Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

FRAKTUR

Pembimbing :

dr. Haris Setia Ampera Hutagaol .Sp.Rad

Penyusun :

MohammadHaryr,

7002091051

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RSUD PIRNGADI KOTA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM

SUMATERA UTARA

PERIODE 27 agustus – 29 september 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Fraktur” tepat pada
waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada dr.Haris Setia Hutagaol,
Sp.Rad selaku pembimbing dan penguji, yang telah meluangkan waktu dan bersedia
menguji dan mengarahkan pembuatan referat.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak lepas
dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan dan
kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan

Jakarta, 4 September 2018

2
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL

“FRACTUR”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepanitraan klinik Radiologi Rumah sakit

Umum Daerah Pirngadi

Medan 25 Maret 2021

Koorpanit

3
DAFTAR

ISI BAB I 5

PENDAHULUAN 5

1.1 Latarbelakang 5

BAB II 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Definisi 7

2.2 Epidemiologi 8

2.3 Etiologi 9

2.4 Faktor risiko 9

2.5 Imunopatogenesis 10

2.5.1 Peranan endotel.............................14

2.6 Diagnosis 16

2.7 Manifestasi klinis 17

2.8 Pemeriksaan Penunjang 18

2.9 Penatalaksanaan 19

Gambar 2.11 Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.1 23

4
BAB III 26

26
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan 26

DAFTAR PUSTAKA 27

GANGGUAN HIPOKONDRIASIS

I. PENDAHULUAN

Istilah “hipokondriasis” didapatkan dari istilah medis yang lama


“hipokondrium” yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan seringnya keluhan
abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis disebabkan dari
interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat terhadap gejala atau sensasi
fisik, yang menyebabkan preokupasi dan ketakutan bahwa mereka menderita
penyakit yang serius, kendati pun tidak ditemukan penyakit medis yang diketahui.
Preokupasi pasien menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi pasien dan
mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi di dalam peranan personal, sosial,
dan pekerjaan.1

Hipokondriasis sebagai kategori diagnosis masih tetap kontroversial . Meskipun


ada bukti yang baik dari kejadian tiga serangkai keyakinan terkena penyakit , terkait
marabahaya , dan pencarian bantuan medis, gejala-gejala ini dikatakan lebih baik
dipahami sebagai bentuk kecemasan yang terjadi untuk fokus pada masalah
kesehatan, dan berkaitan erat dengan bentuk lain dari gangguan kecemasan.6

5
II. DEFINISI

Hipokondriasis adalah keadaan dimana seseorang mencurigai kesehatan


fisiknya atau ketakutan pada suatu penyakit tanpa ada patologi organik, yang
menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan adekuat dan penentraman.Pasien
berulang kali mencari pemeriksaan atau keterangan medis, tetapi tetap tidak dapat
diyakinkan. Hasil evaluasi diagnostik negatif dan dokter menenangkan hanya akan
meningkatkan kecemasan pasien tentang kesehatannya.4,5,8

III. EPIDEMIOLOGI

Satu penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan sebesar 4 sampai 6


persen pada populasi klinik medis umum. Laki-laki dan wanita sama sama terkena
oleh hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia, onset
paling sering antara usia 20-30 tahun. Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis
adalah lebih sering diantara kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi posisi
sosial, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tampaknya tidak mempengaruhi
diagnosis1

IV. ETIOLOGI

Dalam kriteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV menyatakan bahwa gejala


mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup
menyatakan bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi
somatiknya, mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari
umumnya terhadap ganggguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang
normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal menganggapnya sebagai
nyeri abdomen. Orang hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah

6
menginterpretasikannya dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema
kognitif yang keliru. Walaupun beberapa studi kasus yang diduga terkait dengan
suatu hipokondriasis, sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari
hipokondriasis itu sendiri.1
Teori yang kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan
model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang mendapatkan masalah yang
tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit menawarkan suatu jalan
keluar, karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari kewajiban yang
menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan dimaafkan
dari kewajiban yang biasanya diharapkan.1
Teori ketiga tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa ganguan ini adalah
bentuk varian dari ganguan mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan. Diperikirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis diperkirakan
memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-
sama. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik untuk hipokondriasis mungkin
merupakan pensomatisasi (somatizing) dari gangguan lain tersebut.1
Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bidang psikodinamika,
yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain
dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik. Kemarahan
pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa
lalu tetapi pasien mengekspresikan kemarahannnya saat ini dengan meminta
pertolongan dan perhatian dari orang lain dan selanjutnya menolak karena tidak
efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai rasa bersalah, rasa keburukan yang
melekat, suatu ekspresi yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri (self-
concern) yang berlebihan. Penderitaan nyeri dan somatik selanjutnya menjadi alat
untuk menebus kesalahan dan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai
hukuman yang dapat diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun
khalayan) dan perasaan sesorang jahat dan memalukan.1

