FRAKTUR
Pembimbing :
Penyusun :
MohammadHaryr,
7002091051
SUMATERA UTARA
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Fraktur” tepat pada
waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada dr.Haris Setia Hutagaol,
Sp.Rad selaku pembimbing dan penguji, yang telah meluangkan waktu dan bersedia
menguji dan mengarahkan pembuatan referat.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak lepas
dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan dan
kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan
2
LEMBAR PENGESAHAN
“FRACTUR”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepanitraan klinik Radiologi Rumah sakit
Koorpanit
3
DAFTAR
ISI BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latarbelakang 5
BAB II 7
TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Definisi 7
2.2 Epidemiologi 8
2.3 Etiologi 9
2.5 Imunopatogenesis 10
2.6 Diagnosis 16
2.9 Penatalaksanaan 19
4
BAB III 26
26
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan 26
DAFTAR PUSTAKA 27
GANGGUAN HIPOKONDRIASIS
I. PENDAHULUAN
5
II. DEFINISI
III. EPIDEMIOLOGI
IV. ETIOLOGI
6
menginterpretasikannya dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema
kognitif yang keliru. Walaupun beberapa studi kasus yang diduga terkait dengan
suatu hipokondriasis, sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari
hipokondriasis itu sendiri.1
Teori yang kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan
model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk
mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang mendapatkan masalah yang
tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit menawarkan suatu jalan
keluar, karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari kewajiban yang
menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan dimaafkan
dari kewajiban yang biasanya diharapkan.1
Teori ketiga tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa ganguan ini adalah
bentuk varian dari ganguan mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan. Diperikirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis diperkirakan
memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-
sama. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik untuk hipokondriasis mungkin
merupakan pensomatisasi (somatizing) dari gangguan lain tersebut.1
Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bidang psikodinamika,
yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain
dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik. Kemarahan
pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa
lalu tetapi pasien mengekspresikan kemarahannnya saat ini dengan meminta
pertolongan dan perhatian dari orang lain dan selanjutnya menolak karena tidak
efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai rasa bersalah, rasa keburukan yang
melekat, suatu ekspresi yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri (self-
concern) yang berlebihan. Penderitaan nyeri dan somatik selanjutnya menjadi alat
untuk menebus kesalahan dan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai
hukuman yang dapat diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun
khalayan) dan perasaan sesorang jahat dan memalukan.1
7
V. GAMBARAN KLINIS
8
pasien untuk berfungsi didalam bidang penting hidupnya. Klinisi dapat menentukan
adanya tilikan yang buruk jika pasien tidak secara konsisten mengetahui bahwa
permasalahan penyakit adalah luas.1
Kriteria diagnostik untuk Hipokondriasis berdasarkan DSM-IV
a. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap
gejala gejala tubuh
b. Preokuopasi menetap walaupun telah dilakukan pemerikasaan medis yang
tepat dan penentraman
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham(seperti
gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan(seperti pada penampilan dismorfik tubuh)
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
f. Preokupasi tidak dapat di terangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan
umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif
berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.3
Kategori diagnostik PPDGJ III untuk diagnosis pasti kedua hal ini harus ada:
9
Hipokondriasis harus dibedakan dari kondisi medis nonpsikiatrik, khususnya
gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-
penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple,
penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus erimatosus sistemik, dan gangguan
neoplastik yang tidak jelas.1
Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada
suatu hipokondriasis tentang ketakutan pada suatu penyakit dan penekanan pada
gangguan somatisasi dengan banyak gejala. Perbedaan yang tidak jelas bahwa pasien
dengan hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala dibandingkan
pasien dengan gejala gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki
onset sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki usia onset yang
kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih sering adalah wanita
dibandingkan dengan pasien dengan hipokondriasis, dimana memiliki distribusi yang
seimbang antara laki-laki dan wanita.1
Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform lainnya.
Gangguan konversi adalah akut dan biasanya sementara dan biasanya melibatkan
suatu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu. Adalah atau tidak adanya la belle
indiference adalah ciri yang tidak dapat dipercaya yang menyebabkan kedua kondisi
tersebut. Gangguan nyeri adalah kronis, seperti juga hipokondriasis, tetapi gejalanya
adalah terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh
berharap dapat tampil normal tetapi percaya bahwa orang lain memerhatikan bahwa
mereka tidak normal, sedangkan pasien hipokondriakal mencari perhatian untuk
anggapan penyakitnya.
VIII. PENATALAKSANAAN
10
Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna untuk
menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan keluhan
mereka ditanggapi dengan serius. Tetapi prosedur diagnostik dan terapeutik harus
dilakukan hanya jika bukti objektif mengharuskannya. Jika mungkin klinisi harus
menahan diri supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau
kebetulan.1
Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien
memiliki suatu kondisi yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan
atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis adalah sekunder akibat adanya
gangguan mental primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk gangguan
itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi
harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit
mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah. 1
IX. PROGNOSIS
X. KESIMPULAN
11
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang
dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi
somatic lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala
fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak
menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan
pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala
fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan
keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.
12
yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan dengan
memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal ini
untuk mencegah efek samping dimana pasien dengan gangguan hipokondrik sangat
sensitif terhadap efek samping obat.
Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya
mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang sempurna
DAFTAR PUSTAKA
13
http://bjp.rcpsych.org/cgi/eletter-submit/202/1/7
8. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Cetakan pertama
2009. Surabaya: Airlangga University Press
14