Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA LAPORAN KASUS,REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)


REFERAT : HIPOKONDRIASIS

OLEH :
Andi Widyanita Ayu P
C111 13 512

PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Hutomo Judhi Christiantowibowo

SUPERVISOR :
Dr. indrawaty. M.kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Andi Widyanita Ayu P

NIM : C111 13 512

Judul Referat : Hipokondriasis


Judul Laporan Kasus : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 22 Februari 2017

Mengetahui,

Pembimbing Supervisor Pembimbing Residen

Dr. indrawaty. M.kes, Sp.KJ dr. Hutomo Judhi Christiantowibowo


DAFTAR ISI

REFERAT HIPOKONDRIASIS

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Pendahuluan 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 21

2. Epidemiologi 21

3. Etiologi 22

4.. Gambaran klinis dan Kriteria Diagnosa 24

5. Diagnosis Banding 25

6. Penatalaksanaan 26

7. Perjalanan penyakit dan Prognosis 28

BAB III KESIMPULAN

I. Kesimpulan 35

DAFTAR PUSTAKA 36
GANGGUAN HIPOKONDRIASIS

PENDAHULUAN

Hipokondriasis merupakan bentuk kecemasan kesehatan yang serius ditandai dengan


ketakutan tehadap kondisi medis dan didasarkan pada salah tafsir dari satu atau lebih tubuh
tanda-tanda atau gejala. Pada DSM-1V dikatakan bahwa pemikiran dengan gejala fisik
berlangsung selama setidaknya enam bulan, meskipun telah ada jaminan dari para professional
medis bahwa orang tersebut tidak menderita sakit yang serius. Gangguan ini biasanya bersifat
kronis dan berhubungan dengan penderitaan yang cukup besar seperti penurunan fungsi kognitif
sosial dan pekerjaan.1

Preokupasi hipokondriasis bisa terhadap fungsi tubuh misalnya detak jantung,


berkeringat, atau peristaltic dengan gejala minor fisik misalnya, sakit kecil atau batuk sesekali
atau dengan sensasi fisik kabur dan ambigu seperti hati lelah, sakit urat. Orang yang merasakan
gejala seperti ini sangat menghawatirkan beberapa sistem tubuh, pada waktu yang berbeda atau
secara bersamaan pasien memikirkan terus menerus mengenai organ tertentu atau penyakit
tunggal misalnya, takut memiliki penyakit jantung sekalipun telah dilakukan pemeriksaan fisik,
tes diagnostik, EKG dan jaminan dari dokter.1

Gangguan hipokondriasis didiagnosis sesuai dengan pedoman diagnosis gangguan jiwa


DSM 1V-TR, dengan criteria sebagai berikut : (1) adanya preokupasi atau pikiran yang terus
menerus mengenai suatu kondisi penyakit yang serius berdasarkan kesalahan
menginterpretasikan gejala, walaupun pada pemeriksaan klinis dan penunjang tidak ditemukan
adanya dasar untuk keluhan tersebut, (2) keluhan tersebut bukanlah keluhan yang besifat waham
somatic atau sesuatu yang berhubungan dengan citra tubuh seperti pada kondisi gangguan citra
tubuh, (3) preokupasi tesebut menyebabkan distress dan disfungsi pada pasien, (4) durasi
keluhan minimal 6 bulan dan (5) preokupasi tersebut bukanlah keluhan tambahan dari kondisi
gangguan cemas, gangguan depresi berat atau sub gangguan somatoform yang lain.2

Berbeda dengan gangguan somatisasi, gangguan hipokondriasis hanya mengeluhkan satu


“penyakit” yang dirasakan berat. Keluhan itu terus dikeluhkan walaupun berbagai macam
pemeriksaan telah membuktikan tidak adanya penyebab fisis yang mendasarinya.2
1. DEFINISI

Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita,


atau yakin memiliki, penyakit berat, rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika seseorang salah
menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal dari istilah medis
kuno hipokondrium (“dibawah rusuk”) dan mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada
pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi akibat interpretasi yang tidak
realistic atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik, walaupun tidak ada penyebab medis
diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distress yang signifikan. Pada
mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun
pekerjaan.3

