Anda di halaman 1dari 2

Penanganan kerusakan tulang rawan biasanya berfokus pada transplantasi jaringan dari

satu tempat ke tempat lain pada pasien yang sama (autograft) atau dari satu individu ke individu
lainnya (transplantasi atau allograft). Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan, antara lain
operasi pengambilan jaringan yang mahal, menyakitkan, dibatasi oleh keterbatasan
jaringan/anatomi, dan keterbatasan donor. Tissue engineering dipertimbangkan untuk
rehabilitasi tulang rawan yang lebih baik yang bertujuan untuk meregenerasi jaringan yang
rusak, dengan mengembangkan pengganti biologis yang memulihkan, mempertahankan atau
memperbaiki fungsi jaringan [1,2,3]. Prinsip tissue engineering yaitu, sel umumnya
dikembangkan dari sumber autograft atau allograft. Scaffold 3D digunakan untuk mendukung
pertumbuhan sel dengan adanya specific growth factor dan rangsangan mekanis, sehingga
menciptakan lingkungan mikro fungsional yang merangsang penyusunan jaringan, yang
kemudian ditransplantasikan ke pasien [4,5,6].

Scaffold adalah struktur tiga dimensi (3D) yang digunakan sebagai template untuk
memfasilitasi pertumbuhan sel / jaringan serta pengangkutan nutrisi dan limbah sementara
dirinya terdegradasi, sehingga digantikan dengan jaringan baru [7]. Untuk menjalankan
perannya scaffold harus memiliki karakteristik diantaranya: (1) Biokompatibel, (2) Surface
chemistry untuk penempelan sel, (3) Pori saling interkoneksi dengan ukuran pori yang
mendukung pertumbuhan sel, (4) Biodegradabilitas terkontrol untuk pembentukan jaringan
baru, (5) Sifat mekanik cukup untuk mempertahankan struktur dan menyediakan lingkungan
untuk sel [5,10].

Polimer banyak dikembangkan sebagai tissue engineering scaffold karena kemampuan


proses yang baik. Polimer hayati lebih unggul pada sifat adhesi secara biologis [11]. Fibroin
sutra adalah material hayati diperoleh dari ulat sutra Bombyx mori, polimer fibroin sutra terdiri
dari rangkaian protein berulang dalam kokon [13]. Fibroin sutra bersifat biokompatibel,
biodegradabel, serta sifat mekanik yang tinggi, sehingga banyak digunakan untuk berbagai
jenis scaffold [14,15].

Wibowo, Untung Ari, dkk. telah berhasil membuat scaffold fibroin sutra menggunakan
metode direct dissolution salt leaching dengan proses yang lebih cepat. Scaffold fibroin sutra
yang dihasilkan terbukti biodegradabel, dan memiliki biokompatibilitas yang baik (dapat
menempelkan dan menumbuhkan sel) mengindikasikan scaffold dapat digunakan dalam tissue
engineering kartilago [3,26].
Pertumbuhan sel, serta sifat mekanik scaffold dipengaruhi oleh arsitektur scaffold, dan
permeabilitas scaffold. Arsitektur scaffold diantaranya ukuran pori [27], porositas scaffold [28],
ketebalan dinding scaffold [23], interkonektivitas pori [28], dan luas permuakaan spesifik
scaffold [29], parameter ini memiliki dampak langsung pada penempelan sel dan migrasi sel
serta sifat mekanik scaffold [23,30]. Permeabilitas mempengaruhi difusi nutrisi, pembuangan
limbah, dan migrasi sel [30]. Arsitektur scaffold fibroin sutra dalam fabrikasi salt leaching
dipengaruhi oleh ukuran partikel NaCl, serta konsentrasi fibroin sutra. Semakin besar ukuran
partikel NaCl, maka ukuran pori dan ketebalan dinding scaffold yang dihasilkan semakin besar.
Hal yang sama terjadi pada pengaruh konsentrasi fibroin sutra [7,23,25]. Parameter arsitektur
scaffold saling mempengaruhi satu sama lain, dan parameter arsitektur scaffold mempengaruhi
permeabilitas scaffold [41].

Arsitektur scaffold dapat dievaluasi dengan pengamatan SEM, namun pengamatan SEM
hanya dapat mengukur pori dan porositas secara 2D [21]. Arsitektur scaffold seperti luas
permukaan spesifik, volume pori dan parameter konektivitas dapat diukur dengan evaluasi 3D.
Evaluasi 3D juga lebih unggul karena bersifat tidak merusak, serta preparasi sampel yang
mudah. Salah satu metode evaluasi 3D yang banyak digunakan untuk mengevaluasi arsitektur
scaffold adalah metode Microcomputed tomography (micro-CT). Pemindaian micro-CT
menghasilkan gambar 3D yang terdiri dari proyeksi 2D, sehingga gambar 2D yang dihasilkan
dapat dievaluasi untuk pengukuran pori dan porositas yang lebih cepat, namun kelemahannya
pengukuran dilakukan pada masing-masing irisan gambar. Evaluasi 3D dapat mengukur pori,
porositas, ketebalan dinding, interkonektivitas pori, serta luas pemukaan spesifik pada struktur
3D scaffold [21,48,49].

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan scaffold fibroin sutra menggunakan metode
direct dissolution salt leaching dengan variasi ukuran partikel NaCl dan konsentrasi fibroin
sutra. Evaluasi 3D arsitektur scaffold menggunakan microcomputed tomography (micro-CT),
dan permeabilitas scaffold diukur dengan menggunakan metode falling head.

Anda mungkin juga menyukai