Anda di halaman 1dari 20

PENGGUNAAN OBAT SECARA RASIONAL

HASIL PEMBELAJARAN

SKENARIO III

“AKIBAT KURANG PERHATIAN DAN PENGETAHUAN”

OLEH :

NAMA : RIZKI WAHYUNI


STAMBUK : 15120180163
KELOMPOK : V (LIMA)
ANGKATAN : VI (ENAM)

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019

HASIL PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan etiologi Diabetes Melitus
 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa dalam darah akibat

gangguan sekresi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin dan

disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

(Dipiro, 2015.,Kemenkes 2005.,Punthakee, 2018)


 Etiologi Diabetes Melitus
 Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang jarang terjadi, diperkirakan

hanya 5-10% dari populasi penderita diabetes melitus saja yang

medetira diabetes melitus tipe 1 ini. Umumnya diabetes melitus

tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel-sel β pada pulau langerhans

yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada juga yang

disebabkan oleh berbagai macam virus, antara lain virus

Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes. Selain itu diabetes tipe 1

juga dapat disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu seperti

keturunan
 Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah yang paling umum terjadi dan lebih

banyak diderita daripada diabetes melitus tipe 1. Penyebab dari

diabetes melitus tipe 2 ini merupakan multifaktor. Yang mana faktor

genetik dan juga faktor lingkungan yang menjadi penyebab utama

diabetes melitus tipe 2 ini adalah antara lain, obesitas, diet tinggi

lemak dan rendah serat serta kurangnya berolahraga. Selain itu

dapat juga disebabkan oleh resistensi insulin (Kemenkes, 2005.,

Parveen, 2017).
2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Diabetes Melitus
Insulin adalah hormon utama yang bertugas untuk mengatur

penyerapan glukosa dari darah kedalam sebagian sel tubuh terutama otot,
hati dan jaringan adiposa. Sel β yang terdapat didalam pulau langerhans akan

mengelurakan insulin kedalam darah sebagai respon terhadap peningkatan

kadar glukosa darah, biasanya setelah makan. Sekitar dua pertiga sel-sel

tubuh menggunakan insulin untuk penyerapan glukosa dari darah untuk

digunakan untuk menghasilkan energi, atau untuk disimpan sebagai

cadangan. Jika insulin tidak ada maka glukosa dalam darah tidak dapat

masuk kedalam sel dan akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat,

inilah yang menyebakan terjadinya diabetes melitus tipe 1.


Pada diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin dalam darah tergolong

normal, namun karena sel-sel sasaran insulin tidak mampu merespon insulin

secara normal, akibatnya terjadilah resistensi insulin (Parveen, 2017).

3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi Klinik dari Diabetes Melitus

dan Ulkus Diabetik


Gejalan dan tanda-tanda umum yang sering terjadi adalah mengalami

dehidrasi, buang air kecil berulang, luka yang penyembuhannya sangat lama,

keletihan, penurunan berat badan yang drastis, disfungsi ereksi, rasa haus

yang berlebihan, merasa sangat lelah sepanjang waktu, kulit yang sangat

kering, lebih gampang mengalami infeksi, kesemutan atau mati rasa dikaki

atau jari kaki.


Gejala dan tanda Diabetes melitus :
 Diabetes Melitus Tipe 1
Gejala awal yang paling umum adalah poliuria (banyak berkemih),

polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), penurunan berat

badan, kelesuan yang disertai heperglikemia. Ketoasidosis, cepat merasa

lelah (fatigue), pruritus (gatal-gatal pada kulit)


 Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita diabetes tipe 2, gejala atau keluhan umunya hampir tidak

ada (asimpomatik). Diabetes melitus tipe 2 ini muncul tanpa diketahua

dan biasanya penanganan baru dimulai setelah komplikasi terjadi.


