Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berpikir merupakan cirri utama bagi manusia, untuk membedakan antara manusia, untuk
membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Berpikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu
unsure kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran disamping rasa untuk mencapai
keindahan dan kehendak untuk mencapai kebaikan. Dengan akal inilah manusia dapat
berpikir untuk mencari kebenaran hakiki.
Di era post modern saat ini telah begitu banyak ditemukan innovator baru dalam ilmu
pengetahuan. Penemuan – penemuan ini dapat kita rasakan hampir dalam segala bidang dan
lingkungan. Hasil penemuan baru tentunya melalui sejumlah proses yang membutuhkan
waktu yang relative lama. Hal ini merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan lagi, karena
ini merupakan tuntutan dari keberadaan manusia itu sendiri.
Dalam proses penemuan sains inilah yang dinamakan metode ilmiah sebagai jalan untuk
meraih hasil yang sesuai “standar” keilmuan. Sains yang merupakan terus berkembang dapat
dikatakan merupakan dampai dari perkembangan zaman. Sarana ilmiah pada dasarnya
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang ahrus
ditempuh. Untuk menuju sasaran penelitian perlu lah mempelajari langkah-langkah dalam
kegiatan ilmiah tersebut. Sarana berpikir ilmiah mutlak dan perlu dipelajari dan dikuasai bagi
seorang ilmuan karena sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode
ilmiah. Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yakni : bahasa ilmiah, logika dan
matematika, serta logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komnikasi untuk
menyampaikan jala pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Logika dan matematika
mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak
kembali kebenarannya. Sedang logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam
berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian metode berpikir ilmiah ?
1
2. Apakah saja criteria metode berpikir ilmiah ?
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa keilmuan ?
4. Apa yang dimaksud dengan metode deduktif – induktif ?

C. Tujuan
1. Menganalisis pengertian metode berpikir ilmiah.
2. Menyebutkan kriteria dalam berpikir ilmiah.
3. Menjelaskan pengertian bahasa keilmuan.
4. Menjelaskan pengertian metode deduktif – induktif.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2
A. Metode Berpikir Ilmiah
Berpikir dapat dikatakan merupakan suatu aktivitas yang sangat penting. Berpikir dapat
dikatakan suatu hal yang alamiah (fitrah atau natural) bagi setiap manusia yang sehat atau
tidak gila-dikarenakan adanya “unsur-unsur” ciptaan yang telah diciptakan Tuhan. Dalam
proses berpikir sejatinya melibatkan unsur-unsur tertentu, yakni :
1. Akal yang sehat
2. Pancaindera
3. Informasi sebelumnya
4. Adanya fakta
Dari empat unsur diatas dapat dirangkai menjadi sebuah definisi sebagai berikut :
“pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui pancaindera ke dalam otak yang disertai
adanya informasi-informasi terdahulu yang digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut”.
Definisi ini sekaligus juga merupakan definisi bagi akal, pemikiran, proses berpikir.
Pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang sungguh-sungguh artinya suatu cara yang
berdisiplin, dimana seseorang yang tidak akan membiarkan idea dan konsep yang sedang
dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu diarahkan pada satu tujuan
tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa metode adalah cara yang
teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan) atau cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan.
Berpikir keilmuan atau berfikir sungguh-sungguh adalah cara berpikir yang disiplinkan
dan diarahkan pada pengetahuan. Istilah metode berpikir ilmiah ini juga dibahas oleh
Taqiyuddin an-Nabhani (2001) dalam bukunya at-Tafkir yang menyebutkan bahwa metode
ilmiah dengan metode berpikir ilmiah. Penelitian sebagai suatu rangkaian aktivitas
mengandung prosedur tertentu yakni serangkaian cara dan langkah tertib yang mewujudkan
pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan disebut dengan metode,
untuk menegaskan bidang keilmuan itu sering kali dipakai istilah metode ilmiah (scientific
method).
Menurut James B. Conant memberikan rumusan metode ilmiah dalam delapan langkah
yakni sebagai berikut ;
1. Kenali bahwa suatu situasi yang tidak menentu ada. Ini merupakan suatu situasi
bertentagan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan.
2. Nyatakan masalah itu dalam istilah spesifik.
3. Rumuskan suatu hipotesis kerja.

