Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU

TINDAK PIDANA KEJAHATAN TERHADAP ANAK DALAM SISTEM

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA

II.I. Konsep dan Dasar Hukum Herlindungan Anak

Hukum merupakan suatu sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas

rangkaian kekuasaan kelembagaan. Sebuah negara tanpa hukum dapat diibaratkan

sebagai sayur. Terlebih lagi bagi indonesia yang mengaku sebagai negara negara

hukum, tentu saja hukum merupakan acuan dan landasan dalam melakukan segala

tindakan.

II.I.1. Pengertian Anak


Pengertian anak dalam kaitannya denga prilaku anak, biasanya dilakukan

dengan mendasarkan tingkatan usia, dalam artian tingkat usia berapakah seorang

dapat dikategorikan sebagai anak.1


Secara nasional definisi anak menurut perundang-undangan, diantaranya

menjelaskan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu)

tahun atau yang belum menikah. Ada yang mengatakan anak adalah seseorang

yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun dan bahkan masih didalam kandungan,

sedangkan Undang-Undang Nomor 1997 tentang pengadilan anak, anak adalah

1
Paulus Hadisuprapto, Delekuensi Anak penahanan dan penanggulangannya,cetakan ke-
V, Selaras, Malang, 2010, h, 11
orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia 8 (delapan) tahun tetapi

belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah.2


Anak memiliki karakteristik khusus (spesifik) dibandingkan dengan orang

dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih

terabaikan, oleh karena itu hak-hak anak menjadi penting diprioritaskan.


Mengenai deifinisi anak, ada banyak pengertian dan definisi.Secara awam,

anak dapat diartikan sebagai seseorang yang dilahirkan akibat hubungan antara

pria dan Wanita jika terikat dalam suatu ikatan perkawinan.Dalam Hukum Positif

di Indonesia Anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa

(minderjarig/person under age) orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur

(minderjarig/person heid/inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang

berada dibawah penguasaan wali (mindejarig under voordij).3


Pengertian anak itu sendiri jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia

kronologis menurut hukum dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu, dan

keperluan apa, hal ini juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk

menentukan umur anak.


Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia

mejelaskan pengertian tentang anak ialah setiap manusia yang berusia dibawah 18

(Delapan Belas) Tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam

kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.


Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentan pengadilan

anak, pengertian anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah telah

mencapai umur 8 (Delapan) tahun tetapi belum pernah kawin. Namun hal

berbeda di tunjukkan dalam lapangan hukum tata negara, hak memilih dalam

pemilu misalnya seorang dianggap telah mampu bertanggung jawab atas


2
Ibid., h, 1.
3
Op.cit., h,20
perbuatan hukum yang di lakukannya kalau ia sudah mencapai usia 17 (Tujuh

Belas) tahun.
Melihat dari hal-hal tersebut dapat diperoleh satu kesimpulan bahwa

penetapan batas umur anaka adalah relatif tergantung pada kepentingnya. Namun

hal berbeda ditunjukkan dalam lapangan hukum tata negara, hak memilih dalam

pemilu misalnya seseorang telah dianggap mampu bertanggung jawab atas

perbuatan hukum yang dilakukannya kalau kalau ia sudah mencapai usia 17

(Tujuh Belas) tahun.4


Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak, menyebutkan anak adalah seorang yang belum berusia 18

(delapan Belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ketentuan ini

diambil dari convention on the right og the child, yang telah diratifikasi oleh

Indonesia dengan Keppres R.I Nomor 36 Tahun 1990 dengan sedikit perubahan

didalamnya.5
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan

Anak, yang dimksud dengan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur

21 (Dua Puluh Satu) tahun dan belum pernah kawin.


Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

permasyarakatan, menyebutkan bahwa anak pidana yaitu anak yang berdasarkan

putusan pengadilan menjadi pidana di LAPAS anak paling lama sampai usia 18

(Delapan Belas) tahun. Artinya yang dimaksud anak adalah seorang sampai

dengan usia 18 (Delapan Belas) tahun.6

4
Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum,cetakan ke-I, Liberty, Yogyakarta,
1988, h, 50.
5
Lihat pada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak.
6
Lihat pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan.
Mengenai pengertian atau definisi anak dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia saat ini belum ada batasan yang

konsisten. Artinya antara suatu dengan yang lain belum terdapat keseragaman,

melihat hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan batasan umur atau

usia anak digantungkan pada kepentingan pada saat produk hukum itu dibuat.
II.I.2. Pengertian Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan menurut Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Sanksi dan korban pasal 1 angka 6 adalah segala upaya

pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada

kepada korban yang wajib dilaksanakan oleh lembaga perlindungan sanksi dan

korban sesuai (LPSK) atau lembaga lain yang sesuai dengan ketentuan

perlindungan ini diberikan dalam semua tahap proses peradilan Pidana dalam

lingkungan peradilan.

Perlindungan hukum terhadap anak dalam hal ini mengandung pengertian

perlindungan anak berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang sistem peradilan pidana anak yang berlaku, baik tersangka, terdakwa,

terpidana/narapidana, atau korban. Perlindungan anak dalam perkara ini pastinya

memerlukan perlindungan khusus dari pemerintah yakni dengan melakukan

penanganan khusus atau perlindungan khusus terhadap anak. perlindungan hukum

terhadap korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat

diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan

kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.


Tujuan perlindungan hukum itu sendiri untuk menjamin terpenuhinya hak-

hak anak agar dapat hidup, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemabusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminatif demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

beraklak mulia dan sejahtera.

Perlunya diberikan perlindungan pada korban kejahatan secara memadai

tidak saja menjadikan perhatian secara nasional, tetapi juga internasional. Oleh

karena itu, masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius, pentingnya

perlindungan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana memperoleh

perhatian serius, dapat dilihat dari bentuknya Deklaration of basic principa of

justice for victims of crime and abuse of power oleh PBB (Persatuan Bangsa-

Bangsa) sebagai hasil dari the saventh United Nation Conggres on the prevention

of Crime and the treatment of offender. Sepanjang hal itu menyangkut korban

kejahatan dalam deklarasi PBB tersebut telah menganjurkan agar paling sedikit

diperhatikan 4 (Empat) hal sebagai berikut:

1. Jalan masuk untuk memperoleh keadilan dan diperlukan secara adil

(acses to justice and fair treatment);


2. Pembayaran ganti rugi (restitusi) oleh pelaku tindak pidana kepada

korban, keluarganya atau orang lainyang kehidupannya dirumuskan

dalam bentuk sanksi pidana dalam perundang-undangan yang berlaku;


3. Apabila terpidana tidak mampu, Negara diharapkan membayar

santunan (Kompensasi) finansial terhadap korban, keluarganya atau

mereka yang menjadi tanggung jawab korban;


4. Bantuan materil, medis, psikologi dan social kepada Korban, baik

melalui Negara, sukarela, masyarakat (asistance).7

Melalui upaya perlindungan hukum terhadap korban kejahatan juga

menyangkut kebijakan atau politik hukum pidana yang ingin diterapkan, yaitu

bagaimana membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang

baik, pada akhirnya upaya perlindungan dan penanggulangan korban dari

kejahatan tidak dapat dicapai.8

II.II. Perlindungan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa, yang memiliki

peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan

dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

II.II.1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan

kondisi agar setiap anak dapat melaksnakan hak kewajibannya demi

perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial,

perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu

masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai

7
Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia dimasa Datang, Universitas
Diponegoro, Semarang, 1990, h, 27.
8
Glosarium, pengertian Perlindungan Hukum Menurut para Ahli,
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-Hukukum-menurut-para-ahli/, (Diakses pada
tanggal 4 September 2017 Jam 9:43 Wib
bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak

membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun

hukum tidak tertulis. Hukum merupakan bagian kegiatan perlindungan anak.9

Menurut Arif Gosita: “Bahwa kepastian Hukum perlu diusahakan demi

kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang

membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan

anak.10

Perlindungan anak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Perlindungan anak yang bersifat Yuridis, yang meliputi: perlindungan

hukum publik dan dalam hukum keperdataan.


