Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat


Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq
dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga
penyusunan makalah Akhlak Tasawuf dapat terselesaikan.

Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang


pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya
selalu menyertai kehidupan ini.

Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis
miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhirnya
hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-Nya.

Jakarta, 23 Maret 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................... i
DAFTAR ISI.....................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............3
A. Latar Belakang..............................3
B. Rumusan Masalah................... 3
C. Tujuan......................................... 3

BAB II PEMBAHASAN..................4
A. Pengertian.......................................4
B. Ukuran Baik dan Buruk...................................5
C. Aliran – Aliran Tentang Baik dan Buruk.......... 6
D. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam..........11

BAB III PENUTUP.................................... 13


A. Kesimpulan............................................13

DAFTAR PUSTAKA ............................... 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau
buruk. Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk
menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Pernyataan tersebut
dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk sehingga
dapat dilatarbelakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.
Pernyataan – pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat
dijadikan rumusan masalah sehingga para pembaca menilai sesuatu itu baik atau
buruk memiliki indikator yang pasti. Untuk itu dijadikan pembahasan masalah
adalah Bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut pandangan Islam

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Baik dan Buruk ?
2. Apakah Ukuran Baik Buruk dalam ilmu akhlak?
3. Apa sajakah aliran baik dan buruk?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Baik dan Buruk
2. Untuk mengetahui Ukuran yang dipakai dalam menilai baik dan buruk
3. Untuk mengetahui aliran baik buruk

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan.1
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr (dalam bahasa
Arab) yang artinya “ yang baik”, good; best (dalam bahasa Inggris) good = that
which is morally right or acceptable sedangkan kebalikan Kata baik adalah buruk,
kata buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh dalam bahasa Arab dan evil ;bad
dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan
seterusnya. Bila dihubungkan dengan akhlak, yang dimaksud dengan baik (sebut:
akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah adanya keselarasan antara
prilaku manusia dan alam manusia tersebut . Sementara itu, Ahmad Amin
menyatakan bahwa perilaku manusia dianggap baik atau buruk bergantung pada
tujuan yang dicanangkan oleh pelaku.
Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu
definisi, sebab definisi pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang
dihasilkan, sementara definisi kedua lebih menitik beratkan pada tujuan
terwujudnya perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku,
seseorang akan cenderung berani melakukan tindakan yang tidak selaras dengan
alam dengan dalih bertujuan baik, juga adanya kesulitan mengukur kebenaran
tujuan pelaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali dapat dirumuskan

1
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014.
Hlm 198

4
bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras
dengan alam manusia.

B. Ukuran Baik dan Buruk


Ukuran baik dan buruk yang dikenal dalam ilmu akhlak antara lain :
1. Nurani
Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat baik
dan mencegahnya berbuat buruk. Jiwanya akan merasa bahagia jika telah berbuat
baik dan merasa tersiksa jika telah berbuat buruk. Kekuatan ini disebut nurani.
Masing – masing individu memiliki kekuatan yang berbeda satu sama lain.
Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi tentang sesuatu
yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.

2. Rasio
Rasio merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, yang
membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia
dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk. Dengan akalnya
manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik
dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian rasio manusia akan terus
berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman – pengalaman
yang mereka miliki.2

3. Adat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu
menjadi salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku.
Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya ataupun
kelompoknya akan menjadi problem dalam berinteraksi. Masing – masing
kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan – batasan tersendiri tentang
hal – hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik

2
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2001. Hlm 203

5
oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain.
Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan
kebiasaan–kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu
yang tidak menjadi kebiasaan mereka.3
4. Pandangan Individu
Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota kelompok atau
masyarakat yang secara individual memiliki pandangan atau pemikiran yang
berbeda dengan kebanyakan orang di kelompoknya. Masing–masing individu
memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran tersendiri meski
harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya. Masing–masing individu
memiliki hak untuk menentukan mana yang dianggapnya baik untuk dilakukan
dan mana yang dianggapnya buruk. Tidak mustahil apa yang semula dianggap
buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat seseorang yang
berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk adalah
baik.

5. Norma Agama
Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk
menurut norma agama lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan ukuran baik
dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat, dan pandangan individu. Keempat
ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu.
Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, karena norma agama
merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Suci. Disamping itu, ajaran Tuhan lebih
bersifat universal, lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun kelompok.

