PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari
dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual,
muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali,
manifestasi perdarahan, dan lekopenia. Dengue Hemoragik Fever (DHF)
adalah kasusu demam dengue dengan kecenderungan perdarahan dan
manifestasi kebocoran plasm. Demam berdarah dengue atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan
pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah Dengue (BDB)
atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah
Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue.
Mordibitas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di
setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
1
Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat
penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan
tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat. Dasar penangani renjatan DBD
ialah volume replacement atau penggantian cairan intravascular yang hilang,
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari DBD dan DSS ?
2. Apa etiologi dari DBD dan DSS ?
3. Bagaimana patofisiologi DBD dan DSS ?
4. Apa menifestasi klinis penyakit DBD dan DSS ?
5. Apa komplikasi dan pemeriksaan penunjang dari penyakit DBD dan
DSS ?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit DBD dan DSS ?
7. Bagaimana manajemen transfusi DBD ?
8. Bagaimana manajemen kegawatdaruratan dengue syok syndrom ?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan BDB dan DSS ?
10. Apa saja diagnosa keperawatan DBD dan DSS ?
11. Apa saja rencana keperawatan penyakit DBD dan DSS ?
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit DBD dan DSS.
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit DBD dan DSS.
3. Untuk mengetahui patofisiologi DBD dan DSS.
4. Untuk mengetahui menifestasi klinis penyakit DBD dan DSS.
5. Untuk mengetahui komplikasi dan pemeriksaan penunjang dari
penyakit DBD dan DSS.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit DBD dan DSS.
7. Untuk mengetahui manajemen transfusi DBD.
8. Untuk mengetahui manajemen kegawatdaruratan dengue syok
syndrom.
9. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan BDB dan DSS.
10. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan DBD dan DSS.
11. Untuk mengetahui rencana keperawatan penyakit DBD dan DSS.
D. Sistematika penulisan
Penulisan makalah ini berisikan 3 bab yang terdiri dari pendahuluan,
tinjauan teori, dan penutup. Pada bab I pendahuluan beriskan tentang latar
belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan makalah. Bab II tinjauan teori berisikan penyakit DBD dan DSS.
Sedangkan pada bab III penutup berisikan kesimpulan dan saran.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,
DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat
menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering
ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN
4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan
dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat
dan penderita banyak juga yang meninggal. Vektor Penular Nyamuk Aedes
aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.
4
B. Etiologi
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk
penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu
setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut
siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti
yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit
(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui
saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue.
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada
darah binatang.
5
Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan
sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain
(multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang
menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif
bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang
sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan
penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.
C. Patofisiologi
6
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan
atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Noersalam, 2005).
7
8
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan
baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.
3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)
atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng,
2006).
9
(uji bending positif) dan tanda <100.000 sel/ mm 3,
perembesan plasma disertai peningkatan
hematocrit ≥20%
E. Komplikasi
1. Ensefalopati Dengue
10
cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera
dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan
NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg
berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada
keadaan syok berat sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai
penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
11
3. Udema paru
a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati
12
F. Pemeriksaan diagnostik
13
2. Derajat II: peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan
hemaesis.Perawat: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang
tampon sementara, bila penderita sadar boleh diberi makan dalam
bentuk lemak tetapi bila terjadi hematemesis harus dipuaskan dulu,
mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi, bila
perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin
membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk, pengobatan
diberikan sesuai dengan intruksi dokter, perhatikan teknik-teknik
pemasangan infus, jangan menambah pendarahan, tetap diobservasi
keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan pendarahannya, semua kejadian
dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan memburuk segera
lapor dokter.
14
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida
2. Tanpa insektisida
H. Manajemen Transfusi
15
Apabila orang-orang yang terinfeksi memerlukan cairan melalui infus,
mereka biasanya memerlukan infus hanya selama satu atau dua hari.
Profesional pelayanan kesehatan akan meningkatkan jumlah cairan yang
diberikan sehingga pasien tersebut memberikan volume tertentu urin (0,5–1
ml/kg/jam). Cairan infus juga ditambah hingga hematokrit (jumlah iron di
dalam darah) pasien dan tanda-tanda vital pasien kembali normal. Karena
risiko perdarahan, profesional pelayanan kesehatan mencoba untuk tidak
menggunakan prosedur medis invasif seperti intubasi nasogastrik
(memasukkan tube melalui hidung pasien ke dalam perut), injeksi
intramuskular (menyuntikkan obat ke dalam otot), dan suntikan arteri
(memasukkan jarum ke dalam arteri).Asetaminofen (Tylenol) dapat diberikan
untuk demam dan nyeri. Jenis obat anti-peradangan yang dinamakan obat
anti-inflamasi nonsteroid (OAINS atau NSAID) (seperti ibuprofen dan aspirin)
tidak boleh digunakan karena obat tersebut dapat memperbesar risiko
perdarahan.Transfusi darah harus dimulai lebih awal jika tanda-tanda vital
pasien berubah atau tidak normal, dan jika jumlah sel darah merahnya
menurun. Jika transfusi diperlukan, pasien harus diberi darah utuh (darah
yang belum dipisah-pisahkan) atau dikemas dalam kantung darah dalam
bentuk sel darah merah. Platelet (dipisahkan dari darah utuh) dan plasma
segar yang dibekukan biasanya tidak dianjurkan.
Jika seorang pasien dalam masa pemulihan dari dengue, dia biasanya
tidak akan diberi cairan infus lagi sehingga pasien tidak mengalami kelebihan
cairan.Jika kelebihan cairan terjadi, namun tanda-tanda vitalnya masih stabil
(tidak berubah), maka ini menjadi alasan yang cukup untuk menghentikan
pemberian cairan. Jika pasien tidak lagi berada dalam masa kritis, pasien bisa
diberikan diuretik furosemide (Lasix). Ini dapat membantu mengeluarkan
cairan berlebih dari sirkulasi darah pasien.
16
I. Pengkajian
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi
sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi.
2. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
3. Eliminasi
Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume
urin,rasa terbakar.
Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
4. Pencernaan
5. Tanda: mual-mual, muntah.
17
J. Diagnosa Keperawatan
Intervensi:
18
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya
peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
Kriteria hasil: Pasien mengatakan nyerinya hilang, nyeri berada pada skala
0-3, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,80C-37,50C, respirasi 16-24
x/mnt, nadi 60-100 x/mnt (Judith, 2009).
Intervensi:
19
d. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, rasional keluarga akan
membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
Kriteria hasil: Mencerna jumlah kalori dan nutrisi yang tepat, menunjukkan
tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional
mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
20
e. Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
sesuai indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya;
Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi
pasien
Intervensi:
21
e. Pantau masukan dan pengeluaran cairan, rasionalnya memberi
perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program
pengobatan.
i. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K), rasionalnya
mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan
cairan.
22
Intervensi:
23
Intervensi:
24
Intervensi:
c. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih
lanjut, rasionalnya membantu pasien mendapatkan penanganan
sedini mungkin.
A. Pengertian
25
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan kegawatan klinis yang perlu
segera diterapi dengan pemberian cairan yang tepat. Kelainan patofisiologi
utama pada DSS adalah peningkatan permeabilitas vaskuler dan kebocoran
plasma dari pembuluh darah. Dengan pemberian cairan yang adekuat dan
cepat DSS akan cepat reversibel dan dapat dicegah berbagai komplikasi yang
mungkin terjadi misalnya disseminated intravascular coagulation. Angka
kematian DSS masih cukup tinggi, keadaan ini disebabkan karena sering
terlambatnya penderita datang ke rumah sakit sehingga sudah dalam keadaan
syok yang lama atau didapatkan manifestasi klinis lain misalnya perdarahan
gastrointestinal.
B. Etiologi
1. Virus dengue
2. Vektor
26
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.
3. Host
27
C. Patofisiologi
28
4. DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi
Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga
terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka renjatan akan mempercepat
kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC
salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang
disertai perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan
kematian.
D. Manifestasi Klinis
29
2. Penurunan kesadaran, gelisah
3. Nadi cepat, lemah
4. Hipotensi
5. Tekanan nadi < 20 mmHg
6. Perfusi perifer menurun
7. Kulit dingin-lembab
DERAJA
GEJALA & TANDA LABORATORIUM
T
Penurunan Ht > 20 %
DB Syok berat disertai dengan
D setelah pemberian
IV tekanan darah dan nadi yang
cairan yang adekuat.
DSS tidak terukur
30
E. Komplikasi dan pemeriksaan penunjang
31
F. Penatalaksanaan
32
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok
hipovolemia pada SSD. Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu
evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap
stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 – 120 menit
kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48
jam, hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
extravasasi terjadi (ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa
terjadi hipervolemi, edema paru dan gagal jantung.
33
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan
pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan
kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini terhadap kemungkinan syok
berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses patogenesis penyakit masih
berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah
setelah 1 jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
34
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari
tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam
Dengue berdarah adalah penyakit yang bermanifestasi perdarahan dikulit
berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni.Dengue Syok
Sindrom adalah penyakit DHF yang mengalami kesadaran menurun atau
renjatan.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari
dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan
mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh
pengumpulan data.
36
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi
kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau
syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal. Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun,
antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7.
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi
antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system
komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida
tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai
akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding
pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga
menyebabkan hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan
efusi cairan pada rongga serosa.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan
pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites,
ensefalopati dengue, kegagalan jantung dan sepsis.
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu
kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari
segi resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya
pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD)
diperlukan perawatan intensif.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa
dapat mengetahui mengenai penyakit DBD dan DSS dari pengertian
hingga asuhan keperawatan yang di berikan. Semoga pembaca tidak hanya
puas dengan isi makalah ini, namun lebih banyak mencari sumber-sumber
lain untuk selanjutnya lebih baik lagi.
37
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/31753/2/05._BAB_II.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/a96c726a15ad91180c42eb
b45a1ebb30.pdf
dokterpost.com/dengue-shock-syndrome/
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16000/6.BAB%20II.pdf?s
equence=6&isAllowed=y
Sri Rezeki HH, Sugeng Sugijanto, Suharyono Wurhadi, Thomas Suroso (eds).
Tata Laksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Dirjen P2M & PLP,
Depkes RI; 1999.
Parwati Setiono Basuki. Prognosis dan rehabitasi Sindroma Syok Dengue dalam
2nd Symposium Life Support & Critical Care on Trauma % Emergency Patients;
2002: 52-113.
Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of
Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier
Health Sciences. 2008.
https://www.academia.edu/27581540/DENGUE_SHOCK_SYNDROME
38