Anda di halaman 1dari 9

2.1.

Aspek Arsitektur Scaffold


Pertumbuhan sel, proliferasi dan diferensiasi sel serta sifat mekanik scaffold dipengaruhi
oleh arsitektur scaffold, diantaranya ukuran pori [14], ketebalan dinding scaffold [15], porositas
scaffold [16], interkonektivitas pori [16], luas permuakaan spesifik scaffold [17], dan
permeabilitas scaffold [18]. Arsitektur pori dari scaffold memiliki dampak langsung pada
penempelan sel dan perilakunya serta migrasi sel aktif melalui struktur scaffold [19]. Sementara
sifat mekanik scaffold sangat dipengaruhi oleh ketebalan dinding scaffold / stut thickness [15].
Permeabilitas mempengaruhi difusi nutrisi dan oksigen, pembuangan limbah, dan migrasi sel
ke dalam scaffold. Permeabilitas merupakan fungsi dari tingkat porositas dan arsitektur pori,
khususnya konektivitas pori [20].

2.1.1. Ukuran Pori Scaffold


Ukuran pori rata-rata adalah aspek penting dari scaffold untuk tissue engineering. Ukuran
pori harus dalam kisaran yang dapat memfasilitasi penetrasi dan migrasi sel selama
pembenihan sel, difusi nutrisi dan pengeluaran zat-zat metabolik, menyediakan lingkungan
mikro 3-dimensi (3D) yang merangsang penempelan sel dan diferensiasi sel [21]. Jika pori-
pori terlalu kecil sel-sel tidak dapat bermigrasi menuju pusat konstruk yang membatasi difusi
nutrisi dan pembuangan produk limbah. Sebaliknya, jika pori-pori terlalu besar, ada penurunan
luas permukaan spesifik yang membatasi penempelan sel. Ukuran pori optimum diperlukan
untuk kesuksesan tissue engineering [14]. Gambar Error! No text of specified style in
document..1 menunjukkan model dari pori spheric.

Gambar Error! No text of specified style in document..1 Model CAD (Computer-Aided


Design) dari pori spheric [21].
Hasil penelitian Fergal J. O'Brien, dkk. (2005) pada scaffold collagen-GAG menunjukkan
lebih dari 40% sel yang ditanamkan menempel pada scaffold dengan ukuran pori rata-rata
terkecil (95,9 µm) pada 24 dan 48 jam dibandingkan scaffold dengan ukuran pori rata-rata
terbesar (150,5 µm) yang hanya sekitar 20% sel yang tetap menempel [22]. Sedangkan pada
penelitian selanjutnya (2010) pada collagen glycosaminoglycan scaffolds menunjukkan
scaffold dengan ukuran pori terbesar 325 µm memiliki persentase penempelan sel tertinggi
pada 24 jam dan 48 jam pasca penanaman sel, scaffold ini secara signifikan memfasilitasi
penempelan jumlah sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan scaffold dengan ukuran pori
rata-rata yang lebih kecil (85 μm - 190 µm) walaupun hubungannya tidak linear [23].

Berdasarkan penelitian Sheng Lin-Gibson, dkk. (2006) dari analisis Micro-computed


tomography (µCT) menunjukkan meningkatnya ukuran pori scaffold seiring dengan
peningkatan ukuran rata-rata kristal garam dari 100 hingga 390 μm [15]. Ukuran pori scaffold
mengikuti ukuran partikel garam yang digunakan, karena garam yang larut pada proses salt
leaching menghasilkan struktur berpori pada scaffold [10]. Menurut Le-Ping Yan, dkk. (2011)
ukuran pori rata-rata scaffold silk fibroin cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
konsentrasi silk fibroin walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik di antara
scaffolds. Ukuran pori rata-rata scaffold yang dihasilkan berkisar 200 sampai 300 µm, dengan
variasi konsentrasi silk fibroin 8, 10, 12, dan 16 wt.% mengunakan ukuran granula NaCl 500-
1000 µm. Pengukuran pori ini menggunakan metode Micro-computed tomography (µCT) [24].
Penelitian Wibowo, Untung Ari, dkk. (2017) menunjukkan semakin besar ukuran partikel
garam yang digunakan, maka semakin besar diameter scaffold yang dihasilkan. Ukuran pori
yang sedikit lebih kecil dari ukuran partikel NaCl disebabkan oleh butir-butir garam yang larut
sebagian. Semakin tinggi konsentrasi fibroin sutra, maka semakin besar ukuran pori yang
dihasilkan. Hal ini dimungkinkan karena adanya pelarutan garam yang lebih besar terjadi pada
konsentrasi fibroin sutra yang lebih rendah akibat jumlah pelarut di dalamnya lebih besar
[6][25].

