Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung progresif ditandai dengan
penggantian jaringan hati oleh fibrosis dan pembentukan nodul regeneratif
(benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang
rusak) akibat adanya nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan
hingga hilangnya fungsi hati.1
Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan
laporan, penderita penyakit dalam yang dirawat di beberapa rumah sakit sentra
pendidikan, umumnya penyakit hati menempati urutan ketiga setelah penyakit
infeksi dan paru. Bila ditinjau pola penyakit hati hepatitis virus akut, sirosis
hepatis, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata sirosis hati menempati
urutan kedua.2
Di negara berkembang, penyebab utama sisrosis hati adalah virus hepatitis
B dan C, selain itu konsumsi alkohol dan autoimun juga mempengaruhi terjadinya
sirosis hati. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis non alkoholik (nonalcoholic steatohepatitis)
NASH, yang lemaknya dalam hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan
komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati atau fibrosis juga dapat
menyebabkan terjadinya sirosis kriptogenik (penyebab tidak diketahui pasti).2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 64 Tahun
Alamat : Komp. BTN CV Dewi D2/13
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 30 Mei 2017, pukul 09.20
No. RM : 220680

2.2 SUBJEKTIF
ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Muntah hitam
b. Anamnesis terpimpin
Muntah hitam dialami sejak ± 2 jam yang lalu, frekuensi > 4 kali.
pusing ada, batuk tidak ada, nyeri menelan tidak ada, sesak tidak ada,
nyeri perut bagian kanan atas ada dengan kesan perut yang semakin
membesar, nafsu makan menurun ada. demam ada, menggigil tidak ada.
Penderita juga merasakan badan menjadi lemah. BAB berwarna hitam ada.
BAK lancar dan berwarna coklat seperti teh pekat. Riwayat kuning di
seluruh tubuh dan mata ada ± 6 bulan yang lalu. Riwayat penurunan berat
badan yang nyata tidak ada.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Hipertensi dan kencing manis disangkal. Riwayat berdasarkan keterangan
keluarga mengalami penyakit liver ± 6 bulan yang lalu.

2
d. Riwayat kontak dan pengobatan
Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya tidak
ada. Belum pernah meminum obat. Riwayat mendapat transfusi tidak ada,
minum jamu-jamuan disangkal. Pasien belum pernah mendapatkan vaksin
hepatitis saat dewasa.
e. Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok dan riwayat minum alkohol disangkal. Riwayat
berpergian ke daerah endemis malaria tidak ada.
f. Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing
manis, batuk lama disangkal oleh keluarga.
g. Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi obat-obatan dan makanan.

2.3 OBJEKTIF
Keadaan umum : Sakit sedang / gizi baik/ komposmentis
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 166 cm
IMT : 50/(1.66)2 = 18.18 kg/m2
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 64 kali / menit, Irama : Reguler
Pernapasan : 20 kali / menit Tipe : Abdominal-Thorakal
Suhu : 36,60C
Kepala : Normochepali, Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata : Gerakan : segala arah
Kelopak mata : edema tidak ada
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterus (-/-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor d=2,5/2,5 mm

3
Telinga : Tophi :-
Nyeri tekan di proc. Mastoideus: -
Pendengaran : normal
Hidung : Perdarahan -, Sekret –
Mulut : Bibir : pucat (+) kering(-)
Gigi geligi : karies (-)
Gusi : perdarahan(-)
Lidah : kotor/tremor (-/-)
Tonsil : T1- T1,hiperemis(-)
Farings : hiperemis (-)
Leher :
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada :
 Inspeksi :
Bentuk : Normochest, simetris ki-ka
Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
Buah dada : Dalam batas normal
Sela iga : Dalam batas normal
Lain-lain : Tidak ada
 Palpasi :
Fremitus raba : Dalam batas normal, Simetris Ki-Ka
Nyeri tekan : (-)
 Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru – hepar : ICS V-VI
Batas paru belakang kanan : Setinggi thoracal IX

4
Batas paru belakang kiri : Setinggi thoracal X
 Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
Batas atas jantung : ICS II sinistra
Batas kanan jantung :ICS III-IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi :
BJ I / II : Murni regular
Bunyi tambahan : (-)
Perut :
 Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas, terdapat pembesaran abdomen
(ascites). pada kuadran kanan atas yang menonjol dengan
pembuluh darah sekitar penonjolan yang tampak timbul.

