SKRIPSI
Oleh:
CATUR WIDJAYANTI
NIM: 13220079
Pembimbing:
YOGYAKARTA
2017
HALAMAN PERSEMBAHAN
iv
HALAMAN MOTTO
1
Al-Qur’an, 21:35, Semua Terjemahan ayat Al-Qur’an di Skripsi ini diambil dari Cipta Bagus
Segara, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata, (Bekasi, CBS, 2012).
v
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umat
seluruh zaman yang senantiasa taat mengamalkan dan membela risalah Islam
yang mulia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan, dorongan, perhatian dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M. A., Ph. D selaku rektor UIN
3. Bapak A. Said Hasan Basri, S. Psi., M. Si,. Selaku ketua program studi
vi
8. Kakak-kakakku (Ika Margiwinarni, Dwi Pamungkas Prasetyo Aji dan Tri
pertama dirumah.
10. Simbah Putri ku, Simbah Martilah. Alm Cipto Pawiro, Alm Patmo
Sentono dan Almh Reyog, ini wujud janji ku untuk menjadi seorang
11. Guru BK SMP ku yang kemudian menjadi orang tua ku sampai saat ini,
12. Mas MAI yang telah banyak meluangkan waktu untuk diwawancara dan
Indo Kidney Donor dan seluruh penyandang gagal ginjal kronis sedunia
14. Bu Tinah, Mas Taufik dan Dokter Diana selaku informan yang dengan
15. Bapak Agung orangtua asuh ku selama SMA yang selalu mencurahkan
vii
17. Teman-teman BKI konsentrasi masyarakat yang selalu kompak dan
18. Teman-teman KKN angkatan 90 dan warga dusun Turgorejo yang selalu
20. Mbak Fatimah, Mbak Yatini, Mbak Diah, Mas Qomar, Dek Vita, Mas
22. Sepupu sekaligus sahabat ku, Rohmalita Sari yang selalu bersaing
23. Rohaniawan RS. Dr. Sardjito yang telah dengan sabar membimbing
24. Keluarga Besar ASSAFFA dan Bidik Misi 2013, bersatu menggapai asa.
sempurna. Kemauan untuk berbagi ilmu dari para pembaca untuk memperbaiki
perlukan. Oleh karena itu saran, kritik dan pendapat dari pembaca sangat penulis
nantikan.
viii
Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis serta
menambah wawasan yang berguna dalam dunia konseling dan bermanfaat bagi
Penulis,
Catur Widjayanti
ix
ABSTRAK
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... x
A. Penegasan Judul....................................................................... 1
C. Rumusan Masalah.................................................................... 6
xi
BAB II PROFIL DAN GAMBARAN UMUM SUBJEK ........................... 41
4. Sabar.................................................................................. 90
xii
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 91
A. Kesimpulan ............................................................................. 91
B. Saran ....................................................................................... 92
LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
judul perlu dijelaskan secara operasional. Hal ini dilakukan untuk menghindari
1. Strategi Koping
yang berfokus pada masalah (Problem Focus Coping) dan berfokus pada
ini adalah cara mahasiswa penderita gagal ginjal kronis dalam menghadapi
masalahnya.
1
Richard S. Lazarus, Emotion and Adaptation, (New York: Oxford University Press,
1991), hlm. 112.
1
2
3. Mahasiswa
mengalami penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan bersifat tidak
bisa disembuhkan yang berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi
diberikan kepada manusia. Setiap orang tentu tidak menginginkan sakit dan
2
Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. (Jakarta: FK-UI; 2006) hal; 570-573
3
sakit secara fisik ataupun secara psikis. Sakit fisik biasanya disebabkan karena
makanan, pola hidup yang tidak baik atau virus-virus yang menyerang organ-
organ vital dalam tubuh manusia. Penyakit fisik meliputi kanker, jantung
kondisi psikis, seperti stress, cemas, takut, dan sebagainya. Menurut Carl
tenang, aman, serta tenteram dalam hatinya adalah orang yang sakit rohani
(rohani). 4
satunya merupakan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk
3
Robin Salabi, Mengatasi Keguncangan Jiwa Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 13.
4
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: FK-UI;
2006) hlm. 32.
4
aktivitas baik aktivitas untuk diri pribadi maupun aktivitas sosial. Namun
yang sifatnya serius dan kronis atau dengan kata lain terjadi dalam jangka
atau lebih tepatnya disebut dengan penyakit kronis adalah suatu kondisi yang
tentu akan menjadikan kondisi fisik seorang individu menjadi buruk. Kondisi
ini kemudian akan berimbas pada kondisi psikisnya. Dalam kondisi seperti ini
sendiri.
5
Al-Qur’an, 21:35, Semua Terjemahan ayat Al-Qur’an di Skripsi ini diambil dari Cipta
Bagus Segara, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata, (Bekasi, CBS, 2012).
5
Salah satu contoh dari individu yang mengalami penyakit kronis yang
ditemukan penulis adalah seorang mahasiswa dengan inisial MAI. MAI adalah
penderita gagal ginjal kronis. MAI divonis menderita penyakit kronis ini pada
ginjal stadium akhir. Lebih dari 75% ginjalnya tidak dapat berfungsi sehingga
cuci darah secara rutin dua kali dalam seminggu serta mengonsumsi sejumlah
obat untuk menjaga kondisi tubuhnya agar tetap dapat beraktivitas. Jika MAI
sekujur tubuhnya, sesak nafas serta lemas bahkan pingsan. Penyakit yang
namun kondisi tubuh, raut wajah dan bicaranya tampak seperti orang sehat.
Selain itu MAI juga terlihat religius. Dari kejauhan sebelum sampai di
ranjangnya terlihat jari-jarinya sibuk berdzikir dengan gelang koka yang biasa
tengah cuci darah. Beberapa novel dan buku ilmiah tergeletak di meja lengkap
dengan laptop menyala. Setelah penulis bertanya ternyata MAI sedang sibuk
6
novel di atas ranjang saat dia melakukan terapi cuci darah. Menurut penulis ini
adalah sebuah aktivitas langka karena jarang dilakukan oleh pasien cuci darah.
Penderita Gagal Ginjal Kronis” Adapun fokus pada penelitian ini adalah
mengenai permasalahan yang dialami MAI baik itu secara fisiologis maupun
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat penelitian
1. Teoritis
2. Praktis
a. Bagi Penulis
lebih positif.
c. Bagi Jurusan
d. Bagi Masyarakat
F. Tinjauan Pustaka
yang akan dilakukan. Adapun hasil telaah yang didapat dari penelitian-
strategi coping yang digunakan oleh seorang muslimah korban kecelakaan lalu
lintas. Adapun hasil dari penelitian ini adalah subjek menggunakan beberapa
menyalahkan diri sendiri dan Seaking Meaning, (3) Positive Thinking, (4)
Positive Acting, (5) Positive Hoping dan (5) Sabar. Perbedaan dengan skripsi
taekwondo serta apa saja faktor yang mempengaruhi para atlet dalam
melakukan strategi koping. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa
strategi koping yang digunakan sebelum bertanding lebih fokus pada Problem
penelitian yakni pada penelitian ini menggunakan metode studi kasus kolektif
7
Juliana Dewi Purnamasari, Strategi Coping Atlet Taekwondo Dalam Menghadapi
Kejuaraan, Skripsi tidak diterbitkan, (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Kesejahteraan Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014)
10
Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa di RSUD Prof. Dr. Margono
8
Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non
mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik. Hasil
penelitian ini adalah bahwa faktor usia dan lama menjalani terapi hemodialisa
melainkan ada faktor lain yakni faktor pendidikan, konsep diri, pengetahuan
penelitian ini dengan skripsi penyusun terletak pada subjek, objek serta
Ureum dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Klinik Dengan Diabetes
Melitus dan Non Diabetes Melitus di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
8
Ridlwan Kamaluddin, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan
Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa Di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto, (Purwokerto, Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jendral Soedirman, 2009)
11
ureum dan kreatinin pasien GGK dengan DM atau Non DM diruang rawat
inap RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Adapun hasil penelitian ini
adalah nilai gizi pada pasien GGK DM lebih rendah dibanding pasien GGK
Non DM. Dan sebaliknya nilai ureum dan kreatinin pada pasien GGK DM
lebih baik dibandingkan GGK Non DM. Perbedaan penelitian ini dengan
skripsi penyusun terletak pada subjek, objek serta metode penelitian yang
diambil.
mendasar, yaitu terletak pada pokok bahasan, metode, subjek serta pemetaan
sama dengan penelitian yang sudah ada dan tidak ada unsur plagiatisme.
koping pada seorang mahasiswa penderita gagal ginjal kronis. Hal ini
9
Siti Chadijah, Perbedaan Status Gizi , Ureum dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dengan Diabetes Melitus dan Non Diabetes Melitus di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh, (Semarang: Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, 2011)
12
G. Kerangka Teori
penghargaan. 10
10
Arie Arumwardhani, Psikologi Kesehatan, (Yogyakarta; Percetakan Galang Press,2011),
hlm. 243.
11
Alawiyah, Perilaku Coping Remaja dengan Ayah Poligami, Naskah Publikasi,
(Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, 2007),
hlm.9.
12
Lazarus, Richard S., Emotion and Adaptation, (New York: Oxford University Press,
1991), hlm. 112.
13
lingkungan.
menjadi lebih baik atau berkurang, hal ini disebut PFC (Problem
dalam hidupnya.16
2) Jenis Kelamin;
3) Kepribadian;
5) Emosi;
6) Status Sosial;
7) Pekerjaan. 17
16
Ibid, hlm. 73.
17
Andri Hakim, Hipnoterapi: Cara Tepat & Cepat Mengatasi Stres, Fobia, Trauma,
danGangguan Mental lainnya, (Jakarta: Visimedia, 2010), hlm. 17.
16
1) Kesehatan Fisik
4) Keterampilan sosial
5) Dukungan sosial
masyarakat sekitarnya.
6) Materi
18
Rahmayati, Stres dan Coping Remaja yang Mengalami Perceraian Pada
Orangtua,artikel,http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Artikel_1
0502199.pdf, (diakses pada 2 februari 2017), hlm. 7
18
e. Tujuan Koping
kajian negatif
cara langsung.
19
digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyasdindan-5184-3-
bab2.pdf(diakses pada 2 februari 2017), hlm. 7.
20
Fara Sofah dan Endang R, Suryaningrum, “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah
Jurusan”, Journal Insan. Vol12 (februari 1017)
19
21
Destryarini Miranda, “Strategi Coping Dan Kelelahan Emosional(Emotional
Exhaustion) Pada Ibu Yang Memiliki ABK (Studi Kasus Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma
Husada Mahakam Samarinda, Kalimantan Timur)”, eJournal Psikologi , Vol.1. No 2(2013) hlm
137-138
22
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses tanggal 6 Juni 2016.
20
ginjal yang terus menurun sehingga akan banyak zat-zat toksik atau
racun pada tubuh karena ginjal tidak bisa berfungsi seperti dalam
keadaan normal.
datang dengan keluhan utama satu atau lebih gejala penyakit ginjal,
23
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Pasal 1 ayat (10).
24
Ridwan Kamaludin dan Eva Rahayu, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUD Prof.
dr. Margono Soekarjo Purwokerto”, Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol. 4: 1 (Maret, 2009), hlm.
20.
21
jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6
bulan. 26
25
David Rubenstein, David Wayne dan John Bradley, Lecture Notes: Kedokteran Klinis,
Ed. Ke-6, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 232-233
26
Hendromartono, Nefropati Diabetik Dalam Ilmu Penyakit Dalam, Ed. Ke-3, (Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006), hlm. 1920-1922.
27
David Rubenstein, David Wayne dan John Bradley, Lecture Notes: Kedokteran Klinis,
hlm. 222
22
air liur yang diubah menjadi amonia oleh bakteri sehingga nafas
gangguan konsentrasi.
28
Suyono, dkk., Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, (Jakarta, FKUI)
23
darah. Terapi cuci darah adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membrane
semi pemeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
untuk mengurangi asupan cairan selama sehari, akan tetapi pada terapi
29
Bayhakki, Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gagal Ginjal Kronik, (Jakarta: EGC, 2012)
hlm 8
30
Santoso, 60 Menit Menuju Ginjal Sehat. (Surabaya: Jaring Pena, 2009), hlm 9
24
tahap, yaitu:
31
Ridwan Kamaludin dan Eva Rahayu, “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUD Prof.
dr. Margono Soekarjo Purwokerto”, Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol. 4: 1 (Maret, 2009), hlm.
20.
25
kesehatan”.
berharga.