C. Aliran – aliran tentang Baik dan Buruk


Membicarakan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka penentuan
dan karakternya baik dan buruk perbuatan manusia dapat diukur melalui fitrah
manusia.

3
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam AlQur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2002. Hlm 105

6
Menurut Poedja Wijatna berhubungan dengan perkembangan pemikiran
manusia dengan pandangan filsafat tentang manusia (Antropologi Metafisika) dan
ini tergantung pula dari Metafisika pada umumnya.

Dan dapat disimpulkan bahwa diantara aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi


dalam penentuan baik dan buruk diantaranya :
1. Baik Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat ( sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat
yang berlaku dan ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang
teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat
dipandang baik dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat
dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.
Adat istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum, Ahmad
Amin mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai adat istiadat yang tertentu
dan menganggap baik bila mengikutinya,mendidik anak-anaknya sesuai dengan
adat istiadat itu, dan menanamkan perasaan kepada mereka, bahwa adat istiadat
itu akan membawa kepada kesucian,sehingga apabila seseorang menyalahi adat
istiadat itu sangat dicela dan dianggap keluar dari golongan bangsanya.4

2. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme


Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tuah, karena berlatar
pada pemikiran filsfat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270
SM), yang selanjutnya dikembangkanoleh cyrenics sebagaimana telah diuraikan
diatas, dan belakangan ditumbuh kembangkan freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang banyak
mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini
tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan
adapula yang mendatangkan kesedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah
perbuatan yang harus dilakukan,maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan
4
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014.
Hlm 201

7
kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa
kebahagiaan atau keezatan itu adalah tujuan manusia.tidak ada kebaikan dalm
hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlaq
itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan
kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai
tersendiri,tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya.

3. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (humanisme)


Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu
sebagai baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya.
Kekuatan batin itu disebut juga kata hati adalah merupakan potensi rohaniah yang
secara fitrah yang ada pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa pada
setiap manusia mempunyai kekuatan instinct batin yang dapat membedakan baik
dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang berbeda
refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi dasarnya ia tetap
sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat sesuatu perbuatan ia
mendapat semacam ilham yang dapat membertahu nilai perbuatan itu, lalu
menetapkan hukum baik dan buruknya. oleh karena itu, kebanyakan manusia
sepakat mengenai keutamaan seperti benar, dermawan, berani, dan mereka juga
sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang salah, kikir dan pengecut.
Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia,
tidak terambil dari keadaan luarnya. Kita diberinya kemampuan untuk
membedakan antara baik dan benar, sebagai mana kita diberikan mata untuk
melihat dan diberi telinga untuk mendengar.

4. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme


Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik
adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual,
dan jika berlaku bagi masyarakat dan Negara disebut social.
Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan
perhatian di masa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan dibidang teknik

8
cukup meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun
demikian paham ini terkadang cenderung ekstrim dan melihat kegunaan hanya
dari sudut pandang materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin
kurang dihargai, karena secara material tidak ada lagi kegunaanya. Padahal kedua
orang tua tetap berguna untuk dimintakan nasihat dan doanya serta kerelaanya.
Selain itu paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada
gunanya untuk memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan
menggunakan fitnah, khianat, bohong, tipu muslihat, kekerasan, paksaan dan lain
sebagainya, sepanjang semua yang disebutkan itu ada gunanya.
Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya
berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bias
diterima. Dan kegunaan bias juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang
tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang
yang baik adalah orang yang member manfaat pada yang lainnya, ( HR. Bukhari ).

5. Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme


Menurut paham ini baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah
dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap
binatang, dan berlaku hokum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Paham vitalisme ini pernah dipraktekkan para penguasa di zaman
feodalisme terhadap kaum yamh lemah dan bodoh.dengan kekuatan dan
kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme,
dictator dan tiranik. Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status social
untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkannya menjadi
pegangan hidup masyarakat. Hal ini bias berlaku, mengingat orang-orang yang
lemah dan bodoh selalu mengharapkan pertolongan dan bantuannya.
Dalam masyarakat yang sudah maju, di mana ilmu pengetahuan dan
keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak
akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat
demokratis.