Nyeri tekan
Hipocondrium dextra
dan Epigastrium

 Palpasi :
Hepar : Nyeri tekan (+) regio hipokondrium dextra dan epigastrium,
MT (-), Hepar sulit diraba.
Lien : Tidak teraba

5
Ginjal : Tidak teraba
Lain-lain : Tidak teraba
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltic (+), kesan normal
Punggung :
 Palpasi : Tidak ada kelainan
 Nyeri ketok : Tidak ada
 Auskultasi : Normal
 Gerakan : Normal
Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema pretibial +/+, eritema Palmaris (-)
Lain-lain : Spider nevi (+)
Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI RUTIN (30 MEI 2017)

WBC H 10.3 3
10 /μL 4.0 – 10.0
6
RBC L 2.58 10 /μL 4.20-5.40

HB L 7.3 g/dL 12.0 – 16.0

1Ht L 22.5 % 34.0-45.0

MCV 87.2 fL 80.0-95.0

MCH 28.3 Pg 25.6-32.2

MCHC 32.4 g/L 32.23-35.5

Trombosit L 136 3
10 /μL 150 – 400

RDW-SD 44.4 fL 37-54

RDW-CV 14.8 % 10.0-15.0

PDW 14.1 fL 10.0-18.0

MPV 11.7 fL 9.0-13.0

P_LCR 37.2 % 13.0-43.0

PCT L 0.16 % 0.2-0.4

6
HITUNG JENIS (30 MEI 2017)

Neutrofil H 82.3 % 50-70

Limfosit 14.6 % 20-40

Monosit 2.7 % 2-8

Eosinofil 0.3 % 0-4

Basofil 0.1 % 0-1

IMUNOLOGI

HbaAg Negatif

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI RUTIN (31 MEI 2017)

WBC H 15.7 3
10 /μL 4.0 – 10.0

HB L 6.3 g/dL 12.0 – 16.0

Trombosit L 169 3
10 /μL 150 – 400

KIMIA DARAH (31 MEI 2017)

Albumin 2.9 g/dl 3.5-5.0

Bilirubin 1.7 mg/dl <1.1

Protein total 3.4 g/dl 6.4-8.3

SGPT 42 U/L <55

Creatinin H 1.7 mg/dl 0.67-1.5

USG : Kesan Cirhosis hepatis dengan ascites

2.4. DIAGNOSIS
SHD
Hepatoma
Melena dan hematemesis e.c varises esofagus
Sirosis Hepatis

7
2.6. PLANNING
Non medikamentosa :
a. Tirah baring.
b. Menjaga agar asupan nutrisi dan cairan tetap adekuat.
c. Melaksanakan diet tinggi kalori dan tinggi protein.
d. Menghindari asupan makanan yang berlemak tinggi seperti gorengan,
makanan yang mengandung gas, makanan yang bersifat asam dan pedas.
Medikamentosa :
IVFD Nacl 0,9 % 12 tpm
Inj Furosemide 1 amp/12 jam/iv
Inj Omeprazole 1 fl/12 jam/iv
Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam/iv
Inj Asam Traneksamat 1 amp/8 jam/iv
Propanolol 10 mg 2x1
Spironolactone 100 mg 0-1-0
Laktulosa Syrup 3x1 c

8
2.7 FOLLOW UP

Hari 1

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

30/05/2017 S: R/
- Nyeri Perut kanan atas(+), Nyeri - Periksa
Ulu Hati (+), nyeri kepala (+), batuk DR,GPT,HbsAg,Cr,
(-), sesak (-) Albumin,Bilirubin,
- Mual (+), Muntah (-) Protein Total.
- Lemas (+) - IVFD Nacl 0.9% 12
- Rasa penuh pada perut (+) tpm
- BAB kehitaman (+) - Injeksi Furosemide 1
- BAK warna coklat pekat amp/12 jam/iv
O: - Injeksi Omeprazole 1
- KU: SS/GB/CM fl/12 jam/iv
- T: 120/70 mmHg - Injeksi Ceftriaxon 1
- N: 64 x/menit gr/12 jam/iv
- P: 20x/menit - Injeksi
- S: 36,6o C AsamTraneksamat 1
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor amp/8 jam/iv
(-), spider nevi (+), Ascites(+). - Propanolol 10 mg
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- 2x1
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) - Spironolactone 100
- Peristaltik (+) kesan normal mg 0-1-0
- Hepar: tidak teraba - Laktulosa Syrup 3x1
- Lien: tidak teraba c
- Extremitas: edema +/+ pretibial
A:
- SHD
- Hepatoma

9
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus

Hari 2

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

31/05/2017 S: R/
- Nyeri Perut kanan atas(+), Nyeri - IVFD Nacl 0.9% 12
Ulu Hati (+), nyeri kepala (-), batuk tpm
(-), sesak (-) - IVFD Aminoleban 1
- Mual (-), Muntah (-) pax/hari
- Lemas (+) - Transfusi PRC 2 bag
- Rasa penuh pada perut (+) - Injeksi Furosemide 1
- BAB kehitaman (-) amp/12 jam/iv
- BAK warna coklat (+) - Injeksi Omeprazole 1
O: fl/12 jam/iv
- KU: SS/GB/CM - Injeksi Anbacim 1
- T: 110/60 mmHg gr/12 jam/iv
- N: 80 x/menit - Injeksi
- P: 20x/menit AsamTraneksamat 1
- S: 36o C amp/8 jam/iv
- Hb. 6,3 - Propanolol 10 mg
- Alergi Ceftriaxon 2x1
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor - Spironolactone 100
(-)spider nevi (+), Ascites(+) mg 0-1-0
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- - Laktulosa Syrup 3x1
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) c
- Peristaltik (+) kesan normal - Premedikasi tnsfusi :
- Hepar: tidak teraba Furosemide 1 amp/iv
- Lien: tidak teraba Difenhidramin 1

10
- Extremitas: edema +/+ pretibial amp/iv
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus

Hari 3

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

01/06/2017 S: R/
- Kesadaran menurun (+), Gelisah - IVFD Nacl 0.9% 12
(+), Nyeri Perut kanan atas(+), tpm
Nyeri Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), - IVFD Aminoleban 1
batuk (-), sesak (-) pax/hari
- Mual (-), Muntah (-) - Transfusi PRC 1 bag
- Lemas (+) - Injeksi Furosemide 1
O: amp/12 jam/iv
- KU: SS/GB/CM - Injeksi Omeprazole 1
- T: 150/80 mmHg fl/12 jam/iv
- N: 61 x/menit - Injeksi Anbacim 1
- P: 20x/menit gr/12 jam/iv
- S: 36o C - Injeksi
- Hb. 6,3 (post transfusi 1 bag prc) AsamTraneksamat 1
- Alergi Ceftriaxon amp/8 jam/iv
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor - Propanolol 10 mg
(-)spider nevi (+), Ascites(+) 2x1
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- - Spironolactone 100
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) mg 0-1-0
- Peristaltik (+) kesan normal - Laktulosa Syrup 3x1

11
- Hepar: tidak teraba cth
- Lien: tidak teraba - Premedikasi tnsfusi :
- Extremitas: edema +/+ pretibial Furosemide 1 amp/iv
A: Difenhidramin 1
- SHD amp/iv
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

Hari 4

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

02/06/2017 S: R/
- Kesadaran menurun (+)↑, Gelisah - IVFD Nacl 0.9% 12
(+), Nyeri Perut kanan atas(+), tpm
Nyeri Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), - IVFD Aminoleban 1
batuk (-), sesak (-) pax/hari
- Mual (-), Muntah (-) - Injeksi Furosemide 1
- Lemas (+) amp/12 jam/iv
- BAB tidak lancar - Injeksi Omeprazole 1
O: fl/12 jam/iv
- KU: SS/GB/CM - Injeksi Anbacim 1
- T: 180/80 mmHg gr/12 jam/iv
- N: 91 x/menit - Injeksi
- P: 18x/menit AsamTraneksamat 1
- S: 36o C amp/8 jam/iv
- Alergi Ceftriaxon - Propanolol 10 mg
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor 2x1
(-)spider nevi (+), Ascites(+) - Spironolactone 100
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- mg 0-1-0

12
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) - Laktulosa Syrup 3x1
- Peristaltik (+) kesan normal c
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema +/+ pretibial
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

Hari 5

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

03/06/2017 S: R/
- Kesadaran menurun (+)↑, Gelisah - IVFD Nacl 0.9% 12
(+), Nyeri Perut kanan atas(+), tpm
Nyeri Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), - IVFD Aminoleban 1
batuk (-), sesak (-) pax/hari
- Mual (-), Muntah (-) - Injeksi Furosemide 1
- Lemas (+) amp/12 jam/iv
- Sulit tidur - Injeksi Omeprazole 1
- BAB tidak lancar fl/12 jam/iv
O: - Injeksi Anbacim 1
- KU: SS/GB/CM gr/12 jam/iv
- T: 130/90 mmHg - Injeksi
- N: 96 x/menit AsamTraneksamat 1
- P: 20x/menit amp/8 jam/iv
- S: 36o C - Propanolol 10 mg
- Alergi Ceftriaxon 2x1

13
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor - Spironolactone 100
(-)spider nevi (+), Ascites(+) mg 0-1-0
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- - Laktulosa Syrup 3x1
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) c
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema +/+ pretibial
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

Hari 6

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

04/06/2017 S: R/
- Kesadaran menurun (+)↑, Gelisah - IVFD Nacl 0.9% 12
(+), Nyeri Perut kanan atas(+), tpm
Nyeri Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), - IVFD Aminoleban 1
batuk (-), sesak (-) pax/hari
- Mual (-), Muntah (-) - Injeksi Furosemide 1
- Lemas (+) amp/12 jam/iv
- Sulit tidur - Injeksi Omeprazole 1
- BAB tidak lancar fl/12 jam/iv
O: - Injeksi Anbacim 1
- KU: SS/GB/CM gr/12 jam/iv
- T: 120/60 mmHg - Injeksi
- N: 80 x/menit AsamTraneksamat 1

14
- P: 20x/menit amp/8 jam/iv
- S: 36,5o C - Propanolol 10 mg
- Alergi Ceftriaxon 2x1
- Anemis (+), ikterus (-), lidah kotor - Spironolactone 100
(-)spider nevi (+), Ascites(+)↓ mg 0-1-0
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- - Laktulosa Syrup 3x1
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) c
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema +/+ pretibial
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

Hari 7

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

05/06/2017 S: R/
- Nyeri Perut kanan atas(-), Nyeri - IVFD Nacl 0.9% 12
Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), batuk tpm
(-), sesak (-) - IVFD Aminoleban 1
- Mual (-), Muntah (-) pax/hari
- Lemas (-) - Injeksi Furosemide 1
- Sulit tidur amp/12 jam/iv
- BAB tidak lancar - Injeksi Omeprazole 1
O: fl/12 jam/iv
- KU: SS/GB/CM - Injeksi Anbacim 1

15
- T: 110/50 mmHg gr/12 jam/iv
- N: 62 x/menit - Injeksi
- P: 20x/menit AsamTraneksamat 1
- S: 36o C amp/8 jam/iv
- Alergi Ceftriaxon - Spironolactone 100
- Anemis (-), ikterus (-), lidah kotor mg 0-1-0
(-)spider nevi (+), Ascites(+)↓ - Laktulosa Syrup 3x1
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/- c
- BJ: I/II murni reguler BT: (-) - USG Abdomen
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

Hari 8

TANGGAL S (subjective) O (objective) A (Assesment) P (planning)

06/06/2017 S: R/
- Nyeri Perut kanan atas(-), Nyeri - Furosemide tab 1-0-
Ulu Hati (-), nyeri kepala (-), batuk 0
(-), sesak (-) - Spironolactone 100
- Mual (-), Muntah (-) mg 0-1-0
- Lemas (-) - Omeprazole tab 2x1
- BAB tidak lancar - Ciprofloxacin 500
O: mg 2x1

16
- KU: SS/GB/CM - Rawat Jalan Kontrol
- T: 120/80 mmHg Hari Kamis,
- N: 74 x/menit 08/06/2017
- P: 20x/menit
- S: 36o C
- Alergi Ceftriaxon
- Anemis (-), ikterus (-), lidah kotor
(-)spider nevi (-), Ascites(↓)
- BP: Vesikuler, BT: Rh -/-, Wh -/-
- BJ: I/II murni reguler BT: (-)
- Peristaltik (+) kesan normal
- Hepar: tidak teraba
- Lien: tidak teraba
- Extremitas: edema -/-
- Hasil USG : Cirrhosis hepatis
dengan ascites
A:
- SHD
- Hepatoma
- Melena dan hematemesis e.c varises
esofagus
- Sirosis hepatis

17
2.8 RESUME
Seorang perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan muntah hitam yang
dirasakan sejak 2 jam terakhir, frekuensi muntah yang dirasakan >4 kali. Keluhan
disertai rasa pusing ada, dan nyeri yang dirasakan pada region hipocondrium
dextra disertai abdomen yang semakin lama semakin membesar secara perlahan
dalam beberapa hari terakhir. Pasien merasa malaise dan nafsu makan turun,
febris ada. BAK warna coklat atau seperti teh pekat, BAB warna hitam ada.
Pasien dengan riwayat penyakit kuning di seluruh tubuh dan mata sekitar ±6 bulan
yang lalu. Riwatat hipertensi dan DM disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg,
Nadi 64x/mnt, Pernapasan 20x/mnt, Suhu 36,6˚C. Pada pemeriksaan didapatkan
dan bibir pucat. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan ascites (+) disertai nyeri
tekan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 10.300 μL, RBC 2.580
μL Hb 7,3 g/dl, PLT 136.000 μL, Albumin 2,9 g/dL, SGPT 42 U/L, HBsAg
Negatif, kreatinin 1.7 mg/dL, bilirubin total 1,7 mg/dL, Protein total 3,4 g/dl,
USG kesan sirosis hepatis dengan ascites.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai Sirosis Hepatis

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Hepar

Gambar 1. Organ hepar


Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran
kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang
sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V
kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari
sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik kandung empedu.3
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan
kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus
dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup
oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati
terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie
yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati
menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi
relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut

19
menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran
empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen.3
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli.
Setiap lobulus membentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus
yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hati
terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan
arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang merupakan
sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing
lain di dalam tubuh.3
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus
yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral dan
terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi ±60% sel hati, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna
dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffer
dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang.2
Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatica dan duktus hepatikus. Membrane hepatikus berhadapan langsung dengan
sinusoid yang memunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluan empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya.3
Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial berpori dipisahkan oleh ruang
disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid
adalah sel fagositik. Sel kuppfer yang merupakan bagian penting system
retikuloendotelial dan sel stellata (sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki
aktivitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal
disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan
aktivitas sel stellata tampaknya menjadi faktor kunci dalam pembentukan fibrosis
hati.3
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan
kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran

20
cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena
vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada
sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah. disimpan,
dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar.
Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan
bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Serta
N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.2
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu dengan jumlah
±1 liter per hari ke dalam usus halus, namun memiliki fungi lain yaitu:4
a. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari
saluran pencernaan.
b. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainya.
c. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah
dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
d. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
e. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal.
f. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak.
g. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

3.2 Definisi
Istilah sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu kata kirrhos yang berarti orange atau kuning tua dan osis
yang berarti kondisi.5
Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative (benjolan yang terjadi
sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat adanya
nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi
hati.1

21
3.3 Insidensi dan epidemiologi
Prevalensi sirosis hati sulit untuk dinilai karena stadium awalnya bersifat
asimtomatis. Namun, sirosis tercatat sebagai penyakit kematian ke-14 tersering
pada dewasa di dunia, dengan angka kematian sekitar 1,04 juta per tahun. Sirosis
juga menjadi indikasi utama untuk 5000 kasus transplantasi hepar per tahun di
negara maju.4
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat.2
Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia
rata-rata 44 tahun.2

3.4 Etiologi
Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis
hepatis. Etiologi sirosis tersering di negara barat ialah akibat konsumsi alkohol
sedangkan di Indonesia sirosis utamanya disebabkan oleh hepatitis B dan/atau
C kronis. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus
bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena datanya belum ada.1,6
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan sirosis hepatis antara lain :
a. Inflamasi
Inflamasi dapat berupa; infeksi virus, virus hepatitis B (15%), virus hepatitis
C (47%), Schistosomiasis, Autoimun, Sarkoidosis, Toksoplasmosis
b. Toxin
Alkohol 18% memberikan peran terbesar. Methotrexate dan INH juga dapat
menyebabkan sirosis hepatis.
c. Genetik/Kongenital

22
Primary billiary chirrosis, α1-antitrypsin deficiency, Hemochromatosis, Non
alcoholic fatty liver disease,Wilson disease
d. Penyebab lain atau tidak diketahui/terbukti.
3.5 Patogenesis
Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan
menghilangnya sel-sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang
ireversibel. WHO memberi batasan histologi sirosis sebagai proses kelainan hati
yang bersifat difus (hampir merata), ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati
2
normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal.
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya
peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stellata mempunyai
peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses
degradasi. Inflamasi berupa infeksi virus hepatitis B atau virus hepatitis C dan
alkohol dapat menyebabkan perubahan proses keseimbangan, sehingga sel stelata
akan mengalami proses fibrosis yaitu jaringan hati yang normal akan diganti oleh
jaringan ikat.1 Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta sehingga menimbulkan hipetensi portal.2
Sirosis hati merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan hipertensi
porta. Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta
yang menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang
penyakit dasarnya, mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya
terjadi peningkatan aliran arteri spangnikus. Kombinasi kedua faktor yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal.7
Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan karena
meningkatnya resistensi terhadap aliran darah melalui hati menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal

23
sehingga hipertensi porta sebagian besar bertanggung jawab atas tertimbunnya
asites. Faktor utama patogenesis asistes selain hipertensi porta yakni
hipoalbuminemia.7
Keadaan hipoalbuminemia didapatkan pada sirosis hepatis karena fungsi
hati dalam mensintesis protein serum albumin terganggu. Pada awalnya kedua
keadaan tersebut hanya meningkatkan produksi cairan limfe dalam viseral
abdomen yang kemudian dialalirkan ke dalam duktus torasikus. Pada pasien-
pasein sirosis hepatis yang berat, aliran cairan limfe dalam duktus torasikus dapat
meningkat sampai 10-20 kali lipat di atas nilai normal. Cairan menumpuk didalam
kavum pertitonei ketika laju pembentukannya melebihi laju pengeluarannya lewat
saluran limfatik. Produksi cairan limfe terutama meningkat didalam hati tempat
cairan tersebut merembes dengan bebas dari permukaan hati. Akibat distorsi dan
destruksi sinosoid hati, cairan limfe hepatik tersebut mengalir dalam kavum
peritonei dan bukan ke dalam duktus torasikus.7
Konsekuensi lainnya hipertensi porta adalah terbentuknya kolateral porto-
sistemik. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran
kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Lebih dari 50% darah
porta dapat beralih ke dalam sirkulasi sistemik lewat kolateral ini. Kolateral ini
akan terlihat sebagai varises gastroesofagus, varises perirektal(hemorrhoid),
kolateral peri umbilikus dalam dinding abdomen( kaput medusae). Manifestasi
klinis yang dapat dilihat yakni hematemesis dan melena. Perdarahan varises
esofagus merupakan penyebab dari sepertiga kematian. Perdarahan saluran cerna
ini merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat terjadinya ensefalopati
hepatik yang merupakan komplikasi dari sirosis hepatis.7,8

3.6 Klasifikasi
Klasifikasi sisrosis hepatis berdasarkan morfologi terbagi atas 3 jenis,
yaitu:5
a. Mikronodular

24
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular
besar nodulnya kurang dari 3 mm. penyebabnya termasuk alcohol,
hemokromatosis, obstruksi biliaris, obstruksi vena hepatic. Sedangkan
sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikronodular dan makronodular.
b. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul
besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim dengan diameter lebih dari 3 mm. Penyebabnya
termasuk Hepatitis C Kronik, Hepatitis B Kronik, defisiensi alfa-1
antitripsin, dan primary billiary cirrhosis.
c. Campuran
Memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular

Secara Fungsional sirosis hepatis terbagi atas :


a. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Bila ada, gejala yang muncul berupa
kelelahan non spesifik lemah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan
perut kembung, mual, berat badan menurun, penurunan libido, testis
mengecil, buah dada membesar atau gangguan tidur. Biasanya stadium ini
di didiagnosis melalui pemeriksaan fungsi hati.4
b. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium
ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus,
hematemesis, melena atau ensefalopati ( baik tanda dan gejala minimal
hingga perubahan status mental ).4

25
3.7 Diagnosis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaa mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta. Meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna teh pekat, muntah darah dan/ melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.1
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis hepatis terjadi akibat gangguan
fisiologis yaitu gagal sel hati dan hipetensi portal.1,7
Manifestasi gagal hepatoseluluer meliputi :
a. Ikterus, pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat
gelap seperti air teh.
b. Spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil (sering ditemukan di
bahu, muka dan lengan atas). Terkait dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas dalam darah.
c. Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estorogen
akibat kegagalan hepatoseluler untuk menginaktifkan sekresis steroid
adrenal dan gonad sehingga terjadi hiperestrogenemia pada kapiler.
d. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan
juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki

26
mengalami perubahan ke arah feminisme. Sebaliknya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga dapat dikatakan fase menopause.
e. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infersi. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemakromatosis.
f. Edema perifer, umumnya terjadi setelah timbulnya asites dan dapat
dijelaskan sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi air akibat kegagalan
sel hati untuk menginaktifasi aldosteron dan hormon antidiuretik.
g. Kencenderungan perdarahan, anemia, leukopenia dan trombositopenia
akibat berkurangnya faktor-faktor pembekuan darah oleh hati.
h. Fetor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari nafas penderita
akibat ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.
i. Ensefalopati hepatik akibat kelainan metabolisme amonia dimana
normalnya didetoksikasi oleh hati melalui konversi menjadi urea.
Adapun manifestasi klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal
adalah splenomegali, varises gastroesofagus serta manifestasi sirkulasi kolateral
lain.7,8
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan yakni1 :
a. Pemeriksaan laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan, seperti :
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih
meningkat dari ALT, namun bila transaminase normal tidak
menyampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasi tinggi pada
penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT
mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

27
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata,
tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder
dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis
hati, sehingga pada sirosis memanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer. Anemia dengan
trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
b. Biopsi hati dan pemeriksaan histopatologis merupakan baku emas untuk
diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis.
c. Pemeriksaan radiologi
Barium meal : dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi
porta.
Ultrasonografi (USG) : sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas,
dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peningkatan eksogenitas parenkim hati. Selain
itu, USG juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta, serta
skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi komputerisasi (CT-scan)
Magnetic resonance imaging (MRI)