26
hemodialisis
a) Kecemasan
32
Itoh Mutoharoh, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Mekanisme Koping Klien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Fatmawati, (Jakarta: Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hlm 17-21
27
b) Dependensi
c) Perasaan kehilangan
normal dalam situasi ini. Cuci darah akan menjadi gaya hidup
3 Ways Bahreisy
menyelesaikan masalahnya yakni pada Q.S. Al-Insyirah ayat 1-8. Ada tiga
yaitu:
1) Positive Thinking
)٣( َ) ذ ِاَّل ٓى َأهْ َق َض َظه َْرك٢( َ) َو َوضَ ْع َنا َع ْن َك ِو ْز َرك١( َْش ْح َ ََل َصدْ َرك َ ْ َ َألَ ْم و
ً ْ ْس ي
)٦( ُْسا ِ ْ ) ا ذن َم َع الْ ُع٥( ُْسا
ً ِ ْ ) فَا ذن َم َع الْ ُع٤( ََو َرفَ ْع َنا َ ََل ِذ ْل َرك
ْ ْس ي
ِ ِ
"Bukankah telah Kami lapangkan untukmu dadamu? Dan telah
Kami hilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan
punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu
karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." 34
terjadi pada malam isra’ mi’raj ketika Nabi Muhammad SAW. dibedah
33
Emma Indirawati, “Hubungan antarakematangan beragamadengankecenderungan
strategi Coping,” hlm.73
34
Q.S. Al Insyirah (94): 1-6
35
Ibnu Katsier, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8, terj. Salim Bahreisy &
Said Bahreisy, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), hlm. 355.
29
Tafsir dari 6 ayat itu ialah janji dan kabar gembira dari Allah
bahwa semua kesulitan dari setiap persoalan manusia selalu ada jalan
keluarnya, maka hadapilah masalah itu dengan hati yang lapang. Maka
bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. 37 Karena dengan
2) Positive Acting
berikut ini:
36
Emma Indirawati, “Hubungan Antara Kematangan Beragama dengan Kecenderungan
Strategi Coping”, hlm. 73.
37
Bilif Abduh, The Power of Positive Thinking for IIslamic Happy Life, (Jakarta: Citra
Risalah, 2010), hlm. 1.
38
Q.S. Al Insyirah (94): 7.
30
konkrit ini adalah anjuran nyata dari Allah untuk tidak mudah.
suatu ikhtiar atau usaha. Sebagaimana Allah jelaskan dalam ayat lain
3) Positive Hoping
39
Q.S Al-maidah (5): 55
40
Emma Indirawati, “Hubungan Antara Kematangan Beragama dengan Kecenderungan
Strategi Coping”, hlm. 74.
41
Q.S Al-Insyirah (94):8
31
dengan masalah yang ada, lalu manusia mau dan mampu berusaha
permohonan.42
Sebagai akhir dari tiga cara itu, ada satu ayat lain yang dapat
ِ اَّلل َوه َُو ُم ْح ِس ٌن فَ َق ِد ْاس َت ْم َس َك ِِبلْ ُع ْر َو ِة الْ ُوثْ ٰقى ۗ َوا َٰل ذ
اَّلل ِ َو َم ْن ي ُْس ِ ِْل َو ْ َْج ُه ا َٰل ذ
ِ ِ
)٢٢(ٰع ِق َب ُة ْ ُاْل ُمو ِر
"Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya
ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh. Dan
hanya kepada Tuhan-lah kemudahan segala urusan."44
42
Emma Indirawati, hlm. 74.
43
Ibid,.
44
QS. Al Luqman (31): 22
32
4) Sabar
sabar. Sabar dalam khasanah Islam memiliki dimensi yang sangat luas.
macam cobaan ialah dengan sikap sabar dan banyak shalat.45 Hal ini
ّ ٰ اَّلل َم َع
)١٥٣( الص ِ ِْب َين ٰيٓأَُّيُّ َا ذ ِاَّل َين َءا َم ُنوا ا ْس َت ِعي ُنوا ِِب ذلص ْ ِْب َو ذ
َ الص ٰلو ِة ۚ ا ذن ذ
ِ
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolong, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.”46
H. Metode Penelitian
kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu
yang bersangkutan. 47
45
Al Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir, Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 2, hlm.48.
46
QS. Al Baqarah (2): 153.
47
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1989),
hlm 7.
33
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
48
J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
(Jakarta: Gramedia Widiasrama Indonesia Kompas Gramedia Building, t.t), hlm 12
49
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), hlm 22.
34
2. Subjek Penelitian
dalam penelitian adalah subjek dari mana yang dapat diperoleh. 50Adapun
sumber data pada penelitian ini diperoleh dari dua sumber yakni sumber
sekunder adalah data-data yang diperoleh dari hasil penelitian atau olahan
orang lain yang sudah menjadi bentuk-bentuk buku, karya ilmiah dan
sekunder dalam penelitian ini adalah informan Ibu Tinah (Ibu Kandung
subjek MAI), Taufiq (Teman satu kos sekaligus teman satu program studi
dengan MAI), dan Dokter Diana (Dokter poliklinik UIN Sunan Kalijaga
yang merupakan orang pertama yang mengetahui sakit subjek MAI dan
3. Objek Penelitian
50
Suharsimi, Arunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneke
Cipta, 1998) hlm. 114.
35
a. Wawancara
menderita gagal ginjal kronis namun terlihat baik-baik saja. Dari MAI
ibunya. Selain kondisi saat MAI sakit ibu Tinah juga merupakan
51
Lexy, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 135.
36
teman satu program studi dengan MAI. Taufiq adalah orang yang
yang dialami subjek MAI baik dari fisiologis, akademik dan sosialnya.
b. Observasi
fisik subjek MAI, sikap dan kondisi subjek MAI saat diwawancarai.
c. Dokumentasi
52
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Jogjakarta; Fakultas Psikologi UGM, 1982) hal
74.
37
data berupa foto kegiatan subjek MAI, foto saat subjek MAI sedang
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
sendiri dan orang lain. 53 Pengolahan data ini merupakan cara untuk
53
Sugiyono, Metode Penulisa Pendidikan: Pendidikan Kuantitatif, Kualitatf dan R & D,
(Bandung: Alfabeta, 2009), hlm 334.
38
54
Ibid, hlm 338.
55
Ibid, hlm 341.
39
yang kredibel.56
kredibel.
6. Keabsahan Data
sesuai dengan yang penyusun harapkan, maka dalam hal ini penyusum
56
Ibid, hlm 345.
40
57
Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1993), hlm 9.
91
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun permasalahan fisiologis yang dialami subjek adalah mual dan muntah,
rasa air liur, mulut dan nafas yang tidak enak, gangguan pada kulit, gatal-gatal
serta warna kulit menjadi gelap dan kering, system syaraf yang memburuk
dengan timbulnya gangguan konsentrasi dan sulit tidur, hypertensi, nyeri dada,
gangguan pada pikirannya akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan
kondisi kehidupan setelah cuci darah menjadi hal yang sangat menakutkan
bagi MAI. Adapun dependensi berarti adanya perasaan tidak mandiri lagi
karena harus menggantungkan hidupnya pada sesuatu yang dalam hal ini
adalah tergantung pada mesin cuci darah. Hal ini juga menguras energinya
sehingga hanya terpusat pada terapi cuci darah. Yang terakhir adalah perasaan
91
92
waktu berkumpul teman, keluarga dan berkarya karena kini banyak tersita
coping yang dilakukan subjek adalah escapism, minimization, self blame serta
strategi menurut Islam yaitu positive thinking, positive acting dan positive
gagal ginjal kronis. Disamping itu skripsi ini menunjukan adanya peran agama
baik itu problem focused coping maupun emotional focused coping dipadukan
B. Saran
kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu penulis meminta saran atau
93
atau masukan dari pihak lain, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan,
penelitian ini penderita gagal ginjal kronis bisa menjadikan penelitian ini
Sehingga penelitian yang lebih lanjut bisa mencapai tingkatan yang lebih
sempurna.
Islam juga bisa dijadikan rujukan dalam menangani kasus yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., Bem, D.J., Hilgard‟s Introduction
to Psychology: Thirteenth Edition. Orlando (USA): Harcourt Brace
College Publisher, 2000.
Bilif, Abduh, The Power of Positive Thinking for Iislamic Happy Life, Jakarta:
Citra Risalah, 2010.
Bishop, G.D. Health Psychology Integrating Mind and Body, Boston: Allyn&
Bacon, 1995.
Chadijah Siti, Perbedaan Status Gizi, Ureum dan Kreatinin Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis Diabetes Melitus dan Non Diabetes Melitus di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Ace, Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang, 2011
Ibnu Katsir, Al Imam Abul Fida Isma‟il Ad Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 2,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.
Imam Ghazali, Rahasia Ketajaman Mata Hati, Surabaya: Terbit Terang, t.t.
Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers,
2010.
Lazarus, S.R. dan Folkman, S, Stress appraisal and coping, New York:
Publishing Company, 1985.
Lazarus, Richard S., Emotion and Adaptation, New York: Oxford University
Press, 1991.
Tim Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat.
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarata: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Yin, Robert K, Studi Kasus Design dan Metode, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
1. Pedoman Wawancara
A. Tujuan : Mengetahui Profil Subjek
B. Subjek : MAI
C. Topik wawancara:
1. Identitas
a. Dimana anda lahir?
b. Tanggal berapa anda lahir?
c. Dimana alamat asal anda?
d. Dimana tempat tinggal anda sekarang?
e. Dimana tempat tinggal anda saat menjadi mahasiswa?
f. Apa kesibukan anda sekarang?
g. Kapan anda divonis gagal ginjal kronis?
h. Kapan anda bisa menyelesaikan kuliah dalam keadaan sakit
kronis?
i. Apa hobi anda?
j. Siapa nama ibu anda?
k. Siapa nama ayah anda?
l. Berapa jumlah saudara anda?
2. Latar Belakang Pendidikan
a. Apa pendidikan terakhir anda?
b. Apa pendidikan terakhir orang tua anda?
c. Apa pendidikan terakhir saudara-saudara anda?
3. Latar Belakang Sosial
a. Apakah anda aktif dalam kegiatan social kemasyarakatan?
Jika aktif tergabung pada organisasi /komunitas apa? Dan jika
tidak kenapa?
b. Organisasi apa yang anda ikuti di kampus?
4. Latar Belakang Ekonomi
a. Apa pekerjaan anda saat ini?
b. Berapa penghasilan anda?
c. Apa pekerjaan orang tua anda?
d. Berapa penghasilan orang tua anda?
e. Apa pekerjaan saudara-saudara anda?
f. Berapa penghasilan saudara-saudara anda?
5. Latar Belakang Agama
a. Apa agama yang anda yakini?
b. Bagaimana kondisi keagamaan dikeluarga anda?
2. Pedoman Wawancara
A. Tujuan : Mengetahui Problematika Subjek
B. Subjek : MAI
C. Topik Wawancara:
1. Problematika Fisiologis
a. Bagaimana kondisi fisik anda saat ini?
b. Bagaiaman kronologi penyakit kronis yang anda alami ini?
c. Apa penyebab penyakit kronis yang anda derita ini?
d. Gangguan apa saja yang anda alami selama divonis gagal ginjal
kronis?
e. Bagaimana penanganan penyakit kronis anda tersebut? Apakah
problematika saat menjalani penanganan penyakit kronis
tersebut?
2. Problematika Psikologis
a. Problematika psikologis apa yang anda alami ketika divonis
menderita gagal ginjal kronis stadium 5?
b. Apakah anda mengalami kecemasan, dependensi, perasaan
kehilangan?
c. Setelah anda mengalami problematika tersebut apakah anda
mengalami penyesuaian psikogis? Jika iya, apakah anda melewati
fase-fase berikut ini: pengingkaran/denial, marah/anger, tawar
menawar/ bargaining, depresi/depression,
penerimaan/acceptance? Tolong deskripsikan!
3. Problematika Akademis
a. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis hambatan apa yang anda
alami ketika menyelesaikan tugas kampus?
b. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis kesulitan apa yang anda
alami ketika menyesaikan tugas kampus?
c. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis bagaimana riwayat
akademik anda?
4. Problematika Sosial
a. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis apakah hambatan ketika
anda berinteraksi dengan dosen dan karyawan?
b. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis pakah anda sering
berkumpul dengan teman anda?
c. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis apakah anda masih aktif
berorganisasi?
d. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis apakah anda mengalami
kesulitan dalam bersosialisasi?
3. Pedoman Wawancara
A. Tujuan: Mengetahui Strategi Koping Mahasiswa Penderita Gagal Ginjal
Kronis
B. Subjek: MAI
C. Topik Wawancara:
1. Bentuk-Bentuk Strategi Koping
a. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis apakah anda biasa
merencanakan setiap tindakan dalam setiap menghadapi
problematika anda? Deskripsikan! (PFC)
b. Apakah setiap merencanakan dan menangani setiap problematika
anda biasa mendiskusikan dengan keluarga dan teman?
Deskripsikan! (PFC)
c. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis apakah anda sempat
menghindar dari keadaan itu atau membuat keadaan itu adalah
suatu hal yang ringan, atau justru menyalahkan diri sendiri?
(EFC)
d. Setelah anda divonis gagal ginjal kronis hikmah apa yang bisa
anda petik? (EFC)
4. Pedoman Wawancara
A. Tujuan: Mengetahui Strategi Koping Perspektif Islam Pada Mahasiswa
Penderita Gagal Ginjal Kronis
B. Subjek: MAI
C. Topik Wawancara:
a. Bagaimana peran agama bagi kehidupan anda terutama setelah anda
divonis gagal ginjal kronis?
b. Bagaimana pandangan anda tentang 3 hal berikut ini dalam
menghadapi penyakit kronis yang anda derita. Positif
thiking/husnudzon, Positif Acting/Ikhtiar dan Positif
Hoping/Tawakal?
c. Selain 3 hal diatas bagaimanakah pandangan anda tentang sabar
setelah divonis gagal ginjal kronis?
5. Pedoman Wawancara
A. Tujuan : Mengetahui Problematika Subjek dari Sudut Pandang
Lingkungan Keluarga
B. Narasumber : Ibu Tinah (Ibu kandung MAI)
C. Topik Wawancara:
a. Bagaimana hubungan anda dengan saudara MAI?
b. Apa saja problematika yang dialami MAI setelah ia divonis gagal
ginjal kronis?
c. Bagaimana pendapat anda mengenai kepribadian dan sikap MAI
dalam menghadapi problematika tersebut?
6. Pedoman Wawancara
A. Tujuan : Mengetahui Problematika Subjek dari Sudut Pandang
Lingkungan Akademik dan Sosial
B. Narasumber : Taufiq (Teman satu kos sekaligus teman satu program
studi dengan MAI)
C. Topik Wawancara:
a. Bagaimana hubungan anda dengan saudara MAI?
b. Apa saja problematika yang dialami MAI setelah ia divonis gagal
ginjal kronis (problematika fisik, akademik maupun social) ?
c. Bagaimana pendapat anda mengenai kepribadian dan sikap MAI
dalam menghadapi problematika tersebut?
7. Pedoman Wawancara
A. Tujuan : Mengetahui Problematika Subjek dari Sudut Pandang
Medis
B. Narasumber : Dokter Diana
C. Topik Wawancara:
a. Bagaimana hubungan anda dengan saudara MAI?
b. Apa saja problematika fisiologis yang dialami MAI setelah ia divonis
gagal ginjal kronis?
c. Bagaimana pendapat anda mengenai kepribadian dan sikap MAI
dalam menghadapi problematika tersebut?
Informan : MAI
Catur : “Hahaha.. tuaan juga Saya mas. Berarti Mas itu asli Tuban ya, tepatnya di
mana Mas?”
MAI : “Iya Mbak, saya Kenduruan Sidomukti Tuban Mbak. Tapi sekarang ya
disini, dekat UIN Walisongo, Ngaliyan.”
Catur : “Tapi kemarin waktu kuliah di Jogja berapa lama Mas, dari semester 1
sampai semester 12 ya?”
MAI : “Ya masih sibuk rutin cuci darah Mbak sembari belajar merintis usaha
sama kakak. Kaya sekarang gini Mbak.”
Catur : “Ok deh mas siiip. Harus selalu semangat. Hehehe.. By The Way Mas
MAI divonis gagal ginjal sejak tahun berapa sih mas?”
MAI : “Saya pas mau KKN Mbak, semester 6, pertengaham tahun 2014. Juni
kalau tidak salah. Jaman piala dunia Mbak.”
Catur : “Kalau boleh tahu Ibu penghasilannya rata-rata berapa Mas perbulan?
Kalau di Jawa Timur gitu penjualan tinggi nggak sih Mas?”
MAI : “Ya nggak mesti mbak, cuma buat biar nggak kesepian aja di rumah.
Soalnya bu’e tinggal sendirian. Dan itu warung sudah sejak saya masih SD.”
Catur : “Iya si Mas, kalau Mas MAI sendiri sebulan itu bisa dapat berapa Mas
biasanya?”
MAI : “Sebenarnya sama kayak fotokopian kecil-kecilan aja, ya itu pun juga
masih miliknya mbak, bukan milik saya, penghasilan nggak pasti kalau lagi
musim anak-anak ngerjain tugas dan ada orderan buku-buku dosen ya lumayan
tapi kalo pas anak-anak libur ya sepi apa lagi di UIN Walisongo itu musim
liburnya lebih banyak daripada di UIN Sunan Kalijaga Jogja.”
Catur : “Ya Mas katanya liburannya aja semester ganjil sama semester genap
sama 2 bulan ya.”
MAI : “Iya Mbak. Ya tapi Alhamdulillah lah rejeki udah ada yang ngatur.”
Catur : “Oh iya tadi kan bapak dan ibunya Mas ngajar ngaji terus Mas juga
sekolah di sekolah Islam waktu kecil, kuliah juga di Universitas Islam, kakak
semuanya juga, berarti kalau ngomongin soal agama Mas ini udah mateng ya.”
MAI : “Hahaha nggak juga Mbak saya masih belajar waktu sekolah saya juga
nakal.”
Catur : “Tapi gimanapun juga kalau orang Jawa Timur emang agamanya pasti
oke mas apalagi anak pondok kan.”
MAI : “Ya Alhamdulillah sih mbak saya bersyukur berada di keluarga yang
cukup islami dan sangat menekankan ilmu agama sebagai landasan kehidupan,
soalnya bapak saya dulu guru agama mbak waktu di sekolah jadi gemblengan
bapak tentang agama cukup kuat setidaknya itu yang jadi bekal saya sampai
sekarang, ya warisannya bapak lah mbak.”
Catur : “Kelihatan si Mas soalnya tadi saya lihat Mas dzikir pakai gelang kokka
itu kan Mas.”
MAI : “Nggak juga sih Mbak. Biasa saja. Kan sudah kewajiban saya jadi bukan
suatu hal yang membanggakan.”
Catur : “Sekarang rasanya gimana Mas kalau lagi cuci darah?”
MAI : “Biasa aja si mbak, saya baik-baik aja kok. Ya paling kalau lagi drop ya
saya nggak bisa diajak ngobrol tapi kalau lagi fit ya 5 jam ngobrol juga kuat mbak.
Saya biasa 5 jam nonton film atau ngerjain skripsi, biasa mbak.”
Catur : “Kalau boleh tahu kronologisnya gimana sih Mas kok bisa cuci darah,
dulu dari divonis terus Memangnya kenapa? Terus Sejak kapan mungkin bisa
diceritain kronologisnya Mas!”
MAI : “Ya seperti yang saya bilang tadi mbak, saya divonis bulan juni 2014.
Waktu itu saya mau KKN, jadi awal mulanya itu poliklinik UIN yang tahu,
Dokter Diana yang pertama kali mencurigai kalau saya ini ada penyakit kronis,
waktu itu kan mau KKN mbak, nah saya harus cek lab, eh cek kesehatan maksud
saya, seperti mahasiswa pada umumnya cek kesehatan di UIN. Nah pas cek itu
Dokter Diana bilang kalau saya ini sepertinya punya penyakit serius jadi saya
nggak boleh cuma cek di poliklinik, saya harus cek di rumah sakit tapi waktu itu
saya ngeyel pokoknya saya mau KKN. Saya minta surat pokoknya, akhirnya
Dokter Diana ngasih surat tapi dengan catatan saya harus cek ke rumah sakit. Nah
maka saya nurut cek up ke RS Hidayatullah, waktu saya cek ke itu ke
Hidayatullah saya disarankan untuk opname karena saya terlihat pucat dan
sepertinya sakit tapi saya nggak mau, saya waktu itu langsung pulang dan minta
obat jalan aja karena saya pingin KKN dan waktu itu harus cek lokasi KKN dan di
bidikmisi juga ada agenda pergi ke Malang jadi saya mengabaikan semuanya dan
saya pun pergi ke Malang, cek lokasi KKN, karena bagi saya saya tidak apa-apa,
ya paling cuma sakit rematik eh kok rematik sih, asam urat, terus kayak pusing
tapi hal-hal seperti itu biasa saya abaikan.”
Catur : “Wah berarti poliklinik UIN itu tidak hanya sekedar formalitas ya Mas,
benar-benar memberikan gambaran kesehatan yang benar.”
MAI : “Iya Mbak, dulu awalnya Saya mikir poliklinik UIN itu kalo cek KKN ya
formalitas saja, tapi justru kejadian ini membuat saya sadar bahwa poliklinik UIN
mempunyai kinerja yang sangat bagus dan memiliki dokter yang mempunyai
integritas yang tinggi salah satunya dokter Diana , karena dari beliaulah saya bisa
tahu sakit saya. Andai saja waktu itu saya langsung percaya sama beliau mungkin
tidak separah kemudian.”
Catur : “Terus akhirnya kok bisa divonis bagaimana Mas? Drop atau bagaimana?”
MAI : “Iya mbak, jadi waktu itu pas pulang dari RS saya cek lokasi KKN terus
habis itu saya ke Malang ada acara di Malang, habis dari Malang saya masih
motoran pergi ke Bandung sama temen saya pergi ke Bandung naik motor mbak,
berdua itu, itu saya udah nggak biasa dan saya nggak enak badan tapi saya biasa
aja, saya merasa nggak apa-apa. Nah pas pulang dari Bandung itu baru saya
merasa sakit lagi. Nggak bisa jalan, asam urat saya bener-bener nggak tertolong,
rasanya saya pengen motong kaki saya mbak. Saya masih inget banget itu habis
makan tengkleng sama Agus temen kos saya. Terus saya drop, muntah-muntah,
lemas, kemudian akhirnya saya di bawa temen saya ke RS Hidayatullah dan di
sana kali ini saya harus mau untuk di opname karena ternyata HB saya 4 mbak
waktu itu.”
Catur : “Ya Allah Mas HB 4 itu gimana rasanya, bukannya harusnya pingsan ya
HB 4 itu?”
MAI : “Iya mbak dokter sama suster aja sampai geleng-geleng kepala.”
Catur : “Berarti divonis gagal ginjal nya di rumah sakit Hidayatullah ya Mas?
Kok cuci darah nya waktu di Jogja nggak di sana Mas?”
MAI : “Iya mbak jadi habis saya diketahui HB nya 4 langsung kemudian saya
dirujuk ke Rumah Sakit Bethesda karena saya sudah di duga ada penyakit kronis,
langsung deh saya dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda, nah di Bethesda itulah
kemudian saya divonis gagal ginjal kronis stadium 5 dan disana juga saya mulai
cuci darah dan diputuskan harus rutin cuci darah.”
Catur : “Jadi begitu ya ceritanya, tapi kalau boleh tahu emang apa sih Mas
Penyebab gagal ginjal kronis itu?”
MAI : “Kalau kejadian saya ini belum bisa dipastikan mbak kenapa saya gagal
ginjal kronis tapi ada beberapa tebakan salah satunya saya memang kurang suka
minum air putih sedangkan waktu saya kuliah saya sambil bekerja otomatis
banyak energi yang terbuang tapi saya nggak mau minum air putih selain itu saya
juga sering minum kayak suplemen, tidak perlu saya sebutkan merknya lah ya.
Hehehe”
Catur : “Oh jadi Mas MAI ini dulu kuliah sambil kerja juga terus nggak suka
minum air putih tapi banyak minum suplemen gitu ya Mas?”
MAI : “Iya mbak itu salah satu dugaan sementara, ya karena saya waktu itu
kuliah sendiri, dengan biaya sendiri dan Bidikmisi, sedangkan Bidikmisi kan
kadang turun nya nggak tepat waktu dan saya gak mungkin minta ke ibu makanya
ya begitulah.”
Catur : “Selain karena nggak doyan air putih dan minum suplemen ada penyakit
atau penyebab lainnya nggak sih Mas?”
MAI : “Pada dasarnya kata dokter gagal ginjal kronis itu lama jangka waktunya,
nggak sebentar, lagipula saya kuliah dan di Jogja kan cuma 3 tahun, saya sering
minum suplemen itu kan juga nggak terlalu lama jadi pada dasarnya saya sakit
memang sudah lama, sejak saya masih kecil. Dulu saya sering ke puskesmas,
pernah juga waktu di Puskesmas disuruh opname karena HB rendah tapi waktu itu
namanya orang kampung HB rendah ya yaitu pakai alternatif-alternatif gitu kayak
misalnya makan sate kuda atau makan ikan gabus, ya kayak gitu-gitu lah Mbak,
kita enggak kepikiran kalau itu salah satu gejala, mungkin waktu itu bisa jadi saya
sudah sakit tapi tidak terlalu saya perhatikan dan kalau di Puskesmas ya juga
paling darah tinggi terus dikasih obat ya sudah seperti itu seperti biasa.”
Catur : “Jadi Mas MAI ini sebenernya sudah sejak dulu ya sakitnya tapi mungkin
nggak terlalu di indahkan alhasil ya seperti ini ya?”