2.1.2. Porositas Scaffold


Porositas adalah salah satu parameter paling sederhana yang dapat menggambarkan
scaffold berpori [18]. Porositas yaitu persentase volume void dalam material. Penelitian
berfokus pada desain scaffold dalam memastikan porositas yang tepat dan struktur pori untuk
penetrasi dan pertumbuhan sel [16]. Semakin tinggi porositas, semakin banyak ruang tersedia
pada scaffold untuk pembentukan jaringan baru dan pertumbuhan pembuluh darah [26].
Penurunan porositas scaffold, akan mengurangi fluid flow, sehingga mengurangi pengangkutan
oksigen, yang akan membatasi pertumbuhan dan migrasi sel [19].

Pengangkutan sel secara langsung hanya dipengaruhi oleh open porosity [18].
Peningkatan yang signifikan dalam penempelan dan viabilitas sel kondrosit seiring dengan
meningkatnya porositas, hal ini telah diamati pada poly-L-lactide scaffolds, in chitosan
scaffolds, poly(ε caprolactone) (PCL) scaffolds, collagen scaffolds, dan polyurethane scaffolds
[21]. Gambar Error! No text of specified style in document..2 menunjukkan irisan cross-
sectional struktur berpori.

Gambar Error! No text of specified style in document..2 Skema yang menggambarkan


karakteristik pori [19]

Close pore adalah rongga terisolasi didalam matriks scaffold. Open pore memiliki pori
yang mengakses ke luar permukaan scaffold; jika pori-pori itu terhubung ke permukaan luar
lain dari scaffold maka disebut through pore, dan jika tidak, disebut dengan blind pore. Scaffold
dengan pori-pori besar tetapi blind pore atau close pore tidak akan dapat memberikan tingkat
perpindahan massa yang sama di seluruh kedalaman scaffold dibandingkan dengan scaffold
dengan pori-pori terbuka dari bahan yang sama [19].

Porositas dapat dikontrol dengan memvariasikan jumlah dan ukuran partikel garam [27].
Penelitian oleh Michele M. Nava (2016) yang menunjukkan peningkatan porositas scaffold
terjadi seiring dengan meningkatnya diameter pori scaffold, hal ini dikarenakan semakin
meningkatnya ukuran pori menghasilkan peningkatan volume pori di dalam scaffold [21].
Gambar Error! No text of specified style in document..3 menunjukkan model 3D dari scaffold
dengan variasi porositas pada ukuran garam yang sama.
Gambar Error! No text of specified style in document..3 3D rendering dari analisis µCT
scaffold hasil preparasi menggunakan garam 200 µm dengan variasi porositas (A) 83%, (B)
76%, (C) 69%, (D) 62%, (E) 56% [15].

2.1.3. Ketebalan Dinding Scaffold


Ketebalan dinding scaffold didefinisikan sebagai diameter bola terbesar pada solid
scaffold [28]. Untuk scaffold hasil fabrikasi metode salt-leaching menunjukkan porositas dan
ketebalan dinding scaffold / strut thickness mempengaruhi sifat mekanik scaffold. Ketebalan
dinding scaffold sangat mempengaruhi sifat mekanik dari scaffold yang ditunjukkan oleh sifat
kompresi [15]. Gambar Error! No text of specified style in document..4 menunjukkan skema
dari ketebalan dinding scaffold dan diameter sturt.
Gambar Error! No text of specified style in document..4 Pengukuran fitur morfologi dari
mikrograf SEM: ketebalan dinding pori (tw) dan diameter strut (ts) [29].

Penelitian Sheng Lin-Gibson, dkk. (2007) menunjukkan ketebalan dinding scaffold


menurun seiring penurunan ukuran partikel NaCl. Pada nilai porositas yang tidak berbeda jauh,
ketika ukuran pori berkurang, maka sejumlah pori muncul dan mempertahankan porositas,
sehingga ketebalan dinding menurun. Serta peningkatan sifat mekanik / modulus kompresi
terjadi seiring dengan peningkatan strut thickness / ketebalan dinding scaffold [15].
Berdasarkan Le-Ping Yan, dkk (2011) menunjukkan ketebalan dinding scaffold meningkat
seiring peningkatan konsentrasi fibroin sutra, hal ini dikarenakan pada konsentrasi fibroin sutra
yang semakin tinggi, jumlah fibroin sutra sutra yang diendapkan semakin banyak, sehingga
ketebalan dinding semakin besar [24].