2. EPIDEMIOLOGI

Satu study melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di


populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Laki-laki dan perempuan
secara setara dapat mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala dapat terjadi pada usia
berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia 20 hingga 30 tahun. Sejumlah
bukti menunjukkan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih lazimpada orang kulit hitam daripada
kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat edukasi, dan status perkawinan tidak tampak
memengaruhi diagnosis. Keluhan hipokondriasis dilaporkan terjadi pada kira-kira 3 persen
mahasiswa kedokteran biasanya dalam 2 tahun petama, tetapi umumnya hanya terjadi
sementara/singkat.3

3. ETIOLOGI

Didalam criteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV-TR menunjukkan bahwa gejala


mencerminkan adanya kesalahan interpretasi gejala tubuh, sejumlah inti data menunjukkan
bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat sensasi somatiknya; mereka memiliki ambang
yang lebih rendah daripada biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan
fisik. Contohnya, yang orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan
hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri abdomen. Mereka dpat berfokus pada sensasi tubuh,
salah menginterpretasi, dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.3
Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran
sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit
yang diciptakan seseorang yang mneghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan
dan terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menhindari
kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan
dari tugas dan kewajiban.3
Teori ketiga mengenai hipokondriasis adalah bahwa hipokondriasis merupakan suatu bentuk
varian gangguan jiwa lain, diantaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan
gangguan ansietas. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan
ansietas atau depresif secara bersamaan. Pasien yang memenuhi criteria diagnostik
hipokondriasis dapat menjadi subtype somatisasi gangguan lain ini.3
Kelompok pemikiran psikodinamik menghasilkan teori hipokondriasis keempat. Menurut
teori ini, keinginan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan
displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari
kekecewaan, penolakan, dan kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien
mengekspresikan kemarahan mereka saat ini dengan meminta tolong dan perhatian orang lain
serta kemudian menolaknya karena dianggap tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang
sebagai pertahanan melawan rasa bersalah, rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga
diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatic kemudian
menjadi cara pertobatan atau penebusan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang
pantas untuk kesalahan di masa lalu (baik kenyataan atau khayalan) serta untuk rasa berdosa dan
kejahatan seseorang.3
4. GAMBARAN KLINIS DAN KRITERIA DIAGNOSA

Menurut Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat, teks direvisi
(DSM-IV-TR) fitur penting dari hypochondriasis (HC) adalah preokupasi dengan (akurat)
keyakinan bahwa seseorang memiliki atau berada dalam bahaya berkembang, penyakit medis
yang serius. Dalam banyak kasus, penyakit ini mengganggu sosial, pekerjaan, dan fungsi
keluarga. Selain itu, terus berlanjut meskipun evaluasi medis yang tepat dan jaminan kesehatan
yang baik. pasien preokupasi mungkin bergejala dasar, dengan focus pada (1) fungsi tubuh
spesifik tertentu (misalnya, pembengkakan kelenjar getah bening, vestibular sensasi), (2)
kelainan fisik yang biasanya berbahaya (Misalnya, sakit kecil, postural sindrom ortostatik
tachycardia), atau (3) samar dan ambigu sensasi fisik (misalnya, '' paru-paru lelah, '' '' otak
berkabut '').4
tanda-tanda umumnya tidak berbahaya dan sensasi untuk penyakit ganas ditakuti (misalnya,
kanker, kondisi jantung yang tidak dapat dijelaskan) dan menjadi sangat preokupasi dengan
menentukan maknanya, keaslian,dan Ketakutan etiologi yang mendasari dan kesibukannya
dengan penyakit di HC biasanya disertai oleh behaviorsdactivities keamanan dilakukan dengan
tujuan mengurangi rasa takut dan melindungi kesehatan pribadi seseorang. perilaku keselamatan
umum di HC termasuk berlebihan mencari kepastian kesehatan yang baik (misalnya, melalui tes
medis), memeriksa tubuh seseorang (misalnya, payudara sendiri pemeriksaan untuk kanker),
meninjau sumber informasi tentang penyakit ditakuti (misalnya, cari Internet), dan
mengeksplorasi berbagai obat seperti obat herbal. Individu yang memiliki HC sering enggan
untuk melihat keluhan mereka sebagai apa pun selain fisik dan karena itu sering tersinggung jika
diberi saran bahwa mereka sebaiknya mencari konsultasi dari mental atau perilaku profesional
kesehatan (Misalnya, psikolog atau psikiater). 4
Karena keengganan ini, mereka jarang pergi ke klinik kesehatan mental, lebih memilih
konsultasi dari pengaturan medis primer dan khusus. Selain itu, meskipun individu yang telah
HC mungkin mengakui terlalu khawatir tentang penyakit, mereka cenderung tetap puas sampai
mereka menerima diagnosa medis. Gejala sering muncul selama periode stres meningkat tapi
mungkin lebih langsung dipengaruhi oleh pemulihan dari penyakit serius, diagnosis suatu
penyakit dalam satu dicintai, atau kematian seorang teman dekat atau kerabat Paparan informasi
yang berhubungan dengan penyakit di media juga mungkin pengaruh onset dan fokus HC.4
Untuk diagnostik pasti terhadap gangguan hipokondrik harus terdapat dua hal yaitu;
1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang
melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan berulang-ulang tidak menunjang
adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahann bentuk penampaka fisiknya (tidak sampai
waham)
2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.5

