Anda di halaman 1dari 5

ANALISA TINDAKAN

1. JUDUL
Perawatan luka pada pasien Tn. H
2. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. Hadi Wiyanto
Tanggal Lahir : 27 desember 1979
Umur : 38 tahun 10 bulan
Alamat : Desa Kasepuhan, Kecamatan Batang
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam
Diagnosa Medis :
3. MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan integritas kulit dan nyeri.
4. JENIS TINDAKAN YANG DILAKUKAN
Perawatan luka
5. DASAR PEMIKIRAN DILAKUKAN TINDAKAN
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis .
Sedangkan menurut Rubenstein, Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-
alkohol (acid-alcoholfast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama
mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus (Ulfa, 2012).
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil ini
langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri namun
tdak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan makrofag. Alveoli
yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yeng mengadakan infiltrasi bersatu
menjadi sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa, Respon
radang lainnya adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga
menyebabkan penumpukan sekret (Ulfa, 2012).
Penumpukan sekret inilah yang menyebabkan pasien TB mengalami sesak
nafas. Masalah keperawatan pada pasien TB paru dengan kondisi tersebut adalah
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.
Sesak napas yaitu adanya peningkatan kerja pernapasan karena resistensi
elastic paru–paru, faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kerja pernapasan
karena menurunnya kemampuan mengembang dinding torak atau paru-paru maka
kinerja otot pernapasan akan bertambah dan dapat memberikan perubahan dan jika
paru– paru tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen akhirnya menimbulkan sesak
napas. Sedangkan batuk dan produksi sputum yang berlebih terjadi karena adanya
reflek protektif yang timbul akibat iritasi percabangan trakeabronkial, pembersihan
yang tidak efektif sputum akan terkumpul dan perlu di obsevasi sumber sputum,
warna, volume, konsistensi sputum. Akibat dari sekresi sputum yang berlebihan
meliputi batuk, dapat menyebabkan obstruksi saluran pernafasan dan sumbatan pada
saluran pernafasan (Ringel, 2012).
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sesak nafas pada pasien TB
paru dengan masalah keperawatan ketidakbersihan jalan nafas adalah dengan
peningkatan jalan nafas. Peningkatan jalan nafas ini dapat dilakukan dengan
memberikan humidifer atau face mask dengan kelembapan tinggi sehingga dapat
membantu dalam mengencerkan sekresi (Darliana, 2011).
Sekresi yang sangat banyak dapat menyumbat jalan nafas pada pasien TB paru
dan mengganggu pertukaran gas. Humidifier atau face mask dengan kelembabab
tinggi dapat membantu dalam mengencerkan sekresi, sehingga kebersihan jalan nafas
pada pasien menjadi baik dan mengurangi sesak nafas yang dialami pasien (Darliana,
2011).

6. IMPLIKASI DAN PENCEGAHAN


Implikasi :
 Pemberian dan pemakaian terapi oksigen dengan humidifier melalui nasal
kanul selama lebih dari 24 jam dapat menimbulkan tumbuhnya bakteri.
Kondisi tersebut sangat beresiko terjadinya infeksi pada pasien (Kurniawati &
Bakar, 2011).
 Pemakaian humidifier penting untuk dicermati karena tabung humidifier yang
terisi air dapat menjadi reservoir infeksi yang baik bagi bakteri. Bakteri dapat
tumbuh di humidifier diperkirakan karena lingkungan yang lembab (Bakar,
Yetti, & Handayani, 2009).
 Pertumbuhan bakteri di humidifier, dapat menjadi salah satu infeksi
nosokomial pneumoni (Bakar, Yetti, & Handayani, 2009).
Pencegahan :

 Terapi oksigen dengan nasal kanul dengan kecepatan aliran oksigen kurang
dari 4 liter per menit tidak perlu menggunakan humidifier karena masih
dipengaruhi udara ruangan. Kelembapan udara ruangan masih mencukupi
untuk membantu kelembapan terapi oksigen yang diberikan. Terapi oksigen
tanpa humidifier ini dapat di lakukan selama kurang lebih 8 jam. Pemberian
oksigen tanpa humidifier dapat mencegah terjadinya iritasi dan tidak merusak
mukosa hidung (Kurniawati & Bakar, 2011).
 Tabung humidifier harus dalam kondisi bersih (Bakar, Yetti, & Handayani,
2009).
 Air dalam humidifier harus air steril dan diganti setiap 24 jam (Bakar, Yetti, &
Handayani, 2009)
 Bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu
(Bakar, Yetti, & Handayani, 2009)
 Pemakaian humidifier dengan aliran oksigen kurang dari 5 liter per menit
tidak perlu mengisi air (oksigen non humidifier) (Bakar, Yetti, & Handayani,
2009).

7. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN TINDAKAN


Terapi Oksigen dengan Humidifier Menggunakan Nasal Kanul.
Kelebihan :
 Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafsan teratur
 Pemasangan mudah
 Pasien tetap dapat makan, berbicara, bergerak, lebih mudah di pakai pasien
dan lebih nyaman
 Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernafas
melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui nasal kanul terhirup melalui hidung (Astowo
& Pudjo, 2005).

Kekurangan :
 Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila pasien bernafas melalui mulut
 Mudah terlepas dan dilepaskan pasien karena kedalamannya hanya 1/1,5 cm
 Tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal
 Pemberian aliran lebih dari 4 liter / menit dapat menyebabkan mukosa kering
dan mengiritasi selaput lendir.
 Terjadinya kekeringan pada mukosa saluran pernapasan pada pemeberian
okdigen tanpa pelembab dapat menyebabkan masuknya kuman ke dalam
lapisan mukosa dan menyebabkan infeksi. Penggunaan pelembab juga
memungkinkan masuknya kuman ke dalam saluran pernapasan. Kuman
penyebab pnemunia mungkin masuk ke dalam saluran pemberian oksigen
pada saat pengisian. Suasana yang lembab diperkirakann juga menjadi media
yang baik untk pertumbuhan bakteri (Zukhri & Sukirno, 2015).
 Pemasangan Nasal Kanul dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga
dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat (Astowo & Pudjo, 2005).
8. EVALUASI DIRI
Hal yang dilakukan pertama adalah menyiapkan tabung oksigen dan nasal
kanul serta humidifier yang sudah terisi cairan steril. Pasien sebelumnya telah
terpasang nasal kanul namun dilepaskan karenya merasa dadanya sesak dan berfikiran
dengan melepas nasal kanul pasien dapat bernafas dengan lebih baik.
Setelah menaikkan aliran oksigen dan sebelumnya merasakan pada tangan apakah
sudah mengalir dengan baik, saya mencoba memberikan atau memasangkan nasal
kanul kepada pasien. Awalnya pasien menolak dan berusaha untuk melepaskan nasal
kanul yang diberikan, namun dengan bantuan keluarga dan setelah pasien merasakan
oksigen yang mengalir, akhirnya pasien mau menggunakan nasal kanul dan tidak
mencoba untuk melepaasnya lagi.
Pada Tn. S, saya hanya mengatur kembali aliran oksigen dan memasangkan
kembali nasal kanul kepada pasien. Namun, saya juga sudah melakukan tindakan
pemberian oksigen mulai dari memasang tabung oksigen, memasang humidifier pada
pasien yang lain.

Daftar Pustaka

Astowo, & Pudjo. (2005). Terapi Oksigen : Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi.

Anda mungkin juga menyukai