Anda di halaman 1dari 64

PEMERIKSAAN KESADARAN DAN FUNGSI LUHUR

Pemeriksaan Kesadaran
1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Spontan 4 Interpretasi
Dengan suara / perintah 3  Compos mentis : 15
E
Rangsangan nyeri 2  Somnolen : 14 – 13
Tidak merespons 1  Soporo komatus : 8 – 12
Orientasi baik 5  Koma : 3 – 7
Bicara membingungkan 4
V Kata – kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tidak menjawab 1
Mengikuti perintah 6
Lokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
M
Reaksi fleksi / dekortikasi 3
Reaksi ekstensi / decerebrasi 2
Tidak bereaksi 1
Nilai setiap komponen dilaporkan terpisah, tidak dijumlahkan. Misalnya E4V5M5
2. Pemeriksaan Orientasi
 Orang : “Namanya siapa ? Usianya berapa tahun ? Tempat tanggal lahir ? Yang duduk di
sebelahnya ini siapa ?”
 Tempat : “Bapak sekarang ini sedang berada dimana ? Di kota mana ?”
 Waktu : “Sekarang hari apa ? Bulan apa ? Tahun berapa ? Siang atau malam ?”

Pemeriksaan Aphasia
1. Langkah Pemeriksaan
a. Kelancaran Berbicara (Fluency)
 “Pak, tolong sebutkan nama hewan sebanyak – banyaknya dalam waktu 1 menit”
 Minimal dapat menyebutkan 12 nama hewan
“Pasien dapat berbicara dengan lancar”
b. Pemahaman Bahasa Lisan (Comprehension)
 “Tolong tunjukkan giginya, Pak. Sekarang tunjukkan lidahnya. Terus coba tunjuk
bed pemeriksaannya ada dimana”
“Pasien dapat memahami bahasa lisan dengan baik”
c. Pengulangan (Repetition)
“Pak tolong ulangi apa yang saya katakan, ya”  Ucapkan mulai dari kata – kata sampai
kalimat, dapat menggunakan rangkaian kata / kalimat tongue twisters seperti
 Satu sate tujuh tusuk
 Cangkir cengkeh kencur
“Pasien dapat mengulangi kata – kata yang saya ucapkan dengan baik”
d. Menamai (Naming)
“Pak, nanti tolong sebutkan nama benda yang saya tunjuk ya”
e. Membaca (Reading)
“Pak, tolong baca kalimat ini ya”
f. Menulis (Writing)
“Coba tuliskan Bapak sudah makan apa saja hari ini”
2. Interpretasi
 Kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh dominansi hemispherium cerebri
 Sekitar 90 – 95% populasi adalah right-handed sehingga hemispherium yang dominan
adalah hemispherium sinistra. Jadi pada seseorang yang right-handed, aphasia sebagian
besar disebabkan oleh lesi di hemispherium sinistra
Fluency Comprhnsn Repetition Naming Reading Writing
Broca - + - - - -
Global - - - - - -
Wernicke + - - - - -
Conduction + + - ± + +
Anomic + + + - + -
Transcortical, mixed - - + - - -
Transcortical, motor - + + - - -
Transcortical, sensory + - + - - -
Verbal apraxia - + - - - +
+, function is relatively intact. -, function is abnormal. ±, involvement is mild or equivocal
Pemeriksaan Agnosia
1. Langkah Pemeriksaan
 Agnosia visual : “Pak, tolong sebutkan nama benda yang saya tunjukkan ya”
 Agnosia jari : “Pak, tolong gerakkan jari manisnya” atau “tolong tunjuk jari manis saya”
 Agnosia taktil : “Pak, tolong matanya ditutup”  Letakkan suatu benda pada salah satu
tangan pasien “Coba tebak, ini benda apa ?”
2. Interpretasi Abnormal
Pengertian Letak Lesi
 Tidak dapat mengenali
benda yang dilihat
Agnosia visual Area visual asosiasi
 Dapat melihat benda tetapi
tidak dapat mengenalinya
Agraphia, acalculia, agnosia
Sindrom Gerstmann Gyrus angularis
jari, disorientasi kanan-kiri
Tidak dapat mengenali benda
Agnosia taktil Area sensorik asosiasi
yang diraba
 Tidak dapat mengenali
Agnosia warna Area visual asosiasi
warna yang dilihat
 Dapat melihat warna tetapi
tidak dapat mengenalinya
 Tidak buta warna
Tidak dapat mengenali wajah
Prosopagnosia Area occipitotemporal bilateral
seseorang yang dilihat

PEMERIKSAAN NERVI CRANIALES

Pemeriksaan N. Olfactorius (N. I)


1. Syarat Pemeriksaan
 Pasien sadar penuh
 Tidak terdapat obstruksi pada hidung
 Bahan yang digunakan harus dikenali oleh pasien dan bersifat non-irritating
2. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, nanti penciumannya akan saya periksa ya. Sebelumnya apakah Bapak sedang pilek
atau merasa hidungnya tersumbat ?”
 “Salah satu lubang hidungnya tolong ditutup, ya Pak. Kedua matanya juga ditutup”

 “Sekarang gantian lubang hidung yang satunya”


3. Interpretasi
Persepsi bau lebih penting daripada identifikasi bau. Persepsi bau berhubungan dengan jaras
olfaktorius sedangkan identifikasi bau berhubungan dengan fungsi kortikal
Pengertian Contoh Penyakit
Anosmia Daya penghidu hilang  Neoplasma lobus frontalis
Hiposmia Daya penghidu menurun  Meningioma sulcus olfactorius
 Trauma capitis
Hiperosmia Daya penghidu meningkat
 Konversi histeris
Parosmia Salah mengidentifikasi bau  Gangguan psikiatri
Cachosmia Sensasi bau busuk yang tidak nyata  Trauma capitis
Halusinasi  Sindrom psikosis
Sensasi bau tanpa sumber yang jelas
olfaktorius  Lesi pada uncus

Pemeriksaan N. Opticus (N. II)


1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
“Saya akan memeriksa tajam penglihatan, ya Pak untuk mengetahui apakah ada penurunan
atau tidak. Nanti tolong ikuti instruksi saya”
a. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, silakan duduk disini ya” (6 meter dari kartu snellen)
 “Tolong salah satu matanya ditutup, Pak”  “Nanti sebutkan huruf yang saya tunjuk,
ya. Pandangannya lurus ke depan, jangan melirik, jangan memicingkan mata”
- Tunjuk dengan bolpoin bukan dengan jari
- Jika salah membaca ≤ 3 huruf, maka gunakan visus pada baris tersebut ditambah
keterangan berapa jumlah huruf yang salah. Misalnya 6/20 false 2
- Jika salah membaca > 3 huruf, maka gunakan visus di atas baris tersebut
b. Interpretasi
Pada jarak 6 m dapat melihat benda yang seharusnya dapat dilihat
6/6
pada jarak 6 m
 Hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka 30
6/30  Pada jarak 6 m, dapat melihat benda yang seharusnya dapat dilihat
pada jarak 30 m
Jika tidak dapat melihat huruf paling besar pada kartu Snellen, maka dilakukan dengan
hitungan jari. Jarak yang seharusnya dapat dilihat adalah 60 m
3/60 Hanya dapat melihathitungan jari pada jarak 3 m
Jika tidak dapat melihat hitungan jari pada jarak 1 m, maka dilakukan dengan
lambaian tangan.Jarak yang seharusnya dapat dilihat adalah 300 m
1/300 Hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 m
Jika tidak dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 m, maka dilakukan dengan
rangsangan cahaya. Jarak yang seharusnya dapat dilihat adalah tak terhingga
Hanya dapat membedakan gelap dan terang serta menentukan arah
1/~
datangnya cahaya
Jika tidak dapat melihat cahaya, dinyatakan buta total
2. Pemeriksaan Lapang Pandang
“Selanjutnya saya periksa lapang pandangnya, ya. Nanti tolong ikuti instruksi saya”
a. Langkah Pemeriksaan
 Pemeriksan duduk berhadapan dengan pasien pada jarak 60 cm
 “Saya periksa mata yang kanan dulu, ya. Mata kiri tolong ditutup pakai telapak
tangan tapi jangan ditekan. Pandangannya lurus ke depan melihat hidung saya dan
kepala jangan bergerak selama pemeriksaan”
 Pemeriksa menutup mata kanan
 “Pak, nanti saya akan menggerakkan bolpen ini dari pinggir ke tengah. Pandangannya
tetap lurus ke depan ke arah hidung saya. Kalau Bapak sudah mulai melihat
bolpennya, tolong bilang iya, ya Pak”
 Gerakkan bolpen secara perlahan dari perifer ke sentral pada 8 arah. Lakukan langkah
yang sama untuk mata yang lain

“Terdapat penyempitan lapang pandang di bagian … karena saya melihat objek lebih
dulu daripada pasien (tidak bersamaan)”
b. Interpretasi Abnormal
3. Pemeriksaan Buta Warna
a. Langkah Pemeriksaan
 Letakkan buku Ishihara dalam ruangan yang cukup cahaya
 Pembacaan dilakukan pada jarak sekitar 75 cm
Waktu Maksimal
“Pak, nanti tolong sebutkan
Gambar 1 – 25 angka yang terlihat ya. Bukunya 3 detik
jangan digeser – geser”
“Sekarang tolong ikuti pola yang
Gambar 26 – 38 10 detik
terlihat dengan jari ya”
b. Interpretasi
a. Anomali Trikromat
 Protanomalia : Kurang mampu melihat warna merah
 Deuteranomalia : Kurang mampu melihat warna hijau
 Tritanomalia : Kurang mampu melihat warna biru.
b. Dikromat
 Protanopia : Tidak memiliki sel kerucut merah
 Deuteranopia : Tidak memiliki sel kerucut hijau
 Tritanopia : Tidak memiliki sel kerucut biru
c. Monokromat
Buta warna total

Pemeriksaan N. Ocularis (N. III, IV, VI)


1. Pemeriksaan Kelopak Mata
a. Langkah Pemeriksaan
“Pak, tolong melirik ke atas sebentar”  “Kemudian melirik ke bawah”  “Setelah itu
matanya ditutup sebentar”
b. Interpretasi
 “Kedua kelopak mata tampak simetris”
 “Lebar fissura palpebralis kanan-kiri sama dan tampak normal (sekitar 6 – 10 mm),
 “Tidak ada ptosis dan exoftalmus”
- Ptosis : Fissura palpebralis menyempit
- Exoftalmus : Fissura palpebralis melebar sehingga mata tampak melotot
2. Pemeriksaan Pupil
a. Langkah Pemeriksaan
 Amati diameter, tepi, dan perbandingan ukuran kedua pupil
 Letakkan tangan pada hidung pasien  Arahkan cahaya pada salah satu mata 
Amati perubahan ukuran pupil  Ganti ke mata yang lain  Amati perubahan
ukuran pupil  Tangan dilepas Swinging flash test
b. Interpretasi Normal
 Kedua pupil berbentuk bulat, tepinya regular, terletak di tengah, simetris, ukurannya
sama, tidak ada anisokoria
 Refleks pupil direk : Pupil mengecil saat disinari cahaya secara langsung
 Refleks pupil indirek : Pupil mengecil saat pupil kontralateral disinari cahaya
c. Interpretasi Abnormal
Ukuran dan Reaksi Pupil Letak Lesi
Bilateral small (1 – 2,5  Metabolik
mm) and reactive  Diencephalon
 Pons
 Intoksikasi :
Pinpoint pupil (1 – 1,5
- Opioid
mm) and reactive
- Insektisida
- Parasimpatomimetik
 Mesencephalon
 Anoksia berat setelah
henti jantung
 Intoksikasi :
Bilateral fixed dilated - Simpatomimetik
- Atropin / antikolinergik
- Fenotiazin
- Antidepresan trisiklik
- Anoksia berat
Intoksikasi :
 Kokain
Bilateral large reactive  Amfetamin
 LSD
 Simpatomimetik

Midposition(4 – 6 mm) and


Mesencephalon
fixed

Unilateral fixed dilated Herniasi uncal

Marcus Gunn Pupil (Relative Afferent Pupillary Defect)


 Pupil melebar saat cahaya dipindahkan dari mata yang normal ke mata yang sakit
 Pada mata yang sakit, Refleks pupil direk negatif tetapi refleks pupil indirek normal
 Menunjukkan lesi pada n. opticus
- Kerusakan n. opticus  Tidak dapat menerima cahaya  Tidak terdapat impuls
ke nucleus Edinger-Westphal  M. constrictor pupil tidak berkontraksi
- Terjadi kerusakan jaras aferen tetapi jaras eferen masih normal
 Contohnya pada lesi n. opticus dextra
Mata Kanan Disinari Cahaya Mata Kiri Disinari Cahaya
Pupil Kanan Tidak mengecil Mengecil
Pupil Kiri Tidak mengecil Mengecil
N. opticus dextra terganggu N. opticus sinistra normal
 
Tidak dapat menerima cahaya Dapat menerima cahaya
 
Tidak terdapat impuls ke Impuls masuk ke nucleus
nucleus Edinger-Westphal Edinger-Westphal
Mekanisme
 
Pupil tidak mengecil Pupil mengecil

3. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata


a. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, matanya tolong melirik mengikuti gerakan tangan saya tapi kepalanya jangan
ikut bergerak ya”
 Buka mata pasien  Gerakkan penlight atau tangan dalam 8 arah seperti pagar
b. Interpretasi Normal

 N. trochlearis menginervasi m. obliquus superior (depresi, abduksi, rotasi medial)


 N. abducens menginervasi m. rectus lateralis (abduksi)
 N. oculomotorius menginervasi musculi extraoculare yang lainnya
c. Interpretasi Abnormal
 Paralisis N. Oculomotorius
- Ptosis karena paralisis m. levator palpebrae
- Mata tidak dapat bergerak ke atas, ke bawah, dan ke medial karena paralisis otot
SR, IR, MR, dan IO
- Diplopia saat melihat ke semua arah
- Fixed and dilated pupil karena paralisis m. constrictor pupillae
- Hipotropia dan eksotropia karena kontraksi otot LR dan SO

 Paralisis N. Trochlearis
- Mata tidak dapat bergerak ke bawah dan ke medial karena paralisis otot SO
- Diplopia vertikal dan oblique saat melihat ke bawah dan ke medial
- Kepala miring ke sisi yang sehat dan sedikit ke atas untuk mengurangi diplopia
- Hipertropia dan eksiklotropia karena kontraksi otot IO

 Paralisis N. Abducens
- Mata tidak dapat bergerak ke lateral karena paralisis otot LR
- Diplopia horizontal saat melihat ke lateral pada sisi yang sakit
- Kepala miring ke sisi yang sakit untuk mengurangi diplopia
- Esotropia karena kontraksi otot MR

4. Pemeriksaan Konvergensi
a. Langkah Pemeriksaan
Setelah melakukan pemeriksaan gerakan bola mata, arahkan penlight atau jari tangan
mendekati dan menjauhi hidung  Amati gerakan bola mata dan pupil
b. Interpretasi
Near vision trias : Akomodasi selalu diikuti oleh konvergensi dan miosis
 Bola mata bergerak ke medial berarti kekuatan konvergensi normal tidak ada paralisis
m. rectus medialis atau n. oculomotorius
 Selain itu, pupil juga tampak miosis

Pemeriksaan N. Trigeminus (N. V)


1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, giginya tolong dirapatkan sekuat – kuatnya ya”  Palpasi margo anterior m.
masseter dan m. temporalis  Bandingkan kekuatan kontraksinya
“Kontraksi m. masseter dan m. temporalis simetris, tidak ada kelumpuhan”
 “Sekarang mulutnya tolong dibuka ya”  Amati apakah dagu tampak simetris
dengan indikator gigi seri atas dan bawah

“Rahang bawah simetris, tidak ada deviasi”


 “Setelah itu rahangnya / mulutnya tolong digerakkan ke kiri ya”  “Lawan gerakan
tangan saya”  “Sekarang gantian digerakkan ke kanan”  “Lawan gerakan tangan
saya”  Bandingkan kekuatan kontraksinya
“Kekuatan kontraksi m. pterygoideus externus (lateralis) 5 dan simetris”
b. Interpretasi Abnormal
 Kontraksi m. masseter dan m. temporalis melemah
 Deviasi rahang bawah ke arah lesi karena saat membuka mulut, m. pterygoideus
externus (lateralis) yang sehat akan mendorong condylus mandibulae ke depan tanpa
diimbangi oleh dorongan dari sisi yang sakit
 Gerakan lateral dari sisi yang lumpuh lebih kuat daripada sisi yang sehat
2. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
 “Sekarang saya akan melakukan pemeriksaan sensorik pada wajah. Tujuannya adalah
untuk mengetahui apakah ada bagian wajah Bapak yang baal atau mati rasa. Nanti tolong
ikuti petunjuk saya, ya Pak”
- Rangsang nyeri : Gunakan jarum pada palu refleks (ujung tajam dan tumpul)
- Rangsang suhu : Gunakan kapas yang dibasahi air hangat
 Demonstrasi sensasi nyeri pada salah satu bagian wajah  “Pak, ini tajam kalau ini
tumpul. Apakah Bapak mengerti ?”
 “Kalau Bapak mengerti, sekarang kedua matanya tolong ditutup ya”  “Tajam atau
tumpul, Pak ? Kanan kiri sama atau tidak ?”. Bandingkan kanan-kiri dan lateral-medial
- N. ophthalmicus : Daerah dahi

- N. maxillaris : Daerah pipi

- N. mandibularis : Daerah rahang bawah


“Sensasi nyeri dan suhu pada dahi, pipi, dan rahang bawah semuanya normal”
3. Pemeriksaan Refleks Kornea
a. Langkah Pemeriksaan
“Pak, coba lihat ke samping ada apa itu ?”  Menyentuhkan ujung kapas ke bagian
temporal limbus cornea  Amati apakah pasien menutup mata atau berkedip

“Refleks kornea positif berarti tidak ada paralisis n. ophthalmicus dan n. facialis”
b. Interpretasi Abnormal
 Refleks kornea negatif apabila mata tidak berkedip
 Menunjukkan paralisis n. ophtalmicus dan n. facialis
4. Pemeriksaan Refleks Masseter
a. Langkah Pemeriksaan
“Mulutnya tolong dibuka sedikit, Pak”  Meletakkan jari telunjuk kiri pada dagu di linea
mediana  “Mengetuk jari telunjuk kiri dengan palu refleksi  Amati apakah m.
masseter berkontraksi sehingga mulut akan menutup
b. Interpretasi
 Normal : M. masseter berkontraksi sehingga mulut sedikit menutup
 Abnormal : Mulut menutup dengan cepat (hiperrefleks)

Pemeriksaan N. Facialis (N. VII)


1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
 Meminta pasien untuk duduk dengan posisi istirahat
 Mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan nasolabial, sudut mulut
 “Sekarang alisnya tolong diangkat, Pak”  Amati kerutan dahi

 “Terus kedua matanya ditutup, tahan jangan sampai tangan saya bisa membukanya”
 “Sekarang tolong berikan senyuman terindah untuk saya”  Amati apakah simetris

 “Terus bibirnya dimonyongkan seperti mau bersiul”

 “Sekarang pipinya tolong digembungkan”  Menekan pipi kanan dan kiri  “Tahan ya
Pak”  Bandingkan kekuatan kontraksinya
“Tidak ditemukan kelumpuhan pada otot wajah”
2. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
 “Setelah ini, saya akan memeriksa lidah Bapak. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada
gangguan dalam mengecap / mengenali rasa. Nanti saya akan mengoleskan beberapa
bahan pada lidah Bapak, kemudian tolong Bapak tuliskan apa rasanya pada kertas.
 “Lidahnya tolong dijulurkan, Pak”  Sentuhkan lidi kapas yang sudah dibasahi dengan
larutan Bornstein pada 2/3 anterior lidah “Terasa atau tidak, Pak ? (Kalau terasa)
Tolong tuliskan rasanya di kertas, ya”

Posisi Larutan yang Digunakan


Manis Ujung depan Glukosa 5%
Asam Samping depan Larutan asam sitrat 1%
Asin Samping belakang Larutan NaCl 2,5%
Pahit Bagian belakang HCl kinin 0,075%
“Pemeriksaanya sudah selesai, ya Pak. Tolong Bapak kumur – kumur sampai bahan – bahan
tadi hilang / tidak terasa lagi”
3. Interpretasi Abnormal
Paralisis UMN Paralisis LMN
Mengangkat alis Bisa Tidak bisa
Deviasi mulut ke Deviasi mulut ke
Memperlihatkan gigi
sisi yang sehat sisi yang sehat
Menutup mata Bisa Tidak bisa
Tanda Bell : Bola mata bergerak
Negatif Positif
ke atas saat menutup mata
Kerutan dahi Ada Tidak ada
Deviasi mulut ke Deviasi mulut ke
Bersiul
sisi yang sakit sisi yang sakit
Menarik sudut mulut ke bawah Tidak bisa Tidak bisa
Positif pada sisi Positif pada sisi
Lakrimasi
yang sakit yang sakit
Kehilangan sensasi pada 2/3 Positif pada sisi Positif pada sisi
anterior lidah yang sakit yang sakit
Pemeriksaan N. Vestibulocochlearis (N. VII)
1. Pemeriksaan Pendengaran
“Pak, setelah ini saya akan memeriksa telinga Bapak dengan garputala untuk mengetahui
apakah ada gangguan pendengaran atau tidak”
a. Pemeriksaan Rinne
 Langkah Pemeriksaan
- “Nanti kalau sudah tidak terdengar, tolong angkat tangannya ya Pak”
- Getarkan garputala 512 Hz  Letakkan pada planum mastoideum pasien 
Pindahkan ke depan MAE apabila sudah tidak terdengar “Masih terdengar atau
tidak, Pak ?”
 Interpretasi
Pengertian Klinis
 Masih terdengar di MAE  Normal
Rinne positif
 AC > BC  Tuli sensorineural
 Tidak terdengar di MAE
Rinne negatif  Tuli konduksi
 AC < BC
b. Pemeriksaan Weber
 Langkah Pemeriksaan
- Getarkan garputala 512 Hz  Letakkan pada vertex atau pada dahi
- “Suara di telinga kanan-kiri terdengar sama atau beda ? (Kalau beda) Terdengar
lebih keras di telinga mana ?”

 Interpretasi
- Normal : Tidak ada lateralisasi, suara terdengar sama keras di telinga kanan-kiri
- Tuli konduksi : Lateralisasi ke telinga yang sakit
- Tuli sensorineural : Lateralisasi ke telinga yang sehat
c. Pemeriksaan Swabach
 Langkah Pemeriksaan
- “Nanti kalau sudah tidak terdengar, tolong angkat tangannya ya Pak”
- Getarkan garputala 512 Hz  Letakkan pada planum mastoideum pasien 
Pindahkan ke planum mastoideum pemeriksa apabila sudah tidak terdengar
- “Sekarang pemeriksaanya dibalik, ya Pak dimulai dari saya dulu”
- Getarkan garputala 512 Hz  Letakkan pada planum mastoideum pemeriksa 
Pindahkan ke planum mastoideum pasien apabila sudah tidak terdengar 
“Masih terdengar atau tidak, Pak ?”
 Interpretasi
Pengertian Klinis
Swabach memendek  Pasien sudah tidak mendengar
Tuli sensorineural
(pemeriksaan pertama)  Pemeriksa masih mendengar
Swabach memanjang  Pemeriksa sudah tidak mendengar
Tuli konduksi
(pemeriksaan kedua)  Pasien masih mendengar
2. Pemeriksaan Keseimbangan (Tes Kalori)
“Pak, setelah ini saya akan memeriksa fungsi keseimbangan dengan cara memasukkan air
hangat dan air dingin ke telinga Bapak. Mungkin agak sedikit kurang nyaman, tetapi Bapak
tidak perlu khawatir. Saya akan melakukannya dengan hati – hati. Apakah Bapak bersedia ?”
a. Langkah Pemeriksaan
 “Kalau bersedia, silakan Bapak berbaring ke bed pemeriksaan. Kepalanya miring 300
ke salah satu sisi ya”
 Ambil air dingin (20 – 250C) dengan spuit 50 ml  Masukkan ke telinga selama 40
detik  Tunggu selama 5 menit  Perhatian arah dan durasi nistagmus
 Ambil air hangat (45 – 500C) dengan spuit 50 ml  Masukkan ke telinga selama 40
detik  Tunggu selama 5 menit  Amati arah dan durasi nistagmus
 Lakukan langkah yang sama pada telinga lain
b. Interpretasi
COWS (Cold Opposite Warm Same Side)
 Irigasi air dingin : Terjadi nistagmus dengan fase cepat ke arah yang berlawanan
dengan telinga yang diirigasi. Misalnya jika telinga kiri dimasukkan air dingin, maka
akan muncul nistagmus dengan fase cepat ke arah kanan
 Irigasi air hangat : Terjadi nistagmus dengan fase cepat ke arah yang sama dengan
telinga yang diirigasi. Misalnya jika telinga kiri dimasukkan air hangat, maka akan
muncul nistagmus dengan fase cepat ke arah kiri
Pemeriksaan N. Glossopharyngeus dan N. Vagus (N. IX dan X)
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. Langkah Pemeriksaan
 “Mulutnya dibuka, Pak”  Tekan lidah dengan tongue spatel  “Bilang aaa” 
Amati arcus pharyngeus dan uvula
- “Arcus pharyngeus terangkat simetris, tidak ada yang tertinggal”
- “Uvula terletak di tengah, tidak ada deviasi”

 “Airnya tolong diminum, ya Pak”  Amati apakah pasien tersedak


“Fungsi menelan baik, air tidak masuk ke hidung seperti pada lesi N. IX bilateral”
b. Interpretasi Abnormal
 Arcus pharyngeus tidak terangkat pada sisi yang sakit
 Deviasi uvula ke sisi yang sehat karena paralisis m. stylopharyngeus
2. Pemeriksaan Fungsi Sensorik / Refleks Muntah
Menyentuh uvula atau dinding posterior faring dengan tongue spatel
3. Pemeriksaan Laring
Dilakukan dengan laringoskop

Pemeriksaan N. Accesorius (XI)


1. Pemeriksaan M. Sternocleidomastoideus
a. Langkah Pemeriksaan
“Pak, tolong menoleh ke kiri sejauh mungkin”  Palpasi otot atau “Tahan gerakan
tangan saya”  Lakukan langkah yang sama pada sisi yang lain
 M. sternocleidomastoideus dextra : Kepala menoleh ke kiri
 M. sternocleiomastoideus sinistra : Kepala menoleh ke kanan
“Kekuatan m. sternocleidomastoideus 5, tidak ada paralisis”
b. Interpretasi Abnormal
Paralisis unilateral : Torticolis ke sisi yang sehat
2. Pemeriksaan M. Trapezius
a. Langkah Pemeriksaan
 Pemeriksa berdiri di belakang pasien  Inspeksi m. trapezius  Amati apakah kedua
bahu simetris dan margo vertebralis scapula terletak di tengah
“Kedua bahu tampak simetris dan margo vertebralis scapula terletak di tengah”
 “Kedua bahunya tolong diangkat, Pak”  “Tahan gerakan tangan saya”

“Kekuatan m. trapezius 5, tidak ada paralisis”


b. Interpretasi Abnormal
 Bahu pada sisi yang sakit lebih rendah
 Margo vertebralis pada sisi yang sakit lebih ke samping

Pemeriksaan N. Hypoglossus (N. XII)


1. Pemeriksaan Disartria
Diperiksa selama pasien berbicara
Jenis Pengertian Letak Lesi
Labial Sulit mengucapkan huruf b, p N. VII
Lingual Sulit mengucapkan huruf l, r N. XII
Palatal Sulit mengucapkan huruf k, g N. IX dan X
2. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. Langkah Pemeriksaan
 “Mulutnya tolong dibuka lebar. Lidahnya tidak usah keluar”

“Lidah tampak normal, tidak deviasi, tidak ada atrofi papil”


 “Sekarang lidahnya dikeluarkan”  “Terus digerakkan ke kanan dan kiri”

“Lidah menjulur lurus ke depan dan dapat digerakkan, tidak ada paralisis N. XII”
b. Interpretasi Abnormal
 Saat lidah tidak dikeluarkan : Deviasi lidah ke sisi yang sehat
 Saat lidah dikeluarkan : Deviasi lidah ke sisi yang sakit
Indikator deviasi adalah gigi seri I atas dan bawah
PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

 Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain
diletakkan 2 jari di atas incisura jugularis Fleksi kepala secara pasif
 Positif apabila dagu tidak dapat menyentuh 2 jari pada incisura jugularis menempel pada
minimal 2 jari di atas sternum
2. Pemeriksaan Brudzinski I

 Sama seperti pemeriksaan kaku kuduk


 Positif apabila terjadi fleksi pada kedua tungkai (untuk mencegah nyeri karena
peregangan radiks dorsalis)
3. Pemeriksaan Brudzinski II
 Fleksi pasif pada salah satu articulatio coxae dan genu
 Positif apabila terjadi fleksi pada tungkai kontralateral (untuk mencegah nyeri karena
peregangan radiks dorsalis)
4. Pemeriksaan Kernig

 Fleksi pasif pada salah satu articulatio coxae dan genu kemudian lutut ditegakkan
 Positif apabila lutut membentuk sudut < 1350 karena spasme otot hamstring

PEMERIKSAAN MOTORIK

Pemeriksaan Kekuatan Otot


“Sekarang saya akan memeriksa kekuatan otot Bapak. Dimulai dari bahu, lengan, pergelangan
tangan, dan seterusnya sampai kaki, bergantian kanan dan kiri. Nanti Bapak tolong lakukan
gerakan yang saya contohkan kemudian saya akan menahannya”
1. Langkah Pemeriksaan
a. Otot Bahu
“Lengannya tolong diangkat seperti ini”
 Abduksi : “Tahan jangan sampai bahunya turun”

 Adduksi : “Tahan jangan sampai lengannya menjauh”

b. Otot Lengan
“Lengannya tolong ditekuk seperti ini”
 Fleksi : “Tahan jangan sampai sikunya lurus”
 Ekstensi : “Tahan jangan sampai sikunya nekuk”

c. Otot Pergelangan Tangan


 Fleksi : “Pergelangan tangannya tolong ditekuk ke bawah”  “Tahan jangan sampai
tertarik ke atas”

 Ekstensi : “Sekarang gantian pergelangan tangannya ditekuk ke atas”  “Tahan


jangan sampai tertarik ke bawah”
d. Otot Jari Tangan
 Fleksi (hand grip) : “Genggam jari saya sekuat tenaga jangan sampai lepas”

 Ekstensi : “Sekarang jarinya diluruskan”  “Tahan jangan sampai jarinya nekuk”

 Abduksi : “Jarinya tolong diregangkan”  “Tahan jangan sampai jarinya merapat”


e. Otot Panggul
 Fleksi : “Kakinya tolong diangkat”  “Tahan jangan sampai turun”

 Ekstensi : “Sekarang kakinya diturunkan”  “Tahan jangan sampai naik”

 Abduksi : Letakkan tangan pemeriksa di bagian lateral paha  “Kakinya tolong


diregangkan, Pak”
 Adduksi : Letakkan tangan pemeriksan di bagian medial paha  “Sekarang gantian
kakinya tolong dirapatkan”

f. Otot Paha
 Fleksi : “Lututnya tolong ditekuk  “Tahan jangan sampai lututnya lurus”
 Ekstensi : “Sekarang lututnya diluruskan”  “Tahan jangan sampai lututnya nekuk”

g. Otot Kaki
 Dorsofleksi : Letakkan tangan pemeriksa pada dorsum pedis  “Tahan jangan
sampai kakinya lurus”

 Plantarfleksi : Letakkan tangan pemeriksa pada plantar pedis  “Tahan jangan


sampai kakinya nekuk”
2. Interpretasi
Derajat Keterangan
0 Tidak muncul kontraksi
1 Muncul sedikit kontraksi
2 Bergerak aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 Bergerak aktif dan dapat melawan gravitasi tanpa tahanan
4 Bergerak aktif dan dapat melawan gravitasi dengan tahanan sedang
5 Bergerak aktif dan dapat melawan gravitasi secara penuh

Pemeriksaan Tonus Otot


1. Langkah Pemeriksaan
“Sekarang saya memeriksa tegangan otot Bapak. Nanti saya akan menggerakkan otot Bapak
mulai dari bahu, lengan, pergelangan tangan, dan seterusnya sampai kaki. Selama
pemeriksaan, Bapak rileks saja dan ototnya tolong dilemaskan”
a. Otot Bahu (Articulatio Humeri)
 Fleksi – ekstensi
 Abduksi – adduksi
b. Otot Lengan Atas (Articulatio Cubiti)
 Fleksi – ekstensi
 Pronasi - Supinasi
c. Otot Pergelangan Tangan (Articulatio Radiocarpea)
Fleksi – ekstensi
d. Otot Jari Tangan
Fleksi – ekstensi
e. Otot Panggul (Articulatio Coxae)
 Fleksi – ekstensi
 Abduksi – adduksi
f. Otot Paha (Articulatio Genu)
Fleksi – ekstensi
g. Otot Kaki
Dorsofleksi – plantarfleksi
2. Interpretasi
Spastisitas Rigiditas Hipotonus / Flaccid
Tahanan otot menurun
Tahanan otot meningkat Tahanan otot meningkat
Deskripsi atau hilang
Rate-dependent, yaitu Rate-independent, yaitu Otot lumpuh layuh /
semakin cepat gerakan tahanan meningkat lembek sehingga sangat
otot, maka tahanan sepanjang gerakan dan mudah digerakkan
semakin meningkat tidak dipengaruhi oleh
kecepatan gerak
Letak lesi Tractus corticospinalis Ganglia basalis Lower motor neuron
Penyakit Stroke Parkinsonisme Sindrom Guillain-Barre

PEMERIKSAAN SENSORIK

Pemeriksaan Sensasi Superficial


“Sekarang saya akan melakukan pemeriksaan sensorik, ya Pak. Tujuannya untuk mengetahui
apakah ada bagian tubuh yang mengalami penurunan sensasi atau mati rasa. Nanti Bapak ikuti
petunjuk saya, ya. Sebelumnya pakaian dan alas kakinya tolong dilepas”
1. Langkah Pemeriksaan
a. Sensasi Nyeri (Tractus Spinothalamicus)
 Alat yang digunakan : Jarum jahit, jarum pentul, atau jarum pada palu refleks
 Simulasi sensasi nyeri pada dahi atau sternum  “Ini tajam, kalau ini tumpul”
 “Sekarang matanya ditutup” “Kalau terasa tajam bilang tajam, kalau terasa tumpul
bilang tumpul, ya Pak “Tajam atau tumpul ? Kanan kiri sama atau tidak ?”
b. Sensasi Suhu (Tractus Spinothalamicus)
 Alat yang digunakan : Tabung logam yang berisi air panas dan air dingin
- Air dingin : Suhu 5 – 100C
- Air panas : 40 – 450C
 Simulasi sensasi suhu pada dahi atau sternum  “Ini panas kalau ini dingin”
 “Sekarang matanya ditutup”  “Kalau terasa panas bilang panas, kalau terasa dingin
bilang dingin, ya Pak  “Panas atau dingin ? Kanan kiri sama atau tidak ?”
c. Sensasi Raba (Tractus Spinothalamicus dan Tractus Columna Dorsalis)
 Alat yang digunakan : Gulungan kapas, kain, atau sikat halus
 Simulasi sensasi raba pada dahi atau sternum  “Terasa atau tidak ?”
 “Sekarang matanya ditutup” “Kalau terasa, tolong bilang iya, ya Pak“Terasa atau
tidak ? Kanan kiri sama atau tidak ?”
Rangsangan tidak boleh sampai menekan subkutis
2. Lokasi yang Diperiksa
Sepanjang dermatom dari cranial ke caudal, bandingkan kanan dan kiri
C2 Protuberantia occipitalis L1 Paha anterior atas
C3 Supraclavicula L2 Paha anterior tengah
C4 Acromioclavicularis L3 Condylus femoralis medialis
C5 Fossa cubiti lateral L4 Malleolus medialis
C6 Ibu jari L5 Interphalanges jari I – II
C7 Jari tengah S1 Tumit lateral
C8 Jari kelingking S2 Fossa poplitea
T1 Fossa cubiti medial S3 Tuber ischiadicum
T2 Apeks axilla S4 – S5 Perianal

3. Interpretasi
 Allodynia : Sensasi nyeri yang muncul terhadap rangsangan yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri (non-noxious agent)
 Hyperalgesia : Peningkatan sensibilitas terhadap nyeri
 Dysesthesia : Sensasi tidak nyaman yang muncul terhadap rangsangan taktil. Misalnya
mati rasa, kesemutan, sensasi tertusuk, sensasi terbakar
 Paresthesia : Sensasi tidak nyaman yang muncul tanpa rangsangan apapun
 Hypesthesia : Penurunan sensibilitas terhadap semua rangsangan
 Anesthesia : Hilangnya sensibilitas terhadap semua rangsangan
 Hypalgesia : Penurunan sensibilitas terhadap rangsangan nyeri
 Analgesia : Hilangnya sensibilitas terhadap rangsangan nyeri

Pemeriksaan Sensasi Dalam


1. Sensasi Gerak dan Posisi / Proprioseptif (Tractus Columna Dorsalis)
 Pegang ibu jari pasien pada bagian lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk  “Pak, ini ke
atas kalau ini ke bawah, ya”

 “Sekarang matanya ditutup”  “Ini ke atas atau ke bawah, Pak ?”


 “Gantian kakinya, ya Pak”  Pegang ibu jari kaki pada bagian lateral dengan ibu jari dan
jari telunjuk  “Pak, ini ke atas kalau ini ke bawah, ya”

 “Sekarang matanya ditutup”  “Ini ke atas atau ke bawah, Pak ?”


2. Sensasi Getar (Tractus Columna Dorsalis)
“Selanjutnya saya akan memeriksa sensasi getar menggunakan garputala. Nanti saya akan
meletakkan garputala pada ibu jari Bapak. Kalau Bapak merasakan getaran, tolong bilang
iya. Kalau getarannya sudah tidak terasa, bilang stop ya Pak”
 Getarkan garputala 128 Hz  Simulasi sensasi getar pada dahi atau sternum  “Terasa
getaran atau tidak, Pak ?”
 “Sekarang matanya ditutup”  Getarkan garputala 128 Hz  “Letakkan garputala pada
ibu jari tangan”  “Terasa getaran atau tidak”  Pegang garputala untuk menghentikan
getaran  Apakah pasien berkata stop

 “Gantian kakinya, ya Pak”  Getarkan garputala 128 Hz  “Letakkan garputala pada


ibu jari kaki”  “Terasa getaran atau tidak”  Pegang garputala untuk menghentikan
getaran  Apakah pasien berkata stop

 Jika pasien tidak merasakan getaran, maka pindah ke tonjolan tulang di atasnya (lebih
proksimal) seperti pergelangan tangan
- Extremitas superior : DIP I, CMC I, processus styloideus radius / ulna, clavicula,
sternum, processus spinosus vertebrae
- Extremitas inferior : Ibu jari kaki, malleolus lateralis / medialis, os tibia, spina iliaca
anterior superior, sacrum
3. Sensasi Diskriminasi (Area Sensorik Asosiasi)
a. Pemeriksaan Stereognosis
 “Sekarang kita main tebak – tebakan benda, ya Pak. Nanti saya akan meletakkan
beberapa benda ini (tunjukkan benda apa saja) di tangan Bapak kemudian dengan
mata tertutup, coba tebak itu benda apa. Apakah Bapak mengerti ?”
 “Kalau mengerti, tolong matanya ditutup”  Letakkan satu benda pada salah satu
tangan pasien  “Coba tebak, ini benda apa ?”
Benda yang digunakan : Uang logam, pensil, kunci, bola kapas, penjepit kertas
b. Pemeriksaan Graphestesia
 “Sekarang gantian main tebak – tebakan angka. Nanti saya akan menuliskan angka
atau huruf di telapak tangan Bapak kemudian dengan mata tertutup, coba tebak itu
huruf atau angka berapa. Apakah Bapak mengerti ?”
 “Kalau mengerti, tolong matanya ditututup”  Gambar angka / huruf pada telapak
tangan pasien dengan tutup bolpoin  “Ini angka berapa, Pak ?”

c. Pemeriksaan Diskriminasi 2 Titik


 “Setelah ini saya akan menyentuhkan kedua ujung penjepit kertas ke tangan Bapak
kemudian tolong Bapak bilang terasa berapa titik. Kalau terasa 2 titik bilang 2 titik,
kalau terasa 1 titik bilang 1 titik”
 “Sekarang matanya ditutup”  Sentuhkan kedua ujung penjepit kertas ke jari tangan
pasien  “Terasa 1 atau 2 titik, Pak ?”
 Ubah jarak kedua ujung penjepit kertas  Sentuhkan lagi pada bagian yang lain
 Secara normal, seseorang dapat membedakan 2 titik apabila keduanya berjarak
- Jari tangan : > 2 mm
- Telapak tangan : 8 – 12 mm

PEMERIKSAAN REFLEKS

Pemeriksaan Refleks Fisiologis / Deep Tendon Reflex


1. Langkah Pemeriksaan
a. Refleks Biceps (C5, C6)
 Lengan pasien sedikit fleksi (900 lebih sedikit) dengan telapak tangan mengarah ke
wajah pasien
 “Lengannya lemas saja, ya Pak”  Letakkan ibu jari pemeriksa pada tendo m. biceps
brachii  Ketuk ibu jari pemeriksa dengan palu refleks

 Positif apabila terjadi kontraksi m. biceps brachii dan fleksi siku


b. Refleks Triceps (C6, C7)
 Lengan pasien sedikit fleksi (900 kurang sedikit) dengan telapak tangan mengarah ke
wajah pasien
 “Lengannya lemas saja, ya Pak”  Palpasi m. triceps brachii untuk memastikan
bahwa otot tidak tegang  Ketuk fossa olecrani dengan palu refleks

 Positif apabila terjadi kontraksi m. triceps brachii dan ekstensi siku


c. Refleks Brachioradialis (C5, C6)
 Lengan pasien sedikit fleksi dengan telapak tangan mengarah ke bawah
 “Lengannya lemas saja, ya Pak”  Palpasi m. brachioradialis untuk memastikan
bahwa otot tidak tegang  Ketuk processus styloideus radii dengan palu refleks

 Positif apabila terjadi fleksi siku dengan sedikit supinasi


d. Refleks Patella (L2, L3, L4)
 Posisi Duduk
- “Pak, sekarang tolong duduk di bed pemeriksaan. Kedua kakinya menggantung.
Lemas saja, ya Pak kakinya”  Palpasi ligamentum patella untuk memastikan
bahwa ligamen tidak tegang
- Tahan bagian distal paha dengan satu tangan, tangan yang lain mengetuk
ligamentum patella dengan palu refleks

 Posisi Berbaring
Angkat salah satu lutut dengan satu lengan, tangan yang lain mengetuk ligamentum
patella dengan palu refleks

 Posisi Duduk dengan Maneuver Jendrassik (Reinforcement)


- Digunakan untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan dengan cara
mengalihkan perhatian pasien
- Pasien duduk dengan kaki menggantung “Tangannya tolong mengunci seperti
inikemudian saling ditarik”  “Tahan sebentar”  Ketuk ligamentum patella
dengan palu refleks
Positif apabila terjadi ekstensi lutut
e. Refleks Achilles (L5, S1)
 Posisi Duduk
- “Pak, sekarang tolong duduk di bed pemeriksaan. Kedua kakinya menggantung.
Lemas saja, ya Pak kakinya”
- Dorsifleksi kaki dan ketuk tendon Achilles dengan palu refleks

 Posisi Berbaring
- Letakkan salah satu kaki di atas os tibia kaki yang lain
- Dorsofleksi kaki dan ketuk tendon Achilles dengan palu refleks
Positif apabia terjadi plantar fleksi
2. Interpretasi
0 Tidak berespons
+1 Sedikit menurun / hiporefleks
+2 Normal
+3 Meningkat, tetapi masih normal
+4 Sangat meningkat / hiperefleks, biasanya disertai klonus

Pemeriksaan Klonus
Klonus adalah kontraksi otot berulang setelah diberikan rangsangan. Pemeriksaan klonus
dilakukan apabila terdapat hiperefleks. Hasil positif menunjukkan lesi tipe UMN
1. Klonus Paha
 Kedua kaki lurus, pegang patella dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri  Tekan patella ke
arah distal secara mendadak
 Positif apabila muncul kontraksi berulang pada m. quadriceps femoris

2. Klonus Kaki
 Tangan kiri : Angkat lutut pasien
 Tangan kanan : Dorsofleksi kaki pasien secara mendadak dan pertahankan beberapa saat
 Positif apabila muncul kontraksi berulang pada m. gastrocnemius

Pemeriksaan Refleks Patologis


1. Refleks Hoffmann dan Trommer
 Pergelangan tangan dan jari tangan pasien dalam posisi fleksi
 Refleks Hoffmann : Gores atau tekan kuku pada jari tengah

 Refleks Trommer : Sentuh facies palmaris ujung jari tengah


 Positif apabila terjadi fleksi pada ibu jari dan jari telunjuk
2. Refleks Babinski
 Gores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks mulai dari tumit ke atas
kemudian belok sampai pangkal ibu jari
 Positif apabila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pengembangan jari yang lain

Babinski negative (normal) Babinski positif (abnormal)


Plantarfleksi ibu jari Dorsofleksi ibu jari
3. Refleks Chaddock
 Gores bagian bawah malleolus lateralis dengan ujung palu refleks, dari proksimal (atas)
ke distal (bawah)
 Positif apabila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pengembangan jari yang lain
4. Refleks Oppenheim
 Tekan os tibia pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa, dari atas ke bawah
 Positif apabila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pengembangan jari yang lain

5. Refleks Gordon
 Pijat otot betis pasien
 Positif apabila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pengembangan jari yang lain

6. Refleks Schaeffer
 Tekan tendon Achilles dengan keras
 Positif apabila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai pengembangan jari yang lain
7. Refleks Rossolimo
 Ketuk telapak kaki pada bagian pangkal jari dengan palu refleks
 Positif apabila terjadi plantarfleksi pada jari
PEMERIKSAAN KOORDINASI

Pemeriksaan Gait
1. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, tolong berjalan lurus dari sini ke sana terus kembali lagi”
 Amati panjang langkah dan lebar jarak kedua kakinya

“Pasien dapat berjalan lurus ke depan, tidak sempoyongan. Panjang langkah dan lebar jarak
kedua kaki semuanya normal, ayunan lengan cukup, tidak ada tremor
2. Interpretasi Abnormal
Pemeriksaan Tandem Walking (Heel to Toe)
1. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, sekarang tolong berjalan lurus lagi tapi tumitnya ditaruh di depan jari kaki yang
lain secara bergantian seperti ini” (pemeriksa mencontohkan)
 “Sekarang matanya ditutup dan coba berjalan lagi seperti tadi”
 Pemeriksa mengikuti di belakang pasien dengan posisi kedua tangan siap menahan
apabila pasien jatuh
“Pemeriksaan tandem walking normal karena pasien tidak jatuh ke salah satu sisi saat mata
terbuka atau tertutup”
2. Interpretasi
 Lesi vestibular : Deviasi ke sisi yang sakit saat mata tertutup
 Lesi cerebellar : Instabilitas saat mata terbuka dan tertutup

Pemeriksaan Romberg
1. Langkah Pemeriksaan
 “Bapak tolong berdiri tegak, kedua kaki dirapatkan, dan kedua tangan disamping atau
menyilang di dada”  Amati selama 30 detik  “Sekarang matanya ditutup”  Amati
lagi selama 30 detik
 Pemeriksa berdiri di belakang pasien dengan posisi kedua tangan siap menahan apabila
pasien jatuh
“Pemeriksaan Romberg normal karena pasien tidak jatuh ke salah satu sisi saat mata terbuka
atau tertutup”
2. Interpretasi
 Lesi vestibular : Deviasi ke sisi yang sakit saat mata tertutup
 Lesi cerebellar : Instabilitas saat mata terbuka dan tertutup

Pemeriksaan Romberg yang Dipertajam


1. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, tolong berdiri lagi seperti tadi tapi tumitnya ditaruh di depan jari kaki yang lain
seperti ini” (pemeriksa mencontohkan)  Amati selama 30 detik  “Sekarang matanya
ditutup”  Amati lagi selama 30 detik
 Pemeriksa berdiri di belakang pasien dengan posisi kedua tangan siap menahan apabila
pasien jatuh
2. Interpretasi
Sama seperti pemeriksaan Romberg

Pemeriksaan Disdiadokokinesia
1. Langkah Pemeriksaan
 “Pak, telapak tangannya tolong dibuka seperti ini. Setelah itu dibuka dan ditutup secara
cepat dan bergantian seperti ini”  “Lebih cepat, Pak”  “Sekarang matanya ditutup”
 Perhatikan ritme, kecepatan, dan ketepan gerakan

“Pasien dapat melakukan gerakan pronasi dan supinasi secara cepat, tepat, iramanya teratur”
2. Interpretasi Abnormal
 Gerakan lambat, tidak tangkas, ritme tidak teratur
 Menunjukkan kelainan di cerebellum

Tes Telunjuk-Hidung
1. Langkah Pemeriksaan
“Pak, kedua tangannya tolong direntangkan ke samping dan jari telunjuknya mengarah ke
atas seperti ini” Sentuh ujung hidungnya dengan jari telunjuk kanan kiri secara bergantian”
 “Lebih cepat, Pak”  “Sekarang matanya ditutup”
“Pasien dapat menyentuh ujung hidung dengan tepat”
2. Interpretasi Abnormal
 Tidak dapat menyentuh ujung hidung dengan tepat (hipo atau hipermetria)
 Menunjukkan kelainan di cerebellum

Pemeriksaan Telunjuk-Telunjuk
1. Langkah Pemeriksaan
“Pak, kedua tangannya tolong direntangkan ke samping dan jari telunjuknya mengarah ke
atas seperti ini”  “Ujung jari telunjuk kanan kiri dipertemukan di depan dada seperti ini”
“Lebih cepat, Pak”  “Sekarang matanya ditutup”
“Pasien dapat mempertemukan kedua jari telunjuk di depan dada”
2. Interpretasi Abnormal
 Tidak dapat mempertemukan kedua jari telunjukdengan tepat (hipo atau hipermetria)
 Menunjukkan kelainan di cerebellum

Pemeriksaan Hidung-Telunjuk-Hidung (Finger-to-Nose)


1. Langkah Pemeriksaan
 Letakkan jari telunjuk pemeriksa di depan pasien
 “Pak, ujung hidungnya tolong disentuh pakai jari telunjuk kemudian sentuh ujung jari
telunjuk saya dengan jari telunjuk Bapak. Lakukan secara cepat dan berulang, ya”
“Lebih cepat, Pak”  “Sekarang matanya ditutup”
 Posisi jari telunjuk pemeriksa berpindah – pindah

“Pasien dapat menyentuh ujung hidung dan ujung jari pemeriksa dengan tepat”
2. Interpretasi Abnormal
 Lesi vestibular : Deviasi ke sisi yang sakit saat mata tertutup
 Lesi cerebellar : Hipo atau hipermetria saat mata terbuka dan tertutup

Pemeriksaan Past-Pointing
1. Langkah Pemeriksaan
 Letakkan jari telunjuk pemeriksa di depan pasien
 “Sekarang salah satu tangannya tolong diangkat dan jari telunjuknya mengarah ke atas
seperti ini  “Sentuh ujung jari telunjuk saya dengan jari telunjuk Bapak. Lakukan
secara cepat dan berulang, ya” “Lebih cepat, Pak”  “Sekarang matanya ditutup”

“Pasien dapat menyentuh jari pemeriksa dengan tepat”


2. Interpretasi Abnormal
 Lesi vestibular : Deviasi ke sisi yang sakit saat mata tertutup
 Lesi cerebellar : Hipo atau hipermetria saat mata terbuka dan tertutup

Pemeriksaan Tumit-Lutut-Ibu Jari Kaki (Heel-to-Shin)


1. Langkah Pemeriksaan
Pak, tumitnya tolong disilangkan di atas lutut kemudian digerakkan ke bawah sampai
menyentuh ibu jari. Lakukan secara cepat dan berulang, ya” “Lebih cepat, Pak” 
“Sekarang matanya ditutup”
“Tumit bergerak lurus ke bawah tanpa deviasi”
2. Interpretasi Abnormal
 Lesi vestibular : Deviasi ke sisi yang sakit saat mata tertutup
 Lesi cerebellar : Hipo atau hipermetria saat mata terbuka dan tertutup

Pemeriksaan Rebound
1. Langkah Pemeriksaan
“Sekarang kita main adu panco, ya Pak”  Tahan pergelangan tangan pasien kemudian
lepaskan secara mendadak
“Pasien dapat mempertahankan posisi lengan saat tahanan dilepaskan”
2. Interpretasi
 Normal : Dapat mempertahankan posisi lengan
 Abnormal : Tidak dapat mempertahankan posisi lengan, dapat memukul badannya sendiri

PEMERIKSAAN PROVOKASI NYERI

Tes Valsava
1. Langkah Pemeriksaan
“Pak, tolong mengejan sebentar sambil menahan napas”  “Apakah terasa nyeri yang
menjalar dari leher ke lengan ?”
2. Interpretasi
 Positif apabila terasa nyeri radikular sepanjang dermatom
 Menunjukkan lesi desak ruang pada canalis vertebralis

Tes Naffziger
1. Langkah Pemeriksaan
Pasien duduk dan pemeriksan berdiri di belakang pasien  Tekan kedua v. jugularis selama
30 detik  “Tolong batuk / mengejan, Pak”  “Terasa nyeri menjalar atau tidak ?”

2. Interpretasi
 Positif apabila terasa nyeri radikular sepanjang dermatom
 Menunjukkan lesi desak ruang pada canalis vertebralis
Tes Laseque
1. Langkah Pemeriksaan
Angkat kaki pasien secara perlahan tanpa fleksi lutut “Kalau terasa nyeri menjalar, bilang
ya Pak”

2. Interpretasi
 Positif apabila muncul nyeri radikular sepanjang kaki pada sudut < 600
 Menunjukkan iritasi pada radiks saraf L4 – S1 (n. ischiadicus)
 Sciatica karena herniasi nucleus pulposus, artritis sacroiliaca, atau coxitis

Tes Bragard dan Sicard


1. Langkah Pemeriksaan
Setelah muncul nyeri radikular pada tes Laseque, maka dilanjutkan dengan
 Tes Bragard : Dorsofleksi ankle maksimal

 Tes Sicard : Dorsofleksi ibu jari kaki maksimal


Kaki tidak perlu diturunkan sampai nyeri hilang
2. Interpretasi
 Positif apabila muncul nyeri radikular saat dorsofleksi ankle / ibu jari maksimal
 Menunjukkan iritasi pada radiks saraf, biasanya pada L4 – S1
 Membedakan antara true Laseque sign dengan pseudo-Laseque sign

Tes Reverse Laseque


1. Langkah Pemeriksaan
Pasien tengkurap  Angkat kaki pasien secara perlahan dengan fleksi lutut “Kalau terasa
nyeri menjalar, bilang ya Pak”
2. Interpretasi
 Positif apabila muncul nyeri radikular paha anterior
 Menunjukkan iritasi pada radiks saraf L3 – L4 (n. femoralis)

Tes Patrick (FABER Test)


1. Langkah Pemeriksaan
 Letakkan tumit atau malleolus externus sisi yang sakit pada lutut kaki yang lainnya
 FABER : Flexion, abduction, and external rotation of the leg
 Tekan pada lutut yang fleksi  “Terasa nyeri pada pinggul atau tidak ?”
2. Interpretasi
 Positif apabila terasa nyeri pada articulatio coxae
 Menunjukkan gangguan pada articulatio coxae, bukan pada radiks saraf
 Membedakan sciatica karena iritasiradiks saraf (misalnya herniasi nukleus pulposus)
dengan sciatica karena gangguan sendi (coxitis)

Tes Kontra Patrick


1. Langkah Pemeriksaan
 Fleksi, rotasi internal, dan adduksi pada kaki yang sakit
 Tekan pada lutut yang fleksi “Terasa nyeri pada pinggul atau tidak ?”
2. Interpretasi
 Positif apabila terasa nyeri pada articulatio sacroiliaca
 Membedakan sciatica karena iritasi radiks saraf dengan sciatica karena gangguan sendi

Tes Lhermitte / Fenomena Barberchair


1. Langkah Pemeriksaan
 “Pak sekarang tolong duduk, kepalanya yang tegak, ya”
 Fleksi pasif leher  “Terasa nyeri menjalar atau tidak ?”
2. Interpretasi
 Positif apabila terasa nyeri seperti disetrum yang menjalar dari tengkuk ke vertebrae
 Menunjukkan myelopati cervical misalnya karena tumor, herniasi nucleus pulposus,
stenosis canalis vertebralis, multiple sclerosis

Tes Spurling / Tes Kompresi Foramen


1. Langkah Pemeriksaan
 Posisi pasien sama seperti tes Lhermitte
 Tekan pada vertex dalam posisi tegak, menengadah, dan miring kanan-kiri  “Apakah
terasa nyeri yang menjalar ke lengan ?”

2. Interpretasi
 Nyeri yang menjalar ke lengan menunjukkan radikulopati cervical, terutama karena HNP
C5/C6 atau C6/C7
 Nyeri lokal pada leher menunjukkan gangguan sendi (sprain) atau gangguan otot (strain)
pada daerah tersebut

Tes Distraksi
1. Langkah Pemeriksaan
 Posisi pasien sama seperti tes Lhermitte
 Letakkaan tangan pada dagu dan tengkuk pasien  Angkah kepala ke atas  “Nyerinya
bagaimana, Pak ? Berkurang atau tidak ?”

2. Interpretasi
 Nyeri radikular berkurang menunjukkan radikulopati cervical
 Nyeri lokal berkurang menunjukkan gangguan pada facet joint (facet impingement)
 Nyeri lokal bertambah menunjukkan gangguan otot atau ligament

Anda mungkin juga menyukai