5. DIAGNOSIS BANDING

Hipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non psikiatri, terutama gangguan yang
menunjukkan gejala yang tidak mudah didiagnois. Penyakit tersebut mencakup AIDS,
endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple, penyakit degenerative sistem saraf, systemic
lupus erythematous, dan gangguan non plastikyang tidak jelas.
Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa hipokondriasis
menekankan rasa takut memiiki suatu penyakit dan gangguan somatisasi menekankan
kekhawatiran mengenai banyak gejala. Pembedaan yang samar adalah bahwa apasien dengan
hipokondriasis biasanya mengeluhkan lebih sedikit gejala daripada pasien dengan gangguan
somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki awitan sebelum usia 30 tahun, sedangkan
hipokondriasis memiliki awitan umur yang kurang spesifik. Pasien gangguan somatisasi lebih
banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan pada hipokondriasis, yang terdistribusikan
rata antara laki-laki dan perempuan.
Hipokondriasis juga harus dibedakan dengan gangguan somatoform lainnya. Gangguan
konversi bersifat akut dan umumnya singkat serta biasanya melibatkan suatu gejala, bukannya
suatu penyakit tertentu. Ada atau tidaknya la belle indifference adalah cirri yang tidak
meyakinkan untuk membedakan kedua keadaan tersebut. Gangguan nyeri bersifat kronis, seperti
pada hipokondriasis, tetapi gejala terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dimorfik
tubuh berharap untuk tampak normal tetapi yakin bahwa orang lain melihat mereka tidak
demikian, sedangkan pasien dengan hipokondriasis mencari perhatian untuk dugaan penyakit
mereka.
Gejala hipokondriasis juga bisa terjadi pada pasien dengan gangguan depresif dan gangguan
ansietas. Jika pasien memenuhi seluruh criteria diagnostik hipokondriasis dan gangguan jiwa
utama lain, seperti gangguan depresif berat atau gangguan ansietas menyeluruh, pasien harus
mendapatkan kedua diagnosis, kecuali gejala hipokondriasisnya terjadi hanya selama episode
gangguan jiwa lain. Pasien dengan gangguan panic awalnya dapat mengeluh bahwa meeka
terkena penyakit (contohnya gangguan jantung). Tetapi pertanyaan yang teliti selama anamnesis
medis biasanya menemukan gejala klasik gangguan panic. Keyakinan hipokondriasis yang
bersifat waham terjadi pada gangguan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi dapat
dibedakan dengan hipondriasis berdasarkan intensitas waham dan adanya gejala psikotik lain. Di
samping itu, waham somatic pasien skizofrenia cenderung bizar, idiosinkratik, dan di luar
lingkungan budaya.3
Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan buatan dengan gejala fisik dan dibedakan dengan
malingering yaitu pasien dengan hipokondriasis benar-benar mengalami dan tidak membuat
gejala yang meeka laporkan.3

6. PENATALAKSANAAN

famakologi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi edukasi yang
dilakukan. tujuan dari pemberian farmakoterapi adalah untuk mengurangi gejala dan gangguan
yang menyertai (contohnya depresi), untuk mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala
hipokondrik.2,8

hipokondriasis hamper selalu disertai dengan gangguan depresi, ansietas, obsessive –


compulsive. apabila salah satu diantara gangguan diatas ada, penatalaksanaan yang sesuai
haruslah dilakukan. biasanya terapi farmakologi diberikan dengan memulai dengan dosis rendah,
kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. hal ini untuk mencegah efek samping dimana
pasien dengan gangguan hipokondria sangat sensitive terhadap efek samping obat.6,8

Terapi kognitif

tujuan dari terapi kognitif untuk hipokondriasis adalah untuk mengarahkan pasien untuk
mengenali, bahwa masalah utama mereka adalah rasa takut terhadap menderita suatu penyakit
dan bukannya menderita penyakit itu. pasien juga diminta untuk memantau sendiri kekhawatiran
yang muncul dan mengevaluasi kenyataan dan alasannya. terapis juga membujuk pasien untuk
mempertimbangkan penjelasan alternative untuk tanda fisik yang biasanya mereka
interpretasikan sebagai suatu penyakit. percobaan mengenai kebiasaan juga digunakan sebagai
usaha untuk mengubah kebiasaan pikiran pasien. singkatnya, pasien diberitahukan untuk secara
intens focus pada gejala fisik yang spesifik dan memantau peningkatan rasa cemas yang muncul.
keluarga juga perlu di ikutsertakan untuk mengobservasi kecemasan yang muncul.7,8

Manajemen stress

sebuah study oleh Clark dkk membandingkan terapi kognitif dan juga manajemen stress
kebviasaan. manajemen ini difokuskan pada keadaan dimana stress berkontribusi pada
kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. pasien diminta untuk mengidentifikasi stressor
yang ada dan diajarkan tekhnik manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi
stressor yang ada. tekhnik yang diajarkan kepada pasien adalah teknik rlaksasi dan kemampuan
untuk memecahkan masalah. walaupun teknik ini tidak secara langsung difokuskan terhadpa
terapi hipokondriasis, teknik ini mampu mengurangi gejala yang muncul.7,8

Pencegahan paparan dan respon

terapi ini dimulai dengan meminta pasien membuat daftar kecemasan hipokondriasis
mereka, seperti memeriksa sensasi tubuh, memastikannya ke dokter, dan menghindari pikiran
tentang suatu penyakit.7,8

7. PERJALAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Perjalanan hipokondiasis biasanya episodic; episode berlangsung dari beberapa bulan


sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin
terdapat hubungan jelas antara eksersebasi gejala hipokondriasis dan stressor psikososial.
Walaupun hasil penelitian besar yang dilakukan belum dilaporkan, diperkirakan sepertiga sampai
setengah dari semua pasien hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang
baik adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset gejala yang tiba-tiba,
tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medisi non psikiatrik yang
menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi sembuh pada masa remaja akhir atau
pada masa dewasa awal. 8

8. KESIMPULAN

Hipokondriasis adalah suatu gangguan neurotic yang ditandai dengan focus gejala yang
lebih ringan daripada kepercayaan bahwa ia menderita penyakit tertentu hipokondriasis
merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang dikategorikan dalam DSM-IV.
Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatic lainnya oleh karena gangguan ini
dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana
gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya.
Terdapat factor psikososial berupa konflik psikis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Ditemukan factor genetic dalam transmisi gangguan ini. Selain itu dihubungkan pula
dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer nondominan.
Cirri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai
permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya ngatif dan juga
telah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak terjadi kelainan yang mendasari keluhannya.
Penatalaksanaan hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial, dan
psikoterapi. Hipokondriasis berlangsung episodic, dimana setiap periode berlangsung beberapa
bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh episode tenang yang sama panjangnya.
Prognosis baik serhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak
adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.dr maslim R.spKk,Mkes, Diagnostik and statistic manual mental disorder, edisi ke
empat. Jakarta 2013
2. American Psychiatric association. diagnostic and statistical manual of mental disorder
(DSM-IV-TR). 4th ed. washingthon DC : American Psychiatric Press,2000.
3. Kaplan & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Abrahamowitz, JS., dan Braddock, AE. 2006. Hypochondriasis: Conceptualization,
Treatment, and Relationship to Obsessive-Compulsive Disorder. Psychiatric clinics of
north America: 503-519
5. Muslim, R. (2013). Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: bagian ilmu kedokteran jiwa FK-Unika Atmajaya.
6. Salkovskis, P.M., Warwick, H.M.C., Deale, A.C. 2003. Cognitive-behavioral treatment
for severe and persistent helath anxiety (hypochondriasis). 3 : 353-367
7. Pilowsky, Issy. Abnormal Illness behavior. Chichester, UK: John Wiley and sons, 1997.
8. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. : Gangguan Psikotik Singkat, dalam Sinopsis,
edisi 7, jilid 2, Jakarta, hal:81

Anda mungkin juga menyukai