2. Perlindungan anak yang bersifat nonyuridis, yang meliputi:

perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, dan bidang

pendidikan.11

Perlindungan anak juga berhubungan dengan beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian lainnya, yaitu:

1. Luas lingkup perlindungan.


a. Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan,
pemukiman, pendidikan, kesehatan, Hukum;
b. Meliputi hal-hal Jasmaniah dan Rohaniah;
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang perimer dan sekunder
yang berakibat pada perioritas pemenuhannya.
2. Jaminan pelaksaan perlindungan.
a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu adanya
jaminan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat
9
Maidin Gultom, perlindungan Hukum terhdap Anak Dalam Sisyem Peradilan Pidana
Di Indonesia, cetakan ke-IV, Refika Aditama, Bandung, 2008, h, 33.
10
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, cetakan ke-III, Akademi Pressindo, Jakarta,
1989, hlm, 35
11
Maidin Gultom, Op.cit.
diketahui, dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
perlindungan;
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalan suatu peraturan tertulis, baik
dalam bentuk Undang-undang atau peraturan daerah, yang
perumusannya sederhana;
c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi diindonesia
tanpa mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan Negara
lain, yang patut dipertimbangkan dan ditiru.12
Melihat kondisi Anak diindonesia dan banyaknya beberapa kasus yang

menimpa anak-anak maka tugas kedepan dalam menyelenggarakan perlindungan

terhadap anak sebagai korban tindak kekerasan tidak lah ringan.

Penyelenggran perlindungan Anak merupakan tanggung jawab bersama

yang melibatkan Pemerintah, Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan

masalah Anak, maka dari itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak (UUPA) pengganti Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak. Dalam Undang-Undang

tersebut jelas dinyatakan secara tegas bahwa setiap Anak berhak atas

kelangsungan Hidupnya, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.13

II.II.2. Hak-Hak Anak


Apa yang dikemukakan dalam deklarasi perserikatan bangsa-bangsa tentang

hak Anak, maka ada 10 (sepuluh) hak-hak anak sebagai berikut.14


1. Anak berhak menikmati menikmati seluruh hak yang tercantum dalam
didalam deklarasi ini, semua anak tanpa pengecualian yang
bagaiamanpun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku
bangsa, warna Kulit, Jenis Kelamin, Bahasa, Agama, pendapat dibidang
12
Arif Gosita, masalah Perlindungan Anak, Loc.it.
13
Ibid.
14
Loc.it.
Politik atau dibidang lainnya, asal usul bangsa atau tindakan social,
kaya atau miskin, keturunan atau setatus, baik dilihat dari segi dirinya
sendiri maupun dari segi keluarga.
2. Anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus, dan
harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh Hukum
dan sarana lainseingga secara jasmani, Mental, Akhlak, Rohani dan
social, mereka dapat berkembang dengan sehatdan wajar dalam
keadaan bebas dan bermartabat.
3. Sejak dilahirkan, Anak harus memiliki Nama dan Kebangasaan.
4. Anak-Anak harus harus mendapat jaminan, mereka haryus tumbuh dan
berkembang dengan sehat. Untuk maksud ini baik setelah maupun
sesudah dilahirkan, harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi
si anak dan Ibunya, anak-anak berhak mendapat gizi yang cukup,
perumahan, rekreasi, dan pelayanan kesehatan.
5. Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang mempunya kondisi
social lemah akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh
pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus,
6. Agar supaya kepribadiannya tumbuh secara maksimal dan harmonis,
anak-anak memerlukan kasih sayang dan pengertian. Sedapat mungkin
mereka harus dibesarkan dibawah asuhan dan tanggung jawab orang tua
mereka. Dan bagaimanapun harus diusahakan agar mereka tetap berada
didalam suasana kasih sayang, sehat jasmani dan rohani. Anak-anak
dibawah usia 5 (lima) tahun tidak dibenarkan berpisah dari ibunya,
masyarakat dan penguasa yang berwenang, berkewajiban memberikan
perawatan khusus kepada anak-anak yang tidak memiliki keluarga dan
kepada anak-anak yang tidak mampu. Diharapkan agar pemerintah atau
pihak yang lain memberikan bantuan pembiayaan anak-anak yang
berasal dari keluarga besar.
7. Anak-anak berhak mendapat pendidikan wajib secara Cuma-Cuma
sekurang-kurangnya ditingkat sekolah dasar. Mereka harus
mendapatkan pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan
umumnya, dan yang memungkin kan mereka, atas dasar kesempata
yang sama, untuk mengembangkan kemampuannya, pendapat
pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, sehingga
mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Kepentingan-
kepentingan anak harus lah dijadikan dasar pedoman oleh mereka yang
betanggug jawab atas pendidikan dan bimbingan anak yang
bersangkutan: pertama-tama tanggung jawab tersebut terletak pada
orang tua mereka. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang
leluasa untuk bermain dan berkreasi yang harus diarahkan untuk tujuan
pendidikana, masyarakat yang berwenang harus berusaha meningkatkan
perlaksaan hak ini (poin ke tujuh).
8. Dalam keadaan apapun anak-anak harus didahulukan dalam menerima
perlindungan dan pertolongan.
9. Anak-anak harus dilindungi dari segala bentuk penyia-nyiaan,
kekejaman dan penindasan. Dlam bentu apapun, mereka tidak boleh
menjadi “bahan perdagangan” tidak dibenarkan mempekerjakan anak-
anak dibawah umur. Dengan alasan apapun mereka tidak boleh
dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehata atau
pendidikan mereka, maupun yang dapat mempengaruhi perkembangan
tubuh, mental atau ahklak mereka.
10. Anak-anak harus dilindungi dari perlindungan yang mengarah kedalam
bentuk diskriminasi rasial (perbedaan Ras), agam maupun bentuk-
bentuk dikriminasi lainnya. Mereka harus dibesarkan didlam semangat
yang penuh pengetian, toleransi dan persahabatan antara bangsa
perdamaian serta persaudaraan semesta dan dengan penuh kesadaran
tenaga dan bakatnya harus di abadikan kepada sesame manusia.