Penderita diabetes melitus tipe 2 gampang terkena infeksi, luka yang

sukar atau lambat mengalami penyembuhan, penglihatan yang

memburuk, umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesistas, dan

juga komplikasi pada pembuluh darah dan saraf

(Kemenkes,2005.,Dipiro,2015.,Perveen,2017)
Gejala dan Tanda Ulkus Diabetikum:
Tanda dan gejala ulkus yang sering muncul yaitu nyeri, kulit terlihat pucat,

merasa lesu, kulit kering dan pecah-pecah, kesemutan, suhu tubuh

>37ºC, respon radang seperti demam dan kerusakan kulit baik akibat

trauma atupun tekanan dari sepatu ataupun sandal, bahkan penderita

dapat mengalami kelumpuhan (Fitria, dkk.2017., Langi Y A, 2012)

4. Mahasiswa mampu menjelaskan klafisikasi dari Diabetes Melitus dengan

Ulkus
 Klasifikasi Diabetes Melitus
Diabetes melitus dapat dikategorikan secara umum sebagai berikut:
 Diabetes Melitus Tipe 1
Adalah diabetes melitus yang disebabkan autoimun dan rusaknya sel

β pakreas meyebabkan defisiensi insulin yang rentan mengalami

ketoasidosis (tingginya asam darah dalam tubuh yang disebut dengan

keton). Apabila terjadi defisisnesi insulin maka glukosa tidak dapat

diubah menjadi energi didalam sel-sel. Sel-sel akan kekurang energi

dan akan terjadi peningkatan kadar gula dalam darah. Kemudian

akan diikuti kondisi hipoglikemia atau hiperglikemia. Yang mana

diabetes melitus tipe 1 ini menyerang pada anak-anak


 Diabetes Melitus Tipe 2
Adalah diabetes melitus yang sering menyerang orang dewasa atau

orang tua yang disebabkan oleh resistensi insulin atau sekresi insulin

yang abdnormal. Selain itu hipertensi dan dislipidemia sering

ditemukan pada penderita diabetes melitus ini. Selain akibat


resistensi insulin daabetes melitus tipe 2 ini sangat berkaitan dengan

riwayat keluarga yang memiliki penyakit diabetes melitus, obesitas,

dan kuranganya berolahraga.


 Diabetes Melitus Gestasional
Adalah diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan. Yang

biasanya muncul pada trisemester kedua atau ketiga yang bersifat

sementara dan akan hilang pada saat setelah melahirkan. Namun

diabetes gestasional ini merupakan faktor resiko untuk munculnya

diabetes melitus tipe 2.


 Diabetes Melitus Lainnya
Adalah diabetes yang disebabgai berbagai hal, yaitu salah satunya

sindrom diabetes monogennik, penyakit pada pankreas seperti

pankreatitis, karena adanya infeksi, dan akrena induksi obat atau

bahan kimia (seperti penggunaan obat glukokortiroid dan hormon

tiroid. HIV/AIDS atau setelah melakukan transplantasi organ

(American Diabetes Association, 2018., Parveen, 2017.,Punthakee,

2018)
 Klasifikasi Ulkus Diabetikum
 Wagner Meggitt’s Klasifikasi
Klasifikasi ulkus diabetikum menurut Wagner merupakan sistem

penilaian ulkus diabetikum yang paling banyak diterima dan

digunakan untuk luka kaki diabetikum secara. Yaitu klasifikasinya

memiliki 6 tingkatan. Tingkat yang pertama (0,1,2,3) didasarkan pada

kedalaman fisik lesi dan melalui jaringan lunak kaki. Sedangkan pada

dua tingkat terakhir (4,5) didasarkan pada tingkat gangren (jaringan

tubuh yang mengalami nekrosis atau mati) dan kehilangan perfusi

pada kaki.

Derajat 0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh


Derajat 1 Ulkus superfisialis, terbatas pada kulit
Derajat 2 Ulkus menyebar ke ligamen, tendon, sendi, fascia
dalam tanpa adanya abses atau osteomyelitis
Derajat 3 Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis seni
Derajat 4 Gangren yang terlokalisasi pada ibu jari, bagian
depan kaki atau tumit
Derajat 5 Gangren yang membesar meliputi kematian semua
jaringan kaki
 University of Texas Klasifikasi
Klasifikasi ulkus diabetikum menurut University of Texas lebih

kompleks. Ulkus diabetikum diklasifikasikan berdasarkan kedalaman

ulkus, ada tidaknya infeksi dan ada tidaknya gejala iskemia.