9
6. Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak
sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam pahan ini keyakinan teologis, yakni
keimanan kepada tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin
orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkut tidak
beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik
dalam praktek. Namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena
ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahuia bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan
masing-masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-
masing. Agama Hindu, Yahudi, Kristen dan islam, misalnya, masing-masing
memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya
berbeda-beda. Poedjawijatna mengatakan bahwa pedoman itu tidak sama,
malahan di sana- sini tampak bertentangan : misalnya tentang poligami, talak dan
rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami dan istri dan sebagainya.

7. Baik Buruk Menurut Paham Evolusi ( Evolution )


Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang
ada di ala mini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju
kepada kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-
benda yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga
berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak
dan moral.
Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang
berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara
sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah
cita-cita yabg dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-

10
cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini
ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedekat mungkin.5

D. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam


Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada
petunjuk al-qur’an dan al-hadis. Jika kita perhatikan al-qur’an atau hadis dapat
dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan ada pula yang mengacu
kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-
hasanah, thayyibah, khairah.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-raghib al- Asfahani adalah
suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau
dipandang baik. Al-hasanah terbagi menjadi 3 bagian, pertama hasanah dari segi
akal, kedua dari segi hawa nafsu/keinginan dan hasanah dari segi pancaindera.
Pemakaian kata al-hasanah kta jumpai pada ayat-ayat yang berbunyi :

َ ْ‫ي اَح‬
َّ‫سـنَّ قلى اِن‬ َّْ ِ‫سنَـ َِّة َو َجا ِد ْله َّْم بِالت‬
ََّ ‫ي ِه‬ َ ‫ِوا ْل َم ْوع ا ْل َح‬
َ ِ ‫ك َم َِّة َظـــ َِّة‬
ََّ ِ‫سبِيْـــ َِّل بِا ْل ِحك َْرب‬
َ ‫ادْعَّ ـىِاِل‬

﴿١٢٥﴾ َّ‫سبِيْـــ ِله َوه ََّو ا َ ْعلَمَّ بِا ْلم ْهتَـــــ ِدي َْن‬ َّْ ‫َِربك ه ََّو ا َ ْعلَمَّ بِ َم‬
َّْ َّ‫ن ضَل‬
َ ‫ن َِع‬ َ

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S al-
Nahl, 16: 125)”.
Adapun kata at-tayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu
yang memberikan kelezatan kepada pancaindera dan jiwa seperti makan dan
sebagainya. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi :
“Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang
baik-baik yang kami berikan kepadamu. (Q.S. al-baqarah, 2:57)”.

5
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014.
Hlm 180

11
Selanjutnya kata al-khair digunakan utnuk menunjukkan sesuatu yang baik
oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu
yang bermanfaat misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi “

‫ف بِ ِه َما‬ َّْ َ ‫علَ ْي َِّه أ‬


ََّ ‫ن يَطو‬ ََّ َ‫ْت أ َ َِّو ا ْعت َ َم ََّر ف‬
ََّ ‫ل جنَا‬
َ ‫ح‬ َّْ ‫َللاَِّۖفَ َم‬
ََّ ‫ن َحجَّ ا ْلبَي‬ َّ ‫شعَائِ َِّر‬ َّْ ‫إِنَّ الصفَا َوا ْل َم ْر َو َّةَ ِم‬
َ ‫ن‬

َّ‫ع ِليم‬ َّ َّ‫ع َخي ًْرا فَ ِإن‬


َ َّ‫َللاَ شَا ِكر‬ َ َ‫ن ت‬
ََ ‫ط َّو‬ َّْ ‫َّۚو َم‬
َ

Artinya: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah.
Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak
ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang
melakukan kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-baqarah, 2: 158)”.

12
BAB III
PENUTUP
I.II Kesimpulan
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung
pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya dan
pengertian ini bersifat subjektif, karena bergantung pada individu yang
menilainya.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan
Beberapa aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan
buruk diantaranya :
1. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
2. Evolusi (Evolution)
3. Religiosme
4. Vitalisme
5. Intuition ( Humanisme )
6. Aliran Adat Istiadat ( Sosialisme )
7. Aliran Hedoisme
8. Paham Utilitarianisme

13
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2014.
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2001.
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam AlQur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai