2. Contoh konflik antar suku, ras, golongan, agama yang pernah terjadi di Indonesia. a. Konflik etnis Dayak dan Madura di Sampit Kalimantan. b. Tragedi perang antara Suku Lampung dan Suku Bali
3. Kronologis serta landasan yuridis dan sosiologinya.
a. Konflik etnis Dayak dan Madura di Sampit Kalimantan. Kronologis Tragedi Sampit 2001 bukanlah satu-satunya insiden berdarah antara Suku Dayak dan Madura, karena sebelumnya memang kedua suku ini sering memanas. Kedatangan Suku Madura di Kalimantan tengah sebenarnya merupakan hasil dari program transmigrasi oleh pemerintah Indonesia. Adanya suku lain yang menentap didaerahnya tersebut membuat Suku Dayak merasa kurang puas dan mulai terusik. Selain itu juga adanya persaingan yang membuat kedua suku ini memanas. Banyak orang Madura yang berhasil serta menguasai banyak industry tambang dan perkayuan dibandigkan suku asli. Ada banyak versi yang melatar belakangi kerusuhan sampit, diantaranya persoalan sosial-ekonomi local yaitu kompetisi antara para penambang emas Dayak dan Madura. Ada versi lain menceritakan bahwa tragedy sampit di picu oleh perkelahian antara siswa SMK di Baamang, yang melibatkan anak Suku Madura dengan anak suku Sampit, dan masih banyak lagi penyebab-penyebab yang melatar belakanginya. Perkelahian antar anak madura dan dayak memicu juga konflik antar keluarga, antar etnis, hingga terjadilah tragedi sampit yang mengakibatkan ratusan orang meninggal secara tragis. Landasan yuridis dan sosiologis Menurut Dr Thamrin Amal Tomagola, sosiolog dari Universitas Indonesia, ada empat faktor utama akar konflik di Kalimantan, yaitu; 1) Terjadinya proses marginalisasi suku Dayak. Pendidikan yang minim dan sedikitnya warga Dayak yang bisa menikmati pendidikan mengakibatkan sedikitnya warga Dayak yang duduk di pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah lebih banyak di pegang oleh warga pendatang. 2) Penempatan transmigran di pedalaman Kalimantan yang mengakibatkan singgungan hutan. Hutan bagi masyarakat Dayak adalah tempat tinggal dan hidup mereka. Ketika transmigran ditempatkan di pedalaman Kalimantan, dan mereka melakukan penebangan hutan, kehidupan masyarakat Dayak terganggu. Sejak tahun 1995 para transmigran di tempatkan di pedalaman Kalimantan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu menempatkan transmigran di pesisir. Para pendatang baru inilah, yang dikenal keras dan pembuat masalah, tidak seperti pendatang-pendatang sebelumnya. Selain soal transmigrasi, pemerintah juga telah memberikan keleluasaan bagi para pengusaha untuk membuka hutan melalui HPH. 3) Masyarakat Dayak kehilangan pijakan, terganggunya harmoni kehidupan masyarakat Dayak mengakibatkan masyarakat Dayak kehilangan pijakan. Kekuatan adat menjadi berkurang. Kebijakan-kebijakan pemerintah telang menghilangkan/mengurangi identitas mereka sebagai masyarakat adat. 4) Hukum yang tidak dijalankan dengan baik mengakibatkan banyaknya terjadi tindak kekerasan dan kriminal yang dibiarkan. Proses pembiaran ini berakibat pada lemahnya hukum dimata masyarakat, sehingga masyarakat menggunakan caranya sendiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan, diantaranya dengan menggunakan kekerasan. sumber : http://archive.kaskus.co.id/thread/2208967/0/kerusuhan-kerusuhan-sipil-di-indonesia http://kontensara.blogspot.com/2017/04/tragedi-sampit-suku-dayak-vs-madura.html
b. Tragedi perang antara Suku Lampung dan Suku Bali
Kronologis Kronologis tragedi perang antara suku Lampung dan suku Bali bermula dari masyarakat suku asli yang dalam hal ini adalah suku lampung menganggap suku Bali (pendatang) telah menciderai kepercayaan dan keramahan mereka dengan tidak menghargai keberagaman yang mereka miliki masing-masing. Serta seiring dengan itu, timbul pula perasaan dilecehkan oleh suku pendatang sehingga konflik terjadi tanpa bisa dielakan. Kondisi seperti ini menciptakan masyarakat yang masing-masing mengedepankan identitas masing-masing sampai tingkat ingin menguasai satu sama lainnya atau Rachisme (perasaan superioritas terhadap ras tertentu). Konflik kekerasan yang terjadi pada tanggal 27-29 Oktober 2012 antara etnis Bali Desa Balinuraga dan etnis Lampung Desa Agom merupakan puncak dari rangkaian konflik- konflik sebelumnya yang terjadi antar etnis Bali dan Lampung yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Penyebab konflik-konflik