KAJIAN PUSTAKA
1
GR. Terry, The Principles of Management. (Homewood Illinois: Richard Irwin, 1984), 2
2
Saiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:
Alfabeta, 2011), 55
2. Henry Fayol: Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
Commanding (komando), Coordinating (koordinasi) dan Controlling
(pengendalian).
3. Koontz dan O’Donnell: Planning (perencanaan), Organizing
(pengorganisasian), Staffing (pengembangan staf), Leading
(kepemimpinan), dan Controlling (pengendalian).
4. Luther Gullich: Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
Staffing (pengembangan staf), Directing (pengaturan), Coordinating
(koordinasi), Reporting (pelaporan), dan Budgetting (penganggaran).
5. The Liang Gie: Planning (perencanaan), Decision Making (pengambilan
keputusan), Directing (pengaturan), Coordinating (koordinasi),
Controlling (pengendalian), dan Improving (perbaikan).
Jika dikaji lebih mendalam, semua pakar manajamen tersebut memiliki
kesamaan, hanya berbeda dalam hal penggunaan istilah dan pembagian setiap
fungsi manajerial. Dari sekian model manajemen yang ditawarkan oleh para
pakar, sebenarnya semua pakar tersebut sepakat dengan adanya fungsi
perencanaan dan pengendalian, hanya saja berbeda dalam menjabarkan fungsi-
fungsi lainnya, khususnya pada tahap fungsi pelaksanaan.
Fungsi pelaksanaan menurut G.R. Terry itu terdiri dari Organizing dan
Actuanting; Henry Fayol memecah menjadi Organizing, Commanding, dan
Coordinating; Koontz dan O’Donnell menggunakan Organizing, Staffing, dan
Leading; Luther Gullich menggunakan Organizing, Staffing, Directing, dan
Coordinating; sedangkan The Liang Gie menggunakan Decision Making,
Directing dan Coordinating. Pada fungsi pengendalian, GR.Terry, Henry
Fayol, Koontz dan O’Donnell, sama-sama menggunakan istilah Controlling;
Luther Gullich memecah fungsi pengendalian menjadi Reporting dan
Budgetting. Sedangkan, The Liang Gie membaginya menjadi Controlling dan
Improving.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa model manajemen dapat
disederhanakan menjadi fungsi Planning, Implementation, dan Evaluation.
Fungsi Planning ini berkaitan dengan pemilihan kebijakan atau program yang
berhubungan dengan organisasi, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi
yang berhubungan dengan waktu yang akan datang (future) dalam
menggambarkan, dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan
penuh keyakinan untuk tercapainya hasil yang dikehendaki. Fungsi
Implementation meliputi: Organizing, Actuating, Directing/Comanding,
Coordinating, Staffing, dan Leading, berkaitan dengan menentukan,
mengelompokkan, dan pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk
pencapaian tujuan; penugasan orang-orang dalam kegiatan dengan menetapkan
faktor lingkungan fisik yang sesuai, dan menunjukkan hubungan kewenangan
yang dilimpahkan terhadap setiap individu yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan. Implementasi ini identik dengan pelaksanaan, yaitu
usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya tujuan
dengan kesadarannya serta berpedoman kepada perencanaan dan usaha
pengorganisasiannya. Sedangkan fungsi Evaluation meliputi: Controlling,
Reporting, Budgetting, dan Improving, yang berkaitan dengan proses
penilaian sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggung-
jawabkan kepada konstituennya, serta untuk mengetahui kesenjangan antara
harapan dengan kenyataan. Apabila terjadi penyimpangan yang jauh dalam arti
kenyataan berbeda dengan harapan perlu segera ditindaklanjuti dengan usaha
perbaikan, apabila kenyataan sesuai dengan harapan akan dilakukan
pengembangan atau setidak-tidaknya mempertahankan prestasi yang telah
dicapai. Dalam fungsi ini terdapat pengawasan dan pengendalian berguna untuk
mengetahui apakah pelaksanaan kerja sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan atau tidak, apabila diperlukan dapat dilakukan perubahan-perubahan
atau pembetulan secukupnya. Secara lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa
pengawasan dan pengendalian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan
atau aktifitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana dan untuk menghindari
adanya penyimpangan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) fungsi atau model,
dengan istilah agak berbeda namun memiliki makna yang sama, yakni: (1)
model perencanaan pembelajaran Bahasa Arab; (2) model instruksional
leadership dalam pembelajaran Bahasa Arab; dan (3) model pengendalian mutu
dalam pembelajaran Bahasa Arab, sebagai bentuk evaluasi dan tindak lanjut
dari proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Model pembelajaran Bahasa Arab tersebut terdiri dari berbagai aspek
keterampilan utama di dalamnya. Aspek keterampilan utama tersebut meliputi
keterampilan mendengar (mahârah al-istimâ’), keterampilan berbicara
(mahârah al-kalâm), keterampilan membaca (maharat al-qiraah), dan
keterampilan menulis (mahârah al-kitâbah).3 Keempat keterampilan tersebut
merupakan keterampilan bahasa yang saling berurutan dan saling berkait. Siswa
yang belajar bahasa Arab akan mudah menguasai bahasa Arab apabila ia
memulainya dengan melatih keterampilan-keterampilan tersebut secara
berurutan yang dimulai dari keterampilan mendengar, berbicara dan seterusnya.
