OLEH :
Andi Widyanita Ayu P
C111 13 512
PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Hutomo Judhi Christiantowibowo
SUPERVISOR :
Dr. indrawaty. M.kes, Sp.KJ
Mengetahui,
REFERAT HIPOKONDRIASIS
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Pendahuluan 19
1. Definisi 21
2. Epidemiologi 21
3. Etiologi 22
5. Diagnosis Banding 25
6. Penatalaksanaan 26
I. Kesimpulan 35
DAFTAR PUSTAKA 36
GANGGUAN HIPOKONDRIASIS
PENDAHULUAN
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat, teks direvisi
(DSM-IV-TR) fitur penting dari hypochondriasis (HC) adalah preokupasi dengan (akurat)
keyakinan bahwa seseorang memiliki atau berada dalam bahaya berkembang, penyakit medis
yang serius. Dalam banyak kasus, penyakit ini mengganggu sosial, pekerjaan, dan fungsi
keluarga. Selain itu, terus berlanjut meskipun evaluasi medis yang tepat dan jaminan kesehatan
yang baik. pasien preokupasi mungkin bergejala dasar, dengan focus pada (1) fungsi tubuh
spesifik tertentu (misalnya, pembengkakan kelenjar getah bening, vestibular sensasi), (2)
kelainan fisik yang biasanya berbahaya (Misalnya, sakit kecil, postural sindrom ortostatik
tachycardia), atau (3) samar dan ambigu sensasi fisik (misalnya, '' paru-paru lelah, '' '' otak
berkabut '').4
tanda-tanda umumnya tidak berbahaya dan sensasi untuk penyakit ganas ditakuti (misalnya,
kanker, kondisi jantung yang tidak dapat dijelaskan) dan menjadi sangat preokupasi dengan
menentukan maknanya, keaslian,dan Ketakutan etiologi yang mendasari dan kesibukannya
dengan penyakit di HC biasanya disertai oleh behaviorsdactivities keamanan dilakukan dengan
tujuan mengurangi rasa takut dan melindungi kesehatan pribadi seseorang. perilaku keselamatan
umum di HC termasuk berlebihan mencari kepastian kesehatan yang baik (misalnya, melalui tes
medis), memeriksa tubuh seseorang (misalnya, payudara sendiri pemeriksaan untuk kanker),
meninjau sumber informasi tentang penyakit ditakuti (misalnya, cari Internet), dan
mengeksplorasi berbagai obat seperti obat herbal. Individu yang memiliki HC sering enggan
untuk melihat keluhan mereka sebagai apa pun selain fisik dan karena itu sering tersinggung jika
diberi saran bahwa mereka sebaiknya mencari konsultasi dari mental atau perilaku profesional
kesehatan (Misalnya, psikolog atau psikiater). 4
Karena keengganan ini, mereka jarang pergi ke klinik kesehatan mental, lebih memilih
konsultasi dari pengaturan medis primer dan khusus. Selain itu, meskipun individu yang telah
HC mungkin mengakui terlalu khawatir tentang penyakit, mereka cenderung tetap puas sampai
mereka menerima diagnosa medis. Gejala sering muncul selama periode stres meningkat tapi
mungkin lebih langsung dipengaruhi oleh pemulihan dari penyakit serius, diagnosis suatu
penyakit dalam satu dicintai, atau kematian seorang teman dekat atau kerabat Paparan informasi
yang berhubungan dengan penyakit di media juga mungkin pengaruh onset dan fokus HC.4
Untuk diagnostik pasti terhadap gangguan hipokondrik harus terdapat dua hal yaitu;
1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang
melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan berulang-ulang tidak menunjang
adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahann bentuk penampaka fisiknya (tidak sampai
waham)
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.5
5. DIAGNOSIS BANDING
Hipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non psikiatri, terutama gangguan yang
menunjukkan gejala yang tidak mudah didiagnois. Penyakit tersebut mencakup AIDS,
endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple, penyakit degenerative sistem saraf, systemic
lupus erythematous, dan gangguan non plastikyang tidak jelas.
Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa hipokondriasis
menekankan rasa takut memiiki suatu penyakit dan gangguan somatisasi menekankan
kekhawatiran mengenai banyak gejala. Pembedaan yang samar adalah bahwa apasien dengan
hipokondriasis biasanya mengeluhkan lebih sedikit gejala daripada pasien dengan gangguan
somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki awitan sebelum usia 30 tahun, sedangkan
hipokondriasis memiliki awitan umur yang kurang spesifik. Pasien gangguan somatisasi lebih
banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan pada hipokondriasis, yang terdistribusikan
rata antara laki-laki dan perempuan.
Hipokondriasis juga harus dibedakan dengan gangguan somatoform lainnya. Gangguan
konversi bersifat akut dan umumnya singkat serta biasanya melibatkan suatu gejala, bukannya
suatu penyakit tertentu. Ada atau tidaknya la belle indifference adalah cirri yang tidak
meyakinkan untuk membedakan kedua keadaan tersebut. Gangguan nyeri bersifat kronis, seperti
pada hipokondriasis, tetapi gejala terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dimorfik
tubuh berharap untuk tampak normal tetapi yakin bahwa orang lain melihat mereka tidak
demikian, sedangkan pasien dengan hipokondriasis mencari perhatian untuk dugaan penyakit
mereka.
