Anda di halaman 1dari 4

Epidemiologi Anemia pada Orang Dewasa

Epidemiologi
Anemia hemolitik autoimun yang paling sering ditemukan adalah anemia hemolitik autoimun
tipe hangat (75% dari populasi anemia hemolitik autoimun). Anemia hemolitik autoimun ini juga
lebih banyak ditemukan pada wanita (65% dari kasus). Meskipun demikian, anemia hemolitik
adalah bentuk anemia yang jarang ditemukan. Jumlah kejadiannya adalah 1 kasus dari 100.000
individu. Prevalensinya meningkat pada populasi diatas 60 tahun, yaitu 10 kasus
per100.000 individu. 5

Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi karena
gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif
2
residual.

Patofisiologi
AIHA disebabkan oleh autoantibodi langsung yang melawan antigen sel darah merah, molekul
pada permukaan sel darah merah. Autoantibodi mengikat sel darah merah. Saat sel darah merah
dikelilingi oleh antibodi, sel tersebut akan hancur dengan satu atau lebih mekanisme. Pada
kebanyakan kasus Fc portion dari antibodi akan dikenali oleh reseptor Fc makrofag, dan ini akan
menyebabkan eritrofagositosis. Jadi, destruksi sel darah merah akan berlangsung di tempat yang
makrofagnya banyak, seperti di limpa, hati, dan sumsum tulang. Karena anatomi khusus dari
limpa, yang efisien dalam menjebak sel darah merah yang dikelilingi antibodi, dan terkadang
menjadi tempat predominan untuk destruksi sel darah merah. Meskipun pada kasus berat dalam
sirkulasi monosit dapat mengambil bagian dalam proses. Kebanyakan mediator fagositosis dari
penghancuran sel darah merah mengambil tempat di organ yang disebutkan tadi, dan disebut
hemolisis ekstravaskular. Dalam kasus lain, antibodi alami (biasanya antibodi IgM) adalah
antigen-antibodi kompleks pada permukaan sel darah merah yang dapat mengaktifkan
komplemen. Hasilnya, banyak jumlah membran penyerang kompleks akan terbentuk, dan
banyak sel darah merah hancur secara langsung; dan diketahui sebagai hemolisis intravaskular.3-6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa dan non-medikamentosa yang hanya memberi hasil yang
memuaskan pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Untuk anemia hemolitik autoimun tipe
dingin, belum ditemukan penatalaksanaan yang memberi hasil maksimal.

 Penatalaksanaan medikamentosa yang dapat diberikan pada anemia hemolitik autoimun


tipe hangat adalah kortikosteroid 1-1.5 mg/kgBB/hari. Dalam dua minggu sebagian besar
akan menunjukkan respon klinis baik (Ht meningkat, retikulosit meningkat, tes Coombs
direk positif lemah, tes Coombs indirek negatif). Nilai normal dan stabil akan dicapai
pada hari ke 30 sampai hari ke 90. Bila ada tanda respons terhadap steroid, dosis
diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis
<30mg/hari dapat diberikan secara selang sehari. Beberapa pasien akan memerlukan
terapi rumatan dengan steroid dosis rendah, namun bila dosis perhari melebihi 15
mg/hari untuk mempertahankan kadar hematokrit, maka perlu segera dipertimbangkan
terapi dengan modalitas lain.
 Penatalaksanaan medikamentosa yang lain juga dapat berupa pemberian preparat
imunosupresan seperti azathioprin 50-200 mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari.
Selain itu penambahan danazol 600-800 mg/hari bersamaan dengan prednison
memberikan hasil yang bagus sebagai terapi inisial. Begitu juga mycophenolate
mofetil 500-1000 mg perhari dilaporkan memberikan hasil yang bagus. 3-6
 Sementara itu, penatalaksanaan nonmedikamentosa yang dapat dilakukan adalah
splenektomi. Jika terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tapering
dosis selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi
akan menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis tetap dapat
berlangsung setelah splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit terikat
antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan eritrosit
yang sama. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-75% namun tidak bersifat
permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah splenektomi. 3-6

Pencegahan
 Penyakit herediter, hindari pernikahan dengan keluarga dekat
 Bagi penyakit yang disebabkan oleh mutasi, hindari dari keadaan yang boleh
menyebabkan mutasi seperti rokok
 Transfusi darah dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak terjadi sembarang
inmkompatibilitas
 Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalasemia dan penyakit herediter lain
sebelum menikah

Pencegahan sekunder, disebabkan kebanyakan etiologi anemia hemolitik dari herediter,


pencegahan sekunder lebih utama

 Hindari suasana dingin bagi anemia hemolitik autoimun tipe dingin


 Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalassemia dan penyakit herediter lain
sebelum menikah
 Lakukan pemeriksaan CBC secara periodik untuk mendeteksi respon pengobatan dan
relaps. Mereka yang dengan symptom anemia atau hemolisis perlu dievaluasi segera.
Pasien dengan diabetes yang mengambil kortikosteroid perlu monitor yang lebih bagi
pengendalian gula darah
 Pasien dengan splenektomi perlu mengambil antibiotic anafilaktik bila demam.
 Lakukan pemeriksaan jika keluarga anemik. 5

Prognosis
Setelah kondisi autoimun teraktivasi, perjalanan penyakit akan menjadi kronis. Tetapi prognosis
4
masih baik dengan persentasi survival yang tinggi.

Kesimpulan
Pasien wanita berusia 25 tahun mengalami anemia hemolitik autoimun atau biasa disebut AIHA.
Hal ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Saat
diagnosisnya tepat, penatalaksanaan dari penyakit tersebut dapat dilakukan dengan tepat pula
sehingga kondisi pasien dapat membaik.

Daftar Pustaka

1. Oehadian A. Continuining medical education: Pendekatan klinis dan diagnosis anemia.


Jakarta: CDK; vol.39 no. 6, 2012.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 70-1, 1153, 1162.
3. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: SinarSurya MegahPerkasa; 2009. h. 103.
4. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4.
Jakarta:EGC; 2005. h. 21-2.
5. Kiswari R. Hematologi dan transfusi. Jakarta: Erlangga; 2014. h. 187-91.
6. Hemolytic Anemia, diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/201066-
overview#a0156, 17 April 2015.

Anda mungkin juga menyukai