Demikian juga ia akan mengalami kesulitan untuk benar-benar memiliki
kemampuan berbahasa Arab yang baik apabila ia mempelajarinya dengan tidak
mengindahkan sistematika keterampilan yang harus dikuasainya.
Gambar 2.1. Model Pembelajaran Bahasa Arab
MAHĀRAT
MAHĀRAT
MAHĀRAT
MAHĀRAT
EVALUASI
KITĀBAT
QIRĀ’AT
ISTIMĀ’
KALĀM
KEMAMPUAN
SISWA
IMPLEMENTASI
3
Muhammad Alî al-Khûlî, Asalîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 19-
20
B. Model Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan merupakan bagian penting dari aktivitas manajerial,
sebagaimana James A.F. Stoner mendefinisikan manajemen sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian upaya anggota
dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.4 Sumber daya yang dimaksud ini adalah 7M + 1I (man, money,
material, machines, methods, marketing, and minute + information) yang
dikelola secara efisien dan efektif. Efisien (daya guna) merupakan proses
penghematan 7M + 1I dengan cara melakukan pekerjaan dengan benar (do
things right), sedangkan efektif (hasil guna) merupakan tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan dengan cara melakukan pekerjaan yang benar (do the right
things).5 Efektif dapat diartikan mampu mencapai tujuan dengan baik.
Stoner mengatakan bahwa menentukan arah tindakan perencanaan
(planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan bagaimana cara terbaik
untuk mencapainya. Pengambilan keputusan (decision making), yang
merupakan bagian dari proses perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan
dari serangkaian alternatif. Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu
mempertahankan efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk
aktivitas di masa depan. Artinya, tujuan dan rencana organisasi dengan jelas
membantu manajer untuk mengetahui bagaimana mengalokasikan waktu dan
sumber daya mereka.6
Menurut Thomson dan Strickland, secara mendasar terdapat empat
pendekatan perencanaan strategis dalam pengembangan organisasi, yaitu:
1. Pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up approach)
Perumusan strategis dalam pendekatan ini diambil dari berbagai unit
atau divisi organisasi lalu kemudian disampaikan ke atas untuk disatukan pada
tingkat organisasi. Dalam hal ini personalia organisasi diberi kepercayaan
penuh untuk menyumbangkan aspirasinya mengenai strategi organisasi dalam
4
James A.F. Stoner, Manajemen. Terj. Alfonsus Sirait, (Jakarta: Erlangga, 1996), 8.
5
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, 2.
6
Stoner, Manajemen, 12
rangka pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien. Pendekatan
semacam ini meniscayakan adanya kelemahan bahwa strategi organisasi dapat
terwujud menjadi perencanaan yang tidak koheren, tidak terpadu dan tidak
bersinergi.
2. Pendekatan dari atas ke bawah (top-down approach)
Perencanaan strategis dirumuskan oleh pimpinan puncak organisasi
secara terpadu dan terkoordinasi, yang biasanya juga dibantu oleh masukan-
masukan dari para pegawai dibawahnya. Strategi yang menyeluruh ini lalu
digunakan untuk menetapkan sasaran dan mengevaluasi kinerja dari setiap
program-program yang ditetapkan.
3. Pendekatan Interaktif (interactive approach)
Perencanaan dalam pendekatan ini menekankan pada pentingnya peran
komunikasi secara interaktif dalam perumusan perencanaan strategis antara
pimpinan puncak dan pegawai dibawahnya. Pengembangan strategi pada
tingkat yang lebih lanjut kemudian dikonsultasikan bersama dengan membuat
mata rantai antara sasaran organisasi yang lebih luas dan pengetahuan terinci
para pegawai mengenai situasi khusus.
4. Pendekatan dua tingkat
Dalam pendekatan ini strategi dirumuskan secara independen pada
tingkat organisasi dan tingkat unit. Semua unit membuat rencana agar sesuai
dengan situasi khusus mereka, dan rencana ini secara teratur dinilai oleh
manajemen organisasi. Pada tingkat organisasi, perencanaan strategi
dilanjutkan dan difokuskan pada tujuan-tujuan yang lebih besar dari organisasi:
kapan memperoleh dan kapan menarik diri dari suatu kegiatan usaha;
bagaimana bereaksi terhadap kompetisi dan lingkungan eksternal; prioritas apa
yang harus dilekatkan pada masing-masing unit.7
Menurut Stoner, dalam membuat perencanaan menjadi efektif, harus
didasarkan 4 langkah pokok dalam perencanaan, yaitu: (1) menetapkan sasaran
atau perangkat tujuan; (2) menentukan atau analisis situasi sekarang; (3)
7
. Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 193
Identifikasi factor pendukung dan penghambat pencapaian tujuan; (4)
Mengembangkan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan.8
1. Penentuan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran
Menurut Stoner, perencanaan diawali dengan keputusan mengenai apa
yang diinginkan atau dibutuhkan oleh sebuah organisasi. Berdasarkan sudut
pandang organisasi, perencanaan dalam pembelajaran berperan menentukan
tujuan dan maksud pengembangan kurikulum, prakiraan-prakiraan lingkungan,
dan penetapan pendekatan di mana maksud dan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai. Hal ini berarti, pemimpin termasuk di dalamnya kepala
madrasah memiliki kesempatan untuk berinisiatif menciptakan situasi yang
menguntungkan lembaga atau madrasah.9
Dalam langkah ini diawali dengan merumuskan visi, dan misi,
kemudian dikembangkan menjadi sasaran dan tujuan. Lalu disertai pula strategi
untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut.
Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik
dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang
diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang
menjangkau masa yang akan datang.10 Hax dan Majluf menyatakan bahwa visi
adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk: (1) Mengkomunikasikan
alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok; (2)
Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders
(sumber daya manusia organisasi, masyarakat, pihak lain); (3) Menyatakan
sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.11
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang.12 Pernyataan misi
mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan.
Pernyataan misi harus: (1) Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang
8
James A.F. Stoner and Charles Wankel, Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, terj.
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 157
9
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 158
10
Akdon, Strategic Managemen for Educational Management, (Bandung: Alfabeta, 2006), 94
11
Dalam Akdon, Strategic Managemen, 95
12
Akdon, Strategic Managemen, 97
hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang
bersangkutan; (2) Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk
mencapainya; (3) Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap
perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi.13
Sedangkan, tujuan (goals) merupakan penjabaran dari pernyataan misi,
tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-
faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi.
Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat
menunjukkan kondisi yang ingin dicapaidi masa mendatang.14 Tujuan akan
mengarahkan perumusan sasaran, kebijaksanaan, program dan kegiatan dalam
rangka merealisasikan misi, oleh karena itu tujuan harus dapat menyediakan
dasar yang kuat untuk menetapkan indikator.
