Anda di halaman 1dari 3

HASIL PERTEMUAN JARINGAN DAN JEJARING PUSKESMAS BARENGKRAJAN

I CARE TB
Program I CARE TB adalah:
Inisiatif : Memupuk kesadaran masyarakat tentang gejala penyakit TB
Cepat : Memberikan pelayanan yang cepat dan ringkas terhadap penemuan suspek TB
Aman : Menjaga keamanan masyarakat, petugas , kader dan suspek penderita TB
Reliabel : Pemeriksaan hasil penemuan suspek TB yang dapat dipercaya
Empati : Menciptakan kepedulian dan perhatian terhadap suspek dan penderita TB
Secara umum tujuan dari program I CARE TB Adalah meningkatkan penemuan suspek
penderita TB dengan pendekatan kepada masyarakat umum dan kader kesehatan, dengan
harapan semakin banyak penemuan suspek semakin mudah menjaring penemuan kasus TB
Tujuan Khusus dari program I CARE TB Adalah memupuk kesadaran di masyarakat
dalam upaya penemuan suspek penderita TB serta memberikan kemudahan akses layanan
oleh kader atau masyarakat umum sehingga mempercepat proses identifikasi dan
pemeriksaan, dengan cepatnya proses identifikasi dan pemeriksaan dapat mempercepat
pengobatan kepada penderita, serta dapat meminimalisir angka penularan.
Permasalahan dalam penemuan suspek penderita TB salah satunya adalah masih belum
tercipta layanan yang mudah dan cepat di puskesmas serta kesadaran masyarakat dalam
memeriksakan keluhan batuk yang lama, dalam hal ini keluhan batuk masih dianggap sesuatu
yang biasa, terkesan batuk adalah efek kondisi tubuh yang capek.
Pemberdayaan masyarakat untuk lebih meningkatkan kesadaran tentang pemeriksaan
suspek TB sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan penemuan suspek, dari segi
alur layanan akan di sesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat yakni memberikan
kemudahan akses, saat ini untuk memeriksakan dahak masyarakat tidak perlu lagi
mengirimkan dahak ke puskesmas , dahak akan di ambil oleh kader untuk di antar ke polindes
atau puskesmas.
Bagi pasien yang kurang kooperatif akan dilakukan jemput bola , yakni kunjungan rumah
untuk memberikan pengertian kepada pasien tentang perlunya memeriksakan diri dan
berobat secara rutin , apabila pasien memiliki keterbatasan sehingga tidak mampu ke
puskesmas , maka petugas puskesmas dan kader yang akan memberikan layanan di rumah
, mulai dari pemeriksaan sampai pengobatan.

TRIPLE ELIMINASI (HIV, HEPATITIS, IMS)

PENCEGAHAN Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) adalah kegiatan yang komprehensif, dari
pelayanan, pencegahan, terapi, dan perawatan, untuk ibu hamil dan bayinya, selama masa
kehamilan, persalinan, dan sesudahnya.
Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
merupakan inti dari PPIA. Intervensi yang dilakukan berupa: pelayanan kesehatan ibu dan anak
yang komprehensif, layanan testing dan konseling, pemberian obat antiretrovirus (ARV), konseling
tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi, dan persalinan yang aman.

Pada ibu hamil, HIV merupakan ancaman bagi keselamatan jiwa ibu dan bayi yang dikandungnya,
karena penularan terjadi dari ibu ke bayi. Lebih dari 90 persen penularan HIV pada anak didapat
vertikal akibat transmisi dari ibu ke bayi. Mayoritas ditemukan pada anak di bawah 5 tahun.

Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada kehamilan 5-10 persen, persalinan 10-15 persen,
dan pasca-persalinan 5-20 persen (De Cock dkk, 2000). Menurut data Pusdatin 2017, prevalensi
infeksi HIV, sifilis dan hepatitis B pada ibu hamil berturut-turut 0,3 persen, 1,7 persen, dan 2,5
persen. Risiko penularan dari ibu ke anak, untuk sifilis adalah 69-80 persen dan untuk hepatitis B
lebih dari 90 persen.

Jumlah kasus human immunodeficiency virus (HIV) di Indonesia periode Januari-Mei 2018
sebanyak 12.578 penderita, sedangkan kasus acquired immuno deficiency syndrome (AIDS)
sebanyak 3.448 kasus (Pusdatin Kemenkes RI, 2018).

Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan, 75 persen penderita AIDS di Indonesia terinfeksi


HIV saat masih berusia remaja. Setiap 25 menit, di Indonesia terdapat 1 orang terinfeksi HIV, yaitu
1 dari setiap 5 orang yang terinfeksi berusia di bawah usia 25 tahun.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2017 tentang 3E (Triple Eliminasi): pemeriksaan
pada setiap ibu hamil terhadap HIV, sifilis, dan hepatitis B yang merupakan salah satu bukti
komitmen negara Indonesia terhadap masalah ini dengan tujuan penurunan angka infeksi baru pada
bayi baru lahir sehingga terjadi pemutusan mata rantai penularan dari ibu ke anak.

Syarat pelaksanaan PPIA seperti yang diharapkan pemerintah telah dilaksanakan di RS St. Carolus
dengan dilaksanakan pemeriksaan skrining 3E pada saat ibu hamil datang pertama kali ke rumah
sakit untuk periksa kehamilannya (Ante Natal Care/ANC). Support dan konseling keteraturan
minum obat serta pemeriksaan viral load pada ibu hamil dengan HIV positif pada kehamilan 34-
36 minggu dilakukan untuk menentukan cara persalinan dan pemberian makanan pada bayi.
Konseling makanan pada bayi yang dikandung dari ibu menderita HIV bisa memberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan tanpa mix feeding/makanan campuran atau bila diberikan susu formula
memperhatikan Prinsip AFASS,
yaitu acceptable (diterima), feasible (terlaksanakan), affordable (terjangkau), sustainable (berkel
anjutan), dan safe (aman)

Anda mungkin juga menyukai