2.1.4. Interkonektivitas Pori Scaffold


Interkoneksi pori mengekspresikan sejauh mana pori-pori pada scaffold terbuka dan
saling terhubung satu sama lain dan ke sekeliling scaffold. Open pore diperlukan untuk migrasi
sel, difusi oksigen, nutrisi, dan produk limbah, serta pertumbuhan pembuluh darah dan jaringan
[26]. Interkonektivitas pori didefinisikan sebagai jalur pengangkutan/transport melalui ruang
pori, untuk menentukan permeabilitas, meningkatkan distribusi sel, dan memfasilitasi interaksi
sel-sel mirip dengan yang ditemukan pada in vivo. Dalam literatur interkonektivitas
didefinisikan mulai dari volume pori yang dapat diakses hingga jumlah lubang di dinding pori
[30]. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar Error! No text of specified style in document..5.
Gambar Error! No text of specified style in document..5 Skema interkonektivitas pori / jalur
pengangkutan [16].

Porositas dan interkoneksi pori sangat penting untuk distribusi nutrisi di sepanjang
scaffold yang telah ditanami sel [31]. Interkoneksi pori-pori diperlukan untuk memungkinkan
pertumbuhan sel ke dalam interior scaffold [16]. Meskipun difusi nutrisi dapat terjadi melalui
beberapa material scaffold, perpindahan massa dari nutrisi dan spesies vital lainnya juga terjadi
dengan fluid flow melalui pori yang saling interkoneksi [19]. Pengangkutan materi dan migrasi
sel akan terhambat jika pori-pori tidak saling berhubungan (interconnected) meski porositas
matriksnya tinggi [17].

Studi terbaru menunjukkan bahwa peningkatan migrasi sel dan pertumbuhan sel osteoid
disebabkan oleh pori-pori yang saling berhubungan (interconnected pores) (Hollister, 2005;
Mastrogiacomo et al., 2006; Brown et al., 2008), dan saluran (channel) pada pori-pori penting
untuk pengangkutan massa ke dalam interior scaffold selama regenerasi jaringan in vitro
(Karageorgiou dan Kaplan, 2005; Janssen et al., 2006) [32]. Penelitian Jie Fan, dkk. (2013)
menunjukkan peningkatan interkoneksi pori seiring dengan peningkatan porositas, karena
semakin tinggi porositas, maka semakin besar volume pori dalam scaffold, sehingga semakin
tinggi pori yang saling interkoneksi [32]. Pada porositas yang rendah dengan volume pori yang
rendah, interkoneksi pori yang dihasilkan tidak dapat menghubungkan pori-pori besar [33].
Gambar Error! No text of specified style in document..6 menunjukkan hasil SEM dari scaffold
yang memperlihatkan adanya interkonektivitas pori.
Gambar Error! No text of specified style in document..6 Hasil SEM dari scaffold, lingkaran
merah menunjukkan pori interkoneksi [34].

2.1.5. Luas Permukaan Spesifik Scaffold


Luas permukaan spesifik mendefinisikan total permukaan scaffold yang tersedia untuk
penempelan sel [35]. Luas permukaan penting untuk proliferasi sel di samping penempelan sel.
Luas permukaan spesifik scaffold dari material berpori bergantung pada kerapatan dan
diameter rata-rata dari pori [17]. Luas permukaan spesifik scaffold menurun dengan
meningkatnya ukuran pori [23]. Jika ukuran pori scaffold terlalu besar akan mengurangi luas
permukaan spesifik akan menghasilkan pengurangan jumlah sel yang dapat menempel pada
permukaan scaffold setelah penanaman sel dibandingkan dengan scaffold dengan ukuran pori
yang lebih kecil, yang menghasilkan luas permukaan spesifik yang lebih besar [19].