MAI : “Iya mbak, ya begitulah, bisa dibuat pelajaran yang lainnya kalau sakit
itu nggak boleh diabaikan nanti malah tau-tau sakit kronis kaya saya.”
Catur : “Berarti salah satu penyebab nya itu mungkin karena pas waktu dari kecil
tuh sering minum obat kali ya Mas.”
MAI : “Iya mbak betul jadi sejak dulu ya cuma minum obat dan saya itu sering
hipertensi udah dari dulu tapi justru obatnya jarang saya minum. Saya hanya
minum obat penghilang nyeri terus. Saya belajar tentang gagal ginjal itu banyak si
mbak, sebabnya salah satunya ya yang paling besar itu penyebabnya diabetes
militus, kelebihan gula darah tapi kalau saya sendiri gula darah normal saya lebih
disebabkan karena hipertensi si mbak sama ya mungkin oleh gaya hidup saya
yang itu yang kurang baik.”
Catur : “Kalau sekarang cuci darah gimana Mas rasanya? Terus cuci darah rutin
berapa kali sih Mas?”
MAI : “Karena saya gagal ginjal kronis stadium 5 maka saya harus cuci darah
seminggu dua kali mbak, saya cuci darah setiap hari rabu dan sabtu, 5jam percuci
darah, ya kalau saya tertib minum dibatasi ya baik-baik saja tapi kalau asupan
saya sembarangan, minumnya kebanyakan jadi bengkak, gatel-gatel, ya kayak
yang saya ceritain di atas itu, itu bukan sekedar gejala tapi itu juga yang saya
alami. Ketika saya menumpuk banyak racun di tubuh saya saat cuci darah
biasanya kondisinya ya seperti yang saya ceritakan tadi itu tapi nanti setelah cuci
darah saya kembali normal, jadi pintar-pintarnya saya si mbak buat ngatur pola
hidup serta minum, serta menjaga asupan, kayak gitu gitu.”
Catur : “Berarti memang harus disiplin ya Mas. Tapi pola hidupnya yang seperti
apa sih mas untuk penderita gagal ginjal kronis?”
MAI : “Ya gitu deh Mbak. Dulu sih pas awal-awal stress tapi sekarang udah
biasa Mbak, minum nggak boleh banyak-banyak semua buah nggak boleh makan,
makanan-makanan banyak pantangannya. Tapi saya sih biasa aja semuanya
masuk, yang penting nanti kalau kira-kira badan udah nggak kuat ya berhenti.
Hehehe… Paling saya lebih menjaga minum, karena biasanya kalau kebanyakan
minum juga nanti pas cuci darah saya sesek nafas, nggak enak Mbak.”
Catur : “Jadi untuk sementara ini penanganan dan penyembuhan untuk sakit Mas
MAI itu bagaimana?”
MAI : “Gagal ginjal kronis itu secara medis tidak bisa disembuhkan mbak, ada
banyak sekali sebenarnya terapi nya yang pertama itu transplantasi ginjal tapi kan
biayanya besar walaupun sekarang ditanggung BPJS tapi kan ada biaya yang tidak
tercover jadi paling tidak butuh 50 juta mbak, ya bahkan bisa sampai 100 juta
untuk bisa transplantasi. Sedangkan untuk orang seperti saya mendapat uang
segitu butuh waktu bertahun-tahun, jadi ya sekarang saya ngambil jalan cuci darah
mbak dan Alhamdulillah di cover juga sama BPJS karena kalau nggak discover
bisa dibayanginlah Mbak sekitar 1juta setiap kali cuci darah dan saya rutin
seminggu dua kali. Sekarang saya sudah masuk tahun ketiga. Uda ratusan juta
kalau harus bayar sendiri mbak. Selain cuci darah ada juga terapi kayak peritoneal
dialysis, jadi pakai selang trus ada air di perut, dia cuci darah sendiri di rumah
seperti itu tapi saya belum sih mbak karena masih belum berani, saya juga masih
punya cita-cita semoga bisa transplantasi. Jadi sementara ini saya cuci darah mbak,
cuci darah rutin penanganan saya setiap hari.”
Catur : “Kalau cuci darah itu berarti darahnya dikeluarkan terus dicuci terus
dimasukin lagi ketubuh gitu ya Mas? Pas lagi cuci darah biasanya ada masalah-
masalah gitu nggak Mas?”
MAI : “Ya mbak, jadi darah kita dikeluarkan kemudian dimasukkan ke mesin
dialisis atau mesin pencuci darah, setelah dicuci terus dimasukkan lagi ke tubuh
saya. Jadi saya kan ginjal nya udah nggak berfungsi jadi menggantikan fungsi
ginjal itu sendiri gitu Mbak, kalau soal masalah ya seperti saya bilang tadi mbak
kadang sesak nafas, gak bisa tidur, kayak gitu, terus saya jadi hitam kayak gini ya
karena dulu pas awal-awal cuci darah saya masih sering tranfusi darah mbak
karena waktu awal-awal dulu darah saya sering drop terus harus tranfusi dan
efeknya ya kulit saya jadi kayak gini mbak. Selain itu memang kata dokter pasien
cuci darah itu kulitnya jadi gelap terus jadi kering mbak, nggak lembab, kayak
gini lah mbak keadaannya. Belum lagi jadi susah konsentrasi dan linglung gitu
Mbak. Hehehe..”
Catur : “Emangnya kalau di cuci darah itu nanti ada kotoran yang tertinggal atau
gimana sih Mas kayak gitu?”
MAI : “Iya Mbak, jadi waktu dicuci itu nanti ada yang diambil kotoran nya. Jadi
begini, saya itu punya istilah berat kering, berat kering saya itu kan 43 nah maka
saya setiap mau cuci darah itu hanya boleh naik 5% dari berat kering saya jadi
otomatis saya cuma boleh naik berapa itu ya Mbak 5%, berarti kalau 10% kan 4,3
kg berarti kalau 5% cuma 2,2 kg lah, jadi saya kalau pas mau cuci darah itu berat
saya hanya boleh 45 kg jadi saya nanti pas di cuci darah cairan saya itu ditarik 2
kg atau 2 liter. Otomatis selesai cuci darah saya 43kg lagi. Begitu seterusnya.”
Catur : “Kok bisa gitu sih Mas? Kok bisa numpuk ya Mas?”
MAI : “Iya bisa Mbak, saya kan gak bisa pipis otomatis racunnya pada numpuk
tuh jadi satu, kan ginjalnya uda nggak fungsi mbak”
Catur : “Oh iya ya Mas, jadi Mas MAI nggak bisa pipis ya. Berarti itu kalau
nggak dikeluarin otomatis itu racun-racun nya masih numpuk juga di tubuh jadi
fungsinya dicuci ya buat itu ya Mas?”
MAI : “Ya begitulah, jai cuci darah selain membersihkan juga mengeluarkan
cairan. Bahkan kadang kandungan yang dibutuhkan tubuhpun ikut terbuang.
Mbak kenapa kita jadi ngomongin medis ya Mbak?”
Catur : “Iya Mas karena kondisi fisik inilah yang kemudian menjadi
problematika psikologis Mas MAI, jadi gimana pun saya harus tahu secara medis
untuk bisa mendalami kondisinya Mas MAI.”
MAI : “Iya Mbak saya pribadi juga dengan kejadian ini jadi belajar banyak
tentang medis. Saya banyak belajar, banyak-banyak baca jadi saya tahu lah apa
penyebabnya, gimana gejalanya dan bagaimana penanganannya, semuanya saya
jadi belajar.”
Catur : “Iya lah Mas, saya pribadi juga bisa belajar banyak dari Mas soal medis
gara-gara ini. Sekarang kita mulai pembicaraan, yang kita omongin tentang
psikologi. Eehehe…”
MAI : “Oke Mbak siap.”
Catur : “Kalau selain secara medis, secara fisiologis mungkin Mas MAI
ngerasain ada problem tapi secara psikologis ada nggak sih Mas?”
MAI : “Kalau psikologis jelas, namanya orang sakit pasti ya merembet ke
kondisi psikologis saya.”
Catur : “Jadi gini Mas saya akan belajar tentang sedikit ilmu psikologi mungkin
hal-hal berikut ini cocok sama kondisi Mas MAI selama sakit, mungkin Mas MAI
merasa cemas terus Mas MAI juga merasa adanya suatu perasaan-perasaan dan
fase-fase tertentu seperti itu?”
MAI : “Ya Mbak kalau cemas itu jelas, itu fase yang paling biasa. Coba aja
Mbak ajuin soal teori psikologi nya siapa tahu saya juga mengalami fase itu hanya
saja mungkin saya nggak tahu itu namanya apa.”
Catur : “Ceritanya ngalir aja sih Mas, yang pertama kalau cemas, cemas nya
gimana sih Mas?”
MAI : “Ya gitulah mbak, gimana nggak cemas namanya saya kan masih muda
jadi saya sering kepikiran saya besok kalau nikah gimana, takut merepotkan istri,
terus apalagi ini mbak, kan hidup saya benar-benar itu, tergantung sama mesin
cuci darah ya jadi ya ada kecemasan itu hal yang biasa lah mbak. Apalagi mbak
jadwal cuci darah itu kan rabu sabtu jadi kalau ada agenda apapun di hari itu
otomatis semuanya harus terpending terus otomatis di jam-jam tersebut karena
saya cuci darah meski cuma 5 jam mbak tapi biasanya hari menjelang sebelum
cuci darah saya udah drop dan pas hari cuci darah nya saya juga sering drop,
paska cuci darah nya pun kadang sehari itu nggak enak badan terus jelang cuci
darah juga, jadi otomatis hari efektif saya dalam satu minggu itu sudah tidak
sebanyak dulu. Di samping cuci darah 10 jam per minggu fase-fase sebelum dan
sesudah cuci darah itu juga menjadi penghambat dan mengganggu aktivitas saya,
saya sering jadi cemas gitu mbak. .”
Catur : “Wah cocok banget ya Mas sama teori saya jadi kayak ada semacem
dependency gitu ya Mas. Jadi Mas MAI ketergantungan sama mesin, terus jadi
ada perasaan nggak mandiri lagi ya Mas?”
MAI : “Iya Mbak Catur. Jadi perasaan cemas itu merembet ke keadaan saya
yang memang harus tergantung dengan mesin jadi ya memang seperti itu lah
Mbak adannya.”
Catur : “Pas dulu awal-awal cuci darah gitu mungkin Mas MAI ngerasa ada
perasaan kehilangan gitu nggak?”
MAI : “Jelas Mbak, seperti saya tadi bilang sekarangkan saya udah gak mandiri
lagi nih, jadi hidup tergantung sama mesin jadi otomatis pas awal-awal itu saya
sempet kayak prustasi bahkan mungkin bisa dibilang depresi karena yang semula
saya hidup normal hidup tanpa harus bergantung sama mesin sekarang saya harus
mengantungkan hidup saya dengan mesin hemodialisa atau mesin cuci darah jadi
otomatis ada perasaan kehilangan terlebih tidak hanya kehilangan fungsi ginjal
tapi juga kehilangan waktu-waktu yang mungkin biasanya buat kumpul sama
temen, sama keluarga, untuk berkarya, jadi banyak tersita di sini jadi ya perasaan
kehilangan itu udah jelas lah mbak.”
Catur : “Tapi saya lihat Mas MAI sekarang itu sudah bisa menerima terus
orangnya juga udah enjoy, Saya lihat Mas MAI sekarang juga udah kelihatan
seperti orang normal mungkin Mas MAI punya fase-fase untuk bisa mencapai
keadaan seperti ini yang bisa diceritain Mas?”
MAI : “Iya mbak, orang kalau nggak tahu mungkin dipikirnya ini orangnya
tegar, kuat, nggak ada kelihatan orang sakit sama sekali tapi sebenarnya dulu saya
juga mengalami fase-fase yang cukup panjang mbak, dari mulai saya dulu
pertama itu saya nggak tahu, pertama saya nggak tahu kalau gagal ginjal itu apa,
saya nggak tahu, saya pikir yang namanya sakit gagal ginjal sakit biasa yang akan
sembuh kemudian dan saya nggak ngerti bahwa ternyata harus cuci darah dan
sebagainya. Seperti itu kemudian setelah saya tahu kalau saya harus rutin cuci
darah awalnya saya menolak, bahkan waktu awal-awal saya divonis itu saya
sempat nggak cuci darah sebulan mbak karena waktu itu saya masih belum terima
kalau saya harus cuci darah. Saya merasa masa iya saya harus cuci darah terus
begitu mbak, makanya saya waktu awal itu saya sempat seminggu eh sebulan saya
nggak cuci darah dan ya belum bisa nerima, kayak ada masa dimana saya
bertanya-tanya masak sih saya cuci darah harus rutin.”
Catur : “Oh jadi Mas MAI ini juga sempet ini ya, ada penolakan kayak gitu ya,
terus setelah itu gimana Mas?”