Grade
Stage
Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3
Pre/post Ulkus meluas
Ulkus dalam
ulkus tanpa Ulkus hingga
A (hingga
kerusakan superfisial ketulang/send
tendon)
kulit i
B + infeksi + infeksi + Infeksi + infeksi
C + iskemia + iskemia + iskemia + iskemia
+ infeksi dan + infeksi dan + infeksi dan + infeksi dan
D
iskemia iskemia iskemia iskemia
(Kumar, 2012)
Selain itu Klasifikasi Ulkus Diabetikum juga dapat diklasifikasikan

berdasarkan tingkat keparahnnya yaitu :


 Tanpa Infeksi, yaitu tidak ada gejala atau tanda-tanda infeksi
 Ringan, yaitu terjadi infeksi lokal tetapi hanya terjadi pada kulit dan

jaringan subkutan, tidak mencapai jaringan yang lebih dalam dan

tanpa adanya tanda-tanda inflamasi. Selain itu ada eritema yang

meluas sekitar >0,5 sampai <2 cm disekitar luka


 Sedang, infeksi lokal dengan eritema >2 cm disekitar luka atau

melibatkan jaringan yang lebih dalam dari kulit dan jaringan

subkutan.
 Berat, lokal infeksi dengan tanda-tanda infalamsi sistemik dan suhu

tubuh >38ºC atau >36ºC (Bergman and Shah, 2016)


5. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan antara Diabetes melitus

dengan Ulkus diabetik


Diabetes melitus merupakan terjadinya peningkatan kadar glukosa

dalam darah akibat dari rusaknya sel β pakreas dalam memproduksi insulin

akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tidak terkontrol dapat

menyebabkan berbagai komplikasi baik akut maupun kronis.


Salah satu komplikasi dari diabetes melitus adalah neuropati, berupa

berkurangnya sensasi dikaki. Neuropati perifer menyebabkan hilangnya

sensasi di daerah distal kaki yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya

ulkus kaki bahkan amputasi. Neuropati perifer merupakan penyebab ulserasi

yang susah dikontrol pada kaki penderita Diabetes melitus. Hialngnya sensasi

mengakibatkan hilangnya nyeri dan dapat disertai kerusakan kulit akibat

karena trauma maupun tekanan sendal atau sepatu yang sempit yang dipakai

oleh penderita sehingga dapat berkembang menajdi lesi dan infeksi.


Keadaan kadar glukosa darah yang meningkat dapat menyebabkan

terjadinya resiko ulkus diabetikum atau ulkus kaki yang sukar disembuhkan

antara lain karena penurunan kemampuan pembuluh darah dalam

berkontraksi maupun relaksasi akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari

tungkai kurang baik. Selain itu keadaan hiperglikemia merupakan lingkungan

yang subur untuk berkembang biaknya kuman patogen yang bersifat anaerob

karena plasma darah penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol baik

dan juga memiliki kekentalan (viskositas) yang tinggi akibatnya aliran darah

melambat dan suplei oksigen berkurang. (Hikayati,dkk,2016., Fitria,dkk,2017)

6. Mahasiswa mampu menjelaskan terapi farmakologi dan nonfarmakologi

dari Diabetes Melitus dan Ulkus Diabetikum


 Terapi farmakologi
 Golongan Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar

pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans

pankreas masih dapat berproduksi.

Efek Samping : Berat badan meningkat

Dosis : 1-2mg sehari (glimepiride), 5mg sekali sehari (glibenklamid)

5mg2 x sehari (glipizid)

Contoh Obat : Glibenclamid, Gliburin, Glipizida, Glikazida, Glimepirid,

Glikuidon,

 Golongan Maglitinida dan Turunan Fenilalanin


Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat

hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan

sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja

meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas.

Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan

turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-

obat antidiabetik oral lainnya.


Efek Samping : Resiko hipoglikemia dan berat badan meningkat
Dosis : 0,5mg-4mg sehari (repaglinid) dan 60-120mg tiap 8 jam

(nateglinid)
Contoh Obat : Repaglinida, Nateglinida

 Golongan Biguanid
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada

hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa

golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir

tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.


Efek samping : Gastrointestinal, Asidosis laktat, Defisiensi vit b12
Dosis obat : 1000 mg 2 x sehari
Contoh Obat : Metformin
 Golongan Tiazolindindion
Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan

tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ

(peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan

lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-

senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis.


Efek Samping : Berat badan meningkta, edema, fraktur meningkat
pada wanita menopause
Dosis : 15-30mg sehari (pioglitazone) dan 4mg tiap 12 jam
(rosiglitazone)
Contoh Obat : Rosiglitazone, Pioglitazone
 Golongan Inhibitor α-Glukosidase
Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat

enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus.