7
V. GAMBARAN KLINIS

Pasien hipokondriakal percaya bahwa mereka mendeteksi penyakit yang parah


yang belum dapat dideteksi, dan mereka tidak dapat diyakinkan akan kebalikannya.
Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan suatu keyakinan bahwa mereka
memiliki suatu penyakit tertentu atau dengan berjalannya waktu, mereka mengubah
keyakinannya dengan penyakit tertentu. Keyakinan tersebut adalah menetap
walaupun hasil laboratorium adalah negatif, perjalan yang yang ringan dari penyakit
yang ringan dengan berjalannya waktu dan penentraman yang tepat dari dokter.
Tetapi keyakinan tersebut tidak sangat terpaku sehingga merupakan suatu waham.
Hipokondriasis sering kali disertai gejala depresi dan kecemasan, dan sering kali
ditemukan bersama-sama dengan suatu gangguan depresif atau kecemasan.1
Pasien dengan gangguan ini sering mendatangi dokter, biasanya berulang
ulang dan berpindah dari satu spesialis ke spesialis lain (dokter shopping), tetapi
menghindari psikiater. Derajat ringan lazim dalam mahasiswa kedokteran4
Orang-orang dengan hipokondriasis mempunyai ciri tidak akan datang ke
pembantahan keyakinan mereka mengenai penyakit dan penderitaan yang mereka
rasakan karena mereka tidak percaya. bahkan dalam beberapa kasus, keyakinan
mereka ini dapat menjadi suatu delusi atau waham.7

VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS (KRITERIA)

Kategori diagnostik DSM-IV untuk hipokondriasis pasien diharuskan untuk


terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit yang berat dan
keyakinan palsu tersebut didasarkan pada misinterpretasi tanda atau sensasi fisik.
Kriteria mengharuskan bahwa keyakinan tersebut berlangsung sekurangnya enam
bulan, kendatipun tidak adanya temuan patologis pada pemeriksaan medis dan
neurologis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa tersebut tidak dalam
intensitas waham (lebih tepat didiagnosis gangguan delusional) dan tidak terbatas
pada ketegangan tentang penampilan ( lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan
dismorfik tubuh.) Tetapi, gejala hipokondriasis diharuskan memiliki intensitas yang
menyebabkan penderitaan emosional atau menyebabkan gangguan pada kemampuan

8
pasien untuk berfungsi didalam bidang penting hidupnya. Klinisi dapat menentukan
adanya tilikan yang buruk jika pasien tidak secara konsisten mengetahui bahwa
permasalahan penyakit adalah luas.1
Kriteria diagnostik untuk Hipokondriasis berdasarkan DSM-IV
a. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap
gejala gejala tubuh
b. Preokuopasi menetap walaupun telah dilakukan pemerikasaan medis yang
tepat dan penentraman
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham(seperti
gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan(seperti pada penampilan dismorfik tubuh)
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
f. Preokupasi tidak dapat di terangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan
umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif
berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.3

Kategori diagnostik PPDGJ III untuk diagnosis pasti kedua hal ini harus ada:

a. Keyakinan yang menetap adanya sekurang kurangnya satu penyakit fisik


yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan
yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau
perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
b. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi
keluhann-keluhannya.2

VII. DIAGNOSIS BANDING

9
Hipokondriasis harus dibedakan dari kondisi medis nonpsikiatrik, khususnya
gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-
penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple,
penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus erimatosus sistemik, dan gangguan
neoplastik yang tidak jelas.1
Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada
suatu hipokondriasis tentang ketakutan pada suatu penyakit dan penekanan pada
gangguan somatisasi dengan banyak gejala. Perbedaan yang tidak jelas bahwa pasien
dengan hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala dibandingkan
pasien dengan gejala gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki
onset sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki usia onset yang
kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih sering adalah wanita
dibandingkan dengan pasien dengan hipokondriasis, dimana memiliki distribusi yang
seimbang antara laki-laki dan wanita.1
Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform lainnya.
Gangguan konversi adalah akut dan biasanya sementara dan biasanya melibatkan
suatu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu. Adalah atau tidak adanya la belle
indiference adalah ciri yang tidak dapat dipercaya yang menyebabkan kedua kondisi
tersebut. Gangguan nyeri adalah kronis, seperti juga hipokondriasis, tetapi gejalanya
adalah terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh
berharap dapat tampil normal tetapi percaya bahwa orang lain memerhatikan bahwa
mereka tidak normal, sedangkan pasien hipokondriakal mencari perhatian untuk
anggapan penyakitnya.