MAI : “Iya mbak saya sempat menolak diri bahwa saya ini gagal ginjal kronis,
tapi kemudian di bulan kedua pas saya berhenti cuci darah dari awal itu saya
merasa tubuh saya benar-benar nggak enak banget, saya udah kayak gajah kali ya,
saya jadi inget banget kalau saya bangun tidur itu muka saya bengkak terus kalau
saya udah siang habis jalan dan aktivitas kaki saya yang bengkak kayak gajah gitu
terus saya sesak nafas. Cairan dan racun numpuk semua karena saya nggak bisa
pipis. Nggak enak banget lah pokoknya. Terus akhirnya saya ya mau nggak mau
harus cuci darah.”
Catur : “Pernah nggak Mas ngalamin fase kayak marah nggak bisa menerima,
menolak, mungkin bicara kasar atau menuduh orang lain penyebabnya kayak gitu
pernah nggak Mas?”
MAI : “Pernah mbak, saya dulu sempat berpikir bahwa mungkin dokternya
salah vonis. Saya pernah berkhayal seperti itu dan saya dulu waktu awal-awal
sakit itu saya masih ingat dulu saya marah nggak tahu kenapa saya tuh marah-
marah sama bu’e sama keluarga kayaknya saya tuh sebel aja gitu bawaannya tuh
masak sih saya sakit gitu, ya saya sempet, sempet jadi kek yang mbak catur bilang
gitu pernah mbak. Itu pas saya waktu awal-awal sakit itu.”
Catur : “Oya Mas, apa Mas MAI nggak sempat berfikir kayak semacam tawar-
menawar gitu, jadi kaya misalnya mungkin ini salah saya karena saya dulu nggak
suka minum air putih atau kalau dulu saya sering minum air putih mungkin saya
nggak begini, mungkin kayak gitu pernah nggak Mas?”
MAI : “Iya Mbak saya waktu itu juga sempat seperti itu, saya jadi tahu diri, ya
saya ngambil hikmah. Oalah ini gara-gara saya nggak minum air putih, kayak gitu
sih. Jadi saya jadi berpikir kalau seandainya saya dulu rajin minum air putih
mungkin saya nggak akan kayak gini tapi ya tetep aja mbak saya mengalami fase
depresi. Gimanapun juga saya gak terima, Saya nggak bisa terima begitu saja.”
Catur : “Pasti nggak gampang ya jadi Mas MAI tapi bagaimanapun juga saya
lihat sekarang Mas MAI sudah jauh lebih baik dan terlihat sangat santai.”
MAI : “Hehehe iya sih Mbak kalau sekarang saya udah bisa nrima. Apalagi saya
kan cuci darah udah hampir 3 tahun jadi fase-fase yang saya ceritain itu udah
berlalu. Kalau untuk saat ini saya udah ikhlas Mbak.”
Catur : “Kalau boleh tahu Mas MAI udah mulai menerima dan ikhlas itu sejak
kapan Mas?”
MAI : “Kapan ya mbak, pokoknya ya nggak lama lah, saya waktu itu melewati
fase-fase kayak yang saya ceritain di atas terus akhirnya saya merenung. Saya
diajarkan untuk banyak berdoa, akhirnya saya melihat teman-teman yang lainnya
juga semangat, saya cari-cari di internet, di Google, gabung dengan banyak
komunitas, kemudian saya kenal Keluarga Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI),
disana saya menemukan banyak teman senasib dan orang-orang yang berjuang
meraih hak nya sebagai pasien gagal ginjal kronis. Saya jadi belajar dari senior-
senior yang tetap bisa sukses meski gagal ginjal bahkan justru semakin sukses dan
banyak karya karena gagal ginjal kronis. Ada yang usahanya semakin besar, bisnis
jalan dengan manis, semakin banyak berkarya bahkan juga ada yang diangkat jadi
PNS ketika sudah divonis gagal ginjal kronis. Dan akhirnya saya terinspirasi,
sayapun nerimo. Ya legowo lah mbak, jadi ikhlas meskipun ikhlas itu juga nggak
gampang sih mbak, tapi setidaknya ya mencoba untuk ikhlas.”
Catur : “Pokoknya sip deh Mas saya salut. Apalagi Mas MAI kan juga tetep bisa
menyelesaikan kuliah terus akhirnya wisuda. Ya itu sangat luar biasa.”
MAI : “Iya tapi nggak gampang Mbak. Perjuangannya juga sulit itu saya bisa
wisuda. Hehehe”
Catur : “Hambatan-hambatan waktu zaman masih kuliah setelah gagal ginjal itu
apa aja sih Mas?”
MAI : “Ya macem-macem mbak, mulai dari jadwal cuci darah yang sulit
disesuaikan dengan jadwal di kampus. Kan waktu itu saya masih ada beban kuliah
beberapa karena dulu saya waktu awal kuliah itu sempat di semester 3 sibuk di
organisasi jadi banyak mata kuliah yang tercecer alhasil pasca saya divonis gagal
ginjal itu yang niatnya mau ngebut penyelesaian mata kuliah yang belum selesai
ya jadinya terhambat mbak karena saya harus cuci darah dan ada jadwal kuliah
alhasil ada beberapa yang tabrakan gitulah mbak. Dan beberapa mata kuliah juga
harus diperbaiki. Untuk beberapa dosen si kebanyakan pengertian. Mereka
memberi kemudahan kayak menggantikan kuliah dengan tugas kayak gitu tapi
tetep aja seperti yang saya bilang tadi mbak saya cuci darah nya itu seminggu dua
kali. Belum lagi h-1 cuci darah itu kadang drop kayak gitu. Jadi ya nggak karuan
lah mbak.”
Catur : “Terus selain hambatan seperti itu kalau ini Mas, kesulitan-kesulitan
waktu ngerjain skripsi gitu apa Mas, mungkin bisa diceritain?”
MAI : “Ya banyak sih mbak, ya selain jadwal yang bertabrakan kayak misal
bimbingan sayadengan dosen itu kadang justru dosen yang harus manut sama saya.
Saya kan cerita semuanya kondisi saya jadi kalau pas saya mau bimbingan skripsi
kayak gitu penyesuaian sama jadwal saya. Bahkan kadang udah janjian harus
ketemu tapi hari itu saya drop ya akhirnya terpending. Jadi skripsi saya itu usianya
2 tahun mbak. Hehehe..”
Catur : “Tapi gimanapun Mas MAI uda keren banget. Terus akhirnya IPK dan
skripsinya bagaimana Mas?”
MAI : “Alhamdulillah kalau IPK masih aman mbak masih di atas tiga karena
saya memang anak bidik misi jadi IPK saya waktu di semester awal itu tinggi
terus tapi pas di semester 5 keatas itu memang kondisi tubuh udah nggak enak dan
sibuk organisasi jadi otomatis IPK sempat menurun tapi pas saya mau lulus itu
Alhamdulillah IPK saya masih 3 lebih bahkan hampir 3,5 tapi 3,4 berapa gitu
mbak. Hampir cumlade.”
Catur : “Hebat deh Mas! Terus akhirnya bisa munaqosah dan wisuda Februari
kemarin ya Mas, itu pasti perjuangan banget ya Mas.”
MAI : “Iya mbak, itu yang berjuang nggak cuma saya tapi juga dosen, karyawan
TU, pihak kampus juga ikut berjuang mbak. Bagaimanapun juga saya bisa wisuda
itu juga karena perjuangan mereka. Karena mereka yang memberikan banyak
kemudahan dan memberikan maklum ke saya mbak soalnya kalau dihitung kayak
mahasiswa lain mungkin ya susah tapi saya juga berusaha keras untuk tetap bisa
menjalankan kewajiban saya sih mbak. Semua prosedur tetap saya jalani hanya
saja toleransi waktu yang saya minta sangat banyak. Hebatnya jurusan bisa paham
akan hal itu.”
Catur : “Iya Mas, namanya wisuda bukannya pontang-panting mondar-mandir
gitu ya Mas? Terus Mas MAI juga kayak gitu?”
MAI : “Iya mbak, saya tetap harus menjalankan semua prosedur yang ada, saya
juga sempat beberapa kali harus berurusan dengan pihak kampus, harus bolak-
balik sana sini, ya sama si mbak sama kayak orang-orang, mahasiswa normal,
cuman mungkin bedanya saya menunda ya otomatis saya jadi 2 tahun itu
skripsinya.”
Catur : “Mas MAI kan sakit terus harus skripsi harus nyelesaiin kuliah harus
KKN juga, terus Mas MAI masih bisa bergaul sama temen apa organisasi gitu
nggak sih Mas?”
MAI : “Iya Mbak saya masih bisa sih. Saya masih bisa kumpul sama temen-
temen terus saya juga masih sering gabung di teman-teman organisasi. Kebetulan
kos sama kontrakan organisasi juga nggak jauh jadi saya masih sering ikut
kumpul ya sering kumpul ngopi meskipun nggak minum kopi.”
Catur : “Oh iya berarti tadi Mas MAI tuh jadi KKN nggak sih?”
MAI : “Iya mbak jadi. Dulu waktu 2014 itu saya gagal KKN Akhirnya saya
tidak bisa KKN nah makanya saya KKN tahun 2015 makanya saya skripsi dari
2014-2016 dan KKN 2015, 2015 itu saya bisa KKN terus saya tetap bisa
melakukan kegiatan sosial di ke tempat KKN dan berteman dengan teman-teman
KKN dan bahkan waktu itu saya masih ditunjuk jadi ketua KKN di kelompok
saya, ya tapi lagi-lagi dengan dispensasi. Saya kalau pas waktu cuci darah ya Saya
pulang. Pulang ke Jogja buat cuci darah, kaya gitu Mbak.”
Catur : “Oalah kayak gitu. Lah dulu waktu KKN itu KKN nya di mana Mas?
Terus nglaju atau bagaimana ?”
MAI : “Iya Mbak saya itu KKN di Tunggul Arum dideket lereng gunung merapi,
dingin banget, ya lumayan jauhlah dari sana kalau ke rumah sakit yang saya biasa
saya cuci darah, Saya kan cuci darah di Happy Land ya paling 45 menitan lah dan
saya waktu itu kalau jadwalnya cuci darah ya pulang ke Jogja. Bahkan saya
pulang selesai cuci darah itu nggak bisa langsung balik Saya biasanya drop so
Saya balik lagi ke sana hari berikutnya kayak gitu.”
Catur : “Ya Allah kayak gitu ya Mas, terus gitu tetep bisa menjalankan aktivitas
KKN?”
MAI : “Alhamdulillah si mbak lancar KKN nya. Tetap bisa bersosialisasi
dengan warga sampai sekarang saya juga masih dianggap keluarga di sana.
Kebetulan teman-teman KKN, dosen pembimbing lapangan dan para sesepuh di
tempat saya KKN juga tahu kondisi saya jadi mereka memberikan dispensasi pada
Saya tapi Saya sendiri selalu berusaha untuk tidak seenaknya sendiri.”
Catur : “Oh ya Mas ini wawancara nya belum selesai masih ada beberapa yang
ingin saya tanyakan tapi kayaknya customer makin banyak. Mungkin saya besok
bisa wawancara pas Mas MAI cuci darah bagaimana? Besok pagi kan Mas?”
MAI : “Sebenarnya Saya santai si Mbak,tapi kalau mau dilanjutkan besok juga
nggak papa saya besok cuci darah dari pagi sampai siang.”
Catur : “Oke Mas besok Saya langsung ke Rumah Sakit aja ya. Sekarang saya
pamit dulu, terima kasih sudah meluangkan banyak waktu untuk saya dan saya
pamit Mas. Terima kasih banyak lho ya. Assalamualaikum.”
Informan : MAI
Catur: “Nggak sih Mas, ini tinggal beberapa. Emang pusing ya Mas ? Ganggu
nggak ini?”
MAI : “Oh enggak kok Mbak cuman kalau emang masih banyak wawancaranya
via telepon aja, soalnya kasihan Mbak catur kalau harus Jogja-Semarang dan
Jogja-Semarang jauh Mbak.”
Catur : “Nggak papa Mas santai, lagi pula waktu di Jogja kan saya juga udah
tahu banyak soal Mas jadi ini untuk formalitas wawancara harus tatap muka.
Hehehe.. Oya kalau Mas MAI pusing atau merasa terganggu bilang aja ya Mas!”
MAI : “Oke deh Mbak sama Saya santai aja, conditional aja.”
Catur : “Sip Mas, kemarin kan Mas MAI udah cerita tentang sakitnya Mas MAI
terus problem secara fisiologis, psikologis, akademis, sosial, semuanya udah Mas
MAI ceritain tapi saya lihatkan Mas MAI ini juga tetap survive, terus bisa
menjalani semuanya dengan baik, kira-kira tips nya apa sih Mas? Mungkin ada
jurus-jurus tertentu dari Mas MAI buat bisa tetap survive?”
MAI : “Hehe nggak juga sih Mbak, biasa aja, meski saya sudah bisa ikhlas tapi
kadang saya juga masih drop, ya kadang-kadang tapi selebihnya Saya memang
sudah bisa menerima.”
Catur: “Ada strategi-strategi tertentu nggak Mas? Seperti mungkin Mas MAI
kalau mau melakukan hal-hal tertentu itu dipikirin dulu atau direncanakan dulu,
terus mungkin Mas MAI berhati-hati dalam setiap tindakan, mungkin semuanya
terencana dengan baik, terus mungkin minta bantuan orang lain yang kayak gitu-
gitu mungkin Mas?”
MAI : “Iya mbak, kalau itu jelas. Saya sih jalaninnya biasa aja nggak terlalu
terencana banget cuman memang semua harus direncanakan dan harus
diperhitungkan. Hidup sebagai seorang pasien gagal ginjal kronis itu kan harus
bisa apa ya mbak mstilahnya, ya bisa ngatur gitu lho mbak, karena kalau nggak
diatur nggak hati-hati ya efeknya jadi parah. Tentu saya bertahan sampai tiga
tahun ini karena saya hati-hati.”
Catur : “Ada nggak Mas tindakan real kehati-hatian nya Mas MAI, rencana-
rencananya, Mas MAI dalam kehidupan sehari-hari itu dalam menghadapi sakit
ini mas?”
MAI : “Banyak sih mbak cuma kadang kalau lagi males ya sesukanya sendiri.
Hehehe… Misalkan saya hati-hati dalam mengatur pola hidup, pola makan itu
jelas hati-hati mbak dan itu jelas harus disusun jadi hari ini saya boleh minum
berapa liter terus besok berapa terus saya boleh makan apa, itu harus diperhatikan
mbak, saya harus hati-hati, kalau untuk minta bantuan orang lain itu jelas mbak.
Mbak saya, ibu saya, semua yang ada disekeliling saya itu pasti direpotkan sama
saya. Kayak saat ini mbak, saya baru bikin ini mbak, minyak dari ikan gabus itu
loh, jadi kakak saya beli ikan gabus sampai ke ujung Semarang dekat Magelang
jauh banget terus direbus diambil minyaknya, ya katanya sih itu lumayan bisa
sedikit banyak membantu seperti itu mbak. Jadi ya gimanapun juga saya
merepotkan orang-orang sekeliling saya dan mau tidak mau mereka harus ikut
memikirkan kondisi saya mbak.”
Catur : “Berarti kalau secara fisik Mas MAI dan keluarga sangat memperhatikan
ya. Terus kalau secara psikologis bagaimana Mas? Mungkin selain yang kemaren
diceritakan mungkin ada beberapa tindakan-tindakan seperti menghindari masalah
terus atau mengurangi beban atau malah justru menyalahkan diri sendiri atau
sudah benar-benar bisa mengambil hikmahnya Mas? Bagaimana kalau Mas MAI?”
MAI : “Sama si Mbak kaya yang saya utarakan kemarin semua fase itu sudah
saya lalui mulai dari Saya menghindar dari masalah terus Saya juga mengurangi
masalah Saya terus tadi Mbak, menyalahkan diri sendiri itu jelas. Saya dulu
seperti yang saya ceritakan kemarin, Saya mengalami fase-fase itu, dulu, tapi
kalau saya, kalau, kalau apa namanya, pelarian sih enggak ada sih Mbak cuman
dulu pas di awal Saya pernah merokok, Saya kan dulu sebenarnya bukan perokok
terus pas kuliah semester 3 Saya jadi perokok berapa tahun gitu terus Saya sakit
Saya berhenti merokok tapi pas awal-awal itu saya sempet merokok lagi, ya
seperti pemuda pada umumnya Mbak, Saya mau lari dari masalah dengan
merokok, waktu itu Saya sempat bohong sama keluarga kalau Saya merokok,
walaupun sakit ginjal bukan penyebabnya rokok tapi kan dengan kondisi Saya
yang sakit terus Saya masih ngerokok otomatis akan ada organ lain yang ikut sakit
makanya orang tua Saya, keluarga Saya semuanya larang Saya buat merokok, tapi
pas awal-awal dulu saya sempat masih merokok.”
Catur : “Apa dengan merokok itu Mas MAI jadi merasa bisa terhindar dari
masalah nya?”
MAI : “Awalnya saya mikirnya seperti itu Mbak, jadi dengan merokok Saya
bisa sedikit lebih rileks dan lupa bahwa saya itu gagal ginjal kronis tapi kemudian
Saya tiba-tiba ngrasa rokok nggak enak karena Saya lama nggak merokok pas
merokok lagi itu udah nggak nikmat terus Saya juga sempet batuk Saya jadi takut,
jadi Saya berhenti Saya lebih, lebih memilih untuk banyak mensugesti diri Saya
bahwa Saya ini baik-baik saja. Karena pesan nya Ibu saya juga lebih baik larinya
ke gusti Allah gitu.”
Catur : “Jadi agama ya Mas yang dijadikan alat untuk mensugesti diri seperti itu.
Terus mungkin Mas MAI mencoba untuk menikmati atau mencari hikmah atau
gimana gitu Mas?”
MAI : “Iya mbak saya dengan agama itu jadi merasa lebih ringan. Jadi bagi saya
ya nggak papa, ini sudah jalan hidup saya terus saya juga lebih banyak berfikir
kalau nungkin ini memang salah saya mbak seperti saya kemarin cerita mungkin
ini salah saya yang nggak suka minum air putih nggak menjaga pola hidup ya
kayak gitu lah mbak.”
Catur : “Terus Mas MAI bisa dapat banyak hikmah gitu ya dari sakit ini?”
MAI : “Iya mbak, saya bisa dapat banyak hikmah karena sakit ini. Karena
gimanapun juga dengan sakit ini saya jadi tahu lah mbak gimana bersyukur,
ternyata buat bisa pipis itu anugerah banget, sekarang saya jadi sadar tentang hal
itu. Saya jadi belajar bagaimana menjaga suatu anugrah dan tidak menyia-nyiakan
nya.”
Catur : “ Kalau sekarang yang dipikirkan Mas MAI apa aja Mas? Mungkin
bagaimana gitu?”
MAI : “Kalau sekarang sih saya jalanin aja mbak ya anggap ini memang sudah
jalan hidup Saya jadi Saya udah nggak ada fase mikirin kenapa Tuhan saya seperti
ini, udah nggak seperti itu lagi Mbak, Saya lebih kepada Saya harus ngapain
sekarang, kayak gitu, jadi ya Saya harus menjalani ini ya seperti layaknya orang
normal bahwa cuci darah itu sebagian dari hidup saya dan gagal ginjal tidak
berarti gagal hidup.”
MAI : “Bagi saya agama adalah jurus terbesar dalam menghadapi sakit ini mbak,
karena agama lah yang membuat saya bisa bertahan sampai saat ini. Saya bisa
membuktikan peran agama itu justru pas sakit ini mbak. Saya benar-benar
merasakan kekuatan dari agama itu saat saya sakit, makanya saya itu bersyukur
ternyata dengan sakit ini saya itu jadi paham dan jadi mengerti peran agama
mbak.”
Catur : “Jadi kalau dalam sebuah teori itu kan dalam menghadapi masalah itu
ada tiga hal Mas, yang pertama positive thinking atau kita biasanya nyebutnya
Khusnudzon, terus yang kedua positif acting atau biasa kita sebut dengan ikhtiar
kemudian yang ketiga positif hoping atau tawakal. Nah dari tiga unsur ini
mungkin Mas MAI bisa cerita dari pengalaman Mas MAI yang kaitanya dengan
agama?”
MAI : “Ah cocok itu mbak, tiga hal itu memang sangat mendasar. Yang
pertama positif thinking, saya bisa bertahan itu juga karena positif thinking. Saya
berpikir bahwa semua ini sudah jalan dari Allah dan saya percaya bahwa setiap
kesulitan pasti akan ada kemudahan. Itu prinsip teguh yang saya ambil selama
saya sakit mbak, karena itu saya bisa bertahan. Saya berpikir bahwa saya baik-
baik saja jadi saya selalu khusnudzon bawah ini adalah jalan Tuhan yang terbaik
buat saya. Kenapa saya jadi kayak Mario Teguh ya Mbak? Hehehe”
Catur : “Hehe iya Mas, namanya orang sakit biasanya malah bisa jadi orang
hebat, jadi motivator. Terus mas selain khusnudzon ikhtiarnya gimana Mas?
MAI : “Ya seperti saya tadi bilang mbak saya memang khusnudzon, positif
thinking, saya yakin ini sudah jalan saya, saya yakin suatu hari nanti saya sembuh,
saya yakin, ya saya yakin bahwa ini udah yang terbaik. Tapi disamping itu saya
juga tetep ikhtiar seperti saya cuci darah ini kan ikhtiar mbak. Saya tetap
melakukan cuci darah, Saya tetap minum obat. Saya tadi juga ceritakan saya juga
minum air ikan gabus, itu salah satu bentuk positif acting saya mbak, bahwa saya
juga berupaya untuk bisa sembuh.”
Catur : “Yang terakhir positif hoping Mas, bentuk positif hoping nya Mas MAI
bagaimana, mungkin tawakal atau bagaimana gitu?”
MAI : “Iya mbak memang ujung dari semua usaha saya itu ya tawakal,
bagaimanapun juga semuanya saya pasrahkan, saya percaya, saya yakin, saya
usaha, tapi semua juga saya pasrahkan kepada yang di atas semuanya. Pokoknya
saya pasrahkan lah mbak. Berharap yang terbaik dari Tuhan.”
Catur : “Selain itu tadi kalau bicara tentang sakit biasanya kan erat sama istilah
sabar, nah kalau Mas MAI sendiri memaknai kata sabar itu seperti apa sih?
Apalagi untuk orang sakit itu sepertinya makna sabar itu bener-bener sesuatu yang
bener-bener teraplikasi, terus gimana menurut pandangan Mas MAI tentang sabar
dalam menghadapi sakit ini Mas?”
MAI : “Oh iya mbak betul, jadi sabar itu juga benar-benar teruji ketika saya
sakit. Bukan hanya ikhlas tapi juga sabar, ya seperti yang saya bilang di awal tadi,
lagi-lagi butuh proses untuk bisa sabar dan pada akhirnya ya saya sedikit banyak
belajar tentang sabar. Sabar untuk menjalani semuanya, ya sampai sekarang mbak,
sampai saya sudah 3 tahun ini, ya mau tidak mau saya harus belajar sabar.”
Catur : “Banyak sekali ya Mas pelajaran yang bisa diambil dari sakitnya Mas
MAI ini. Selain jadi positif thinking, positif acting, positif hoping, sabar ikhlas
dan saya lihat Mas MAI ini juga pejuang yang luar biasa.”
MAI : “Amin.. Semoga ya mbak. Semoga saya ini istiqomah. Karena
bagaimanapun juga saya nggak tahu besok saya ini seperti apa, kalau sementara
ini saya menjalani ini dengan legowo, dengan seperti sekarang ini, semoga saja
sampai besok sampai saya bisa transplantasi dan punya keluarga saya masih tetap
semangat ya mbak.”
Catur : “Amin semoga saja Mas. Yang terakhir mungkin Mas MAI punya
harapan-harapan apa gitu atau punya pesan buat Saya atau yang lainnya gitu mas?”
Ato : “Apa ya mbak, ya pokoknya kalau saya sih semoga istiqomah. Semoga
saya tetap sabar ikhlas dan semakin semangat dalam menjalani hidup normal,
berkarya, berwirausaha, sukses dan memiliki keluarga yang sakinah, , yang jelas
harapan saya ya saya bisa transplantasi. Karena bagaimanapun juga transplantasi
itu adalah jalan paling rasional untuk bisa mencapai kesembuhan. Jadi saya
berharap, berdoa dan berusaha semoga bisa segera mengumpulkan uang dan bisa
transplantasi menyusul temen-temen yang sudah berhasil transplantasi, bisa pipis
lagi, nggak perlu cuci darah lagi, ya tapi semuanya saya kembalikan sama Allah
mbak, gimanapun juga saya pasrah semoga dapet jalan yang terbaik gitu lah
mbak.”
Catur : “Mungkin ada pesan Mas buat pasien yang lain atau buat kita yang sehat
mengenai sakitnya Mas atau ini terutama mungkin juga untuk Saya yang masih
proses ngerjain skripsi ada tips mungkin bagaimana menjadi mahasiswa dalam
menghadapi problematika akademis apa lagi masalah ini kan waktu jadi
mahasiswa juga sakit.”
MAI : “Kalau pesan untuk pasien yang lain yang penting si tetap semangat,
percaya bahwa semua ini sudah jalan yang terbaik. Terus kalau untuk mahasiswa
apa ya, ya harus mensyukuri nikmat sehat dengan semangat, semangat ngerjain
skripsi, semangat kuliahnya, semangat KKN, ya karena kalau udah sakit kaya
Saya baru tahu nikmatnya sehat, nikmat bisa ngerjain semuanya jadi buat yang
sehat ya harus lebih semangat daripada saya yang sakit.”
Catur : “Oke Mas siap. Terima kasih banyak ya atas ilmu yang diberikan, saya
jadi belajar banyak nih.”
MAI : “Sama-sama Mbak, Saya juga jadi belajar banyak ternyata kehidupan
Saya ini ada istilah-istilahnya, ada teorinya. Saya jadi tahu sekarang lho mbak asa
istilah-istilah nya kayak gitu. Hehehe
Catur : “Iya Mas saya juga nggak nyangka ternyata teori yang saya pelajari
selama ini nggak cuma sekedar teori tapi ternyata juga ada orang yang merasakan.
Saya rasa Mas Atook ini contoh yang sangat yang komplit, yang luar biasa
pokoknya’”
MAI : “Cocok dibuat novel ya Mbak heheh.”
Catur : “Bolehlah nanti saya buatkan versi novelnya. Hehe.. Kalau
diperkenankan mungkin nanti saya menyebutkan nama Mas MAI tanpa Saya
inisial kan dan saya akan ambil foto Mas MAI serta mungkin saya ingin
membukukan juga Mas, itupun kalau Mas MAI nggak keberatan.”
MAI : “Tidak Mbak, Saya tidak keberatan. Nama saya ditulis asli nggak papa,
mau ambil foto juga boleh, kalau ada berkas yang perlu dilengkapi juga nggak
papa, bukan saya narsis tapi siapa tahu ini bisa jadi pelajaran untuk orang banyak.”
Catur : “Cocok Mas, saya juga mau minta foto Mas MAI terus beberapa
dokumen mungkin untuk saya lampirkan kalau boleh Mas.”
Atol : “Boleh Mbak, nggak papa selama ini saya juga beberapa kali ikut di
forum dan menulis di sosial media tentang kehidupan Saya. Saya terbuka, Saya
tidak malu, Saya berharap ini bisa buat pelajaran orang yang sehat maupun orang
yang sakit.”
Catur : “Sip deh Mas kalau kayak gitu, Saya nanti minta foto Mas MAI ya,
mungkin kalau ada foto-foto yang dulu atau foto-foto zaman awal-awal sakit
kalau ada juga mungkin berkas yang menyatakan Mas MAI gagal ginjal atau hasil
lab atau apalah.”
MAI : “Oke Mbak nanti berkasnya ada kok semuanya, bisa dipinjam untuk
lampiran, buat foto Saya juga ada beberapa. Semoga bisa bermanfaat untuk orang
banyak.”
Catur : “Oke Mas makasih ya, ini kayaknya udah kelamaan juga. Sebentar lagi
Mas MAI juga kayaknya cuci darah nya selesai, saya mohon maaf mengganggu
banyak ya Mas.”
MAI : “Iya mbak makasih banyak ya, saya kok malah jadi curhat banyak.”
Catur : “Iya Mas sama-sama, nanti kalau masih kurang informasi mungkin saya
hubungi Mas atau lewat telepon ya. Saya pamit. Hehe”
MAI : “Oke Mbak santai aja bisa hubungi Saya kapan aja.”
Catur : “Oh ya Mas kalau diperkenankan Saya mau wawancara beberapa orang
terdekat Mas MAI, Ibu Mas MAI, Teman Mas MAI dan dokter Mas MAI atau
Mas MAI Punya rekomendasi Saya harus wawancara siapa. Kalau saya sih
rencana mau wawancaranya Mas MAI, terus Ibunya Mas MAI, Temen sekos Mas
MAI sama itu dokternya Mas MAI yang poliklinik UIN itu mas.”
MAI : “Oh iya Mbak bisa. Kalau ibu saya kan di Jawa Timur Jadi Mbak Catur
mungkin bisa lewat telepon aja. Kalau Taufik temen saya dia masih di Gowok
Mbak, soalnya dia juga masih menyelesaikan S2 nya. Kalau dokter Diana bisa
langsung temui juga di poliklinik, saya kasih nomor teleponnya ya Mbak, dia baik
orangnya jadi nggak perlu surat-suratan kayaknya langsung temui aja kalau mau
tanya-tanya. Saya sama beliau itu udah kayak sahabat. Jadi Semenjak itu saya
berhubungan baik sama beliau.”
Catur : “Oke Mas makasih banyak ya, tolong nanti ibunya Mas MAI dihubungi
kalau saya mau telepon jadi biar beliau nggak bingung Saya wawancara ke ibunya
Mas MAI, tak pakai bahasa Indonesia nggak papa?”
MAI : “Iya Mbak nggak papa nanti langsung telepon Ibu saya aja sama
langsung janjian sama Taufik sama dokter Diana semua kontaknya saya kasih.
Nanti saya kirim via WhatsApp ya Mbak.”
Catur : “Sip Mas, makasih banyak ya. Oya mulai besok pagi saya izin ikuti
kegiatan Mas MAI full 24jam selama satu minggu untuk observasi studi
fenomenologi. Mungkin saya nanti nebeng tidurnya bareng adik Mas MAI seperti
yang saya ceritakan kemarin, boleh kan Mas?”
MAI : “Iya Mbak, Saya juga sudah bilang Adik saya.”
Catur : “Sip makasih Mas. Saya mohon pamit. Assalamualaikum.”
MAI : “Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Hati-hati di jalan ya
Mbak, maaf jadi harus Mbak catur yang ke Semarang.”
Informan : Bu Tinah
Bu Tinah : “Iya Dek, Saya awalnya juga nggak setuju karena kalau di Jogja
kan Ibu enggak bisa mantau, nggak bisa ngerawat, tapi dia pengen kuliahnya
cepat selesai jadi saya ya setuju aja, saya cuma bisa memantau lewat telepon sama
tanya-tanya ke Dek Taufik.”
Catur : “Menurut Ibu kepribadiannya Mas MAI dalam menghadapi
sakitnya itu gimana Bu? Sikap-sikapnya Mas MAI itu bagaimana?”
Bu Tinah : “Alhamdulillah dek dia itu sekarang sudah legowo, sudah nerima,
ikhlas. Ibu lihat dia juga sudah tidak seperti dulu lagi, dulu pas awal-awal kan dia
masih nggak terima, masih suka marah terus nggak mau cuci darah tapi sekarang
Alhamdulillah sudah menjalani semuanya seperti biasa, keluarga pun sekarang
juga sudah biasa kok, dulu pas awal-awal kita juga panik sampai harus ngapain
gitu, ya tapi sekarang Alhamdulillah sudah dijalani dengan baik.”
Catur : “Hehe iya Mas. Makanya saya mohon bantuannya ya buat wawancara
biar skripsinya segera selesai. Hehe.”
Taufik : “Oke Mbak santai.”
Catur : “Mas Taufik ini kan temen sekelasnya Mas MAI, hubungan sama Mas
MAI gimana, kan kalau sekarang kan udah LDR nih, udah Jogja-Semarang kalau
dulu tuh di Jogja selama satu kos kayak gimana Mas?
Taufik : “Ya kalau untuk saat ini kita cuma sering telpon-telponan sama
WhatsApp paling Mbak, karena kan sama-sama sibuk, tapi tetep komunikasi.”
Catur : “Jadi kalau Mas Taufik sama Mas MAI itu akrab banget ya? Dia sering
cerita-cerita nggak Mas masalah-masalahnya dia mulai dari masalah kampus,
masalah organisasi, masalah sakitnya, kayak gitu?”
Taufik : “Iya Mbak. Soalnya kan saya teman satu jurusan juga sama dia terus pas
dia pulang dari Jawa Timur yang pas dia sakit itu dia kan kosnya jadi satu sama
saya jadi saya sama dia itu 2 tahunan kos bareng, kenal di jurusan juga udah dari
semester 1, jadi tahu. Ya saya tahu semuanya kalau soal di kampus Saya bisa lihat
sendiri dia perjuangannya seperti apa. Terus kalau masalah organisasi sih saya
lihat dia juga masih aktif soalnya kan lokasi organisasinya itu kontrakannya kan
nggak jauh sama kosan kita. Kalau masalah apa ya, dia tipenya lebih banyak diam
tapi saya kan sekos, jadi tau lah walaupun dia nggak cerita.”
Catur : “Kalau dari masalah fisiknya gimana Mas selama Mas Taufik sama dia
gimana?
Taufik : “Saya jadi belajar banyak Mbak soal gagal ginjal. Soalnya dia kan
sekamar sama saya dan dia cuci darah, rutin Mbak seminggu dua kali, pola
hidupnya, saya mau tidak mau jadi ikut baca tentang gagal ginjal. Bagaimanapun
dia teman saya jadi saya harus bisa jadi teman yang baik.”
Catur : “Jadi Mas Taufik jadi ikut belajar gagal ginjal kronis juga ya? Terus
gimana Mas kondisi fisiknya selama di kos?”
Taufik : “Pas di Jogja pas dia divonis kan saya nggak begitu tahu ya. Yang jelas
saya tahunya dia dulu itu waktu habis divonis itu pulang ke Tuban terus setelah
sekitar 2 bulanan dia baru balik ke Jogja sama saya. Dia rutin cuci darah seminggu
dua kali terus dulu pas KKN sama pas itu apa ya, lupa, skripsi, itu dia kan sering
drop jadi dia sering kadang pingsan saya antar ke rumah sakit malam-malam terus
pulang cuci darah dia lemes kayak gitu lho mbak. Beberapa kali opname dan
ditambah darah juga.”
Catur : “Iya sih kemarin Mas MAI juga sempat cerita tentang itu ke Saya.”
Taufik : “Iya Mbak, saya jadi belajar banyak dari Mas MAI, saya itu jadi tahu
pentingnya sehat itu dari dia, saya juga bisa belajar pola hidup yang baik itu juga
dari dia, saya jadi tahu nikmatnya sehat lah pokoknya pas sama dia itu.”
Catur : “Iya sih Mas saya pas denger ceritanya juga kayak gitu apalagi Mas
Taufik yang satu kosan. Kalau masalah akademik gimana Mas?”
Taufik : “Dia kan dulu sempet semester 3 itu emang terlalu aktif di organisasi jadi
kuliahnya masih keteteran. Jadi pas dia habis divonis itu dia yang seharusnya
KKN dia nggak KKN terus dia nyelesaiin kuliah yang belum selesai sambil
skripsi kayaknya, terus pas udah KKN di tahun 2000-2015 kayaknya itu dia KKN
terus dia mulai skripsi juga dia kan skripsinya juga bolak-balik ya biasalah kayak
orang normal gitu. Kalau orang kampus sih kayaknya udah tahu ya dia sakit jadi
sedikit maklum. Tapi pada dasarnya dia sama aja sih mbak kayak orang normal
dia tetap bolak-balik ngurus sana-sini kayak gitu.”
Catur : “Hebat ya Mas, Saya juga heran, Saya yang normal aja keteteran apalagi
yang sakit.”
Taufik : “Iya saya melihat semangatnya itu luar biasa Saya juga heran kok dia itu
bolak balik ngurusin, mau munaqosah itu malah sampai luar biasa, terus penelitian
juga, tapi kemarin Februari dia wisuda.”
Catur : “Kalau soal kehidupan sosialnya gimana Mas dia, masih bisa sering main
sama temen organisasi atau gitu nggak?”
Taufik : “Masih sih, tapi ya sedikit banyak terganggu. Kalau dulu kan mungkin
dia sering kumpul, sekarang banyak waktu tersita buat cuci darah, belum lagi
kalau dia drop. Tapi pada dasarnya dia juga baik-baik saja, tetep kumpul sama
teman organisasinya, masih sering ngopi sama temen-temen kelas, kemarin waktu
dia wisuda juga pas syukuran itu semua temannya pada datang banyak banget,
temen kelas ada, teman organisasi ada, temen KKN, terus temen dia waktu itu apa,
temen bidikmisi itu juga pada datang, semuanya pada datang, menunjukkan
bahwa dia masih bersosialisasi dengan baik sama temennya walaupun sakit.”
Catur : “Oalah gitu toh, kalau soal yang kumpul pas wisuda itu Mas MAI malah
nggak cerita sih, tapi kayaknya emang dia masih punya banyak temen ya
walaupun sakit.”
Taufik : “Iya Mbak jadi dia itu tetap bisa berteman sama temen-temennya
walaupun dia saki Mbak harus tahu dia kalau di rumah sakit nggak mau dijenguk
siapa-siapa. Jadi waktu dia cuci darah dia tu nggak ada yang nemenin. Biasa aja
dia sendiri, paling saya anter terus saya tinggal malah dia lebih seringnya suci dari
tu berangkat sendiri bawa motor sendiri. Dia seneng ngerjain skripsi pas cuci
darah. 2 tahun itu dia mandiri pas di Jogja.”
Catur : “Oalah gitu toh!”
Taufik : “Iya Mbak malah kebanyakan itu pada nggak percaya kalau dia tuh sakit
karena dia tetap bisa sosialisasi cuman beberapa temen yang kenal dia sebelumnya
pada heran karena dia emang secara fisik berubah banget, dulu anaknya putih gitu
Mbak tapi sekarang jadi sedikit hitam, efek dari cuci darah katanya terus dia juga
nggak seaktif dulu di organisasi. Tapi pada dasarnya dia masih bersosialisasi baik
sih sama temen-temen.”
Catur : “Kalau soal kepribadian dan sikapnya Mas MAI etelah dia sakit gimana
Mas? Ada perubahan atau seperti apa?”
Taufik : “Kalau dia sih masih sama ya mbak kayak dulu, ya masih sosialisasi,
masih seperti itu, hanya saja setelah dia sakit itu saya lihat dia lebih religious, dia
lebih ya rajinlah menurut saya. Karena dia rajin banget mbak sholatnya, selalu
shalat tepat waktu. Kalau dia cuci darah tuh dia juga sholat loh mbak, dia kan
punya gelang tuh gelang kokka yang ada 33 biji itu, dia sering pakai buat dzikir.
Dia nggak pernah cerita tapi saya sering lihat dia tanpa sengaja dia dzikir di atas
tempat cuci darahnya terus dia sendiri orang nya ikhlas Mbak, saya juga heran
kok dia orangnya tegar gitu. Tapi ya kadang dia curhat juga kadang juga kayak
apa ya bosen gitu. Tapi pada dasarnya dia udah nerima.”
Catur : “Ya sih Mas, sepertinya landasan agamanya Mas MAI itu yang yang
membuat Dia jadi lebih kuat dan tegar dalam menjalani semuanya.”
Taufik : “Iya mbak dia landasan agamanya kuat terus dia juga banyak belajar,
kayaknya dia gabung di beberapa komunitas terus dia juga banyak baca baca di
website soal gagal ginjal, terakhir dia cerita sama saya pengen transplantasi juga.
BPJS kan ini, udah nanggung kan Mbak, dia semangat banget untuk transplantasi
kayaknya.”
Catur : “Iya sih kemarin dia juga cerita sama Saya terus kalau Mas Taufik
harapannya gimana?”
Taufik : “Saya sih cuma bisa berdoa semoga Mas MAI dapat kesembuhan, tetap
semangat dan yang jelas semoga dia cepat dapat jalan buat bisa transplantasi.
Siapa tahu juga ada mukjizat dia bisa sembuh tanpa harus transplantasi. Semoga
juga dia di Semarang sukses, usahanya bisa sukses, bisa mencapai semua cita-
citanya.”
Catur : “Ada pesan-pesan nggak Mas mungkin buat kita yang sehat atau apalah
hikmah setelah Mas Taufik berteman satu kos sama satu jurusan sama Mas MAI?”
Taufik : “Seperti yang saya bilang tadi mbak, saya itu jadi lebih tau arti sehat,
menghargai waktu, lebih memperhatikan kondisi tubuh dan yang jelas lebih
banyak bersyukur. Kalo saya sih untuk yang sehat pesen saya ya kita harus bisa
menjaga pola hidup harus bisa banyak bersyukur. Saya jadi tahulah bagaimana
harus bersyukur dan menjaga kesehatan.”
Catur : “Iya Mas bener-bener bisa jadi pelajaran untuk orang banyak ya kisahnya
Mas MAI. Semoga saja bisa memberikan pengetahuan untuk orang yang sehat
dan bisa jadi pelajaran untuk mereka yang sakit untuk tetap survive dan yang jelas
ini memang suatu cerita yang sangat mengagumkan menurut Saya.”
Tauifik : “Iya Mbak saya rasa bagus banget untuk ditulis karena ini suatu hal yang
luar biasa, karena kebanyakan memang pasien-pasien yang di rumah sakit itu
semangatnya nggak kayak Mas MAI, dia terlihat paling baik dari pada pasien
yang lainnya.”
Catur : “Ya Mas, Saya dari yang setahun yang lalu pernah jenguk dia dan lihat
kondisi dia dibanding pasien yang lain beda, dia punya sesuatu lah kalau istilah
skripsi saya strategi kopingnya dia itu luar biasa.”
Taufik : “Betul banget Mbak, Keren lah dia.”
Catur : “Iya Mas. Oya Mas nanti kalau ada informasi yang kurang atau Saya mau
Tanya-tanya lagi Saya telepon Mas Taufik ya?”
Taufik :”Boleh Mbak Santai aja sama saya mah.”
Catur : “Oke Mas, kayaknya untuk hari ini cukup ini dulu informasinya, kalau
kapan-kapan masih butuh informasi saya hubungi Mas Taufik ya, Saya mohon
pamit.”
Taufik : “Oke.”
Catur : “Makasih banyak ya Mas. Assalamualaikum.”
Taufik : “Sama-sama. Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.”
Informan : Dokter Diana
Catur : “Tidak Bu saya sudah janjian sama beliau ketemu di ruang nya.”
Staf Poliklinik : “Oh ya, silahkan langsung masuk, itu ruangannya Mbak.”
Catur : “Baik Bu, terima kasih.”
Catur : “Assalamualaikum.”
Dokter Diana : “Waalaikumsalam. Mari silahkan masuk.”
Catur : “Terima kasih Bu. Mohon maaf saya Catur Widjayanti yang tadi
malam WhatsApp ibu.”
Dokter Diana : “Oalah Mbak Catur, ayo Mbak duduk sini.”
Catur : “Iya Bu terima kasih. Ibu apa kabar hari ini?”
Dokter Diana : “Alhamdulillah sehat Mbak. Mbak Catur apa kabar?
Catur : “Betul sekali Bu, saya juga bisa belajar hal itu dari Mas MAI.”
Dokter Diana : “Iya Mbak saya pun juga belajar banyak dari dia.”
Catur : “Oh ya Dok kalau besok saya masih butuh informasi saya boleh
kontak dokter Diana?”
Dokter Diana : “Bisa Mbak bisa, dengan senang hati, nanti WhatsApp saya aja.”
Catur : “Iya Dokter. Terima kasih ya, nanti mungkin saya sering-sering
WhatsApp dokter. Terima kasih banyak dan mohon maaf sudah mengganggu
waktunya dokter.”
Dokter Diana : Iya Mbak sama-sama. Nggak apa-apa kok.”
Catur : “Saya mohon pamit ya dok, terima kasih banyak atas waktunya.”
Dokter Diana : “Oh iya sama-sama maaf ya malah dianggurin.”
Catur : “Hihi nggak apa-apa dok, terima kasih Dokter. Mohon pamit.
Assalamualaikum.”
Dokter Diana : “Waalaikumsalam. Hati-hati Mbak.”
Laporan Hasil Observasi/ Studi Fenomenologi
Selanjutnya pada pukul 08.00 sampai malam hari aktivitas terjadi seperti
sehari sebelumnya. Perbedaannya pada pukul 09.00 pagi MAI mohon izin kepada
karyawan dan peneliti untuk keluar sebentar yang ternyata setelah peneliti
menanyakan kepada karyawan sudah menjadi kebiasaan MAI pada pukul 09.00
pagi pergi ke masjid terdekat untuk melaksanakan sholat dhuha.
Pada pukul 10.00 pagi kakak perempuan MAI sudah membawakan satu
panci sarapan untuk MAI dengan menu nasi padang dengan lauk rendang.
Berbeda dengan 3 hari yang sudah dilalui yakni dengan lauk yang tergolong sehat
untuk kali ini saat cuci darah MAI sengaja memilih menu dengan lemak tinggi
serta kolesterol yang tinggi karena lebih aman sebab racun bisa langsung dicuci di
atas mesin Hemodialisa.
Selesai sarapan bagi MAI tidak tidur lagi akan tetapi bermain dengan
gadgetnya dengan membuka beberapa situs YouTube dan membaca beberapa
artikel yang terdapat di beberapa komunitas pasien cuci darah di gadgetnya. Tepat
pukul 12.00 siang mesin hemodialisis berbunyi yang berarti proses cuci darah
telah berakhir. sebelum jarum serta selang selang itu dicabut kembali MAI ditensi
oleh perawat yang ada di rumah sakit tersebut di mana ternyata tensi MAI menjadi
150/110 itu artinya MAI mengalami hipertensi. Rencana semula MAI akan
ditusukkan hemapo yakni suatu suplemen untuk membuat kadar hemoglobin pada
darah nya agar meningkat akan tetapi karena tensinya yang tinggi membuat dia
tidak bisa di suntik hemapo. MAI pun merasa sedikit pusing sehingga dia tidak
bisa langsung pulang Akan tetapi menunggu setengah jam tetelah pusingnya
hilang dan setelah mengkonsumsi obat hipertensi dari rumah sakit. Pada pukul
13.00 MAI sudah sampai di rumah.
Sesampainya di rumah MAI langsung mengambil air wudhu dan
melaksanakan sholat Dzuhur. Selesai sholat dzuhur MAI langsung membaringkan
tubuhnya di kasur di depan televisi ruang tamu. Ternyata sudah menjadi hal yang
biasa ketika MAI paska menjalankan terapi cuci darah dia mengalami hipertensi
serta pusing dikepalanya. Akan tetapi hal tersebut tidak selamanya terjadi seperti
Jika dia tidak melakukan banyak aktivitas maka ketika cuci darah dan paska cuci
darah tidak akan mengalami hipertensi dan pusing. Pada hari ini terjadi tersebut
karena tiga hari yang sudah dilalui itu MAI melakukan full kegiatan di kios
fotocopy dan mendapatkan banyak orderan dari pelanggan sehingga menguras
energi MAI yang kemudian berefek pada hari cuci darah subset mengalami
hipertensi dan pusing.
Adapun timbangan pada saat free hemodialisis atau sebelum cuci darah
pada pagi tadi adalah 46 di mana bobot tersebut melampaui bobot yang
seharusnya boleh naik yakni yang seharusnya 43 menjadi 45 kg menjadi 46
sehingga tersisa satu kilogram yang kemudian tidak bisa ditarik oleh mesin
Hemodialisa yang kemudian hal tersebut menjadi salah satu penyebab paska
Hemodialisa atau cuci darah MAI merasa pusing dan tidak enak badan. Setelah
sholat makan siang dan minum obat MAI memilih untuk tidur siang dari pukul
13.00 hingga pukul 15.00. Pada hari ini MAI tidak melaksanakan sholat ashar
berjamaah akan tetapi hanya melakukannya di rumah. Keadaan MAI pada saat itu
masih kurang fit sehingga dia kembali tidur sampai menjelang sholat Maghrib.
Saat menjelang sholat maghrib MAI sudah terlihat kembali fit dan bersiap
untuk sholat Maghrib berjamaah di Masjid. Dari pukul 18.00 hingga pukul jam
19.00 titik 30 MAI berada di masjid untuk melaksanakan sholat maghrib
dilanjutkan dengan sholat Isya berjamaah. Selepas sholat isya berjamaah MAI
kembali beraktivitas ke kios fotocopy hingga pukul 21.00. aktivitas pada malam
hari seperti biasanya ya nih setelah pulang dari kios fotocopy MAI pulang makan
malam bersama dan kumpul bersama sembari menonton televisi hingga pukul
22.00 malam.
Kota Semarang
TB/BB : 168cm/53kg
Pendidikan : S1
IPK : 3,6
Email : caturwidjayanti65@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. Formal
periode 2014-2015
Hormat saya
Catur Widjayanti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Riwayat Pekerjaan :
1. Operator Buzznet Warnet (2012)
2. Kasir D’Blankon Food Court –STMIK AKAKOM (2012)
3. Admin Apotek Indah Farma (2013-2014)
4. Koki Warung Bu Ageng milik Butet Kartaredjasa (2014-2016)
5. Koki dan kasir di Arlecchino Gelato Lippo Plaza Yogyakarta (2016)
6. Survei/Penelitian :
a. PCL Sensus Ekonomi 2016 wilayah kota Yogyakarta.
b. Surveyor dalam Survey Opini Publik tentang “Prefensi Politik
Masyarakat” yang di selenggarakan oleh Lembaga Survey CHARTA
POLITIKA INDONESIA
o Di kabupaten Wonogiri (Oktober, 2015);
o Di kabupaten Jepara (Juli, 2016);
o Di kabupaten Pati (Agustus, 2016);
o Di kabupaten Jepara(November, 2016)
c. Kontributor Quick Count Pemililihan Kepala Daerah Serentak 2015
yang di selenggarakan oleh METROTV bekerjasama dengan
Lembaga Survey CHARTA POLITIKA INDONESIA
d. Surveyor Lembaga Demo Grafi Universitas Indonesia bekerja sama
dengan BPJS untuk melakikan survey WTP -willingness to pay.
(Desember 2016)
Demikian Daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Terima kasih atas perhatiannya.
Hormat saya
Catur Widjayanti