3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simptomatis

28
b. Supportif, yaitu :
1. Istirahat yang cukup dan kurangi aktivitas fisik.
2. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, cukup kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari, diet protein 1gr/kgBB/hari dan
vitamin.
3. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat diberikan
dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi
terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan
ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000 mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk
jangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon
diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari
untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. Terapi
dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta
atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati.4,9
c. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi :
Ascites harus ditangani dengan tirah baring, pembatasan garam dan
biasanya mencakup kombinasi diuretik dari spironolactone (aldactone) 100-
200 mg/hari maksimal 400 mg/hari dan loop diuretik 20-40 mg/hari
maksimal 160 mg/hari. kecuali tingkat natrium serum kurang dari 125 mEq
per L (125 mmol per L). Bila volume besar dapat dilakukan parasentesis dan
dilindungi dengan pemberian albumin.6
Pasien dengan sirosis yang hadir dengan episode akut perdarahan
gastrointestinal harus diberikan setidaknya satu jalur intravena besar dan

29
diberikan kristaloid jika tanda-tanda vital mengungkapkan hipotensi
ortostatik atau hypotension. Dapat pula dipertimbangkan untuk transfusi.
Hitung darah lengkap, pengukuran elekrolit serum, dan jenis dan, dan pasien
harus diamati dalam perawatan intensif unit. Pasien harus ditangani dengan
somatostatin atau somatostatin analog dalam 12 jam pertama harus
menerima antibiotik profilaksis telah endoskopi dilakukan dalam waktu 24
jam. Penggunaan awal prosedur shunt portosystemic intrahepatik
transjugular pada pasien dengan perdarahan varises dapat menyebabkan
penurunan angka kematian pada pasien yang gagal dengan terapi medis
standar dan endoskopi.6,9
Terapi antibiotik empiris harus dimulai segera setelah diagnosis
Spontan Bacterial Peritonitis, antibiotik yang berpotensi nefrotoksik
(misalnya, aminoglikosida) tidak boleh digunakan sebagai terapi empiris.
Sefotaksim sebagai sefalosporin generasi ketiga, telah banyak diteliti pada
pasien dengan SBP cukup efektif dapat diberikan 4 gr/hari. Ciprofloxacin,
diberikan baik selama 7 hari intravena atau 2 hari intravena diikuti oleh 5
hari per oral menurut penelitian juga tidak kalah efektif.9
Untuk hepatorenal syndrome harus dihindari pemberian diuretik.
HRS 1 dapat diberikan Terlipressin (1 mg / 4-6 jam bolus intravena) dalam
kombinasi dengan albumin harus dipertimbangkan agen terapi lini pertama.
Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki fungsi ginjal yang cukup untuk
mengurangi kreatinin serum kurang dari 133 lmol / L (1,5 mg / dl) (respon
lengkap). Jika serum kreatinin tidak menurun setidaknya 25% setelah 3 hari,
dosis terlipressin harus ditingkatkan secara bertahap hingga maksimal 2 mg
/ 4 jam.9
Transjugular shunt portosistemik intrahepatik (TIPS) telah dilaporkan
ke meningkatkan fungsi ginjal pada pasien dengan HRS tipe 1.
Transplantasi hati adalah pengobatan pilihan untuk kedua tipe 1 dan tipe 2
HRS, dengan tingkat kelangsungan hidup sekitar 65% pada tipe 1 HRS.10

30
3.9 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang paling sering dijumpai, yaitu :
a. Sindrom Hepatorenal
Keadaan ini merupakan komplikasi serius pada pasien sirosis hati dan
ascites. Sindrom hepatorenal akan ditandai dengan azotemia yang semakin
parah, oligouria yang nyata (keluaran urine 100-200 mL/24 jam, dan retensi
akut natrium tanpa adanya kelainan yang dapat dikenal sebagai penyebab
gagal ginjal. Komplikasi ini biasanya terjadi sesudah perdarahan
gastrointestinal, dieresis yang diinduksi atau parasentesis abdomen.10
Dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Sindrom hepatorenal tipe 1 ditandai dengan peningkatan kadar
kreatinin seum >2,5 mg/dL dalam waktu kurang dari dua minggu.
2. Sindrom hepatorenal tipe 2 penurunan fungsi ginjal yang berlangsung
stabil atau lambat.
Untuk penatalaksanaan
Lakukan pemberian norepinefrin dosis 0.5-3,0 g/jam IV yang
dikombinasikan dengan albumin dosis 1 g/kgBB IV pada hari partama,
diikuti 20-40 g/hari. Terapi diberikan selama 5-15 hari, dengan target
penurunan kadar kreatinin serum hingga <1,5 mg/dL. Dapat pula
pertimbangkan transplantasi hati.4
b. Peritonitis Bakterialis Spontan
Infeksi cairan asites oleh jenis bakteri tanpa adanya bukti sumber
infeksi intraabdominal. Peritonitis bakterialis dapat memicu sindrom
hepatorenal dengan angka mortalitas yang tinggi. Kriteria diagnosis
ditemukan ≥ 250 sel PMN/mm3. Cairan asites dengan hasil kultur positif
patogen tunggal biasanya E.coli.4
Untuk penatalaksanaan
Terapi antibiotik empiris : sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxon
1g/12 jam selama 7 hari). Terapi propilaksis jangka panjang golongan