yang terjadi antar kedua etnis tersebut antara lain : Tidak adanya upaya-upaya maupun sarana komunikasi yang diciptakan kedua belah pihak sejak transmigran asal Pulau Bali pertama kali datang di Kabupaten Lampung Selatan, yaitu pada tahun 1963 bertepatan saat Gunung Agung di Bali meletus. Pemerintah pada saat itu tidak menempatkan transmigran asal Bali ke daerah transmigrasi yang dihuni oleh penduduk-penduduk asli. Sehingga tidak ada sarana komunikasi secara langsung yang baik antara masyarakat pendatang dan penduduk asli. Masing-masing memiliki sifat tinggi hati, selalu menaruh perasaan curiga terhadap orang lain, berpikiran negative terhadap orang lain dan sulit untuk mengendalikan emosinya. Tidak adanya kedekatan secara pribadi antar kedua etnis tersebut menimbulkan prasangka antar etnis Bali dan etnis Lampung. Masing-masing memiliki perasaan negative yang menunjukkan sikap bermusuhan atau perilaku diskriminatif satu sama lain. Hal tersebut memicu konflik-konflik kecil antar kedua etnis. Kebutuhan masing-masing warga tidak terpenuhi kemudian masalah semakin lebar dengan membawa nama suku masing-masing. Masyarakat Bali pertama melakukan transmigrasi ke Kabupaten Lampung Selatan dan ditempatkan pada suatu daerah yang tidak berpenghuni dan tidak ada penduduk asli sehingga membuat pemukiman penduduk etnis Bali menjadi terkesan eksklusif dan tidak berbaur dengan penduduk asli maupun etnis lainnya yang ada di Kabupaten Lampung Selatan. Padahal, kesan eksklusif tersebut terbentuk karena kesenjangan sosial yang sangat jelas terlihat di antara kedua etnis tersebut. Masyarakat etnis Bali mempunyai kelebihan, yaitu sifat tekun dan ulet dalam bekerja dibandingkan dengan etnis Lampung sehingga kondisi ekonomi masyarakat etnis Bali lebih baik dibandingkan dengan etnis Lampung. Adanya keberagaman karakteristik sistem sosial. Landasan yuridis dan sosiologis Kemajemukan masyarakat di Lampung merupakan kekayaan budaya bangsa. Namun, di sisi lain juga memiliki potensi untuk menjadi sebuah konflik. Permasalahan yang timbul akibat kemajemukan itu antara lain: Konflik yang terjadi di Provinsi Lampung bukan hanya karena factor perbedaan suku atau budaya, tetapi juga karena factor ekonomi dan sentimen agama. Konflik yang sudah terjadi berkali-kali di kabupaten Lampung Selatan kurang ditindak tegas oleh aparat keamanan dan Pemerintah Daerah, sehingga menimbulkan konflik yang lebih besar. Kurang tanggapnya pemerintah daerah dalam penyelesaian konflik kependudukan yang terjadi sehingga menyebabkan korban jiwa. Penanganan konflik (resolusi konflik) yang dilakukan pemerintah tidak merangkul semua masyarakat. Kemajemukan masyarakat Provinsi Lampung yang diakibatkan program transmigrasi pada era Orde Baru membuat Provinsi Lampung rentan akan konflik sosial. Dengan banyaknya masyarakat yang melakukan transmigrasi membuat Provinsi Lampung memiliki banyak suku yang memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda.
4. Cara mengatasi permasalahan tersebut
Dilihat dari kronologis peristiwa konflik tersebut, kedua konflik tersebut mempunyai kesamaan, yaitu konflik terjadi karena kurangnya komunikasi dan adanya kesenjangan sosial antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Sedangkan penyebab lainnya adalah hanya sebagai pemicu terjadinya konflik yang lebih besar. Menurut pendapat saya, yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi konflik tersebut adalah: a. Sebelum program transmigrasi digulirkan, pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat seharusnya menjembatani hubungan antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Jika perlu diadakan forum, perkumpulan atau organisasi yang menjadi sarana komunikasi bagi penduduk asli dan penduduk pendatang. b. Rendahnya tingkat pendidikan sedikit banyak akan mempengaruhi cara berpikir, cara menghadapi masalah atau konflik dan berpengaruh pula dalam pengendalian emosi. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan mempunyai manajemen emosi yang lebih baik dan otomatis akan mengurangi terjadinya konflik. c. Penduduk pendatang yang biasanya mempunyai skill lebih memberikan pelatihan, atau membagikan ilmu yang dimilikinya kepada penduduk asli. Pelatihan bisa juga dilakukan oleh pemerintah daerah setempat yang memberikan pelatihan secara bersama-sama antara penduduk asli dan penduduk pendatang.