Bab II dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan

anak, mengtur tentang hak-hak anak atas kesejahteraan, yaitu:15


1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan.
2. Hak atas pelayanan.
3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan.
4. Hak atas perlindungan lingkungan Hidup.
5. Hak medapatkan pertolongan pertama.
6. Hak memperoleh asuhan.
7. Hak untuk memperoleh bantuan.
8. Hak diberi pelayanan dan asuhan.
9. Hak untuk memperoleh pelayanan Khusus.
10. Hak untuk mendapatkan bantuan dan pelayanan.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 sebelum dirubah dengan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menegaskan hak hak

anak sebagai berikut:16

1. Setiap Anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan


berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta dapat dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4).
2. Setiap anak berhak atas Nama sebagai Identitas diri dan status
kewarga Negaraan (pasal 5).
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua(pasal 6 Dirubah kedalam Undang-undang Nomo
35 tahun 2014)

15
Baca pada bagian Bab II dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak.
16
Lihat pada bagian Bab IV dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak.
4. Setiap anak berhak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri
5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatya (pasal 9 Dirubah dalam Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2014);
7. Bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus;
8. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan.
9. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi
sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri.
10. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
11. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, behak mendapat
perlindungan dari perlindungan dari perlakuan: diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, pelantaran, kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan, ketidak adilan, dan pelakuan salah
lainnya;
12. Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasa dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan
itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir;
13. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa
bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam
peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam
peperangan;
14. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
pemganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman tidak
manusiawi;
15. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum;
16. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir;
17. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penemapatannya dipisahkan dari
orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan
membela diri serta memperoleh keadilan dideapan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum;
18. Setiap anak menjadi korban atau kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan dan;
19. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Pasal 2 Undang_undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

menyatakan, (1) anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan

bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun disalam

asuhan khusus umtuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, (2) Anak berhak

atas pelayanan Untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya,

sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga Negara

yang baik dan berguna, (3) Anak behak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik

semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, (4) Anak berhak atas

perlindungan hidup yang dapat membahayakanatau menghambat pertumbuhan

dan perkembangannya dengan wajar.17 Pasal 3 dalam keadaan yang

membahayakan, Anak lah yang pertama-tama berhak mendapatkan pertolongan,

bantuan dan perlindungan.18

Dari bunyi pasal 2 sampai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1979 Tentang Kesejahteraan Anak, maka dapat dirangkum, bahwa paling tidak

ada kurang lebih 10 (sepuluh) hak-hak anak sebagai berikut.19

17
Baca dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2, dan 4) dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun
1979 tentang kesejahteraan anak .
18
Baca Penjelasan pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak
19
Mohammad Taufiq Makarao Dkk, Op.cit.
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun didalam asuhan
khusus;
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan social;
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa didalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan;
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
dengan wajar;
5. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama
berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan;
6. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
Negara atau orang atau badan;
7. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar;
8. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan
yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan juga, juga diberikan
kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran
hukum berdasarkan keputusan Hakim;
9. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan Khusus untuk mencapai
tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuandan
kesanggupan anak yang bersangkutan;
10. Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan
anak menjadi Hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin,
agama, pendirian politik, dan kedudukan social.

II.III. Pengaturan Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(SPPA)

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 diberi judul Undang-Undang Sistem

peradilan Pidana Anak.Adapun yang dimaksu dengan sistem peradilan Anak

dalam pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 disebutkan sebagai

keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan Hukum,

mulai dari tahap penoyelidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani


pidana. Karena dalam sistem peradilan anak disebutkan “ mulai tahap

penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana” maka

sebagai suatu sistem proses penyelesaian perkara pidana anak yang berhadapan

dengan Hukum, harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku20.

Dalam hal ini berupa Undang-undang Nomor 11 tahun 2012. Mengenai hukum

acara peradilan Pidana anak, pasal 16 Undang_undang Nomor. 11 tahun 2012

menentukan: “ketentuan beracara dalam Hukum acara Pidana berlaku juga dalam

peradilan pidana Anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”.

Oleh Karen itu yang dimaksud dengan Frasa “Hukum Acara Pidana” pasal

16 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah ketentuan-ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang KUHAP.

II.III.1. Konsep Diversi

Menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak

telah memberikan tafsiran autentik pada pasal 1 angka 7, yaitu pengalihan proses

penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan

pidana, terhadap apa yang dimksud dengan Diversi tersebut UU No. 11 tahun

2012 tidak memberi kejelasan lebih lanjut.

Akan tetapi dalam naskah akademik RUU sistem peradilan pidana anak

dikemukakan bahwa diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus

anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke

penyelesaian damai antara tersangka atau terdakwa atau pelaku tindak pidana
20
R. Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, cetakan ke-I Sinar
Grafika, Jakarta, 2016, h, 21.
dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan/atau masyarakat, pembimbing

kemasyarakatan anak, polisi, jaksa, atau hakim.21

Berdasarkan pada United Nations Standard Minimum Rules for the

Administrationof Juvenil Justice (the Beijingrules), apa yang dimaksud diversi

adalah pemberian kewenangan kepada aparat penegak Hukum untuk mengambil

tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah

perkara pelanggaran Anak dengan tidak mengambil jalan Formal antara lain

menghentikan atau meneruskan atau melepaskan dari proses peradilan pidana atau

mengembalikan atau menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk dan bentuk

pelayanan kegiatan nasional lainnya. Penerapan diversi dapat dilakukan didalam

semua tingkatan pemeriksaan, dimksudkan untuk mengurangi dampak negative

keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut.22

Tujuan Diversi dijelaskan dalam Penjelasan umum UU No. 11 tahun 2012

tentang sistem peradilan pidana Anak disebutkan substandi yang paling mendasar

dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana Anak adalah

pengaturan secara tegas mengenai keadilan restorative justice dan Diversi. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan,

sehingga dapat mencegah stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan

Hukum dan diharapkan anak dapat kembali kelingkungan social secara wajar.

21
M. Nasir Djamil, Anak bukan untuk Dihukum, Cetakan Ke-II, Sinar Grafika , Jakarta,
2013, , h,137.
22
Setyo Wahyudi,Implementasi Ide Diversi, Cetakan ke-I, Genta Publishing, Yogyakarta,
Juni 2011, h,16, dalam Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak, Sinar Grafik, Jakarta, 2016, h,56
Maksud dari Diversi tersebut, kemudian menentukan bahwa Tujuan dari

Diversi adalah:23

1. Mencapai perdamaian atara korban dan akan:


2. Menyelesaikan perkara diluar proses pengadilan;
3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan’
4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan;
5. Menambahkan rasa tanggung jawab kepada Anak;

Sebagai komponen atau subsistem dari peradilan pidana anak, setiap

aparatur penegak Hukum yaitu Polri, Kejaksaan RI, dan Peradilan dalam

melaksakan tugas Diversi harus mempunyai tujuan sebagai mana yang dimaksud

dalam pasal 6.

II.III.2. Restorative Justice

Penanganan masalah anak yang berhadapan dengan hukum tak hanya

berkutatpada hak-haknya saja. Lebih dari sekedar itu, diperlukan adanya

penerapan keadilanrestoratif (Restorative Justice). Restorative justice dalam

sistem peradilan pidana anak merupakan bagian dari implementasi diversi. Prinsip

utama pelaksanaan konsep diversi ialah pendekatan persuasif atau pendekatan non

penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki

kesalahan.24

Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik dalam Pasal 24 ayat (1), menyatakan

bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan hak atas langkah-langkah

perlindungan, karena statusnya sebagai anak di bawah umur seharusnya dapat


23
Baca Penjelasan pasal 7 Ayat 2 Huruf (a) ketentuan “ pidana penjara dibawah 7 (tujuh)
Tahun” mengacu pada Hukum pidana.
24
Randy Pradityo, Garis Lurus Diversi Sebagai Pendekatan Non-Penal, Jurnal
RechtsVinding Online, Jakarta, 2016, h, 1.
dijadikan sebagai landasan hukum bagi Hakim untuk menghentikan perkara anak.

Rumusan tersebut merupakan dasar hukum penerapan restorative justice. Putusan

demikian sah diberikan karena Hakim memang diberikan kebebasan dalam untuk

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat.25

Hal tersebut sejalan dengan rumusan Beijing Rules Butir 11.1 yang

menetapkan bahwa pengalihan proses hukum formal ke jalur penyelesaian

nonformal melalui penerapan model restorative justice dalam menangani perkara

anak dapat dilakukan oleh Hakim. Restorative justice dapat dijadikan rujukan bagi

Hakim untuk menyelesaikan perkara anak.Beijing rules memberikan perlindungan

maksimal kepada masa depan anak karena mengandung asas-asas:

a. Kepentingan terbaik bagi anak adalah prioritas.

b. Peradilan pidana sebisa mungkin dihindarkan.

c. Segala bentuk intervensi seminimal mungkin dilakukan.

d. Polisi, Jaksa, hakim dan Aparat penegak hukum lainnya sebisa mungkin

menggunakan kebijakan/diskresi dalam menangani perkara anak.

e. Kriminalisasi dan penghukuman anak harus dihindarkan kecuali terjadi

kerusakan yang serius terhadap anak atau orang lain.

f. Bantuan hukum harus segera diberikan tanpa biaya.

25
Loc.,it.
Secara formal di dalam Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2012 Tentang

sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan keadilan Restorative Justice (pasal 1,

angka 6, pasal 5 ayat (1) jo. Ayat (3)).

Apakah yang dimaksud dengan keadilan restoratif?Keadilan restoratif

adalah terjemahan dari Restorative Justice.26

Bagir Mannan27 secara konseptual Restorative Justice berisi gagasan dan

prinsip antara lain sebagai berikut:

1. Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, serta

kelompok masyarakat untuk untuk menyelesaikan suatu peristiwa tau

tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai

Stakeholder yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan

penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (Win Win

Solution)
2. Mendorong pelaku bertanggung jawab terhadap korban atau peristiwa

atau tindak pidana yang telah menimbulkan cedera atau kerugian

terhadap korban. Selanjutnya membangun tanffung jawab untuk tidak

mengulangi lagi perbuatan pidana yang pernah dilakukan.


3. Menempatkan peristiwa atau tindak pidana tidak terutama sebagai

suatu bentuk pelanggaran Hukum, merupakan suatu pelanggaran oleh

seseorang (sekelompok orang) dengan demikian, sudah semestinya

26
M. Nasir Djamil, Anak Bukan Hukum, cetakan ke-II, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, , h,
123- 133.
27
Restorative Justice, dimuat dalam Rudi Rizky DKK, Refleksi Dinamika Hukum, Perum
Percetakan Negara RI, dimuat dalam R.Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak Diindonesia,
cetakan ke-II, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, h, 7.
pelaku diarahkan pada pertanggung jawaban terhadap korban, bukan

mengutamakan pertanggungjawaban Hukum.


4. Mendorong menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana dengan

cara_cara yang lebh informal dan lebih personal dari pada

penyelesaian dengan cara_cara yang formal (kaku) dan inpersonal.

Dalam Naskah Akademik sistem peradilan pidana Anak28 disebutkan bahwa

peradilan pidana anak dengan keadilan Restorative Justice mempunyai tujuan

untuk:

1. Mengupayakan atara korban dan anak


2. Mengutamakan penyelesaian diluar proses;
3. Menjauhkan anak dari pengaruh Negatif proses Peradilan;
4. Menanamkan rasa tanggung jawab anak;
5. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
6. Mendorong masyarakat berpartisipasi;;
7. Meningkatkan keterampilan Hidup anak.

II.III.3. Penyidikan

Perlindungan Hukum terhdap Anak di tahap penyidikan, dalam Undang-

Undang Sistem Pradilan Pidana Anak, secara pidana anak diatur dalam Bab III

mulai dari pasal 16 sampai dengan pasal 62, artinya ada 47 pasal yang mengatur

Hukum acara pidana anak, penuntut umum anak, dan hakim anak wajib memberi

perlindungan Khusus bagi anak yang diperiksa karena melakukan tindak pidana

yang dilakukan dalam situasi darurat, serta perlindungan khusus yang

dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan.

Disebutkan dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang

sisitem peradilan anak menyebutkan bahwa, penyidikan terhadap perkara Anak


28
M. Nasir Djamil, Loc., cit, h, 133-134.
dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan keputusan kepala kepolisian

Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Peniyidik yang ditetapkan dalam sistem Peradilan Pidana Indonesia, harus

dipandang sama sebagaimana dengan layaknya setatus dan fungsi seorang

penyidik yang ditetapkan oleh KUHAP. Penyidik dalam Anak tersebut haruslah

dalam suasana kekeluargaan, pasal 27 Ayat 1 UU sistem peradilan pidana Anak,

menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan

(pasal 19 ayat 1 Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak).29

Untuk melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, penyidik wajib

meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan setelah

tindak pidana dilakukan atau dilaporkan, pada perinsipnya, penyidik wajib

mengupayakan diversi dalam jangka waktu paling lama 7 (Tujuh) Hari setelah

penyidikan dimulai. dan proses diversi dilaksanakan 30 (Tiga Puluh) hari setelah

diversi dimulai.

II.III.4. Penangkapan dan Penahanan

Mengenai penangkapan dan penahanan tidak diatur secara rinci dalam

Undang_undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sisitem peradilan Pidana Anak,

29
Lihat dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
sistem peradilan pidanan anak.
sehingga berlaku ketentuan-ketentuan KUHAP. Pasal 30 Undang-Undang sistem

peradilan pidana anak yang menentukan bahwa:30

1. Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan

paling lama 24 (dua puluh empat) jam.


2. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus

Anak;
3. Dalam ruang pelayanan khusus anak belum ada wilayah yang

bersangkutan, anak dititipkan di LPKS;


4. Penangkapan terhadap anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan

memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;


5. Biaya bagi setiap Anak yang ditetapkan di LPKS dibebankan pada

anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

dibidang sosial;

Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh

jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan

diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan

mengurangi tindak pidana. Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan

dengan syarat, sebagai berikut:

1. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan


2. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7

(tujuh) Tahun atau lebih


3. Penahanan untuk kepentingan penuntutan, penuntutan umum dapat

melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari, jangka waktu penahanan

sebagaimana permintaan penuntut umum, dan dapat diperpanjang oleh

30
Lihat dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak.
hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari dalam hal jangka

waktu dimaksud telah berakhir, maka anak wajib dikeluarkan demi

Hukum.31 Dasar diperkenankan suatu penahanan anak, adalah adanya

dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup, bahwa anak melakukan

tindak pidana (kanakalan). Menjamin agar ketentuan mengenai dasar

penahanan ini dilaksanakan, diadakan institusi pengawasan yang

dilakukan oleh atasan diinstansi masing_masing, yang merupakan Built

in Control maupun pengawasan sebagai sistem checking anatara penegak

Hukum.32
II.III.5. Tahap Penuntutan

Penuntut dalam acara Pidana Anak mengandung pengertian tindakan

penuntut umum anak untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan

Anak. Penuntut umum anak wajib mengupayaka diversi paling lama 7 (tujuh) hari

setelah penerimaan berkas perkara dari penyidik dan diversi sebagamana

dimaksud, dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Ketika deversi berhasil mencapai kesepakan, penuntut umum

menyampaikan berita acara diversi berhasil mencapai kesepakatan Diversi kepada

ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Apabila Diversi gagal, penuntut

31
Lihat pasal 33 dan pasal 34 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana anak.
32
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam SIstem Peradilan Pidana
Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2014) h, 124
umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara

dipengadilan dengan melampirkan hasil laporan hasil penelitian kemasyarakatan.33

II.III.6. Tahap Pemeriksaan dipersidangan

Pada perinsipnya proses persidangan anak disidangkan dalam ruang sidang

Khusu anak dipisahkan dari sidang tunggu orang dewasa. Adapun sidang anak

didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Disamping itu, hakim memeriksa

perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup kecuali pembacaan putusan

persidangan anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali pendamping,

Advokad, pemberi bantuan Hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan

untuk mendapingi anak, apabila orang tua/wali tidak hadir sidang tetap

dilanjutkan dengan didampingi Advokad atau pemberi bantuan Hukum lainnya

dan/atau pembimbing kemasyarakatan. Dalam hal hakim tidak melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, maka sidang akan batal demi Hukum.

Persidangan perkara anak bersifat tertutup agar tercipta suasana tenang dan

penuh penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat menutarakan segala

peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan 34 pada

proses pembacaan putusn pengadilan pengadilan dalam sidang yang terbuka untuk

umum dan dapat dihadiri oleh anak. Menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang

sistem peradilan Pidana Anak, menentukan bahwa anak hanya dapat dijatuhi

pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini.

33
Sambas, Dkk, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia.Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, h, 13
34
Maidin Gultom, Loc.it, h, 146.
Anak yang belum usia 14 (empat belas) Tahun hanya dapat dikenai sanksi

tindakan.

II.III.7. Tahap Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan berperan dalam pembinaan Narapidana, yang

diperlukan narapidana agar menjadi lebih baik, yang perlu dibina adalah pribadi

narapidana, membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa

tanggungjawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidaupan yang tenteran dan

sejahtera dalam masyarakat, sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi

dan bermoral tinggi.

Lembaga pemasyarakat bagi anak yang melakukan perbuatan tindak pidana

dibedakan dengan lembaga pemasyarakatan orang dewasa. Dalam lembaga

pemasyarakat anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila

menyambut umur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum selesai menjalani

pidananya harus dipindahkan dan tempatnya terpisah dari narapidana yang telah

berumur 21 (dua puluh satu) tahun, jenis-jenis pembinaan narapidana dapat

digolongkan ada 3 (tiga) golongan, yaitu; pembinaan mental; pembinaan social;

pembinaan keterampilan.

II.III.8. Hak-hak Anak dalam Proses Peradilan Pidana

Prinsip perlindungan hukum pidana terhadap anak tercermin dalam pasal 37

dan pasal 40 konvensi hak_hak anak (Konvention on the Right of the Child) yang

disahkan dengan keputusan presiden Nomor 36 Tahun 1990, tanggal 25 Agustus


1990. Pasal 3 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

menyebutkan, bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak;

diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan

umurnya dan dipisahkan dari orang dewsa, memperoleh bantuan hukum dan

bamtuan lain secara efektif, bebas dari penyiksan, penghukuman, atau perlakuan

lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat martabatnya, tidak

dijatuhi pidana mati, atau seumur hidup, tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara

kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

Anda mungkin juga menyukai