VIII. PENATALAKSANAAN

Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan psikiatrik.


Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan psikiatrik jika dilakukan di
lingkungan medis dan dipusatkan untuk menurunkan stress dan penjelasan tentang
mengatasi penyakit kronis. Di antara pasien-pasien tersebut, psikoterapi kelompok
adalah cara yang terpilih, sebagian cara ini memberikan dukungan sosial dan
interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien. Psikoterapi
individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi biasanya tidak berhasil.1

10
Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna untuk
menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan keluhan
mereka ditanggapi dengan serius. Tetapi prosedur diagnostik dan terapeutik harus
dilakukan hanya jika bukti objektif mengharuskannya. Jika mungkin klinisi harus
menahan diri supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau
kebetulan.1
Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien
memiliki suatu kondisi yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan
atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis adalah sekunder akibat adanya
gangguan mental primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk gangguan
itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi
harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit
mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah. 1

IX. PROGNOSIS

Perjalanan hipokondriasis biasanya episodik; episode berlangsung dari


beberapa bulan sampai beberapa tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang
sama panjangnya. Mungkin terhadap hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala
hipokondriakal dan stresor psikososial. Walaupun hasil penelitian besar yang
dilakukan belum dilaporkan diperkirakan sepertiga sampai setengah dari semua
pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang
baik adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset gejala yang
tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi non-psikiatrik
yang menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi sembuh pada masa
remaja akhir atau masa dewasa awal.1

X. KESIMPULAN

11
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang
dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi
somatic lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala
fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak
menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan
pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala
fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan
keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.

Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan ketakutan


dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala yang dirasakannya.
Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu
penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi, dan tidak dapat menerima
penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan keyakinan
bahwa mereka memiliki penyakit yang serius. Hipokondriasis biasanya disertai
dengan gejala depresi dan anxietas dan biasanya terjadi bersamaan dengan gangguan
depresi dan anxietas.
Walaupun pada DSM-IV membatasi bahwa gejala yang timbul telah
berlangsung paling kurang 6 bulan, keadaan hipokondrial yang sementara dapat
muncul setelah stress yang berat, paling sering adalah akibat kematian atau penyakit
yang sangat serius dari seseorang yang sangat penting bagi pasien, ataupun penyakit
serius yang yang pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh, yang dapat
meninggalkan keadaan hipokondrial sementara pada kehidupan pasien. Keadaan
diatas dimana perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka di diagnosis sebagai
gangguan somatoform yang tak tergolongkan.
Farmako terapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi
edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmako terapi adalah untuk
mengurangi gejala dan gangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk
mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik.
Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi, anxietas,
obsesif-kompulsif. Apabila salah satu dari gangguan diatas ada, penatalaksanaan

12
yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan dengan
memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal ini
untuk mencegah efek samping dimana pasien dengan gangguan hipokondrik sangat
sensitif terhadap efek samping obat.
Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya
mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang sempurna

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H.I, Sadock B.J,and Greeb J.A. Sinopsis Psikiatri. In : Gangguan


Somatoform. Jilid Dua. Ciputat: Binarupa Aksara. 94-7.
2. Dr. Rusdi Maslim SpKJ, dalam Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III, Cetakan Pertama, 2001, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya, Jakarta, halaman 84.
3. Engelberta Pardamean, Gangguan somatoform. dalam simposium sehari
kesehatan jiwa dalam rangka menyambut hari kesehatan jiwa sedunia.
4. I.M Ingram, G.C Timbury, R.M Mowbray. dalam Catatan Kuliah Psikiatri.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
5. Dorland, W.A. Newman, dalam Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.
Jakarta: EGC.
6. Mayou Richard, M.A., M.Sc., M.Phil., F.R.C.P., F.R.C.Psych. Laurence J.
Kirmayer, M.D., F.R.C.P.(C.). Somatoform Disorders : Time For a New
Approach in DSM-V. Am J Psychiatry 2005; 162:847-855.
http://ajp.psychiatryonline.org
7. Vladan Starcevic, Hypochondriasis and health anxiety: conceptual challenges
Hypochondriasis and health anxiety: conceptual challenges. 2013

13
http://bjp.rcpsych.org/cgi/eletter-submit/202/1/7
8. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Cetakan pertama
2009. Surabaya: Airlangga University Press

14

Anda mungkin juga menyukai