Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari
dengan dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual,
muntah, nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali,
manifestasi perdarahan, dan lekopenia. Dengue Hemoragik Fever (DHF)
adalah kasusu demam dengue dengan kecenderungan perdarahan dan
manifestasi kebocoran plasm. Demam berdarah dengue atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai dengan
pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah Dengue (BDB)
atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah
Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue.
Mordibitas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di
setiap Negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.

Dengue Shock Syndrome (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah


kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/
syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang
terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD) menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga
merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50% penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama
bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

1
Penanganan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat
penting diperhatikan, oleh karena angka kematian akan meninggi bila renjatan
tidak ditanggulangi secara dini dan adekuat. Dasar penangani renjatan DBD
ialah volume replacement atau penggantian cairan intravascular yang hilang,
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian

permeabilitas sehingga mengakibatkan plasma leakage. Kematian


dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak teratasi,
efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Tidak ada vaksin yang tersedia
secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.Oleh itu, pencegahan utama
demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vector nyamuk
demam berdarah.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari DBD dan DSS ?
2. Apa etiologi dari DBD dan DSS ?
3. Bagaimana patofisiologi DBD dan DSS ?
4. Apa menifestasi klinis penyakit DBD dan DSS ?
5. Apa komplikasi dan pemeriksaan penunjang dari penyakit DBD dan
DSS ?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit DBD dan DSS ?
7. Bagaimana manajemen transfusi DBD ?
8. Bagaimana manajemen kegawatdaruratan dengue syok syndrom ?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan BDB dan DSS ?
10. Apa saja diagnosa keperawatan DBD dan DSS ?
11. Apa saja rencana keperawatan penyakit DBD dan DSS ?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit DBD dan DSS.
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit DBD dan DSS.
3. Untuk mengetahui patofisiologi DBD dan DSS.
4. Untuk mengetahui menifestasi klinis penyakit DBD dan DSS.
5. Untuk mengetahui komplikasi dan pemeriksaan penunjang dari
penyakit DBD dan DSS.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit DBD dan DSS.
7. Untuk mengetahui manajemen transfusi DBD.
8. Untuk mengetahui manajemen kegawatdaruratan dengue syok
syndrom.
9. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan BDB dan DSS.
10. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan DBD dan DSS.
11. Untuk mengetahui rencana keperawatan penyakit DBD dan DSS.

D. Sistematika penulisan
Penulisan makalah ini berisikan 3 bab yang terdiri dari pendahuluan,
tinjauan teori, dan penutup. Pada bab I pendahuluan beriskan tentang latar
belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan makalah. Bab II tinjauan teori berisikan penyakit DBD dan DSS.
Sedangkan pada bab III penutup berisikan kesimpulan dan saran.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam Dengue berdarah adalah
penyakit yang bermanifestasi perdarahan dikulit berupa petechie, purpura,
echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,
trombositopeni.Dengue Syok Sindrom adalah penyakit DHF yang mengalami
kesadaran menurun atau renjatan.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,
DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat
menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering
ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN
4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan
dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat
dan penderita banyak juga yang meninggal. Vektor Penular Nyamuk Aedes
aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue
dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.

4
B. Etiologi

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan


manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat
ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam
kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus
ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam
tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum
demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk
penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu
setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut
siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti
yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit
(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui
saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue.
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada
darah binatang.

5
Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan
sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain
(multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang
menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif
bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang
sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan
penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

C. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan


viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
(Murwani, 2011).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit


seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan
adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis
secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak
tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15
hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2006). Menurut Ngastiyah (2005) virus
akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang
mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(hepatomegali).

6
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks
virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen.
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler.
Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan
atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Noersalam, 2005).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan


ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan
jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani, 2011).

7
8
D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan
baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.

1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari


2. Manifestasi perdarahan

a. Uji tourniquet positif.

b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis


perdarahan gusi, hematemesis, melena.

3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)
atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah (Soegeng,
2006).

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011

DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimal dengan dua Leukopenia (jumlah


gejala seperti : leukosit ≤4000 sel/ mm3)

Nyeri kepala Trombositopenia


(jumlah trombosit
Nyeri retro orbital
<100.000 sel/mm3)
Nyeri otot
Peningkatan
Nyeri Sendi Hematokrit (5%-10%)

Ruam kulit makulopapular Tidak ada bukti


perembesan plasma
Manifestasi Perdarahan

Tidak ada perembesan plasma

DBD I Demam dan manifestasi perdarahan Trombositopenia

9
(uji bending positif) dan tanda <100.000 sel/ mm 3,
perembesan plasma disertai peningkatan
hematocrit ≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia


pendarahan spontan <100.000 sel/ mm3,
disertai peningkatan
hematocrit ≥20%

DBD III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia


kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/ mm3 ,
hipotensi, gelisah , diuresis menurun disertai peningkatan
hematocrit ≥20%

DBD IV Syok hebat dengan tekanan nadi Trombositopenia


yang tidak terdeteksi <100.000 sel/ mm3,
disertai peningkatan
hematocrit ≥20%

E. Komplikasi

1. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang


berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti
hipoksemia,hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah
otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem
otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan

10
cairan yang tidak mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera
dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan
NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.

Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat.


Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas
indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

2. Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg
berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada
keadaan syok berat sering kali dijumpai akute tubular necrosis, ditandai
penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

11
3. Udema paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat


pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distress pernafasan,disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah
sebagai berikut:

a. Dehidrasi
b. Pendarahan
c. Jumlah platelet yang rendah
d. Hipotensi
e. Bradikardi
f. Kerusakan hati

12
F. Pemeriksaan diagnostik

Langkah - langkah diagnose medik pemeriksaan menurut (Murwani, 2011):

1. Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20%, normal:


pria 40-50%; wanita 35-47%
2. Uji torniquit: caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara
tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5
menit untuk anak-anak. Positif ada butir-butir merah (petechie) kurang
20 pada diameter 2,5 inchi.
3. Tes serologi (darah filter) : ini diambil sebanyak 3 kali dengan memakai
kertas saring (filter paper) yang pertama diambil pada waktu pasien
masuk rumah sakit, kedua diambil pada waktu akan pulang dan ketiga
diambil 1-3 mg setelah pengambilan yang kedua. Kertas ini disimpan
pada suhu kamar sampai menunggu saat pengiriman.
4. Isolasi virus: bahan pemeriksaan adalah darah penderita atau jaringan
jaringan untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedang untuk
penderita yang meninggal melalui autopay. Hal ini jarang dikerjakan.
G. Penatalaksanaan

Untuk penderita tersangka DF / DHF sebaiknya dirawat dikamar yang


bebas nyamuk (berkelambu) untuk membatasi penyebaran. Perawatan kita
berikan sesuai dengan masalah yang ada pada penderita sesuai dengan beratnya
penyakit.

1. Derajat I: terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan


elektrolit karena adanya muntah, anorexsia. Gangguan rasa nyaman
karena demam, nyeri epigastrium, dan perputaran bola mata. Perawat:
istirahat baring, makanan lunak (bila belum ada nafsu makan
dianjurkan minum yang banyak 1500-2000cc/hari), diberi kompres
dingin, memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan perdarahan,
diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit, pemberian obat-obat antipiretik
dan antibiotik bila dikuatirkan akan terjadi infeksi sekunder

13
2. Derajat II: peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan
hemaesis.Perawat: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang
tampon sementara, bila penderita sadar boleh diberi makan dalam
bentuk lemak tetapi bila terjadi hematemesis harus dipuaskan dulu,
mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi, bila
perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin
membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk, pengobatan
diberikan sesuai dengan intruksi dokter, perhatikan teknik-teknik
pemasangan infus, jangan menambah pendarahan, tetap diobservasi
keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan pendarahannya, semua kejadian
dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan memburuk segera
lapor dokter.

3. Derajat III: terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung


menurun, penderita mengalami pre shock/ shock. Perawatan:
mengatur posisi tidur penderita, tidurkan dengan posisi terlentang
denan kepala extensi, membuka jalan nafas dengan cara pakaian yang
ketat dilonggarkan, bila ada lender dibersihkan dari mulut dan hidung,
beri oksigen, diawasi terus-meneris dan jangan ditinggal pergi, kalau
pendarahan banyak (Hb turun) mungkin berikan transfusi atas izin
dokter, bila penderita tidak sadar diatur selang selin perhatian
kebersihan kulit juga pakaian bersih dan kering.

14
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :

1. Menggunakan insektisida

Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam


berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara
penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan.
Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam
sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air
bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 %
per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida

Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan tempat


penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur
nyamuk lamanya 7-10 hari), menutup tempat penampungan air
rapat-rapat, membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol
pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

H. Manajemen Transfusi

Tidak ada perawatan khusus untuk demam dengue.Orang yang berbeda


memerlukan perawatan yang berbeda pula, bergantung pada gejala mereka.
Sebagian dari mereka dapat membaik hanya dengan meminum banyak cairan
di rumah, kemudian profesional pelayanan kesehatan akan memastikan
keadaan kesehatan mereka telah membaik. Sedangkan sebagian orang
memerlukan cairan infus dan transfusi darah.Profesional pelayanan kesehatan
dapat menentukan untuk merujuk pasien ke rumah sakit jika pasien
mengalami tanda-tanda peringatan serius, khususnya jika pasien tersebut telah
mengalami kondisi kesehatan kronis.

15
Apabila orang-orang yang terinfeksi memerlukan cairan melalui infus,
mereka biasanya memerlukan infus hanya selama satu atau dua hari.
Profesional pelayanan kesehatan akan meningkatkan jumlah cairan yang
diberikan sehingga pasien tersebut memberikan volume tertentu urin (0,5–1
ml/kg/jam). Cairan infus juga ditambah hingga hematokrit (jumlah iron di
dalam darah) pasien dan tanda-tanda vital pasien kembali normal. Karena
risiko perdarahan, profesional pelayanan kesehatan mencoba untuk tidak
menggunakan prosedur medis invasif seperti intubasi nasogastrik
(memasukkan tube melalui hidung pasien ke dalam perut), injeksi
intramuskular (menyuntikkan obat ke dalam otot), dan suntikan arteri
(memasukkan jarum ke dalam arteri).Asetaminofen (Tylenol) dapat diberikan
untuk demam dan nyeri. Jenis obat anti-peradangan yang dinamakan obat
anti-inflamasi nonsteroid (OAINS atau NSAID) (seperti ibuprofen dan aspirin)
tidak boleh digunakan karena obat tersebut dapat memperbesar risiko
perdarahan.Transfusi darah harus dimulai lebih awal jika tanda-tanda vital
pasien berubah atau tidak normal, dan jika jumlah sel darah merahnya
menurun. Jika transfusi diperlukan, pasien harus diberi darah utuh (darah
yang belum dipisah-pisahkan) atau dikemas dalam kantung darah dalam
bentuk sel darah merah. Platelet (dipisahkan dari darah utuh) dan plasma
segar yang dibekukan biasanya tidak dianjurkan.

Jika seorang pasien dalam masa pemulihan dari dengue, dia biasanya
tidak akan diberi cairan infus lagi sehingga pasien tidak mengalami kelebihan
cairan.Jika kelebihan cairan terjadi, namun tanda-tanda vitalnya masih stabil
(tidak berubah), maka ini menjadi alasan yang cukup untuk menghentikan
pemberian cairan. Jika pasien tidak lagi berada dalam masa kritis, pasien bisa
diberikan diuretik furosemide (Lasix). Ini dapat membantu mengeluarkan
cairan berlebih dari sirkulasi darah pasien.

16
I. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,


verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua
tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan
data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan
data.

Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus pengkajian yang


harus dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:

1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi
sebelumnya, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi.
2. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
3. Eliminasi
Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume
urin,rasa terbakar.
Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.
4. Pencernaan
5. Tanda: mual-mual, muntah.

17
J. Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan menurut NANDA (Herdman, 2010):

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)


2. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit (D.0077)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, anoreksi (D.0019)
4. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma (D.0023)
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah
baring (D.0054)
6. Resiko syok berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
(D.0039)
7. Resiko perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
(D.0012)
K. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut NIC dan NOC (Judith, 2009) :

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh


pasien dapat berkurang/ teratasi.

Kriteria hasil: Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman, Suhu


36,80C-37,50C, Tekanan darah 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/mnt,
Nadi 60-100 x/mnt.

Intervensi:

a. Kaji saat timbulnya demam, rasionalnya untuk mengidentifikasi


pola demam pasien.

b. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam,


rasionalnya tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.

18
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya
peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.

d. Berikan kompres hangat, rasionalnya dengan vasodilatasi dapat


meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.

e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal,


rasionalnya pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh

f. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program


dokter, rasionalnya pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tinggi

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit (D.0077)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien


dapat berkurang dan menghilang.

Kriteria hasil: Pasien mengatakan nyerinya hilang, nyeri berada pada skala
0-3, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,80C-37,50C, respirasi 16-24
x/mnt, nadi 60-100 x/mnt (Judith, 2009).

Intervensi:

a. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi), rasional


mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi.

b. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan


kenyamanan, rasionalnya lingkungan yang nyaman akan membantu
proses relaksasi.

c. Berikan aktifitas hiburan yang tepat, rasional memfokuskan kembali


perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.

19
d. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, rasional keluarga akan
membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.

e. Ajarkan pasien teknik relaksasi, rasionalnya relaksasi akan


memindahkan rasa nyeri ke hal lain

f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik,


rasionalnya memberikan penurunan nyeri.

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, anoreksi (D.0019)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat
teratasi.

Kriteria hasil: Mencerna jumlah kalori dan nutrisi yang tepat, menunjukkan
tingkat energi biasanya, berat badan stabil atau bertambah

Intervensi:

a. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien, rasional


mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.

b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional
mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.

c. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, rasionalnya


mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya)

d. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai


dengan program diit, rasionalnya jika makanan yang disukai pasien
dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang

20
e. Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
sesuai indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya;
Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi
pasien

f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual,


rasionalnya pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual
sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.

4. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding


plasma (D.0023)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil: TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt,


Turgor kulit baik, Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit
dalam batas normal (Judith, 2009).

Intervensi:

a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital,


rasionalnya hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan
takikardi.

b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul, rasionalnya


pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan
asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.

c. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya, rasionalnya merupakan


indicator dari dehidrasi.

d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran


mukosa, rasionalnya demam dengan kulit kemerahan, kering
menunjukkan dehidrasi.

21
e. Pantau masukan dan pengeluaran cairan, rasionalnya memberi
perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program
pengobatan.

f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari


dalam batas yang dapat ditoleransi jantung, rasionalnya
mempertahankan volume sirkulasi.

g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung, rasionalnya


kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga
kekurangan cairan dan elektrolit.

h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,


nadi tidak teratur, rasionalnya pemberian cairan untuk perbaikan yang
cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan

i. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K), rasionalnya
mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan
cairan.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah


baring (D.0054)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


pasien dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal.

Kriteria hasil: Pergerakan pasien bertambah luas, Pasien dapat


melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,
berjalan), Rasa nyeri berkurang, Pasien dapat memenuhi kebutuhan
sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan (Judith, 2009).

22
Intervensi:

a. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki


pasien,rasionalnya mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki
pasien.

b. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas, rasionlanya


pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan

c. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas


bawah sesui kemampuan, rasionalnya melatih otot – otot kaki
sehingga berfungsi dengan baik

d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya, rasionalnya agar


kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesic),


rasionalnya analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

6. Resiko syok berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh (D.0039)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi


syok hipovolemik.

Kriteria hasil : TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt,


Turgor kulit baik, Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit
dalam batas normal (Judith, 2009).

23
Intervensi:

a. Monitor keadaan umum pasien, rasionalna memantau kondisi pasien


selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan
sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam, rasionalnya tandatanda


vital normal menandakan keadaan umum baik

c. Monitor tanda perdarahan, rasionalnya perdarahan cepat diketahui dan


dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.

d. Cek haemoglobin, hematokrit, trombosit, rasionalnya untuk


mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien
sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

e. Berikan transfusi sesuai program dokter, rasionalnya untuk


menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.

f. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik, rasionalnya untuk


mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.

7. Resiko perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia


(D.0012)

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi


perdarahan.

Kriteria hasil: Tekanan darah 120/80 mmHg, Trombosit 150.000-400.000


(Judith, 2009).

24
Intervensi:

a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis,


rasionalnya penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.

b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat, rasionalnya aktivitas pasien


yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.

c. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih
lanjut, rasionalnya membantu pasien mendapatkan penanganan
sedini mungkin.

d. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya, rasionalnya


memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang
diberikan.

DENGUE SHOCK SYNDROME

A. Pengertian

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi


kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok.
SSD adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan
penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. Syok
biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai
hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh
ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian
kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.

25
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan kegawatan klinis yang perlu
segera diterapi dengan pemberian cairan yang tepat. Kelainan patofisiologi
utama pada DSS adalah peningkatan permeabilitas vaskuler dan kebocoran
plasma dari pembuluh darah. Dengan pemberian cairan yang adekuat dan
cepat DSS akan cepat reversibel dan dapat dicegah berbagai komplikasi yang
mungkin terjadi misalnya disseminated intravascular coagulation. Angka
kematian DSS masih cukup tinggi, keadaan ini disebabkan karena sering
terlambatnya penderita datang ke rumah sakit sehingga sudah dalam keadaan
syok yang lama atau didapatkan manifestasi klinis lain misalnya perdarahan
gastrointestinal.

B. Etiologi

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam


Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus..

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor


yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya .

26
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.

3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka


ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan
terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe
tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan
pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta.

27
C. Patofisiologi

Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi


antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system
komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida
tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai
akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding
pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan
hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan pada
rongga serosa.

Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat


berkurang sampai kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Renjatan hipovolemia ini bila tidak ditangani segera akan berakibat anoksia
jaringan,asidosis metabolic sehingga terjadi pergeseran ion kalsium dari
intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh penurunan kontraksi
otot jantung dan venous pooling sehingga lebih memperberat kondisi
renjatan/shock. Selain itu kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat
saluran pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak diatasi secara adekuat.

Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:

1. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa


demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.

2. Gangguan fungsi trombosit.

3. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial,masa protrombin


memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa
thrombin normal, beberapa factor pembekuan menurun termasuk
factor ,V,VII,IX,X,dan fibrinogen.

28
4. DIC /Desiminata Intravakuler Coagulasi

Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma,namun apabila penyakit memburuk sehingga
terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka renjatan akan mempercepat
kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC
salig mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang
disertai perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan
kematian.

D. Manifestasi Klinis

Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik


yang meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam
berdarah dengue termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam
dengue biasanya tidak menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala
sisa. Sebaliknya, DHF merupakan penyakit demam akut yang mempunyai
ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung pada
usia, status imun penjamu, dan strain virus. Berikut ini adalah bagan
manifestasi infeksi virus dengue: Infeksi virus dengue Asimtomatik
Simtomatik Demam yang tak Demam dengue Demam berdarah jelas
penyebabnya dengue (sindrom virus) (kebocoran plasma) Tanpa Dengan
Perdarahan perdarahan DBD tanpa DBD dengan syok syok (SSD) Demam
dengue Demam Berdarah. Sindrom Syok Dengue memiliki kriteria yaitu
seluruh kriteria DBD disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi :

1. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :


a. peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
b. penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan
yang adekuat
c. efusi pleura, asites, hipoproteinemi

29
2. Penurunan kesadaran, gelisah
3. Nadi cepat, lemah
4. Hipotensi
5. Tekanan nadi < 20 mmHg
6. Perfusi perifer menurun
7. Kulit dingin-lembab

DERAJA
GEJALA & TANDA LABORATORIUM
T

Demam 2-7 hari Leukopenia

DD Disertai > 2 tanda : sakit kepala, Trombositopeni


nyeri retro-orbital, mialgia,
atralgia Kebocoran Plasma (-)

DB Gejala di atas (+)


I Trombositopeni
D Disertai uji bendung positif (<100.000/ul)
Serolog
DB Gejala di atas (+) i
II
D Disertai perdarahan spontan Dengue
Kebocoran Plasma
Positif
DB Gejala di atas (+) (+) :

D III Disertai tanda kegagalan Peningkatan Ht > 20


DSS sirkulasi %

Penurunan Ht > 20 %
DB Syok berat disertai dengan
D setelah pemberian
IV tekanan darah dan nadi yang
cairan yang adekuat.
DSS tidak terukur

30
E. Komplikasi dan pemeriksaan penunjang

Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan


pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites,
ensefalopati dengue, kegagalan jantung dan sepsis.

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar


hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan
apus darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau menurun Mulai hari ke-3 dapat
ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma
biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit
umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk
menentukan kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20%
kadar hematokrit awal.

Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi


spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari
ke-3 sampai ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90
hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari
ke-2 pada infeksi sekunder. Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT
dapat meningkat. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.
Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan
PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik
dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.

31
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu


kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi
resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD
bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi
pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.

Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit


cairan sebanyak 5%. Terapi awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan
dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam setelah pemberian cairan.
Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan darah dan
produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan,
dosis dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam
24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan
tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik menjadi
10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5
ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok
(+) masuk ke protokol syok.

32
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok
hipovolemia pada SSD. Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu
evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila renjatan telah teratasi jumlah cairan
dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit keadaan tetap
stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 – 120 menit
kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48
jam, hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
extravasasi terjadi (ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa
terjadi hipervolemi, edema paru dan gagal jantung.

33
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan
pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan
kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini terhadap kemungkinan syok
berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses patogenesis penyakit masih
berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah
setelah 1 jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.

34
35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari
tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati. Demam
Dengue berdarah adalah penyakit yang bermanifestasi perdarahan dikulit
berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni.Dengue Syok
Sindrom adalah penyakit DHF yang mengalami kesadaran menurun atau
renjatan.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia
dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya
dapat ditularkan melalui nyamuk.
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.Selain itu viremia
menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang
menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari
dua tipe yaitu data subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan
mereka dan data obyektif yaitu pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh
pengumpulan data.

36
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi
kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau
syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal. Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun,
antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7.
Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi
antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya system
komplemen C3 dan C5 yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida
tersebut sebagai histamine tubuh yang merupakan mediator kuat terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak sebagai
akiba terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding
pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga
menyebabkan hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan
efusi cairan pada rongga serosa.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan
pernafasan akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites,
ensefalopati dengue, kegagalan jantung dan sepsis.
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu
kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari
segi resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya
pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD)
diperlukan perawatan intensif.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswa
dapat mengetahui mengenai penyakit DBD dan DSS dari pengertian
hingga asuhan keperawatan yang di berikan. Semoga pembaca tidak hanya
puas dengan isi makalah ini, namun lebih banyak mencari sumber-sumber
lain untuk selanjutnya lebih baik lagi.

37
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/31753/2/05._BAB_II.pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/a96c726a15ad91180c42eb
b45a1ebb30.pdf

dokterpost.com/dengue-shock-syndrome/

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16000/6.BAB%20II.pdf?s
equence=6&isAllowed=y

Sri Rezeki HH, Sugeng Sugijanto, Suharyono Wurhadi, Thomas Suroso (eds).
Tata Laksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Dirjen P2M & PLP,
Depkes RI; 1999.

Parwati Setiono Basuki. Prognosis dan rehabitasi Sindroma Syok Dengue dalam
2nd Symposium Life Support & Critical Care on Trauma % Emergency Patients;
2002: 52-113.

Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.


Departemen Kesehatan RI. 2005

Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of
Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009

Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier
Health Sciences. 2008.

https://www.academia.edu/27581540/DENGUE_SHOCK_SYNDROME

38

Anda mungkin juga menyukai