Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis
miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhirnya
hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-Nya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................... i
DAFTAR ISI.....................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............3
A. Latar Belakang..............................3
B. Rumusan Masalah................... 3
C. Tujuan......................................... 3
BAB II PEMBAHASAN..................4
A. Pengertian.......................................4
B. Ukuran Baik dan Buruk...................................5
C. Aliran – Aliran Tentang Baik dan Buruk.......... 6
D. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam..........11
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau
buruk. Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk
menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Pernyataan tersebut
dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk sehingga
dapat dilatarbelakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.
Pernyataan – pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat
dijadikan rumusan masalah sehingga para pembaca menilai sesuatu itu baik atau
buruk memiliki indikator yang pasti. Untuk itu dijadikan pembahasan masalah
adalah Bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut pandangan Islam
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Baik dan Buruk ?
2. Apakah Ukuran Baik Buruk dalam ilmu akhlak?
3. Apa sajakah aliran baik dan buruk?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Baik dan Buruk
2. Untuk mengetahui Ukuran yang dipakai dalam menilai baik dan buruk
3. Untuk mengetahui aliran baik buruk
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan.1
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr (dalam bahasa
Arab) yang artinya “ yang baik”, good; best (dalam bahasa Inggris) good = that
which is morally right or acceptable sedangkan kebalikan Kata baik adalah buruk,
kata buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh dalam bahasa Arab dan evil ;bad
dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan
seterusnya. Bila dihubungkan dengan akhlak, yang dimaksud dengan baik (sebut:
akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah adanya keselarasan antara
prilaku manusia dan alam manusia tersebut . Sementara itu, Ahmad Amin
menyatakan bahwa perilaku manusia dianggap baik atau buruk bergantung pada
tujuan yang dicanangkan oleh pelaku.
Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu
definisi, sebab definisi pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang
dihasilkan, sementara definisi kedua lebih menitik beratkan pada tujuan
terwujudnya perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku,
seseorang akan cenderung berani melakukan tindakan yang tidak selaras dengan
alam dengan dalih bertujuan baik, juga adanya kesulitan mengukur kebenaran
tujuan pelaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali dapat dirumuskan
1
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014.
Hlm 198
4
bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras
dengan alam manusia.
2. Rasio
Rasio merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, yang
membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia
dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk. Dengan akalnya
manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik
dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian rasio manusia akan terus
berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman – pengalaman
yang mereka miliki.2
3. Adat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu
menjadi salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku.
Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya ataupun
kelompoknya akan menjadi problem dalam berinteraksi. Masing – masing
kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan – batasan tersendiri tentang
hal – hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik
2
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2001. Hlm 203
5
oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain.
Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan
kebiasaan–kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu
yang tidak menjadi kebiasaan mereka.3
4. Pandangan Individu
Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota kelompok atau
masyarakat yang secara individual memiliki pandangan atau pemikiran yang
berbeda dengan kebanyakan orang di kelompoknya. Masing–masing individu
memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran tersendiri meski
harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya. Masing–masing individu
memiliki hak untuk menentukan mana yang dianggapnya baik untuk dilakukan
dan mana yang dianggapnya buruk. Tidak mustahil apa yang semula dianggap
buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat seseorang yang
berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk adalah
baik.
5. Norma Agama
Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk
menurut norma agama lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan ukuran baik
dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat, dan pandangan individu. Keempat
ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu.
Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, karena norma agama
merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Suci. Disamping itu, ajaran Tuhan lebih
bersifat universal, lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun kelompok.
3
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam AlQur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2002. Hlm 105
6
Menurut Poedja Wijatna berhubungan dengan perkembangan pemikiran
manusia dengan pandangan filsafat tentang manusia (Antropologi Metafisika) dan
ini tergantung pula dari Metafisika pada umumnya.
7
kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa
kebahagiaan atau keezatan itu adalah tujuan manusia.tidak ada kebaikan dalm
hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlaq
itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan
kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai
tersendiri,tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya.
8
cukup meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun
demikian paham ini terkadang cenderung ekstrim dan melihat kegunaan hanya
dari sudut pandang materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin
kurang dihargai, karena secara material tidak ada lagi kegunaanya. Padahal kedua
orang tua tetap berguna untuk dimintakan nasihat dan doanya serta kerelaanya.
Selain itu paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada
gunanya untuk memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan
menggunakan fitnah, khianat, bohong, tipu muslihat, kekerasan, paksaan dan lain
sebagainya, sepanjang semua yang disebutkan itu ada gunanya.
Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya
berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bias
diterima. Dan kegunaan bias juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang
tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang
yang baik adalah orang yang member manfaat pada yang lainnya, ( HR. Bukhari ).
9
6. Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak
sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam pahan ini keyakinan teologis, yakni
keimanan kepada tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin
orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkut tidak
beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik
dalam praktek. Namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena
ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahuia bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan
masing-masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-
masing. Agama Hindu, Yahudi, Kristen dan islam, misalnya, masing-masing
memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya
berbeda-beda. Poedjawijatna mengatakan bahwa pedoman itu tidak sama,
malahan di sana- sini tampak bertentangan : misalnya tentang poligami, talak dan
rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami dan istri dan sebagainya.
10
cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini
ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedekat mungkin.5
َ ْي اَح
َّسـنَّ قلى اِن َّْ ِسنَـ َِّة َو َجا ِد ْله َّْم بِالت
ََّ ي ِه َ ِوا ْل َم ْوع ا ْل َح
َ ِ ك َم َِّة َظـــ َِّة
ََّ ِسبِيْـــ َِّل بِا ْل ِحك َْرب
َ ادْعَّ ـىِاِل
﴿١٢٥﴾ َّسبِيْـــ ِله َوه ََّو ا َ ْعلَمَّ بِا ْلم ْهتَـــــ ِدي َْن َّْ َِربك ه ََّو ا َ ْعلَمَّ بِ َم
َّْ َّن ضَل
َ ن َِع َ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S al-
Nahl, 16: 125)”.
Adapun kata at-tayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu
yang memberikan kelezatan kepada pancaindera dan jiwa seperti makan dan
sebagainya. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi :
“Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang
baik-baik yang kami berikan kepadamu. (Q.S. al-baqarah, 2:57)”.
5
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014.
Hlm 180
11
Selanjutnya kata al-khair digunakan utnuk menunjukkan sesuatu yang baik
oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu
yang bermanfaat misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi “
Artinya: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah.
Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak
ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang
melakukan kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-baqarah, 2: 158)”.
12
BAB III
PENUTUP
I.II Kesimpulan
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung
pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya dan
pengertian ini bersifat subjektif, karena bergantung pada individu yang
menilainya.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa arab,
atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan
Beberapa aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan
buruk diantaranya :
1. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
2. Evolusi (Evolution)
3. Religiosme
4. Vitalisme
5. Intuition ( Humanisme )
6. Aliran Adat Istiadat ( Sosialisme )
7. Aliran Hedoisme
8. Paham Utilitarianisme
13
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 2014.
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2001.
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam AlQur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2002.
14