Hasil penelitian Fergal J. O'Brien, dkk. (2005) pada scaffold collagen-GAG menunjukkan
scaffold dengan ukuran pori rata-rata terkecil (95,9 µm) memiliki luas permukaan spesifik
terbesar 0,00733 μm-1, sedangkan scaffold dengan diameter pori terbesar (150,5 µm) memiliki
luas permukaan spesifik terkecil 0,00469 μm-1. Persentase sel-sel yang tetap menempel pada
scaffold menunjukkan hubungan linier terhadap luas permukaan spesifik, semakin besar luas
permukaan spesifik maka sel-sel yang menempel semakin banyak [22]. Sedangkan pada
penelitian selanjutnya (2010) pada collagen glycosaminoglycan scaffolds menunjukkan
hubungan antara luas permukaan spesifik dengan persentase sel-sel yang tetap menempel tidak
linear, namun jumlah sel menempel tertinggi ditemukan pada scaffold dengan luas permukaan
spesifik 0,0022 μm-1. Scaffold ini secara signifikan memiliki jumlah sel menempel yang lebih
tinggi daripada semua scaffold dengan luas permukaan spesifik yang lebih tinggi lainnya
(0,0038, 0,0044, 0,0060, dan 0,0084 μm-1) [23].

Secara umum, ukuran pori ideal bergantung tipe sel dan harus cukup besar untuk
memungkinkan migrasi sel melalui struktur scaffold, tapi cukup kecil untuk memberikan luas
permukaan spesifik yang tinggi, memungkinkan sel untuk menempel secara efisien ke dinding
pori [18]. Penelitian Fergal J. O’Brien, dkk. (2005) menunjukkan luas permukaan spesifik
scaffold menurun dengan meningkatnya ukuran pori, karena semakin meningkatnya ukuran
pori menghasilkan luas permukaan yang semakin rendah [22][36]. Gambar Error! No text of
specified style in document..7 menunjukkan hubungan antara ukuran pori scaffold terhadap
luas permukaan scaffold.

Gambar Error! No text of specified style in document..7 Model geometri scaffold, pengaruh
ukuran pori terhadap luas permukaan spesifik scaffold, dimana ukuran pori A<B<C<D [37].

2.2. Aspek Permeabilitas Scaffold


Permeabilitas menggambarkan kemudahan aliran cairan melalui ruang pori dan
mempengaruhi nutrisi sel, diferensiasi dan aksesibilitas pori. Untuk ketahanan sel, jaringan pori
harus dioptimalkan untuk pengangkutan/transport molekuler, hal ini merupakan fungsi dari
interkonektivitas dan permeabilitas [18]. Permeabilitas mempengaruhi difusi nutrisi dan
oksigen, pembuangan limbah, dan migrasi sel ke dalam scaffold [20]. Berdasarkan Anna G.
Mitsak, dkk. (2011) Polycaprolactone Scaffold dengan permeabilitas tinggi (3,991 x 10-7
m4/Ns) mendukung pertumbuhan tulang yang lebih besar daripada Polycaprolactone Scaffold
dengan permeabilitas yang rendah (0,688 x 10-7 m4/Ns) [36].

Tidak seperti porositas, ukuran pori, dan sejumlah parameter struktural lain,
permeabilitas mendefinisikan sifat fisik dari pengangkutan/transport massa, yang berhubungan
erat dengan efek sifat desain struktural pada pengangkutan/transport fluida yang masuk dan
keluar dari sebuah konstruksi [36]. Permeabilitas merupakan fungsi dari tingkat porositas dan
arsitektur pori, khususnya konektivitas pori [20]. Permeabilitas scaffold didefinisikan oleh
kombinasi lima parameter penting: (1) porositas, (2) ukuran dan distribusi pori, (3)
interkonektivitas pori (atau tortuosity), (4) ukurann dan distribusi fenestration (interkoneksi
pori), dan (5) orientasi pori [35]. Menurut Jie Fan, dkk (2013) permeabilitas meningkat seiring
dengan peningkatan porositas dan interkonektivitas scaffold, hal ini dikarenakan pada
porositas dan interkonektivitas yang semakin tinggi, menyediakan ruang untuk fluida mengalir
lebih tinggi [32]. Penelitian Fergal J. O’Brien, dkk. (2007) menunjukkan luas permukaan
spesifik scaffold yang semakin tinggi memberikan semakin besar efek gesekan pada fluida, hal
ini dapat menghambat aliran fluida, sehingga permeabilitas semakin rendah [35]. Scaffold
dengan ukuran pori dan porositas yang sama memiliki permeabilitas yang berbeda karena
bentuk pori random, interkoneksi pori dan tortuosity [32]. Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar Error! No text of specified style in document..8.

Gambar Error! No text of specified style in document..8 Sketsa cross-section dua scaffold
dengan porositas yang sama tetapi permeabilitas yang berbeda. Permeabilitas scaffold (a)
secara signifikan lebih rendah daripada (b) karena tahanan/resistensi yang lebih tinggi dari
pori-pori dengan koneksi sempit, zigzag, dan jalur yang tidak langsung [32].

Anda mungkin juga menyukai