Efek Samping : Gastrointestinal, penyesuaian dosis.
Dosis : 25 mg tiap 8 jam
Contoh Obat : Acarbose
 Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus distal ginjal

dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa GSLT-2.


Efek Samping : Poliuria, meningkatkan IDL,
Dosis : 100mg (canagliflozin,) dan 300 mg (dapagliflozin)
Contoh Obat : canagliflozin, dapagliflozin, empagliflozin.
 Agonis Reseptor Polipeptida (GLP-1)
Meningkatkan reseptor GLP-1 dan meningkatkan sekresi insulin,

menekan sekresi glukagon glukagon dan menunda pengosongan

lambung akibatnya tetap merasa kenyang.


Efek samping : Hiperplasia, meningktakan denyut jantung,

gastrointestinal
Dosis : 250mcg/mL (1,2 mL vial) (exenatide)
Contoh Obat : : dulaglutide, exenatide, liraglutide, lixisenatide.
 Penghambat DPP 4 (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Menghambat kerja enzim DPP4 sehingga GLP-1 tetap dalam

konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivasi GLP-1 untuk

meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon

bergantung pada kadar glukosa darah


Efek Samping : Urticaria, angioderma
Dosis : 100 mg 1x1 (sitagliptin ) dan 5 mg sehari (linagliptin)
Contoh Obat : alogliptin, linagliptin, saxagliptin, sitagliptin, vildagliptin
 Analog Amillin
Mekanisme kerja : Menekan pelepasan glucagon
Efek samping : Sakit kepala, mual dan anoreksia
Dosis : 0,6 mg/ml
Contoh obat : Pramlitid
(Kemenkes,2005.,Chaudhury,2017.,Stubbs, 2017))
 Insulin

Insulin di butuhkan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar glukosa

darah. Apabila kadar glukosa darah dalam tubuh menurun maka

insulin akan menurun dan sebaliknya. Mekanisme kerja dari insulin

yaitu membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.

Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah terhambat masuk ke

dalam sel yang menyebabkan tubuh kekurangan sumber energi

sehingga tidak dapat memproduksi energy seperti seharusnya.

Adapun insulin di kelompokan dalam beberapa jenis yaitu :

 Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga

insulin regular

Contoh : Humulin R, onset 30-60 menit, puncak 2-4 jam, lama

kerja 6-8 jam

 Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

Contoh : Insulatartad dan Insuman, onset 1,5- 4 jam, puncak 4-10

jam, lama kerja 8-12 jam.

 Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat

Contoh : Lispro dan aspart, onset 5-15 menit, puncak 1-2 jam,

lama kerja 4-6 jam.

 Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)

Contoh : Insulin glargin, onset 1-3 jam, puncak hamper tanpa

puncak, lama kerja 12 – 24 jam.


Cara Pemberian Insulin:

Sediaan insulin biasanya dikemas dalam bentuk vial,

penyuntikannya dilakukan dibawah kulit (subkutan) ada 3 cara

penyuntikan insulin:

 Pensyuntikan dilengan absorsi insulinya sedang.

 Penyuntikan diperut absorbsi insulinya cepat

 Penyutikan dipaha, absorsi insulinnya sangat lambat

(Kemenkes, 2005., Soebogijo adi soelistijo, 2015, Manscape, Dipiro,

2015)

 Terapi Nonfarmakologi Diabetes Melitus


 Pengaturan Diet
Makan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat (60-

70%), lemak (20-25%) dan protein (10-15%)


 Olahraga
Olahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga agar kadar

gula darah tetap normal


(Kemenkes, 2005)
 Terapi Farmakologi Ulkus Diabetikum
Berdasarkan tingkat keparahannya

Keparahan Obat
 Dicloxacillin, cephalexin, clindamycin,
Ringan
 Rawat Jalan or amoxicillin/clavulanate
 Diobati dengan obat oral  Clindamycin, doxycycline, minocycline,
trimethoprim/sulfamethoxazole, or
linezolid
 Vancomycin + ampicillin/sulbactam,
Sedang moxifloxacin,
 Dibutuhkan rawat inap
 Dapat diobati pada cefoxitin, or cefotetan

awalnya dengan  Vancomycin + metronidazole +

parenteral ceftriaxone, ciprofloxacin, or


levofloxacin
Berat  Vancomycin + piperacillin/tazobactam,
 ICU
imipenem/
 Dapat mengancam nyawa
cilastatin, meropenem, or doripenem
 Vancomycin + metronidazole +
atau anggota tubuh
ceftazidime, cefepime, ciprofloxacin, or
levofloxacin
(Bergman and Shah, 2016)
 Terapi Nonfarmakologi Ulkus Diabetikum
Adapun terapi nonfarmakologi untuk ulkus diabetikum yaitu:
 Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air
 Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kaki

terkelupas, kemerahan atau[un luka


 Selalu menjaga kaki agar tetap bersih dan tidak basah
 Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setetlah dari

kamar mandi
 Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan

lipatan pada ujung jari-jari kaki


(Soelistija, dkk 2015)
7. Mahasiswa mampu menjelaskan interaksi antara obat Diabetes Melitus

dengan obat herbal


Pemberian obat diabetes dengan obat herbal secara bersamaan dapat

meningkatkan efek yang mungkin diinginkan secara klinis atau bahkan

menurunkan efek farmakologisnya atau bahkan efek samping obat seperti

hipoglikemia (Gupta,dkk,2017)
Adapun beberapa herbal yang dapat berinteraksi dengan obat antidiabetes

adalah sebagai berikut :


 Aloe vera - Glibenclamid = menenurunkan kadar glukosa
 Cassia - Glibenclamid = memiliki efek yang sebanding dengan glibenclamid
 Ginseng – Metformin = memperbaiki kadar glukosa plasma dan insulin
 Karela – Metformin = menurunkan kadar glukosa yang signifikan diamati

pada ekstrak jus buah


 Ginger – Glibenclamid = kombinasi ekstrak jahe mengurangi kadar

glukosa darah dibandingkan glibenclamid


 Ginger – Metformin = jahe mengurangi hoperglikemia dan memperbaiki

ginjal
 Sesame oil – glibenclamid = peningkatan efek anti hiperglikemia dalam

kombinasi
 Pepaya – Metformin = dapat meningkatkan efek sinergis dari metformin
 Kelor – Metformin = menyebabkan terjadinya hipoglikemia
 Kunyit – Pioglitazone = dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia

 Jamur tiram coklat - rosiglitazon dapat meningkatkan efek sinergis

(Gupta, 2017)

8. Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi data laboratorium


TTV : 120/70mmHg, Nafas 20x menit, Suhu 37,50C, Nadi 90x menit
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :

Test Nilai Rujukan Unit Hasil

GDS < 200 mg/dL 210

GDP ≤ 126 mg/dL 264

HbA1C <5 % 10,2

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien diketahui bahwa tanda-tanda vital

dari pasien normal, sementara pada pemeriksaan laboratorium diketahui

bahwa terjadi peningkatan nilai kadar GDS. Pada nilai rujukan GDS berada

pada angka <200 mg/dL sementara dari hasil pemeriksaan di peroleh hasil

GDS yaitu 210. GDS atau Gula Darah Sewaktu yaitu pemeriksaan glukosa

darah yang dapat diambil kapan saja termasuk dua jam setelah makan.

Pemeriksaan GDP atau Gula Darah Puasa merupakan pemeriksaan glukosa

darah setelah pasien berpuasa makan selama 8 jam diperoleh hasil 264

mg/dL dimana hasil ini menunjukan terjadinya peningkatan kadar GDP pada

pasien. Nilai rujukan dari GDP yaitu ≤ 126 mg/dL. Peningkatan kadar GDS

dan GDP pada pasien ini menandakan terjadinya hiperglikemik. Untuk HbA1C

atau hemoglobin A1c merupakan parameter yang dapat digunakan untuk

memonitoring atau membantu melihat hasil terapi. Pada nilai HbA1C terjadi

peningkitan yang signifikan dari nilai rujukan yaitu 10,2% (nilai rujukan <5).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ini dapat di simpulkaan bahwa pasien

pada skenario mengalami hyperlipidemia yang lalai dalam pengobatan.


9. Mahasiswa mampu menjelaskan efek samping dari metformin dan

glimepirid selama 10 tahun penggunaan


 Efek samping Metformin
Mual, muntah, hipoglikemia, pusing, tremor, anoreksia , diare, nyeri perut,

asidosis laktat, urtikaria, rasa logam, penurunan penyerapan vitamin B12,

eritema,hepatitis

 Efek samping Glimepirid


Mual, hipoglikemia, pusing, tremor, konstipasi, hipoglikemia, dan

peningkatan berat badan, gangguan fungsi hati, reaksi hipersensitifitas,

gangguan darah (Putra,Sutama,dkk,2017)

10. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Diabetes dan

Ulkus terkait skenario 3


Adapun penatalaksanaan terapi terkait skenario 3 yaitu :
 Menggunakan obat antidiabetes oral yaitu Metformin 500 mg 2 kali sehari.

Penggunaan insulin kerja panjang yaitu detemir atau insulin glargine dosis

awal 10 unit/mL.
 Untuk terapi ulkus diabetikumnya karena ulkus yang diderita pasien

termasuk dalam kategori ulkus sedang maka digunakan terapi obat

vancomycin + Ampicillin dengan dosis Vancomycin 15 mg/kg IV tiap 12

jam dan untuk Ampicillin dosisnya 3 g IV tiap 6 jam

11. Mahasiswa mampu menjelaskan peran apoteker terkait skenario 3

Peran apoteker dalam penanganan penyakit diabetes meillitus yaitu :


 Monitoring
Pengobatan diabetes mellitus tipe 2 harus dipantau secara terencana

dengan pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah bertujuan

untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai, melakukan

penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi dimanana

pemeriksaan HbA1C merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek


perubahan terapi 8 – 12 minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi

dan rencana perubahan terapi, HbA1c diperiksa setiap 3 bulan, atau tiap

bulan pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi (>10%).


Memonitoring Efek samping obat dan Monitoring apabila terjadi interaksi

obat.
 Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu edukasi terkait dengan

penyakit diabetes yang disertai dengan ulkus diabetes yang dialami oleh

pasien, mulai dari cara penggunan obat yang tepat, menjaga pola hidup

yang sehat, serta edukasi untuk perawatan kaki yang terserang ulkus

diabetes. Selain itu pasien juga dapat diedukasi cara penggunaan dan

cara penyimpanan insulin yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2018. Standards of Medical Care in Diabetes
Volume 41, Suplement

Bergman, Scott and Punit J.Shah, 2016. Diabetic Foot Infections. ACSAP Book 3.
Infection Primary Care

Chaudhury, Arun, dkk.,2017. Clinical Review of Antidiabetic Drugs: Implications for


Type 2 Diabetes Mellitus Management.

Dipiro,J.T.,dkk.,2015. Pharmacotherapy Handbook Edition 9. United Stated American

Fitria, Eka,dkk.2017, Karakteristik Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes


Mellitus di RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh. Loka
Litbang Biomedis Aceh

Gupta C, Ramesh, Dkk. 2017. Interaction Between Antidiabetic Drugs and Herbs :
an overview of mechanisms of action and clinical imlication

Hikayati, dkk. 2016. Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah Dengan Derajat Ulkus
kaki Diabetik. Universitas Sriwijaya

Kementerian Kesehatan, 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes


Melitus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kumar, Amit, 2012. A New Classification Of Diabetic Foot Complicatuion: A Simple


And Effective Teaching Tool. The Journal of Diabetic Foot Complications

Parveen, Nushrat. 2017. Diabetes Mellitus- Phatophysiology & Herbal Management.


Columbia Institut of Pharmacy

Punthakee, Zubin,dkk. 2018. Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes,


Prediabetes and Metabolic Syndrome. Diabetes Canada Clinical Practice
Guidelines Expert Committee

Putra, Sutama.,dkk.2017. Kejadian Efek Samping Potensial Terapi Obat Anti


Diabetes Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Algoritma Naranjo. Universitas
Brawijaya, Malang, Indonesia
Stubbs J.Daniel, dkk.2017. Diabetes medication pharmacology. Oxford University
Press on behalf of the British Journal of Anaesthesia

Soelistija, Soebagijo, dkk. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2 Di Indonesia. PB.Perkeni.

REFRESHING
Diabetes merupakan suatu sindrom metabolit yang terjadi yang diakibatkan

oleh sel pangkreas tidak mampu atau tdk mempunyai kemampuan atau bahkan

memiliki kemampuan namun tidak mencukupi untuk menghasilkan insulin, sehingga

terjadi penumpukan glukosa di sistemik (peredaran darah) yang dikenal dengan

hiperglikemik. Insulin merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh

pangkreas. Diabetes tipe 1 secara spesifik dpt disebbkan oleh system imun atau

disebbakn karena kerusakn sel beta pangkreas, sementaraa DM tipe II disebabkan

karena kurang sensitifnya insulin. Untuk DM tipe II memiliki tingkat kejadian yang

lebih tinggi yaitu 80% kejadian dibandingkan dengan DM tipe I. Kejadian diabetes

milititus ini selain disebabkan oleh factor keturunan terdapat salah satu factor yang

sangat besar dampaknya yaitu gaya hidup yang kurang sehat. Pemeriksaan

diabetes dapat dilakukan memalalui tiga pemeriksaan yaitu melalui pemeriksaan

GDS, GDP dan HbA1C (untuk rujukan atau menentukan diagnose) ataupun untuk

memonitoring terapi dari obat diabetes. GDS (gula darah sewaktu) nilai normalnya di

bawah 200 mg/dL, GDP (gula darah puasa) nilai normalnya yaitu dibawah 126

mg/dL dan HbA1C merupakan parameter yang dapat dilakukan untuk mengetahui

apakah pasein mengalami DM dan jika pasien DM yang mengkonsumsi obat dapat

digunakan untuk mengetahui kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, namun

tidak dapat di gunakan untuk mengetahui efektifitas dari obat.

Klasifikasi DM terdiri atas DM tipe I, DM tipe II, DM gestasional dan DM

spesifik. Dimana DM spesifik lebih disebabkan oleh penggunaan beberapa jenis

obat, sementara untuk gestasional diabetik merupakan diabetes yang terjadi pada

ibu hamil yang terjadi pada trimester ke dua atau trimester ke tiga. Faktor resiko

untuk diabetes yaitu kurangnya aktifitas, obesitas, hipertensi, diet yang salah,

merokok, kehamilan, valistik ovarium sindrom (gangguan hormonal) yang


diakibatkan peningkatan kadar insulin dalam tubuh sehingga kadar esterogen dan

progesterone tidak normal.

Terapi untuk gestasional dapat diberikan dua jenis obat yaitu insulin dan

metformin, kemudian untuk terapi diabetes tipe 1 atau tipe II yaitu golongan biguanid

(metformin) yang merupakan lini pertama pengobatan diabetes. Obat ini dapat

digunakan sebagai monoterapi dalam pengobatan diabetes, kemudian jika

pengobatan monoterapi dengan metformin tidak mampu menurunkan kadar GDS

dan GDP dapat diberikan dual terapi yaitu metformin dapat dikombinasi dengan

sulfonylurea, DPP 4, megitlinid dan lain-lain. Semua obat anti diabetes baik oral

mauapun injeksi memiliki efek hipoglikemik, sehingga penggunaannya harus hati-

hati dan pengaturan dosis harus ketat. Dalam masa terapi yang perlu diperhatikan

yaitu nilai GDS, GDP dan HbA1C (dilihat setelah 3 bulan terapi awal), kemudian

dapat ditentukan pasien cocok dengan terapi yang diberikan atau tidak. Jika niali

GDS, GDP dan HbA1C fluktutif maka dapat dilakukan pergantian obat namun

dengan resiko pasien tidak cocok dengan terapi tersebut atau dapat menambahakn

terapi untuk mengatasi masalah tersebut. Obat yang dapat menanggani nilai GDS

yaitu metformin, sementara obat yang dapat menanggani nilai GDP yaitu

sulfonylurea atau dapat menggunakan insulin basal (kerja panjang). Jika nilai GDS

bermasalah makan dapat di pantau atau dimonitoring obat pada saat setelah makan,

namun jika nilai GDP yang bermasalah makan yang dapat dipantau atau

dimonitoring obat jangka panjang. Terapi diabetes tidak dapat berdiri sendiri, dimana

tidak hanya di berikan obat sintetik tetapi harus dapat mengatur pola makan atau

gaya hidup.

Peran apoteker dalam menangani masalah diabetes ini adalah apoteker

harus dapat meberitahukan kepada pasien jika pasien mengkonsumi obat diabetes
hal yang harus diperhatikan oleh pasien ketika memonitoring glukosa darah yaitu

berdasarkan nilai GDS dan GDP. Dimana nilai GDS dapat diketahui dua jam setelah

makan dan nilai GDP dapat diketahui setelah bangun pagi agar pasien dapat

memonitoring pengobatan diabetes.

Anda mungkin juga menyukai