusakan tanaman adalah setiap perubahan pada tanaman yang menyebabkan menurunya
kuantitas dan kualitas hasil (Rahmad Rukmana dan Sugandi Saputra, 2005).
Daerah penyebaran jeruk di Indonesia yaitu Garut, Sukabumi, Purworejo, Karang
Anyar, Sragen, Banyuwangi, Tulungagung, Jeneponto, Pangkep, Bangli, Sambas, Pontianak,
Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Cilacap,Banyumas, Solo, Madura, Malang, Palembang,
Medan, Brastagi, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan (Sarwono,
1982; Dirjen Pangan, 1992).
Penyakit CVPD merupakan penyakit cukup gawat yang timbul dan menyerang
tanaman jeruk. Penyakit ini menyerang bagian daun tanaman jeruk dimana pada serangan
lanjut tanaman akan menghasilkan buah yang kecil, buah tidak dapat berkembang lagi dan
akhirnya gugur (Dirjen Tanaman Pangan, 1992).
Penyakit berkembang terus sehingga pada waktu orang menanam jeruk dengan rasa
tidak pasti. Pohon jeruk keprok dulu dapat mencapai umur puluhan tahun, di Jawa sekarang
pohon-pohon inihanya dapat memberikan hasil 2-3 kali. Dewasa ini jeruk Garut dapat
dikatakan punah karena CVPD, demikian juga dengan jeruk Tawangmangu. Di beberapa
lokasi penyakit sedemikian meluasnya sehingga tempat-tempat ini dianggap sebagai daerah
endemis yaitu Gumilia (Cilacap), Junggo dan Punten (Batu), Pulung dan Plaosan (Magetan),
Wonorejo / Karangpawitan (Garut), Kutoarjo, Ogan Komering Ilir dan beberapa lokasi di
Lampung. Di Pulau-pulau lain penyakit ini ditemukan di Pontianak, Ujung Pandang, Banteng
dan Jeneponto (Tirtawidjaya, 1983). Setiap parasit tanaman berkembang dalam siklus
kejadian-kejadian yang berurutan dengan teratur yakni :

1. Parasit harus menghasilkan inokulum yang dapat menularkan penyakit ke tanaman yang
sehat. Misalnya, inokulum virus adalah virion, bakteri berupa sel-sel bakteri, cendawan
dengan spora, dan nematode dalam bentuk telur atau larva instar kedua.
2. Inokulum disebarkan ke jaringan-jaringan yang peka (rentan). Proses ini disebut
“inokulasi”. Agen inokulasi dapat berupa serangga (untuk virus, bakteri, mycoplasma,
dan cendawan) atau air dan angin (untuk cendawan).
3. Parasit harus masuk ke dalam tanaman melalui luka, bukaan alami (stomata, hidatoda,
lentisel), atau menginfeksi langsung pada tanaman.
4. Parasit mulai memparasit dalam tanaman inangnya. Proses ini disebut “infeksi”.
Siklus kejadian di atas berulang dengan cepat atau lambat, tergantung pada
kelahiran (natality) parasit. Oleh karena itu bila tidak dilakukan usaha pengendalian, akan
terjadi penyebaran dan ledakan hebat suatu penyakit (epidemi) (Rahmad Rukmana, 2005).

Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) tergolong salah satu penyakit
penting pada tanaman jeruk yang telah berkembang luas dan menjadi kendala utama usaha
pengembangan dan peningkatan produksi jeruk di Bali. Penyebab penyakit CVPD yang juga
disebut citrus greening atau huanglongbin adalah bakteri Liberobacter yang tergolong dalam
subdivisi Protobacteria (Sandrine et al., 1996).
Bakteri Liberobacter hidup dalam floem tanaman jeruk dan menimbulkan gejala
yang khas, bakteri tersebut belum bisa dibiakkan pada media buat (Wirawan, 2001).
III. PEMBAHASAN
A. PENYAKIT CVPD

Penyakit CVPD merupakan penyakit cukup gawat yang timbul dan menyerang
tanaman jeruk. Penyakit ini menyerang bagian daun tanaman jeruk dimana pada serangan
tingkat lanjut tanaman akan menghasilkan buah yang kecil, sehingga buah tidak dapat
berkembang lagi dan akhirnya gugur. Penyakit CVPD merupakan penyakit ganas pada jeruk
sehingga saat wabah penyakit ini meluas petani jeruk menanam jeruk dengan perasaan tidak
tenang. Karena penyakit ini mengakibatkan gagal panen bahkan mengakibatkan punahnya
varietas atau jenis jeruk tertentu.