2. Analisis Kebutuhan atau Lingkungan
Menurut Stoner, analisis kebutuhan atau lingkungan ini adalah mencari
tahu seberapa jauh organisasi dari tujuannya dan sumber daya apa yang tersedia
untuk mencapai tujuan. Setelah keadaan terakhir dianalisis, maka dapat
menyusun rencana untuk membuat peta kemajuan selanjutnya.15
Perencanaan pembelajaran memerlukan analisis lingkungan dan analisis
sumber daya yang dimiliki. Berbagai masukan (input) kemudian dianalisis oleh
pimpinan lembaga dan pengelola lain hingga dapat menghasilkan model
pembelajaran sesuai dengan karakteristik madrasah. Secara nyata, model
pembelajaran yang tepat dapat mewujudkan pencapaian cita-cita dari
kompetensi lulusan yang akan dihasilkan. Namun, untuk merealisasikan hal
tersebut diperlukan penyesuaian dengan input lain, misalnya standar nasional,
dan komposisi tim pengembang. 16
13
Akdon, Strategic Managemen, 98
14
Akdon, Strategic Managemen, 143
15
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 158
16
Muhaimin, et.al., Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pada Sekolah & Madrasah, 28.
Sharplin memasukkan analisis lingkungan untuk melihat kekuatan dan
kelemahan di dalam sekolah, sekaligus memantau peluang dan tantangan yang
dihadapi sekolah. Analisis lingkungan yang dapat digunakan misalnya
menggunakan analisis SWOT, yakni analisis yang menyediakan para
pengambil keputusan organisasi akan informasi yang dapat menyiapkan dasar
dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Jika keputusan
itu diterapkan secara efektif akan memungkinkan sekolah mencapai tujuan.17
Arti dari SWOT adalah Strengths, Weakness, Opportunity, dan Threats. Yang
artinya kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
1) Peluang (opportunities), merupakan situasi utama yang mengguntungkan
dalam lingkungan organisasi. Kecenderungan-kecenderungan utama adalah
salah satu dari peluang identifikasi dari segmen pasar yang sebelumnya
terlewatkan, perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing, atau peraturan,
perubahan teknologi, dan hubungan pembeli dan pemasok yang diperbaiki
dapat menunjukan peluang bagi organisasi.
2) Ancaman (threaths), yaitu rintangan-rintangan utama bagi posisi sekarang
atau yang diinginkan dari organisasi. Masuknya pesaing baru, perumbuhan
pasar yang lambat, daya tawar pembeli dan pemasok utama yang
meningkat, perubahan teknologi, dan peraturan yang baru atau yang direvisi
dapat merupakan ancaman bagi keberhasilan suatu organisasi.
3) Kekuatan (strenghts), yaitu sumber daya, ketrampilan atau keunggulan lain
yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan suatu organisasi. Kekuatan
merupakan suatu kompetensi yang berbeda (destintive competence) yang
memberi organisasi suatu keunggulan komparatif (comparative advantage).
Kekuatan berkaitan dengan sumber daya, keuangan, citra, kepemimpinan,
hubungan masyarakat, dan faktor-faktor lain.
4) Kelemahan (weaknesses), merupakan keterbatasan/ kekurangan dalam
sumber daya, ketrampilan, dan kemampuan yang secara seerius
menghalangi kinerja efektif suatu organisasi.
17
Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. (Bandung:
Alfabeta, 2011), 138
3. Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat
Menurut Stoner, identifikasi faktor pendukung dan penghambat adalah
mencari tahu faktor apa dalam lingkungan internal dan eksternal yang dapat
membantu organisasi mencapai tujuannya dan faktor apa yang mungkin akan
menimbulkan masalah.18
Menurut Stoner, faktor-fakor yang mempengaruhi semakin pentingnya
perencanaan yaitu: (1) Peningkatan perubahan teknologi; (2) Semakin rumitnya
tugas manajemen; (3) Lingkungan luas organisasi, perencanaan strategis sangat
bermanfaat untuk menghadapi pengaruh lingkungan di luar organisasi yang
semakin rumit, sehingga organisasi akan dapat mengambil posisi yang tepat; (4)
Semakin panjangnya jangka waktu antara keputusan yang dibuat dengan
dampaknya di masa yang akan datang sehingga memerlukan suatu perencanaan
yang masak untuk pengambilan keputusan.19
Perencanaan dan penetapan tujuan mempunyai kemungkinan hambatan.
Selain itu, sering pula pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan yang
direncanakan. Keadaan ini bisa timbul karena: (1) Kurang pengetahuan tentang
organisasi; (2) Kurang pengetahuan tentang lingkungan; (3) Ketidakmampuan
melakukan peramalan secara efektif; (4) Kesulitan perencanaan operasi-operasi
yang tidak berulang; (5) Biaya; (6) Takut gagal; (7) Kurang percaya diri; (8)
Ketidak sediaan untuk menyingkirkan tujuan-tujuan alternatif.20 Pada dasarnya,
ada dua hambatan utama, yang pertama adalah penolakan internal perencana
terhadap penentuan tujuan dan pembuatan rencana pencapaianya, sedangkan
hambatan kedua adalah keengganan para anggota organisasi untuk menerima
perencanaan dan rencana karena perubahan yang akan ditimbulkan.
4. Pengembangan Alternatif Tindakan
Menurut Stoner, langkah terakhir dalam proses perencanaan adalah
mengembangkan berbagai alternatif cara bertindak untuk mencapai tujuan yang
18
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 159
19
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 160
20
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 161
diinginkan, mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dan memilih alternatif
yang paling sesuai. Langkah ini juga disebut pengambilan keputusan.21
Menurut Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai
alternatif yang dikembangkan. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu:
(1) Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan; (2) Ada beberapa alternatif
yang harus dipilih salah satu yang terbaik; dan (3) Ada tujuan yang ingin dicapai
dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Menurut Stoner, efektivitas sistem sangat penting bagi keberhasilan
organisasi, oleh karena itu harus dirancang dengan baik agar sesuai dengan
strategi organisasi. Sebaliknya, kemampuan riil sistem yang ada sekarang dan
yang akan datang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi organisasi.
Gambar 2.2. Perencanaan Sistem Model James A.F. Stoner22
LINGKUNGAN
EKSTERNAL
UMPAN
BALIK
21
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 163
22
Stoner and Wankel. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan, 213
penting memberikan bantuan pada guru.23 Daresh dan Playco mendefinikan
kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar
lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya.24
Penulis mengartikan kepemimpinan pembelajaran. Kepemimpinan
pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan/menekankan pada
pembelajaran yang komponen-komponennya meliputi kurikulum, proses
belajar mengajar, asesmen (penilaian hasil belajar), penilaian serta
pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan
komunitas belajar di madrasah.
Hallinger dan Murphy mengurai mengenai beberapa penelitian empirik
peran kepemimpinan pembelajaran dalam menghasilkan capaian lulusan yang
baik. Mereka menyimpulkan bahwa meskipun kepemimpinan pembelajaran
tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, namun
pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar dapat terjadi. Kepemimpinan
pembelajaran mencakup perilaku-perilaku kepala madrasah dalam merumuskan
dan mengkomunikasikan tujuan madrasah, memantau, mendampingi, dan
memberikan umpan balik dalam pembelajaran, membangun iklim akademik,
dan memfasilitasi terjadinya komunikasi antar personal.
Model Hallinger dan Murphy (1985), terdiri 3 dimensi dan 11 deskriptor
yang dapat diringkas seperti tabel berikut.
Tabel 2.1. Dimensi Kepemimpinan Pembelajaran
Model Hallinger dan Murphy
Dimensi Deskriptor
Mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan madrasah
Mengkomunikasikan
visi, misi, dan tujuan Mengkomunikasikan visi, misi, dan tujuan
madrasah
Mensupervisi dan mengevaluasi pembelajaran
Mengelola program
pembelajaran Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Mengkontrol alokasi waktu pembelajaran
23
Lihat Supardi, Sekolah Efektif; Konsep Dasar dan Praktiknya, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), 45
24
John C. Daresh, Playko, and Marshal A. Supervision as a Proactive Process, (Waveland
Press, 1995), 14
Mendorong pengembangan profesi
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru
Membangun iklim Menetapkan standar akademi
madrasah Memberikan insentif bagi siswa
25
Suranto, AW. Komunnikasi Interpersonal. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 4
dapat dipisahkan. Pengembangan variasi mengajar yang dilakukan oleh guru
salah satunya dengan memanfaatkan penggunaan media pengajaran.
Penggunaan media pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan
memeliha perhatian peserta didik terhadap relevansi proses belajar mengajar.26
1) Pengelolaan Siswa
Guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru dapat
mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar
berlangsung. Menurut Andree, ada beberapa macam pengelompokkan siswa,
diantaranya: (1) Task planning groups, (2) Teaching groups, (3) Seating groups,
(4) Joint learning groups, dan (5) Collaborative-groups.
2) Pengelolaan Guru
Pengelolaan guru ini didasarkan pada standar kompetensi guru, terdiri
dari tiga komponen, yaitu: Pertama, komponen kompetensi pengelolaan
pembelajaran yang meiputi: (a) penyusunan rencana pembelajaran; (b)
pelaksanaan interaksi belajar mengajar; (c) penilaian prestasi belajar peserta
didik; (d) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian; Kedua, komponen
kompetensi pengembangan potensi yaitu pengembangan profesi; Ketiga,
Komponen kompetensi penguasaan akademik yang meliputi: 1) pemahaman
wawasan pendidikan; dan 2) penguasaan bahan kajian.
3) Pengelolaan Prosedur Pembelajaran
Perekayasaan proses pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian
rupa. Idealnya kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan
untuk siswa sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu jenis konsep
yang sama karena siswa mempunyai keunikan masing-masing. Adapun
prosedur pembelajaran meliputi: pendekatan, metode, dan teknik. Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran tidak bisa diabaikan.
26
Hellinger and Murphy, Instructional Leadership of School Principlas, 1985, 10
4) Pengelolaan Lingkungan Kelas
Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor
pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses
pembelajaran, sebaiknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan
menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Dalam mewujudkan pengelolaan kelas
yang baik, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, di antaranya: (1)
Ruang tempat berlangsungan proses belajar mengajar; (2) Pengaturan tempat
duduk; (3) Ventilasi dan pengaturan cahaya; dan 4. Pengaturan penyimpanan
barang-barang.
3. Membangun Iklim Sekolah
Pada dasarnya budaya atau iklim sekolah merupakan sebuah hasil cipta,
karsa, dan kepercayaan berupa nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku
pada kehidupan manusia tertentu, yang merupakan sebuah system kontrol
norma tersebut. Kemudian norma yang ditetapkan tersebut akan terus
mengakar di dalam kehidupan manusia sampai budaya tersebut digantikan
oleh budaya yang dianggap baru.
Menurut Hellinger and Murphy, kepemimpinan pembelajaran yang
efektif sebagai berikut:
a. Makna visi madrasah melalui berbagai pendapat dengan warga madrasah
serta mengupayakan agar visi dan misi madrasah tersebut hidup subur
dalam implementasinya.
b. Kepala madrasah melibatkan para pemangku kepentingan dalam
pengelolaan madrasah.
c. Kepala madrasah memberikan dukungan terhadap pembelajaran.
d. Kepala madrasah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar
untuk memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang
berlangsung di dalam madrasah.
e. Kepala madrasah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara
dia dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru
dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut.27
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership)
terhadap peningkatan kualitas siswa sudah tidak diragukan lagi. Sejumlah ahli
pendidikan telah melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan
pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar. Mereka menyimpulkan
peningkatan hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan
pembelajaran. Artinya, jika hasil belajar siswa ingin dinaikan, maka
kepemimpinan yang menekankan pada pembelajaran harus diterapkan.
27
Hellinger and Murphy, Instructional Leadership of School Principlas, 1985, 143
28
Goetsch, D.L. & Davis, S. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity,
Competitiveness. (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall International, Inc., 2006), 5)
serta ketahanan. Dan produk atau layanan itu tersedia bagi konsumen untuk
digunakan; (4) keamanan (safety), aman dan tidak membahayakan
stakeholders; (6) guna praktis (field use), kegunaan praktis yang dapat
dimanfaatkan pada penggunaannya oleh stakeholders.29
Besterfield menjelaskan bahwa, mutu dimaknai sebagai keunggulan di
dalam produk ataupun layanan yang dapat memenuhi harapan pengguna.
