Anda di halaman 1dari 4

HIPOKONDRIASIS

Hipokondrianis didefinisikan sebagai seseorang yang berkreokupasi dengan


ketakutan atau keyakinan menderita penyakit yang serius. Pasien dengan
hipokondriasis memiliki interpretasi yang tidak realistis maupun akurat terhadap
gejala atau sensasi fisik, meskipun tidak ditemukan penyebab medis. Preokupasi
pasien menimbulkan penderitaan bagi dirinya dan mengganggukemampuannya
untuk berfungsi secara baik dibidang social, interpersonal dan pekerjaan.

Prevalesi hipokondriasis 4-6% dari populasi pasien medic umum, dan


kemungkinan tertinggi adalah 15%. Awitan dari gejala dapat terjadi pada segala
usia, namun yang tersering adalah pada usia 20-30 tahun. Angka kejadian tak
dipengaruhi oleh strata sosial, pendidikan maupun perkawinan. Keluhan
hipokondriasis terjadi pada 3% mahasiswa kedokteran yang umumnya terjadi pada
2 tahun pertama pendidikan, namu bersifat sesaat saja.

ETIOLOGI

Pasien dengan hipokondriasis memiliki skema kognitif yang salah. Mereka


salah menginterpretasikan sensasi fisik, sebagai contoh, seseorang yang secara
normal mempersepsikan sebagai rasa kembung, oleh pasien hipokondriasis
dirasakan sebagai sakit perut. Pasien hipokondriasis menambah dan memperbesar
sensasi somatik yang dialaminya, karena rasa tidak nyaman secara fisik
mempunyai ambang dan toleransi yang rendah.

Hipokondriasis juga bias dipandang dari sudut model pembelajaran social.


Gejala-gejala hipokondriasis dapat dilihat sebagai permintaan untuk mendapatkan
peran sakit pada seseorang yang menghadapi masalah berat yang tak dapat
diselesaikannya. Peran sakit memberikan peluang bagi seseorang untuk
menghindari kewajiban berat, menunda tantangan yang tak dikehendaki dan
mendapatkan permakluman untuk tidak memenuhi tugas dan tanggung jawabnya.

Teori lain memandang hipokondriasis sebagai bentuk varian gangguan mental


lainnya, yang tersering adalah depresi dan cemas. Diperkirakan 80% pasien
hipokondriasis juga mengalami gangguan depresi atau cemas bersamaan.
Menurut teori psikodinamik dorongan agresivitas dan permusuhan yang
ditujukan kepada orang lain dipindahkan (lewat mekanisme represi dan
displacement) ke dalam keluhan-keluhan somatik. Kemarhan pasien
hipokondriasis berasal dari ketidakpuasan, penolakan dan kehilangan di masa lalu.
Namun pasien mengekspresikan kemarahannya di masa sekarang dengan mencari
bantuan dan kepedulian dari orang lain yang kemudian dicampakkannya dengan
alas an bahwa orang tersebut tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai
pertahanan terhadap rasa bersalah, dan sebagai tanda dari kepedulian berlebihan
terhadap diri sendiri. Rasa sakit dan penderitaan somatik menjadi penebusan dan
peniadaan (undoing) yang dihayati sebagai hukuman terhadap kesalahan di masa
lalu ( nyata maupun imajinasi) dan perasaan bahwa dirinya jahat serta berdosa.

GAMBARAN KLINIS

Pasien hpokondriasis yakin bahwa mereka menderita penyakit serius yang


belum bias dideteksi, dan mereka sulit diyakinkan yang sebaliknya. Mereka
mempertahankan keyakinan bahwa dirinya mengidap suatu penyakit, dan dengan
berjalannya waktu keyakinannya beralih ke penyakit lain. Keyakinannya bertahan
meskipun hasil laboratorium negative, jinaknya perjalanan penyakit yang dicurigai,
dan penentraman dari dokter. Meskipun demikian keyakinan tersebut tidak sampai
bertaraf waham. Hipokondriasis sering kali disertai dengan gejala depresi, atau
berkomorbid dengan gangguan depresi dan gangguan cemas.

Meskipun DSM-IV-TR menyebutkan bahwa gangguan ini harus sudah


berlangsung sekurangnya 6 bulan, keadaan hipokondriasis sesaat dapat saja terjadi
setelah adanya tekanan yang berat misalnya kematian atau penyakit serius yang
diderita seorang yang bermakna bagi pasien. Keadaan ini yang berlangsung kurang
dari 6 bulan harus didiagnosis sebgai Gangguan somatoform yang tak
tergolongkan. Kondisi hipokondriasis sesaat sebgai respons terhadap tekanan
biasanya hilang bila tekanan tak ada lagi, tetapi bias menjadi kronik bila diperkuat
oleh orang-orang dalam sistem sosial pasien atau oleh profesi kesehatan.

DIAGNOSIS

Diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR kriteria Hipokondriasis adalah sebagai berikut


:
A. Preokupasi dengan ketakutan atau ide bahwa seseorang mempunyai penyakit
serius berdasarkan interpretasi yang salah terhadap gejala-gejala tubuh.
B. Preokupasi menetap meskipun telah dilakukan evaluasi medik dan
penentraman.
C. Keyakinan pada kriteria A tidak mempunyai intensitas waham ( seperti
gangguan waham, jenis somatik) dan tak terbatas pada kepedulian tentang
penampilan seperti pada body dysmorphic disorder).
D. Preokupasi menimbulkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan fungsi lainnya.
E. Lamanya gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi bukan disebabkan karena gangguan cemas meyeluruh, gangguan
obsesif kompulsif, gangguan panik, episode depresif, cemas perpisahan, atau
gangguan somatoform lainnya.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Perjalanan penyakit hipokondriasis biasanya episodic. Setiap episode


berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan dan dipisahkan oleh periode tanang
yang sama lamanya. Terdapat asosiasi yang kuat antara kekambuhan
hipokondriasis dengan stresor psikososial. Kira-kira sepertiga sampai setengah
dari pasien hipokondriasis mengalami perbaikan yang bermakna. Prognosis
yang baik berkaitan dengan status social ekonomi yang tinggi, pengobatan
terhadap cemas dan depresi yang responsive, awitan dari gejala yang
mendadak, tidak ada gangguan kepribadian, dan tidak ada kondisi medik non
psikiatrik yang terkait. Pada anak-anak yang menderita hipokondriasis akan
membaik saat remaja akhir atau dewasa awal.

TERAPI

Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik. Beberapa bersedia


menerima terapi psikiatrik apabila dilakukan pada setting medis dan dengan
focus menurunkan stress dan edukasi untuk menghadapi penyakit kronik.
Psikioterapi kelompok bermanfaat bagi pasien hipokondriasis karena
memberikan dukungan social dan interaksi social sehingga menurunkan
kecemasan. Bentuk psikioterapi lain yang dapat bermanfaat adalah psikioterapi
individual berorientasi tilikan, tetapi perilaku, terapi kognitif dan hypnosis.
Pemeriksaan fisik terjadwal yang teratur membantu menenangkan pasien,
bahwa dokternya tak meninggalkannya dan keluhannya ditangani secara serius.
Namun prosedur diagnostic dan terapi invasive dilakukan hanya bila ada bukti
obyektif untuk dilakukan tindakan tersebut.

Farmakoterapi diberikan pada pasien hipokondriasis yang berkomobiditas


dengan gangguan lain seperti gangguan cemas dan gangguan depresi. Atau
apabila hipokondriasis merupakan kondisi sekunder terhadap gangguan mental
primer lainnya, maka gangguan primer diatasi. Apabila hipokondriasis
merupakan reaksi situsional sesaat, maka pasien harus dibantu untuk mengatasi
stress tanpa memperkuat perilaku sakitnya dan pemanfaatan peran sakitnya
sebagai solusi terhadap masalahnya.

Anda mungkin juga menyukai