B. GEJALA PENYAKIT CVPD

1. Gejala Luar

Gejala luar yang tampak pada tanaman yang usianya relatif muda yaitu kuncup yang
berkembang dengan lambat, pertumbuhan keatasnya menghasilkan daun-daun kecil dengan
terdapa belang-belang kuning. Tanaman ini biasanya menghasilkan buah yang mempunyai
kualitas rendah.
Pada tanaman dengan usia dewasa, gejala yang paling sering tampak adalah greening
sektoral dimana terdapat suatu cabang yang daun-daunnya kuning sehingga terlihat sangat
kontras dengan cabang lain yang mempunyai daun yang masih sehat. Daun pada cabang-
cabang yang terinfeksi (daunnya berwarna kuning), akan menjorok ke atas sehingga terlihat
seperti sikat. Gejala-gejala lain yang timbul saat jeruk terinfeksi CVPD adalah daun yang
dihasilkan oleh tanaman yang terserang CVPD akan berukuran lebih kecil, lancip dengan
warna kuning di antara pertulangan daun. Gejala-gejala ini mirip dengan gejala kekurangan
Zn, Mn dan Fe. Apabila gejala tersebut disebabkan oleh kekurangan Zn dalam tanah, seluruh
tanaman didalam kebun yang sama biasanya akan menunjukkan gejala. Penyebaran gejala
yang tidak merata merupakan indikator yang sangat penting bagi adanya penyakit CVPD.
Selama musim hujan, gejala defisiensi Zn biasanya tidak begitu tampak.
Buah pada cabang-cabang terinfeksi biasanya tidak dapat berkembang normal dan
berukuran kecil, terutama pada bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal
buah biasanya muncul warna orange yang berlawanan dengan buah-buah sehat. Buah-buah
yang terserang rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna hitam.
Sehingga hasil produksi jeruknya menjadi tidak layak konsumsi.

2. Gejala Dalam
Pada irisan melintang tulang tengah daun jeruk berturut-turut dari luar hingga
ketengah daun akan terlihat jaringan-jaringan epidermis, kolenkim, sklerenkim dan floem.
Menurut Tirtawidjaja (1964) gejala dalam pada tanaman jeruk yang terken CVPD adalah:

 ·Floem tulang daun tanaman sakit lebih tebal dari floem tulang daun tanaman sehat.
 ·Pada floem tulang daun tanaman sakit terdapat sel-sel berdinding tebal yang
merupakan jalur-jalur mulai dari dekat sklerenkim sampai dekat xilem. Dinding tebal
tersebut adalah beberapa lapis dinding sel yang berdesak-desakan.
 ·Didalam berbagai jaringan dalam daun terjadi pengumpulan secara berlebihan butir-
butir halus zat pati ( sel-sel parenkim yang masih berongga akan penuh oleh butir-
butir pati).

C. PENYEBAB PENYAKIT CVPD

Penyakit ganas pada jeruk ini semula diduga disebabkan oleh suatu virus kemudian
dilaporkan disebabkan oleh virus dan organisme. Tetapi berdasarkan hasil identifikasi
terakhir dilaporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticum
yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan floem, akibatnya sel- sel floem mengalami
degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap nutrisi. Walaupun terdapat di floem,
tetapi penyebarannya di bagian tanaman cukup lambat. Penyakit CVPD dapat ditemukan
pada semua jenis jeruk yang terdapat di Indonesia.