3
4. Rancang suatu metode penyelidikan yang terkendalikan dengan jalan pengamatan atau
dengan jalan percobaan ataupun keduanya.
5. Kumpulkan dan catat bahan pembuktian atau data ‘kasar’.
6. Olah data kasar ini menjadi suatu pertanyaan yang mempunyai makna.
7. Tibalah pada suatu penegasan yang dapat dipertanggungjawabkan, jika penegasan itu
betul, ramalan dapat dibuat darinya.
8. Satu padukan penegasan yang dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti merupakan
pengetahuan baru dalam ilmu dengan kumpulan pengetahuan yang telah mapan.

Makna dari penelitian secara sederhana ialah bagaimana mengetahui sesuatu yang
dilakukan melalui cara tertentu dengan prosedur yang sistematis. Proses sistematis ini tidak
lain adalah langkah-langkah metode ilmiah. Jadi pengertian dari metodologi penelitian itu
dapat diartian sebagai pengkajian atau pemahaman tentang cara berpikir dan cara
melaksanakan hasil berpikir menurut langkah-langkah ilmiah.
Pada dasarnya manusia memiliki dua pola berpikir yakni yang pertama adalah berpikir
secara rasional, dimana berdasarkan paham rasionalisme ide tetang kebenaran itu sudah ada.
Pikiran manusia dapat mengetahui ide tersebut, namun tidak menciptkanannya, dan tidak
pula mempelajarinya lewat pengalaman. Dengan kata lain idea tentang kebenaran yyang
menjadi dasar bagi pengetahuan, diperoleh lewat berpikir rasional, terlepas dari pengalaman
manusia. Cara berpikir ilmiah yang kedua adalah empirisme. Berbeda dengan orang-orang
yang berpikir secara rasional menurut orang-orang ini tidak ada secara arpriori dibenak kita
melainkan harus diperoleh lewat pengalaman.
Kriteria berpikir ilmiah adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud
(dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Adapun kriteria metode
berpikir ilmiah antara lain berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-
prinsip analisis, menggunakna hipotesis, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan
teknik kuantitatif.

B. Bahasa Keilmuan
Bahasa keilmuan adalah suatu sarana yang digunakan dalam komunikasi keilmuan.
Terdapat usnur-unsur yang terlibat dalam komunikasi keilmuan, seperti juga unsure-unsur
dari kebanyakan bentuk komunikasi antara lain adalah lambang (termasuk kata-kata dan
tanda-tanda), definisi, dan penyataan-logika. Analisis tingkat dari peranan unsur-unsur ini
menggambarkan pada kita hakikat masing-masing unsur tersebut.
4
Bahasa pada dasarnya terdiri kata-kata atau istilah-istilah dan sintaks. Kata atau istilah
merupakan symbol dari arti sesuatu, dapat juga berupa benda-beda, kejadian-kejadian,
proses-proses, atau juga hubungan-hubungan. Sedangkan sintaks adalah cara untuk
menyusun kata-kata atau istilah didalam kalimat untuk menyatakan arti yang bermakna.
Dengan dasar penjelasan sintaksis ini berarti kalimat secara garis besar dibedaan dua macam
yakni kalimat yang bermakna dan kalimat yang tidak bermakna. Kalimat yang bermakna
dibedakan antara kalimat berita dan bukan kalimat berita. Kalimat berita ialah kalimat yang
dapat dinilai benar atau salah, sedang kalimat bukan berita ada empat macam yakni kalimat
tanya, kalimat perintah, kalimat seru, dan kalimat harapan.
Terdapat berbagai tujuan dan bentuk bahasa komunikasi mulai dari bahasa estetik, bahasa
sehari-hari bahasa hokum sampai bahasa keilmuan. Bahasa keilmuan merupakan bahasa
yang digunakan dalam penulisan-penulisan ilmiah atau dalam penulisan ilmu pengetahuan.
Bahasa ilmiah ialah kalimat berita yang merupakan suatu pernyataan-pernyataan atau
pendapat-pendapat. Ada tujuh cirri ragam bahasakeilmuan adalah cendekia, lugas, jelas,
formal, objektif, konsisten, bertolak dari gagasan, serta ringkas dan padat.
1. Penggolongan Bahasa
Bahasa sangat penting juga dalam pembentukan penalaran ilmiah, karena
penalaran ilmiah mempelajari bagaimana cara mengadakan uraian yang tepat dan
sesuai denga pembuktian-pembuktian. Dalam menelaah bahasa pada umumnya
dibedakan antara bahasa alami dan bahasa buatan.
a. Bahasa Alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan
sesuatu yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya. Dalam bahasa
alami dibedakan kembali menjadi dua yakni bahasa isyarat dan bahasa biasa.
1.) Bahasa isyarat yakni bahasa yang dapat berlaku umum dan dapat pula
khusus.
2.) Bahasa biasa yakni bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
b. Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu. Dalam bahasa
buatan dibedakan menjadi dua yakni bahasa istilahi dan bahasa artifisial.
1.) Bahasa istilahi ialah bahasa yang rumusannya diambilkan dari bahasa biasa
yang diberi arti tertentu.
2.) Bahasa artifisial adalah murni bahasa buatan atau yang sering disebut bahasa
simbolik, bahasa berupa symbol-simbol sebagaimana yang digunakan dalam
logika maupun matematika.
5
Perbedaan antara bahasa alami dan bahasa buatan ialah isi konseptual dalam istlah
tertentu lebih sewenang-wenang, sekehendak hati (arbitrer), sedang makna dari kata biasa
bersifat kebiasaan sehari-hari maka makna tidak perlu didefinisikan. Perbedaan
selengkapnya adalah sebagai berikut. :