Gejala hipokondriasis juga bisa terjadi pada pasien dengan gangguan depresif dan gangguan
ansietas. Jika pasien memenuhi seluruh criteria diagnostik hipokondriasis dan gangguan jiwa
utama lain, seperti gangguan depresif berat atau gangguan ansietas menyeluruh, pasien harus
mendapatkan kedua diagnosis, kecuali gejala hipokondriasisnya terjadi hanya selama episode
gangguan jiwa lain. Pasien dengan gangguan panic awalnya dapat mengeluh bahwa meeka
terkena penyakit (contohnya gangguan jantung). Tetapi pertanyaan yang teliti selama anamnesis
medis biasanya menemukan gejala klasik gangguan panic. Keyakinan hipokondriasis yang
bersifat waham terjadi pada gangguan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi dapat
dibedakan dengan hipondriasis berdasarkan intensitas waham dan adanya gejala psikotik lain. Di
samping itu, waham somatic pasien skizofrenia cenderung bizar, idiosinkratik, dan di luar
lingkungan budaya.3
Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan buatan dengan gejala fisik dan dibedakan dengan
malingering yaitu pasien dengan hipokondriasis benar-benar mengalami dan tidak membuat
gejala yang meeka laporkan.3
6. PENATALAKSANAAN
famakologi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi edukasi yang
dilakukan. tujuan dari pemberian farmakoterapi adalah untuk mengurangi gejala dan gangguan
yang menyertai (contohnya depresi), untuk mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala
hipokondrik.2,8
Terapi kognitif
tujuan dari terapi kognitif untuk hipokondriasis adalah untuk mengarahkan pasien untuk
mengenali, bahwa masalah utama mereka adalah rasa takut terhadap menderita suatu penyakit
dan bukannya menderita penyakit itu. pasien juga diminta untuk memantau sendiri kekhawatiran
yang muncul dan mengevaluasi kenyataan dan alasannya. terapis juga membujuk pasien untuk
mempertimbangkan penjelasan alternative untuk tanda fisik yang biasanya mereka
interpretasikan sebagai suatu penyakit. percobaan mengenai kebiasaan juga digunakan sebagai
usaha untuk mengubah kebiasaan pikiran pasien. singkatnya, pasien diberitahukan untuk secara
intens focus pada gejala fisik yang spesifik dan memantau peningkatan rasa cemas yang muncul.
keluarga juga perlu di ikutsertakan untuk mengobservasi kecemasan yang muncul.7,8
Manajemen stress
sebuah study oleh Clark dkk membandingkan terapi kognitif dan juga manajemen stress
kebviasaan. manajemen ini difokuskan pada keadaan dimana stress berkontribusi pada
kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. pasien diminta untuk mengidentifikasi stressor
yang ada dan diajarkan tekhnik manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi
stressor yang ada. tekhnik yang diajarkan kepada pasien adalah teknik rlaksasi dan kemampuan
untuk memecahkan masalah. walaupun teknik ini tidak secara langsung difokuskan terhadpa
terapi hipokondriasis, teknik ini mampu mengurangi gejala yang muncul.7,8
terapi ini dimulai dengan meminta pasien membuat daftar kecemasan hipokondriasis
mereka, seperti memeriksa sensasi tubuh, memastikannya ke dokter, dan menghindari pikiran
tentang suatu penyakit.7,8
8. KESIMPULAN
Hipokondriasis adalah suatu gangguan neurotic yang ditandai dengan focus gejala yang
lebih ringan daripada kepercayaan bahwa ia menderita penyakit tertentu hipokondriasis
merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang dikategorikan dalam DSM-IV.
Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatic lainnya oleh karena gangguan ini
dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana
gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya.
Terdapat factor psikososial berupa konflik psikis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Ditemukan factor genetic dalam transmisi gangguan ini. Selain itu dihubungkan pula
dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer nondominan.
Cirri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai
permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya ngatif dan juga
telah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak terjadi kelainan yang mendasari keluhannya.
Penatalaksanaan hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial, dan
psikoterapi. Hipokondriasis berlangsung episodic, dimana setiap periode berlangsung beberapa
bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh episode tenang yang sama panjangnya.
Prognosis baik serhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak
adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dr.dr maslim R.spKk,Mkes, Diagnostik and statistic manual mental disorder, edisi ke
empat. Jakarta 2013
2. American Psychiatric association. diagnostic and statistical manual of mental disorder
(DSM-IV-TR). 4th ed. washingthon DC : American Psychiatric Press,2000.
3. Kaplan & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Abrahamowitz, JS., dan Braddock, AE. 2006. Hypochondriasis: Conceptualization,
Treatment, and Relationship to Obsessive-Compulsive Disorder. Psychiatric clinics of
north America: 503-519
5. Muslim, R. (2013). Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: bagian ilmu kedokteran jiwa FK-Unika Atmajaya.
6. Salkovskis, P.M., Warwick, H.M.C., Deale, A.C. 2003. Cognitive-behavioral treatment
for severe and persistent helath anxiety (hypochondriasis). 3 : 353-367
7. Pilowsky, Issy. Abnormal Illness behavior. Chichester, UK: John Wiley and sons, 1997.
8. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. : Gangguan Psikotik Singkat, dalam Sinopsis,
edisi 7, jilid 2, Jakarta, hal:81