D. KERUGIAN
Adanya serangan sejenis bakteri dalam tubuh tanaman juga bisa mengakibatkan
merananya pertumbuhan tanaman. Tanaman jeruk yang terserang CVPD menyebabkan
sebagian/seluruh tajuk tanaman menjadi menguning. Daun-daun yang kuning terasa lebih
kaku, tebal dengan urat daun menonjol terang dan umumnya berdiri tegak. Bercak-bercak
gelap juga tampak pada daun-daun yang menguning. Pada daun tua yang semula sehat, lama-
lama akan berubah seperti daun muda warnanya memucat dan menguning tetapi kalau diraba
akan terasa sangat tebal. Setiap kali tanaman membentuk pucuk dan tunas, setiap kali pula
pucuk dan tunas tersebut mengalami klorosis. Akibat klorosis tanaman tidak mampu lagi
melakukan fotosintesa sehingga daun tidak mampu menghasilkan zat yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Pertumbuhan tanaman akan menjadi sangat lambat dan akhirnya tanaman menjadi
layu, kering dan mati. CVPD merusak sel tanaman dan penyakit ini telah menimbulkan
kerusakan yang sangat hebat pada perkebunan jeruk di Indonesia. Penyakit ini cepat sekali
menyebar dan sulit diberantas Pada tahun1983, penyakit CVPD menyebabkan kerugian
senilai Rp 26,4 milyar. Sementara itu direktorat jenderal pertanian tanaman pangan (1984)
melaporkan bahwa CVPD telah memusnahkan jutaan pohon jeruk di Indonesia. Kehilangan
jeruk oleh penyakit tersebut ditaksir 50.000 ton buah per tahun (Hutagalung, 1985).