31
kuinolon seperti norfoksasin 400mg/hari PO. Pertimbangankan transplantasi
hati.4
c. Ensefalopati Hepatik
Merupakan sindrom neuropsikiatrik yang kompleks yang ditandai
dengan gangguan kesadaran serta tingkah laku, perubahan kepribadian,
keadaan asteriksis neurologis yang berfluktuasi ( flapping tremor ) dan
perubahan pada Elektroensefalografi yang nyata. Pada pasien sirosis
ensefalopati sering dicetuskan oleh keberadaan kondisi medis lainnya
seperti gagal ginjal, perdarahan saluran cerna, transfusi darah, konstipasi
infeksi, obat-obatan yang bereaksi di sistem saraf, hipokalemi karena
penggunaan diuretik, diet tinggi protein dan keadaaan-keadaan alkalosis.10

3.10 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Umumnya mortalitas terjadi setelah pasien mengalami fase dekompensasi.1
Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh juga untuk menilai prognosis sirosis yang
akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati. Klasifikasi ini terdiri dari Child A,B, dan C.
Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup selama
satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, C berturut-turut 100, 80, 45% .1
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) yang digunakan untuk pasien yang akan dilakukan transplantasi hati atau
menjalani pemasangan TIPS.6

Skor/parameter 1 2 3

Bilirubin(mg/dL) <2,0 2-3 >3,0

Albumin(mg/L) >3,5 2,8-3,5 <2,8

32
Protrombin time 1-3 4-6 >6
(sec)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stadium 3 & 4
Encephalopathy
Tabel 1 Klasifikasi Child – Pugh
Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh
• Score 5-6 Child A
• Score 7-9 Child B
• Score 10-15 Child C
Prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi.2
Ditentukan dengan rumus
{0,957 x ln ( kreatinin mg/dl ) + 0,378 x ln ( bilirubin mg/ dl ) + 1,12 x ln (
INR mg/dl ) } + 10]
Interpretasi prediksi mortalitas dalam 3 bulan sebagai berikut :
1. Skor MELD ≥ 40 mortalitas 71,3 %
2. Skor MELD 39-39 mortalitas 52,6 %
3. Skor MELD 20 -29 mortalitas 19,6 %
4. Skor MELD 10-19 mortalitas 6,0 %
5. Skor MELD ≤ mortalitas 1,9 %

33
Kesimpulan
Sirosis Hati merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
Penyakit hati khususnya sirosis, di Indonesia umumnya masih tergolong
tinggi.Prevalensi sirosis hati sulit untuk dinilai karena stadium awalnya bersifat
asimtomatik. Untuk itu perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisis,
serta pemeriksaan penunjang yang untuk membantu penegakan diagnosis. Selain
itu manajemen penatalaksanaan juga sangat penting terkait etiologi, gejala klinis
serta komplikasi yang dapat terjadi. Mengingat angka kematian akibat sirosis
hepatis cenderung tinggi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah, Siti. 2009. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid1
Edisi V. Jakarta:FK UI. Halaman : 443-446
2. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2010. Sirosis Hepatis.
Available on http://pphi-online.org/ diakses pada tanggal 14 Maret 2015
3. Amirudin, Rifai. 2009. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid1
Edisi V. Jakarta:FK UI. Halaman : 415-417
4. K. Cindya, Liwang Frans, Hasan Irsan. 2014. Sirosis Hati. Kapita Selekta.
Jakarta:FKUI
5. Friedman Lawrence S, Keefee Emmet B. 2011. Handbook of Liver Disease
: 3rd edition. Elsevier Saunders. Hal : 136-144
6. Pub Med Health, “Cirrhosis”
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001301/ diakses pada
tanggal 14 Maret 2015.
7. P.Sylvia A. 2003. Konsep-Konsep Proses-Proses Penyakit. Patofisiologi.
Jakarta : EGC
8. Kumar R. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang.BRA
9. EASL.Clinical Practice Guidelines on theManagement of
asscites,spontaneousbacterialperitonitis and hepaptorenalsyndrome in
chirrhosisJournalofHepatplogyvol.2010 vol.53 diakses pada tanggal 22
Maret 2015.
10. Samada Marcia,H Julio Hernandes.Prognostic factor for survival in Patient
with Liver Cirrhosis http://www.intechopen.com diakses pada tanggal 29
Maret 2015.

35

Anda mungkin juga menyukai