Bahasa Alami Bahasa Buatan


Antara kata dan makna merupakan satu Antara istilah dan konsep merupakan satu
kesatuan utuh atas dasar kebiasaan sehari- kesatuan bersifat relative atas dasar
hari, karena bahasanya : pemikiran akal karena bahasanya :
Secara spontan Berdasarkan pemikiran
Bersifat kebiasaan Sekehendak hati
Intuitif (bisikan hati) Diskursif (logika, luas arti)
Pernyataan langsung Pernyataan tidak langsung

2. Penjelasan atau Definisi


Pada dasarnya bahasa mempunyai tiga fungsi pokok yakni fungsi ekspresif atau
emotif, fungsi afektif atau praktis, dan fungsi simbolik dan logik. Fungsi ekspresif
atau emotif tampak pada pencurahan rasa takut serta takjub yang dilakukan serta
merta pemujaan-pemujaan demikian juga pencurahan seni suara maupun seni sastra.
Fungsi afektif atau praktis tampak jelas untuk menimbulkan efek psikolgis terhadap
orang-orang lain dan sebagi akibatnya mempengaruhi tindakan-tindakan mereka ke
arah kegiatan atau sikap tertentu yang diinginkan. Fungsi simbolik dipandang dalam
artinya yang luas, meliputi juga fungsi logic serta komunikatif, karena arti itu
dinyatakan dalam symbol-simbol bukan hanya untuk menyatakan fakta saja
melainkan juga untuk menyampaikan kepada orang lain.
Dalam komunikasi ilmiah harus jelas dan objektif, oleh karena itu istilah-istilah
yang idgunkana harus didefinisikan untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh
istilah tesebut. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah si penerima komunikasi
member makna lain yang berbeda dengan makna yang dimaksudkan lebih-lebih yang
diangkat dari bahasa biasa ke bahasa ilmiah. Definisi berasal dari kata latin “define”
yang berarti menandai batas-batas pada sesuatu, menentukan batas, memberikan
ketentuan atau batasan arti, jadi “definisi” dapat diartikan sebagai penjelasan apa
yang dimaksudkan dengan suatu istilah atau dengan kata lain definisi ialah sebuah
pernyataan yang memuat penjelasan tentang arti suatu istilah.
a) Macam-macam definisi
Secara garis besar definisi dibedakan tiga macam yakni :
6
1. Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah istilah dengan kata lain yang
lebih dimengerti. Definisi nominalis pada dasarnya ada enam macam yakni
definisi sinonim, definisi simbolik, definisi etimologis, definisi semantic,
definisi stipulatif, dan definisi denotative.
a. Definisi sinonim yakni penjelasan dengan cara memberikan persamaan
kata atau memberikan penjelasan dengan kata yang lebih dimengerti.
b. Definisi simbolik yakni penjelasan dengan cara memberikan persamaan
pernyataan berbentuk symbol-simbol.
c. Definisi etimologis yakni penjelasan dengan cara memberikan asal mula
istilahnya.
2. Definisi realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah,
buka sekedar menjelaskan isi yang dikandung oleh istilah.
a. Definisi esensial ialah penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian
yang menyusun suatu hal. Definisi ini dibedakan antara definisi analitis
dan definisi konotatif.
1) Definisi analitis yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-
bagian sesuatu benda yang menyusunnya.
2) Definisi konotatif yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari
suatu istilah yang terdiri atas genus dan diferensia (jenis dengan sifat
pembeda).
b. Definisi deskriptif yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat
yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan. Definisi ini bedakan dua yakni :
1) Definisi aksidental yakni penjelasan dengan cara menunjukkan genus
dan propium (jenis dengan sifat khusus).
2) Definisi kausal yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana
sesuatu itu terjadi.
3. Definisi praktis ialah penjelasan suatu hal ditinjau dari segi kegunaan dan
tujuannya yang sederhana. Definisi ini dibedakan menjadi dua yakni :
1. Definisi operasional yakni penjelasan suatu istilah dengan cara
menujukkan pengujiannya secara khusus.
2. Definisi fungsional yakni penjelasan sesuatu berdasarkan kegunaan atau
tujuan.
b) Hukum-hukum definisi
Dalam membuat definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya
definisi tersebut baik. Syarat-syarat yang dimaksudkan dibedakan atas syarat
untuk definisi nominalis dan syarat untuk definisi realis. Syarat atau hokum
7
definisi nominalis ada empat macam yang secara sederhana diuraikan sebagai
berikut:
1. Suatu istilah jika hanya mempunyai arti tertentu, haruslah digunakan arti
tersebut.
2. Suatu istilah atau kata yang sangat biasa hendaknya dipakai juga menurut arti
yang biasa.
3. Jangan menggunakan kata yang tidak dapat member arti yang tepat dan jelas.
4. Jika arti suatu istilah menjadi objek pembicaraan harus tetap sesuai
kesepatakan.
Definisi realis jua mempunyai persyaratan tertentu, ada lima macam hukum yaitu:
1. Definisi yang menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan.
2. Definisi harus merupakan kesetaraan arti dengan hal yang didefinisikan.
3. Definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang
didefinisikan.
4. Definisi harus menghindarkan pernyataan dalam bentuk rumusan positif.
5. Definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang
kabur atau kiasan.

c) Definisi dan Ilmu


Definisi adalah sangat penting dalam ilmu, sesuai dengan hakikat ilmu itu
sendiri, ilmu adalah bentuk pengetahuan yang telah ditentukan batas-batasnya,
sehingga jelas batas antara ilmu satu dengan ilmu yang lain. Ilmu membutuhkan
formalisasi atas bahasa formal yang khas. Maksud formalisasi adalah untuk
menyederhanakan hingga semua lebih skematis lebih jelas meskipun menjadi
lebih abstrak.
Dalam ilmu-ilmu alam, definisi merupakan hal yang mutlak perlu yang pada
dasarnya selalu mengacu pada metode matematis dengan tanda-tanda
ideografisnya yang sejak semula telah ditentukan artinya. Pola definisi yang
cocok dengan ilmu-ilmu alam, tidak akan kena pada ilmu-ilmu sosial, atau dengan
kata lain definisi di dalam ilmu-ilmu sosial sangat berbeda dengan definisi
didalam ilmu-ilmu alam. Alasan perbedaan tersebut adalah karena seluk beluk
hubungan yang harus diungkapkan seorang ilmuwan sosial adalah jauh lebih
rumit, dan tidak mudah direduksikan ke bentuk-betuk yang sederhana.
Definisi dalam ilmu alam hanya mengenal satu cara dengan metode matematis
utlasan perbedaan tersebut adalah karena seluk beluk hubungan yang harus

8
diungkapkan seorang ilmuwan sosial adalah jauh lebih rumit, dan tidak mudah
direduksikan ke bentuk-betuk yang sederhana.
Definisi dalam ilmu alam hanya mengenal satu cara dengan metode matematis
untuk mencapai keabstrakkan, sedangkan ilmu-ilmu sosial dan humaniora dalam
membuat definsi memakai banyak cara, bagaimana yang tepat untuk
mengungkapkan hal yang didefinisikan. Masing-masing cara ini selama tetap
dipertahankan dalam batas-batas ilmunya akan dapat bermanfaat untuk memberi
penjelasan yang baik, asal tetap mengikuti hokum-hukum definisi.

C. Metode Deduktif – Induktif


1. Logika Deduktif
Logika deduktif adalah system penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan
yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian
diturunkan dari pangkal pikirnya(premisnya). Dalam logika ini yang terutama ditelaah
adalah bentuk dari kerjanya akal, jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal
yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain, maka proses penyimpulannya itu
adalah tepat dan sah. Oleh karena itu logika deduktif sering disebut logika formal
sebagaimana logika simbolik, karena yang dibicarakan hanya bentuknya saja terlepas isi
apa yang dibicarakan. Sebagai sarana penarikan kesimpulan yang lebih terperinci dan
mendalam logika deduktif berpaling pada matematika.
Ada 2 macam penalaran deduktif yakni menarik simpulan secara langsung dan
menarik simpulan secara tidak langsung. Menarik kesimpulan secara langsung ialah cara
menarik kesimpulan dari satu premis sedangkan menarik simpulan secara tidak langsung
ialah cara penarikan kesimpulan dengan membutuhkan 2 buah premis sebagai datanya.
Adapun macam-macam penalaran deduktif yakni :

1. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme
disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan
fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2
pendapat dan 1 kesimpulan.
Contohnya:
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)

9
Hukum-hukum yang digunakan dalam penalaran deduktif diantaranya ada dua
yakni hukum berbentuk silogisme kategorik dan hukum berbentuk silogisme
majemuk. Berikut penjelasan dari kedua kategori :
a. Penyimpulan kategorik
Hukum yang berbentuk silogisme kategorik merupakan perumusan silogisme
yang jika diungkapkan dalam bentuk diagram hanya ada satu bentuk (satu bentuk
logic). Hukum-hukum tersebut ada tujuh prinsip tiga diantaranya merupakan
prnsip perluasan dari prinsip persamaan dan prinsip perbedaan, empat prinsip
diantaranya merupakan perluasan dari distribusi afirmatif dan prinsip distribusi
negative.
b. Penyimpulan majemuk
Hokum yang berbentuk silogisme majemuk merupakan perumusan silogisme
jika diungkapkan dalam satu diagram setelah adanya penegasan, hanya ada satu
subhimpunan (satu kelompok) yang dimaksudkannya. Hukum yang berbentuk
silogisme majemuk ini akan dikemukakan bentuk logic penyimpulannya dengan
menggunakan rumusan simbolik.
Penyimpulan modus tolendo tolen yaitu suatu penyimpulan dengan cara
mengingkari salah satu bagian proposisi hipotetik sebagai premis mayor maka
kesimpulannya adalah mengingkari bagian yang lain.
((p→q) ^ -q) → -p
Dibaca jika p maka q dan ternyata non q maka kesimpulannya adalah non p.
Misal : jika permintaan bertambah maka harga naik dan ternyata harga tidak naik,
maka kesimpulannya permintaan tidak bertambah.
2. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula
silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.
Contoh :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.

2. Logika Induktif
Logika induktif adalah system penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan
yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat
boleh jadi. Logika ini sering disebut logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip
penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan oleh karena itu
10
kesimpulannya hanyalah kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulannya itu benar dan
tidak dapat dikatakan pasti. Logika induktif merupakan pokok bahasan metodologi
ilmiah, atau dengan kata lain metodologi ilmiah merupakan perluasan dari logika
induktif. Sebagai sarana penarikan kesimpulan yang lebih rumit dan mendalam logika
induktif berpaling pada statistika.
Seperti halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam
beberapa macam yakni ;
a.) Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari
beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A
pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan
memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat
dilihat dari hal-hal berikut.:
a. Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan,
semakin benar simpulan yang diperoleh.
b. Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
c. Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus
tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
1. Orang garut suka rujak
2. Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
3. Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
b.) Analogi
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai
sifat yang sama.Pada dasar nya penalaran analogi itu sama dengan penalaran
generasi. Tetapi dalam metode keilmuaanalogi dapat digunakan untuk menentukan
apakah suatu objek itu fakta.
Contoh:
Ahmad mahasiswa UIN adalah anak soleh dan rajin
Budi mahasiswa UIN adalah anak soleh dan rajin
11
Muhammad mahasiswa UIN
Jadi: Muhammad mahasiswan UIN adalah anak soleh dan rajin
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1. Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2. Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3. Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
c.) Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel
berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan.
Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal
dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan
kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini
dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu
peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau
kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan
beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan,
mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah
satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b. Akibat-Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa
itu kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh :
Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya
pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.
c. Sebab Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah
menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya,
hingga timbul arangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bulan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami
kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin
12
mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali
berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu
biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti
ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh
karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan
pendapatan rakyat.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang sungguh-sungguhnartinya suatu cara yang
berdisiplin, dimana seseorang yang tidak akan membiarkan idea dan konsep yang sedang
dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu diarahkan pada satu tujuan
tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa metode adalah cara yang
teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan) atau cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan.

13
Kriteria berpikir ilmiah adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud
(dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Adapun kriteria metode
berpikir ilmiah antara lain berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-
prinsip analisis, menggunakna hipotesis, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan
teknik kuantitatif.
Bahasa keilmuan merupakan bahasa yang digunakan dalam penulisan-penulisan ilmiah
atau dalam penulisan ilmu pengetahuan. Definisi dalam ilmu alam hanya mengenal satu cara
dengan metode matematis utlasan perbedaan tersebut adalah karena seluk beluk hubungan
yang harus diungkapkan seorang ilmuwan sosial adalah jauh lebih rumit, dan tidak mudah
direduksikan ke bentuk-betuk yang sederhana.
Logika deduktif adalah system penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan
yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian
diturunkan dari pangkal pikirnya(premisnya). Logika induktif adalah system penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Drs. H. Mohammad, MA. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan

Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Sumatri, Jujun Suria. 2003. Ilmu Dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang

Hakikat Ilmu. Jakarta: PT Gramedia


Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2010. Filsafat Ilmu: sebagai Dasar

Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Liberty

14
DAFTAR PERTANYAAN

1. Berikan contoh fungsi ekspretif dan simbolik ? (Putri Ulfa)


Jawaban : Fungsi ekspretif adalah bahasa sebagai bentuk curahan rasa takut serta takjub
yang dilakukan serta merta pada pemujaan-pemujaan, demikian juga pencurahan seni suara
maupun sastra. Contohnya saat kita melihat sesuatu yang besar atau melihat fenomena alam
yang terjadi maka ekspresi kita berubah missal dengan mengucapkan “Wow, luar biasa!”
sambil membelalakkan mata atau sambil bertepuk tangan. Sedangkan fungsi simbolik dari
bahasa merupakan pemaparan arti yang tidak hanya dinyatakan dalam symbol bukan hanya
dengan fakta untuk menyampaikan kepada orang lain. Contohnya apabila kondisi kelas ramai
maka guru spontan memberikan symbol dengan menempelkan telunjuknya pada bibir, atau
membuat symbol huruf “ T ” dengan kedua tangannya. Kemudian, jika orang yang sudah
bosan dapat dilihat dari gesture tubuh yakni melipatkan kedua tangannya didada dengan
sesekali menunduk untuk menghilangkan rasa bosan.

2. Apa kaitan panca indera dengan proses berpikir ilmiah? Bagaimana apabila panca indera
tidak lengkap? (Dewi E. )
Keterkaitan panca indera dengan proses berpikir ilmiah ialah panca indera merupakan alat
yang digunakan oleh manusia untuk merepresentasikan apa yang terjadi, sehingga apabila
seseorang tersebut memiliki keterbatasan maka dia masih dapat melalukan proses berpikir
ilmiah asalkan memiliki akal yang sehat. Belum tentu orang buta, tuna rungu, ataupun tuna
wicara tidak dapat melakukan proses berpikir ilmiah, mereka masih dapat melakukan proses
berpikir ilmiah ini apabila mereka masih memiliki akal yang sehat.

3. Adakah pengaruh dari berpikir ilmiah dan bahasa ilmiah? Jika ada pengaruh keduanya, maka
apa pengaruhnya? (Yayuk Dwi P.)
15
Ada pengaruh keduanya, pengaruh antara berpikir ilmiah dengan bahasa ilmiah yakni hasil
dari berpikir ilmiah ini diterjemahkan dalam bentuk bahasa ilmiah. Pemaparan yang
dilakukan menyesuaikan kaidah bahasa ilmiah yang telah ditentukan. Selain itu, bahasa
ilmiah menjadi alat penerjemah dalam proses berpikir ilmiah, seperti misalnya seorang
peneliti melakukan penelitian hingga ia mendapatkan hasil, maka untuk menjelaskan kepada
orang lain maka peneliti tersebut membutuhkan bahasa ilmiah untuk menjelaskan hasil
penelitian tersebut.

16

Anda mungkin juga menyukai