E. BIOEKOLOGI
Bakteri patogen mempunyai bentuk pleomorpik (beberapa bentuk). Bentuk batang
panjang yang sedang tumbuh berukuran 100-250 x 500-2.500 nm, yang berbentuk sperical
(membulat) diameternya 700-800 nm. Bakteri ini tidak dapat dikulturkan. L. asiaticum hidup
di dalam jaringan floem, mengakibatkan sel-sel floem mengalami degenerasi sehingga
menghambat tanaman menyerap nutrisi. Penyebaran ke bagian tanaman lain tergolong
lambat, meskipun bakteri hidup dalam floem. Gejala baru terlihat 4-6 bulan setelah tanaman
terinfeksi. Bahkan di lapangan, gejala terlihat jelas setelah 1-3 tahun. Penyebaran CVPD
antar daerah atau kebun (secara geografis) biasanya melalui mata-tempel atau bibit terinfeksi,
sedangkan penyebaran di dalam kebun antar tanaman melalui serangga kutu loncat
(Diaphorina citri) atau mata-tempel yang terinfeksi. Tipe hubungan patogen dalam tubuh
serangga pembawa (vektor) bersifat persisten, sirkulatif dan non propagatif, artinya jika
vektor CVPD telah mengandung L. asiaticum maka bila kondisinya ideal selama hidupnya
akan terus mengandung bakteri, tetapi tidak diturunkan pada anaknya. Kutu loncat baru dapat
menularkan CVPD pada tanaman sehat setelah menghisap bakteri dari tanaman sakit minimal
48 jam kemudian menghisap tanaman sehat selama 168-360 jam. Penularan melalui alat-alat
pertanian terkontaminasi perlu diwaspadai seperti yang dilaporkan di Thailand. Sebaran
geografis penyakit ini sangat luas terdapat pada hampir di semua sentra jeruk di Jawa, Bali,
Sumatera, Sulawesi, dan NTB. Kalimantan yang selama ini bebas, mulai dicurigai tercemar
juga. Penyakit ini ditemukan di daerah dengan ketinggian rendah (10 m dpl.) sampai
ketinggian 1.000 m dpl. Sebagian besar varietas komersial peka terhadap penyakit ini.
Varietas jeruk besar dan Konde Purworejo toleran.
Tanaman inang lain patogen CVPD adalah anggota rutaceae seperti Poncirus
tripoliata, Murraya paniculata, swing lea glutinosa, Clausena indica, Atalantia missionis,
Triphasia aurantiola, tapak dara dan Cuscuta sp. (dirjen tanaman pangan).
F. SERANGGA VEKTOR CVPD
Diaphorina citri disamping berperan sebagai vektor CVPD, juga dapat menyebabkan
kerusakan langsung pada tanaman jeruk. Namun perannya sebagai vektor CVPD jauh lebih
penting dibanding sifatnya sebagai hama.
1. Tanda serangan
D. citri menyerang tangkai, kuncup bunga dan daun, tunas serta daun-daun muda.
Bagian tanaman yang terserang parah biasanya mengering secara perlahan-lahan kemudian
mati. Serangan ringan mengakibatkan tunas-tunas muda mengeriting dan pertumbuhannya
terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transparan berbentuk spiral,
biasanya diletakkan berserak di atas daun atau tunas.
2. Biologi dan perilaku
D. citri mempunyai tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Telur berwarna
kuning terang berbentuk seperti buah alpukat, diletakkan secara tunggal atau berkelompok di
kuncup permukaan daun-daun muda, atau ditancapkan pada tangkai-tangkai daun, setelah 2-3
hari telur menetas menjadi nimfa.
Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok di tunas-tunas dan kuncup untuk
menghisap cairan tanaman. Setelah berumur 2 atau 3 hari, nimfa menyebar dan menyerang
daun-daun muda. Nimfa berwana kuning sampai coklat dan mengalami 5 kali pergantian
kulit. Nimfa lebih merusak tanaman daripada kutu dewasanya. Stadium nimfa berlangsung
selama 17 hari.
Pada kondisi panas siklus hidup dari telur sampai dewasa berlangsung antara 16-18
hari, sedangkan pada kondisi dingin berlangsung selama 45 hari. Perkawinan segera
berlangsung setelah kutu menjadi dewasa dan segera bertelur setelah terjadi perkawinan.
Seekor betina mampu meletakkan 800 butir telur selama masa hidupnya.
D.citri mampu menghasilkan 9-10 generasi dalam 1 tahun. Stadium dewasa ditandai
oleh adanya sayap sehingga mudah meloncat apabila terkena sentuhan. Serangga dewasa
berwarna coklat tua, dengan panjang tubuh 2-3 mm. Apabila sedang menghisap cairan sel
tanaman, D. citri memperlihatkan posisi menungging. D. citri lebih aktif pada saat tanaman
jeruk dalam fase istirahat. D. citri dewasa hinggap pada daun tua dan menghisap cairan
selnya. Stadium dewasa ini bisa bertahan hidup selama 80-90 hari.
Kutu dewasa pertama yang membentuk koloni pada awal periode pertunasan sering
kali sangat infektif dan membawa bakteri penyebab penyakit pada tunas-tunas baru. Populasi
D. citri yang viruliferous dari suatu populasi sangat bervariasi. Tingkat penularan yang sangat
tinggi ditentukan oleh ketepatan kutu menusukkan stiletnya pada tanaman sakit.
Pada kondisi alamiah, penyebaran CVPD tergantung pada jumlah inokulum bakteri
pada tanaman, kepadatan populasi vektor, lamanya periode inoculation feeding.
G. MEKANISME INFEKSI
Serangga Vektor Diaphorina citri infektif (Membawa bakteri patogen CVPD, L.
asiaticum)→Tanaman Jeruk→Tanaman Jeruk tertular bakteri patogen CVPD,L. Asiaticum→
Bakteri CVPD, L. Asiaticus masuk ke dalam sel-sel floem danmenyebar melalui pembuluh
floem bersamatranslokasi nutrisi/fotosintat→ Sel-sel bakteri CVPD menghasilkan protein
virulen (toksik) yangkemudian berinteksi dengan protein reseptor yang dihasilkan oleh sel-sel
tanaman jeruk → Interaksi kedua molekul protein berikatan secara kimia dengan domain
membran protein saluran (channel protein) sehinggamengganggu mekanisme transport ion ke
dalam sel tanaman jeruk→ Tanaman jeruk sakit : Tanaman kekurangan unsur-unsur seperti
Zn, Mn, dan Ca,sehingga muncul gejala serangan penyakit CVPD.