Apabila sesuatu produk atau layanan sesuai atau melebihi harapan pelanggan,
maka dikatakan produk atau layanan tersebut bermutu. Bila di bawah harapan
maka dikategorikan tidak bermutu.30
Aset yang sangat penting dalam setiap organisasi adalah pelanggan
(customers). Keberhasilan dari suatu organisasi sangat tergantung pada
banyaknya pelanggan, berapa kali dan berapa sering mereka membeli atau
menggunakan layanan organisasi. Pelanggan adalah orang yang menggunakan
produk atau layanan yang dihasilkan.
Menurut Sallis bahwa, pelanggan terdiri dari pelanggan dalam (internal
customer) dan pelanggan luar (eksternal customer). Pelanggan dalam tersebut
adalah pengelola institusi, misalnya: manajer, guru, staf, dan pengelola lainnya
di dalam institusi. Sedangkan pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah,
dunia industri atau dunia kerja. Keterpaduan antara pelanggan dalam dan luar
terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan inilah yang disebut dengan
pendidikan bermutu.31
Mutu atau kualitas di bidang pendidikan ditentukan oleh pencapaian
kualifikasi atau kompetensi lulusan program pendidikan dalam periode waktu
yang ditentukan (getting qualified) dan pencapaian pekerjaan yang sepadan
setelah lulus dari pendidikan (getting commensurable job after graduation).
Mutu tersebut berpedoman pada visi dan misi madrasah serta harus sesuai
dengan visi dan misi pendidikan nasional.
29
Juran, J.M, Merancang Mutu, Ancaman Baru Mewujudkan Mutu ke Dalam Barang dan Jasa,
(Jakarta: PPM, 1995), 45
30
Besterfield, Total Quality Management. (New Jersey: Prentice Hall Besterfield, 1999), 5
31
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, terj. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2008),
6
Serangkaian proses pengendalian mutu pendidikan mencakup sebagai
berikut: (1) mutu input, (2) mutu proses, dan (3) mutu output. Kesemua unsur
tersebut saling berinteraksi dan ketergantungan antara yang satu dan yang lainnya.32
1. Pengendalian Mutu Input
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa
sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala
madrasah, guru, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan,
perlengkapan, uang, bahan, dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi
struktur organisasi madrasah, peraturan perundangundangan, deskripsi tugas,
rencana, program, dan sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan,
dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh madrasah. Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi
rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.33
2. Pengendalian Mutu Proses
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro
(tingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar
mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-
proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input madrasah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan
sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
32
Mansyur Ramly, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2007), 8
33
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosdakarya, 2007), 35
pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong
motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar
menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan
tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu
belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).
3. Pengendalian Mutu Output
Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja madrasah
adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku madrasah. Kinerja
madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya,
efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus
yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan bahwa output
madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi madrasah, khususnya
prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi
akademik, berupa nilai ulangan umum, UN, UAS, karya ilmiah, lomba akademik;
dan (2) prestasi nonakademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah
raga, kesenian, ketrampilan kejuruan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
lainnya. Mutu madrasah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Hari Sudradjat mengatakan bahwa, pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau
kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang
dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang
keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat
megemukakan pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan
manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral
(integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu,
dan amal.34
34
Hari Sudradjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu
Pendidikan Melalui Implementasi KBK, (Bandung: Cipta Lekas Garafika, 2005), 17
Mutu Input: Mutu Proses: Mutu Output:
1. Karakteristik 1. Pembelajaran (Lulusan)
Peserta Didik 2. Pelatihan 1. Pengetahuan
2. Karakteristik 3. Ekstrakurikuler 2. Keterampilan
Tanaga Pendidik 4. Pengelolaan Kelas 3. Kepribadian
3. Sumberdaya 5. Evaluasi
Finansial 6. Pengawasan
4. Fasilitas
5. Kebijakan
Implikasi Teoritis
Tujuan:
1. Menganalisis model
perencanaan pengembangan
pembelajaran Bahasa Arab
2. Menganalisis model
instructional leadership
dalam pengembangan
pembelajaran Bahasa Arab
3. Menganalisis pengendalian
mutu pengembangan
pembelajaran Bahasa Arab
Implikasi Praktis