Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN 1

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang


perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal secara
langung dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur yaitu:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara, yaitu yang berhak memungut pajak hanya
Negara dan iuran tersebut hanya berupa uang.
2. Berdasarkan undang-undang, yaitu pajak harus dipungut sesuai dengan
ketentuan dan aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbale dari Negara secara langsung, yaitu dalam pembayaran
pajak tidak ditunjukkan adanya jasa timbal balik individu oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yaitu pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

FUNGSI PAJAK

1. Fungsi anggaran (budgetair), pajak disini sebagai salah satu sumber dana bagi
pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum.
2. Fungsi mengatur (cregulerend), pajak disini sebagai alat untuk mengukur dan
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.

SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Syarat pemungutan pajak berguna untuk mengantisipasi timbulnya hambatan


atau perlawanan dalam pemungutan pajak. Adapun syarat pemungutan pajak sebagai
berikut:

1. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak harus adil, sesuai dengan tujuan hukum yaitu untuk
mencapai keadilan dalam pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan
yaitu mengenakan pajak secara umum, merata dan disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing individu. Adil dalam pelaksanaannya yaitu
dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pengadilan
pajak.
2. Syarat Yuridis
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Pada pasal tersebut
memberikan keadilan hukum kepada warga Negara maupun Negaranya.
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kegiatan produksi atau
perdagangan, karena dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
4. Syarat Finansiil
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai anggaran,yaitu biaya pemungutan pajak
harus lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Syarat Sederhana
Pemungutan pajak harus dilakukan secara sederhana, agar mendorong
masyarakat untuk membayar kewajibannya dan memudahkan masyarakat
dalam melakukan pembayaran pajak.
TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan pemeberian hak kepada Negara


untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut meliputi :

1. Teori Asuransi, Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-
hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak diibaratkan
sebagai seuatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan
tersebut.
2. Teori Kepentingan, pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan
kepada kepentingan masing-masing orang. Semakin banyak kepentingan
seseorang terhadap negara, semakin tinggi pajak yang harus dibayarkan.
3. Teori Daya Pikul, beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,
artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur objektif yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subjektif yaitu memperlihatkan besarnya kebutuhan materil harus
dipenuhi.
4. Teori Bakti, dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus sadar
bahwa pembayaran pajak merupakan suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli, dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dan rumah tangga
mayarakat untuk rumah tanggan negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat.
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., hukum pajak mempunyai


kedudukan diantara hukum-hukum yaitu:

1. Hukum Perdata yaitu mengatur hubungan antara individu satu dengan


individu yang lainnya.
2. Hukum Publik yaitu mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci menjadi : Hukum Tata Negara, Hukum
Tata Usaha, Hukum Pajak, Hukum Pidana. Dengan itu kedudukan hukum
pajak merupakan dari hukum publik.

HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMUIL

1. Hukum Pajak Materiil, merupakan hukum yang memuat norma-norma yang


menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak, siapa
yang dikenakan pajak, berapa besar pajak yang dikenakan dan hubungan
hukum antara pemerintah dan wqajib pajak.
Contoh : Undang-Undang dan PPh
2. Hukum Pajak Formil, merupakan tata cara untuk mewujudkan hukum
materiil menjadi nyata.
Contoh : Kewajiban wajib pajak, Tata Cara Penyelenggaraan.

PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak tanpa hak pelimpahan. Contohnya Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnyadapat dibebankan
atau dilimpahkan pada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif adalah pajak yag berpangkal atau berdsarkan pada
subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh
: pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhaikan objek tanpa
memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai dan Pajak
penjualan berang mewah.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
dipergunakan untuk rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan barang meah, Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Materai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
dipergunakan untuk membiayai pemerintah daerah. Pajak daerah terdiri
atas:
 Pajak Provinsi Contoh Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan
bakar kendaraan bermotor.
 Pajak Kabupaten/kota contoh Pajak hotel, restoran, hiburan.

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

1. Stelsel Pajak
Dalam pemungutan pajak dapat dilakukan menggunakan 3 stelsel diantaranya
sebagai berikut :
a. Riel Stelsel (Stelsel Nyata)
Dimana pengenaan pajak didasarkan pada obyek yang riel atau nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yaitu setelah obyek yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dipungut pada akhir periode setelah obyeknya
diketahui.
b. Fictieve Stelsel (Stelsel Anggapan)
Stelsel yang mendasarkan pemungutan pajak berdasarkan pada suatu
anggapan. Misalnya dalam kaitannya dengan Pajak Penghasilan,
umumnya anggapan yang digunakan adalah penghasilan tahun sekarang
(tahun berjalan) sama dengan penghasilan tahun yang lalu (tahun
sebelumnya), sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan dari
stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah pajak
yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Mix Stelsel (Stelsel Campuran)
Stelsel Campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel
anggapan. Dalam penerapannya, stelsel campuran mula-mula pada awal
tahun ditentukan jumlah pajak berdasarkan jumlah anggapan tertentu dan
kemudian setelah tahun pajak berakhir diadakan koreksi sesuai dengan
stelsel nyata. Kelebihan dari stelsel ini adalah bahwa pajak sudah dapat
dipungut pada awal tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah fiskus
menghitung kembali jumlah pajak setelah tahun pajak berakhir sehingga
mengakibatkan beban pekerjaan fiskus bertambah drastic dan akibatnya
seringkali tidak terselesaikan.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili, dalam asas domisili ini negara tempat tinggal seseorang
berhak mengenakan pajak terhadap seseorang tersebut tanpa melihat
darimana sumber penghasilan atau pendapatannya diperoleh dan tanpa
melihat kebangsaan atau kewarganegaraan wajib pajak tersebut. Jadi pada
prinsipnya pengenaan pajak adalah pada seluruh penghasilan subyek pajak
dari manapun penghasilan tersebut diperoleh.
b. Asas Sumber, menurut asas sumber ini negara yang menjadi tempat
sumber penghasilan seseorang berhak memungut pajak tanpa
memperhatikan domisili ( apakah berdomisili di dalam atau diluar negara
tempat sumber penghasilan tersebut ) dan kewarganegaraan wajib pajak.
Sasaran pengenaan pajaknya adalah hanya penghasilan yang keluar dari
sumber penghasilan yang terletak dinegara tersebut.
c. Asas Kebangsaan, dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada
kebangsaan seseorang. Yang berhak memungut pajak adalah negara yang
menjadi kebangsaan orang tersebut.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya
pajak terhutang Wajib Pajak. Ciri – ciri dari sistem official assesment
adalah :
 Pemerintah memiliki wewenang penuh dalam menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak.
 Wajib Pajak bersifat pasif dalam menghitung pajaknya.
 Utang pajak baru timbul setelah adanya ketetapan dari
pemerintah.
b. Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung
pajaknya sendiri. Ciri – ciri self assessment system adalah :
 Wewenang dalam menentukan besarnya pajak terhutang ada di
tangan wajib pajak.
 Wajib Pajak aktif dalam menjalankan kewajiban pajaknya, mulai
dari menghitung pajak sendiri, menyetor pajaknya, dan
melaporkan pajak terhutangnya.
 Dalam sistem self assesment, pemerintah bertindak mengawasi
wajib pajak dan memberikan arahan dalam bentuk konsultasi,
penyuluhan dan sosialisasi.
c. Withholding Tax System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiksus bukan juga wajib pajak yang
bersangkutan ), untuk menentukan besarnya pajak terhutang yang harus
ditanggung oleh wajib pajak. Keunggulan dari sistem ini adalah wajib
pajak yang bersangkutan tidak perlu repot-repot menghitung dan
menyetorkan pajaknya karena pekerjaan tersebut sudah dijalankan oleh
pihak ketiga. Kelemahannya, uang pajak yang telah dipungut oleh pihak
ketiga memiliki resio tidak disetorkan. Pihak ketiga tersebut bisa saja
menggunakan uang pajak yang dipungutnya untuk hal lain.

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

1. Ajaran formil, utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan


pajak oleh fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official asesment system.
2. Ajaran materiil, utang pajak timbul karena belakunya undang-undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
ditetapkan pada self assesment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal diantaranya :

1. Pembayaran adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh wajib pajak,


penanggung pajak, atau kuasa hukumnya untuk mengakhiri utang pajaknya
dengan cara membayar dalam bentuk sejumlah uang ke kas negara.
2. Kompensasi, Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak
dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu
kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan
pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima wajib
pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang
terutang.
3. Kedaluwarsa, Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk
melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh)
tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
4. Pembebasan, Pembebasan umunya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya,
tetapi terhadap sanksi administrasi. Utang pajak dapat pula berakhir karena
pembebasan sebab pembebasan merupakan sarana hukum pajak untuk
melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan, Penghapusan utang pajak sama sifatnya dengan pembebasan,
tetapi diberikannya karena keadaan keuangan wajib pajak.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya
antara lain:
a. Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang.
b. Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).

TARIF PAJAK

1. Tarif Pajak Proporsional (Proportional Flat Tax Rate)


Adalah pengenaan pajak dengan tarif dalam persentase tertentu, dengan tidak
melihat perubahan pendapatan individu dengan kata lain berapa pun jumlah
kemampuan seorang wajib pajak, jumlah pengenaan tarif pajaknya sama.
Misalnya, jika pendapatan seseorang naik sebesar 100% maka jumlah pajak
yag terutang akan naik menjadi 100% dari pajak semula.
2. Tarif Pajak Progresif (Progressive Tax Rate)
Adalah pengenaan pajak dengan tarif meningkat seiring dengan peningkatan
pendapatan individu. Dengan kata lain, jumlah pendapatan yang lebih besar
yang diterima oleh wajib pajak, akan diterima tarif yang lebih besar pula.
Sebagai ilustrasi, jika kemampuan membayar seorang wajib pajak naik
sebesar 100% jumlah pajak yang terutang menjadi naik melebihi 100%. Tarif
pajak progresif sendiri terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Tarif Pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan
prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan prosentase untuk setiap
jumlah tertentu setiap kali naik.
b. Tarif Pajak Progresif Tetap adalah tarif pemungutan pajak dengan
prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan prosentase untuk setiap
jumlah tertentu tetap.
c. Tarif Pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan
prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan prosentase untuk setiap
jumlah tertentu setiap kali menurun.
3. Tarif Pajak Tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya
tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
Sistem pemungutan dengan tarif tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka
tetap berapapun yang menjadi dasar pengenaan angka pajak. Penerapan pada
sistem perpajakan nasional dilakukan pada bea materai.
4. Tarif Pajak Degresif (Degressive Tax Rate) adalah tarif pemungutan pajak
yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti
jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini
tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
BAGIAN 2
PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH

PAJAK NEGARA

Pajak Negara adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat (Direktorat
Jenderal Pajak) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluara rutin Negara
dan pembangunan (APBN). Pajak Negara yang berlaku sampai saat ini adalah:

1. Pajak Penghasilan (PPh)


Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang no.7
tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang
no.17 tahun 2000. undang-undang pajak penghasilan berlaku mulai tahun
1984 dan merupakan pengganti UU pajak perseroan 1925, UU pajak
pendapatan 1944, UU PDBR 1970.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN & PPn BM)
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah undang-undang no.8
tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang
no.18 tahun 2000. undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku
sejak tanggal 1 april 1985 dan merupakan pengganti UU pajak Penjualan
1951.
3. Bea Materai
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah undang-undang no.13 tahun
1985. undang-undang bea materai berlaku mulai tanggal 1 januari 1986
menggantikan peraturan dan undang-undang bea materai yang lama
(aturan bea materai 1921).
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar hukum pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah undang-undang
no.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.12
tahun 1994. undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 januari 1986
dan merupakan pengganti dari :
a. Ordonansi pajak rumah tangga tahun 1908.
b. Ordonansi verponding Indonesia tahun 1923.
c. Ordonansi pajak kekayaan tahun 1932.
d. Ordonansi verponding tahun 1928.
e. Ordonansi pajak jalan tahun 1942.
f. Undang-undang darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14
huruf j, k, l.
g. Undang-undang nomor 11 Prp.tahun 1959 pajak hasil bumi.
5. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
adalah undang-undang no.21 tahun 1997 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan undang-undang no.20 tahun 2000. undang-undang
BPHTB berlaku sejak tanggal 1 januari 1998 menggantikan Ordonansi
bea balik nama staasblad 1924 No.291.

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pajak Daerah, Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
adalah undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada
Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan
Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Beberapa pengertian atau
istilah yang terkait dengan Pajak Daerah antara lain :

1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat


hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingab masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
4. Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan
pajak.
5. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.

Anda mungkin juga menyukai