H. PENGENDALIAN
Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang
perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut antara lain :
1. Pengadaan dan penggunaan bibit jeruk bebas penyakit
Pengadaan bibit mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi benih
(BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah
mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di Riau, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Bali.
2. Pengendalian serangga vektor
Serangga penularan dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vektor ini menularkan
CVPD dipersemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas (Tirtawidjaja, 1964).
Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat dipertimbangkan. Insektisida
yang dapat mengendalikan populasi vektor tersebut diantaranya dimethoate (perfekthion,
roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada
batang, dan edosulfan (dekasulfan 350 EC). Aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada
saat tanaman menjelang dan ketika bertunas. Selain penggunaan pestisida, penggunaan
agensia hayati juga bisa dilakukan untuk pengendalian kutu loncat ini yaitu dapat
dikendalikan oleh dua parasit nimfa: Tamarixia radiata dan Diaphorencyrtus aligarhensis
dengan tingkat parasitisme berturut-turut 90 % dan 60-80 %. Predator seperti Curinus
coeruleus juga mampu mengendalikan populas hama ini. Entomopatogen Hirsutella sp. dapat
menginfeksi kutu dewasa hingga 60%.
3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin
Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa
produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200
ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus diulangi.
Untuk memperoleh hasil optimum, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan mendapat
pengairan yang cukup (Hutagalung, 1985).
4. Eradikasi
Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman jarang bahkan tidak
menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman
disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.
5. Karantina
Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan menteri pertanian
nomor 129/Kpts/Um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari
daerah endemik ke daerah yang masih bebas CVPD.
6. Sterilisasi alat-alat
Mengingat bahwa penyakit dapat menular melalui alat-alat pertanian yang digunakan
seperti gunting pangkas, pisau okulasi dan semacamnya, maka perlu dilakukan sterilisasi alat-
alat itu bisa dengan cara dipanaskan selama 10-15 menit menggunakan api lilin sebelum
digunakan pada tanaman jeruk yang belum terinfeksi.
7. Pemetaan daerah terkena penyakit CVPD
Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang
diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena CVPD,
intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta pengembangan
pengendalian penyakit CVPD.
8. Pengairan dan pemupukan
Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang belum
biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi pemupukan
berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro (tjiptono, 1984 dalamhutagalung,1989).
IV. KESIMPULAN

1. Kerugian akibat penyakit CVPD sangat besar sehingga penyakit ini menjadi penyakit
yang penting di Indonesia.
2. Penyakit CVPD disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticum yang biasanya
ditularkan melalui serangga vektor Diaphorina citri.
3. Pengendalian penyakit CVPD dapat dilakukan secara terpadu, yaitu antara lain :
Pengadaan dan penggunaan bibit jeruk bebas penyakit, pengendalian serangga vektor,
penggunaan antibiotika oksitetrasiklin, eradikasi, karantina, sterilisasi alat-alat dan
pemetaan daerah serangan terkena penyakit CVPD.
4. Kutu dewasa pertama yang membentuk koloni pada awal periode pertunasan sering
kali sangat infektif dan membawa bakteri penyebab penyakit pada tunas-tunas baru.
5. Diaphorina citri mempunyai tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Telur
berwarna kuning terang berbentuk seperti buah alpukat, diletakkan secara tunggal
atau berkelompok di kuncup permukaan daun-daun muda, atau ditancapkan pada
tangkai-tangkai daun, setelah 2-3 hari telur menetas menjadi nimfa.
6. CVPD merupakan penghambat produksi (rendahnya produksi jeruk).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. http://litbang.deptan.go.id. Di akses tanggal 21 November 2012
Hutagalung, L. 1985. Antibiotika dan penyakit CVPD pada tanaman jeruk di Indonesia. Kongr. Nas.
VIII PFI, Cibubur, Jakarta, Okt. 1985 : 43-45
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tirtawidjaja, S. 1964. Citrus Vein Phloem Degeneration Virus, penyebab Citrus Chlorosis di Jawa.
Disertasi, Inst. Pert. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai