Anda di halaman 1dari 32

SMF Bagian Ilmu Penyakit Mata REFERAT

RSUD Prof.DR. W. Z. Johannes Kupang MEI 2019


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

GLAUCOMA AKUT

Disusun Oleh

Bahy H. M. Agustinus, S.Ked (1408010061)

Pembimbing :

dr.Eunike Cahyaningsih, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES

KUPANG

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai oleh
meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
pengecilan lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan
terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi
(penggaungan/cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan
penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi
pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di Indonesia, glaukoma diderita oleh
3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada
usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir
separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di dalam mata. Sembilan
puluh persen (90%) penderita dengan tekanan yang tinggi tidak menderita glaukoma,
sedangkan sepertiga dari penderita glaukoma memiliki tekanan normal.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),
Glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), Glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (Glaukoma pada bayi).
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara
mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum.
Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat
terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat dicegah
dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal
schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran descement
disebut garis schwalbe.
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris
anterior.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju
ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skle-
ralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan
pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan
trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada
darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula
dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar.

II. HUMOR AKUEUS


Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang
mengisi kamera anterior dan posterior mata.
3
a. Komposisi humor akueus
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan
posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan lensa.
Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang bervariasi diurnal,
adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi
humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat, dan laktatyang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Tekanan intraokular normal rata-rata yakni 15 mmHg pada dewasa, dimana lebih tinggi
daripada rata-rata tekanan jaringan pada organ lain di dalam tubuh. Tekanan yang tinggi ini
penting dalam proses penglihatan dan membantu untuk memastikan :
- Kurvatura dari permukaan kornea tetap halus dan seragam
- Jarak konstan antara kornea, lensa dan retina
- Keseragaman barisan fotoreseptor di retina dan epitel berpigmen di memran Bruch’s
dimana normalnya rapi dan halus
b. Pembentukan dan Aliran Humor Akueus
Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera
okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran
diferensial komponen – komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal
schlemn menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera
dan episklera juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung
cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang
dinamakan aqueus veins.

4
Gambar 2.1 Fisiologi Sirkulasi Humor Akueus

Humor akueus akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur, yakni :
- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow kemudian
akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan dikumpulkan melalui 20-
30 saluran radial ke plexus vena episcleral (sistem konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoscleral yang menerima sekitar 15% outflow,
dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena

5
Gambar 2.3 Jalur Aliran Humor Akueus

III. GLAUKOMA
1. Definisi
Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda dengan
tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik adanya kelainan pada
nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang yang spesifik. Penyakit ini sering
tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Stadium akhir dari
glaukoma adalah kebutaan.
2. Epidemiologi
Terdapat 70 juta orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan 7 juta
menjadi buta karena penyakit tersebut. Glaukoma merupakan penyakit kedua tersering
yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah diabetes mellitus. Dimana
15-20% kebutaan mengalami kehilangan pandangan sebagai hasil dari glaukoma. Di
negara Jerman, sebagai contohnya kurang lebih 10% dari populasi diatas usia 40 tahun
mengalami peningkatan tekanan intraokular. Kurang lebih 10% pasien yang menemui
dokter spesialis mata menderita glaukoma. Pada populasi di negara Jerman, 8 juta
penduduk memiliki risiko untuk berkembangnya glaukoma, dimana pada 800.000 orang
glaikoma tersebut telah berkembang, dan 80.000 menghadapi kenyataan adanya risiko
untuk menjadi buta apabila glaukoma tidak terdiagnosis dan tidak diobati pada saat itu. Di
Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia
dan kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen.

6
3. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan
oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar ataupun berkurangnya
pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor akueus,
hambatan terhadap aliran akueous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara
ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini
lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor akueus.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang
sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang
pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
4. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1. Tekanan darah rendah atau tinggi
2. Fenomena autoimun
3. Degenerasi primer sel ganglion
4. Usia di atas 45 tahun
5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
6. Miopia atau hipermetropia
7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua usia, makin berat
3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

7
5. Klasifikasi
Berdasarkan dari patofisiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Glaukoma

a. Glaukoma primer sudut terbuka


Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.
Gambaran klinis dari glaukoma primer sudut terbuka, yaitu progresifitas gejalanya
berjalan perlahan dan lambat sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya, serta gejalanya
samar seperti: sakit kepala ringan tajam penglihatan tetap normal; hanya perasaan pedas atau
kelilipan saja; tekanan intra okuler terus -menerus meningkat hingga merusak saraf
penglihatan.

8
Gambar 2.5 Glaukoma Primer Sudut Terbuka

b. Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti : tajam penglihatan kurang
(kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata berair, kornea suram karena edema,
bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dan tidak bereaksi terhadap sinar, diskus
optikus terlihat merah dan bengkak, tekanan intra okuler meningkat hingga terjadi
kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea, melihat halo (pelangi di
sekitar objek), nyeri hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah.

Gambar 2.6 Glaukoma Primer Sudut Tertutup

c. Glaukoma kongenital (juvenil)


Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan
gejala klinis adanya mata berair berlebihan, peningkatan diameter kornea
(buftalmos), kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membran
descemet, fotofobia, peningkatan tekanan intraokular, peningkatan kedalaman
kamera anterior, pencekungan diskus optikus.

9
6. Pemeriksaan penunjang
- Iluminasi oblik dari COA
COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada
mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat
diiluminasi. Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik
sebagian ataupun seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat
diiluminasi.

Gambar 2.7 Pemeriksaan Kedalaman COA

- Slit Lamp
Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan dari
kornea. COA yang memiliki kedalam kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada
bagian sentral disertai kedalam bagian perifer kurang dari ketebalan kornea
memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk
evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA dengan pemeriksaan
slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit dipilih. Cahaya harus
mengenai mata pada sudut penglihatan yang sempit dari garis cahaya
pemeriksa. Alat untuk imaging dari segmen anterior telah tersedia (Visante
OCT, Zeiss) menyediakan gambaran tomografi dari COA dan ukurannya.

10
Gambar 2.8 Evaluasi Kedalaman COA dengan Slit Lamp

- Gonioskopi
Sudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan secra
langsung pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan beberapa kondisi:
 Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
 Sudut tertutup : glaukoma sufut tertutup
 Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut
tertutup
 Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh
disebabkan neovaskularisasi pada rubeosis iridis.
 Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen
pada jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka
Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk
respektif dari glaukoma.

11
Gambar 2.10 Gonioskopi
- Pengukuran Tekanan Intraokular
 Palpasi Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan
pemeriksaan awal yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan
intraokular. Jika pemeriksa dapat memasukkan bola mata dimana pada
saat palpasi berfluktuasi, tekanan kurang dari 20 mmHg. Bola mata yang
tidak berpegas tetapi keras seperti batu merupakan tanda tekanannya
sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut sudut tertutup).

Gambar 2.9 Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi

12
 Tonometri Schiotz
Pemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat diindentasi
pada posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan intraokular, semakin
dalam pin tonometri yang masuk dan semakin besar jarak dari jarum
bergerak. Tonometri indentasi sering memberikan hasil yang tidak tepat.
Sebagai contohnya kekakuan dari sklera berkurang pada mata miop
dimana akan menyebabkan pin dari tonometer masuk lebih dalam. Oleh
karena itu tonometri indentasi telah digantikan oleh tonometri applanasi.

Gambar 2.11 Pemeriksaan Tonometri Schiotz

 Tonometri Applanasi
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk
mengukur tekanan intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan
pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pada posisi pasien duduk
dalam beberapa detik (metode Goldmann’s). Atau posisi supine ( metode
Draeger’s). Tonometer dengan ujung yang datar memiliki diameter 3.06
mm untuk applanasi pada kornea diatas area yang sesuai (7,35 mm) .
Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari sklera yang merupakan
sumber dari kesalahan .

13
Gambar 2.12 Pemeriksaan Tonometri Applanasi Goldmann

 Tonometri pneumatik non kontak


Tonometer elektronik menembakkan udara 3ms secara langsung ke
kornea. Tonometer merekam defleksi dari kornea dan mengkalkulasi
tekanan intraokular.
Keuntungan : tidak memerlukan penggunaan anestesi topikal,
pengukuran tanpa kontak mengurangi risiko infeksi (dapat dilakukan
pengukuran pada keadaan konjungtivitis).
Kerugian : kalibrasi sulit, pengukuran yang tepat hanya dapat dilakukan
diantara tekanan yang rendah dan sedang, tidak bisa digunakan bila
terdapat skar pada kornea, pemeriksaan tidak nyaman untuk pasien,
aliran udara besar, peralatan lebih mahal dibandingkan tonometer
applanasi.
 Kurva Pengukaran tekanan 24 jam
Pengukuran dilakukan untuk menganalisis fluktuasi dari tekanan
sepanjang 24 jam pada pasien dengan suspek glaukoma. Pengukuran
single dapat tidak representativ. Hanya kurva 24 jam yang menyediakan

14
informasi yang tepat mengenai tingkat tekanan. Tekanan intaokular
berfluktuasi pada gambaran ritmis. Anga tertinggi seringnya timbul pada
malam hari atau awal pagi hari. Pada pasien normal, fluktuasi dari
tekanan intraokular jarang melebihi 4-6 mmHg. Tekanan diukur pada
pukul 06.00 pagi hari dan pukul 06.00 sore hari, 09.00 malam hari dan
tengah malam. Kurva tekanan 24 jam dari pasien rawat jalan tanpa
pengukuran waktu malam hari dan awal pagi hari hasilnya kurang
tepat.

Gambar 2.13 Kurva Tekanan 24 Jam

 Tonometric self-examination
Perkembangan terbaru memungkinkan pasien untuk mengukur tekanan
intraokular sendiri di rumah dimana serupa dengan pengukuran gula
darah dan tekanan darah sendiri. Tonometer pasien memungkinkan
untuk memperoleh kurva tekanan 24 jam dari beberapa kali pemeriksaan
pada kondisi yang normal setiap hari. Tonometr pasien dapat diresepkan
untuk pasien yang sesuai (seperti pasien dengan meningkatnya risiko
glaukoma akut). Bagaimanapun juga pengggunaan alat memerlukan
kemampuan khusus. Pasien dengan gangguan pada pemakaian tetes mata
merupakan petimbangan yang tepat untuk tidak mencoba menggunakan
tonometer pasien. Pasien muda dan memiliki motivasi yang baik
merupakan kandidat yang baik untuk tonometric self-examination.

15
Gambar 2.14 Tonometer self-examination

 Partner Tonometry
Tonometer portable peneumatic non contact telah tersedia dan sesuai
untuk tonometri di rumah. Hal yang perlu dilakukan adalah
menyejajarkan tonometer dengan partner dan pengukurannya sendiri
tidak tergantung pada pemeriksa. Hasilnya dapat dipercaya. Kekurangan
dari alat ini alah harganya yang mahal.

Gambar 2.15 Partner Tonometry

 Oftalmoskop
Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada keadaan
peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optic cup menjadi
membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Pemeriksaan
stereoskopik dari diskus optikus melalui slit lamp biomicroscope dicoba
dengan lensa kontak memberikan gambaran 3 dimensi. Optic cup dapat
diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus opticus
memurapakan “glaucoma memory”. Evaluasi struktur ini akan

16
memberikan informasi pada pemeriksa keruasakan akibat glaukoma
terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut.
Optic cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optic cup besar
yang normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan
pada mata dengan glaukoma.
Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, opticus cup dan
pinggiran neuroretinal (jaringan vital diskus optikus) dapat diukur
dengan planimetri pada gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.

Gambar 2.16 Diskus Optikus Normal

Perubahan glaukomatosa pada nervus opticus, glaukoma menimbulkan


perubahan tipikal pada bentuk dari opticus cup. Kerusakan progresiv dari
serabut saraf, jaringan fibrosa dan vaskular, serta jaringan glial akan
diobservasi. Atrofi jaringan ini akan menyebabkan peningkatan pada
ukuran dari optic cup dan wrna diskus optikus menjadi pucat. Perubahan
progresif dari diskus optikus pada glaukoma berhubungan dekat dengan
peningkatan defek dari lapang pandang.

Gambar 2. 17 Lesi Glaukomatosa pada Nervus Opticus

17
 Tes Lapang Pandang
Deteksi glaukoma sedini mungkin memerlukan dokumentasi gangguan
lapang pandang pada stadium sedini mungkin. Seperti telah diketahui
bahwa gangguan lapang pandang pada glaukoma bermanifestasi pada
awalnya di daerah lapang pandang superior paracental nasal atau
jarangnya pada lapang pandang inferior, dimana skotoma relatif nantinya
akan berkembang menjadi skotoma absolut. Gangguan lapangan
pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30° lapang pandang bagian
tengah. Kelainan pandang pada glaucoma yaitu terjadinya pelebaran
blind spot dan perubahan scotoma menjadi byerrum, kemudian jadi
arcuata dan berakhir dengan pembentukan ring, serta terdapatnya seidel
sign
Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk
membedakan cahaya)pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik
dalam mendeteksi gangguan lapang pandang stadium awal.

Gambar 2. 18 Tes Lapang Pandang

- Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan.


Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes
bersujud (prone test). Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum
dilakukan adalah tes kamar gelap (karena pupil akan midriasis dan pada
sudut bilik mata yang sempit, ini akan menyebabkan tertutupnya sudut

18
bilik mata). Caranya adalah ukur TIO awal, kemudian pasien masuk
kamar gelap selama 60-90 menit. Ukur segera TIO nya. Kenaikan ³8
mmHg, tes provokasi (+)

7. Pengobatan
Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor akueus
dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan intra
okuler.

Gambar 2.19 Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma

Supresi pembentukan humor akueus


Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain.
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%
dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi
utama pemakaian obt-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-terutama asma-
dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor β1-dan afinitas

19
keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan rasa lelah dapat
timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan
humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada
pembentukan humor akueus.
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid- digunakan untuk
glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan
per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500
mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat
anhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi penggunaan obat-obat ini
untuk terapi jangka panjang.
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.
Fasilitasi aliran keluar humor akueus
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-
6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol
0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan
obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium
bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Perhatian: obat-
obat antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan selama
anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini juga
menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan terutama pada pasien katarak dan spasme akomodatif yang mungkin
mengganggu pada pasien muda.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor akueus. Terdapat sejumlah
20
efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek, endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.efek samping intraokular yang dapat
tejadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.
Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan
produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur sari lemon
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada penderita diabetes harus
berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.
Miotik, midriatik dan siklopegik
Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Terapi bedah dan laser

Iridektomi dan iridotomi perifer


Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah, terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah
mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi

21
menimbulkan kesulitan intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi
pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.
Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena
efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi
tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat
diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Gambar 2.20 Argon Laser Trabeculoplasty

Bedah drainase galukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness (misalnya
sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan epikslera. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien

22
berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma
atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi ajuvan dengan
antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko
kegagaln bleb.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon terhadap trabekulektomi. Pasien dari
kelompok terakhir adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma
neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis dan glaukoma setelah tindakan tandur
kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif
bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati glaukoma kongenital
primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.
Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan mempertimbangkan tindakan
destruksi korpous siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium:YAG termalmode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah
posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang
diciptakan energi laser argon yang diberikan secara trasnpupilar dan transvitreal langsung ke
prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi.

23
GLAUKOMA AKUT

I. DEFINISI
Merupakan suatu episode akut dari meningkatnya tekanan intra okular yang terjadi
hingga beberapa kali dikarenakan adanya sumbatan pada pengaliran humor akueous secara
tiba-tiba. Produksi dari humor akueous dan tahanan dari trabekular sendiri normal.

II. Epidemiologi
Insidensi pada populasi berusia diatas 60 tahun adalah 1 : 1000. Insidensi pada wanita
tiga kali lipat dibandingkan pada pria. Ras eskimo lebih sering terkena penyakit ini
dibandingkan golongan ras yang lainnya, adapun juga penyakit ini jarang mengenai ras
negro.

III. Etiologi
Secara anatomis, adanya predisposisi pada mata dengan COA yang dangkal, relatif
berpengaruh terhadap kesukaran aliran dari humor akueus melewati pupil. Blokade pada
pupil meningkatkan tekanan pada COP. Tekanan ini menyenbabkan iris ke anterior ke arah
trabekular, menimbulkan blokade pada aliran humor akueous secara mendadak (sudut
tertutup). Serangan glaukoma secara tipikal mengenai satu mata (unilateral) dikarenakan
pelebaran dari pupil baik dalam keadaan sekeliling yang gelap dan atau di bawah pengaruh
stress emosional. Situasi yang tipikal yakni film misteri malam hari di televisi, penggunaan
obat-obatan midriatika, obat psikotropik sistemik juga dapat memicu serangan glaukoma.

IV. Faktor Predisposisi


Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :
1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin berat
hipermetropnya makin dangkal bilik mata depannya.
2. Tumbuhnya lensa, menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih dangkal. Pada
umur 25 tahun, dalamnya bilik mata depan rata-rata 3,6 mm, sedangkan pada
umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya bilik mata depannya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal bilik mata depan.
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa jadi lebih dekat ke iris, sehingga
aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan tehambat,
24
inilah yang disebut dengan hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan medorong iris ke depan.
Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit, adanya dorongan ini
menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga cairan bilik mata tidak
dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma sudut tertutup.

V. Patofisiologi
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan
seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang disebut dengan
“dangerous angle”).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka luas,
perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depan tidak tertutup
dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar antara
glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka keadaan
ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut tertutup tidak
diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan
glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik
mata depan tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma
sudut tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai dengan sedikit
gejala. Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal
dengan glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja, terutama pada
mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan terjadinya
blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata
belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler di bilik
mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah juga, ini
dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan trabekuler, dan

25
menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika tekanan intraokuler meningkat secara
drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan
letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.

VI. Gejala
Gejala Pada onset yang akut didapatkan adanya nyeri yang hebat. Peningkatan
tekanan intra okular berpengaruh terhadap saraf korneal (N. Opthalmicus atau cabang
pertama dari N.trigeminus) untuk menyebabkan timbulnya nyeri yang tumpul. Dimana nyeri
ini dapat menjalar ke pelipis, kepala bagian belakang, dan rahang melalui tiga cabang dari
N.trigeminus dimana dapat menutupi asalnya yakni dari okular.
Mual dan muntah. Terjadi dikarenakan iritasi pada N.vagus dan dapat menstimulasi
gangguan pada abdomen. Gejala umum seperti nyeri kepala, mual dan muntah dapat
mendominasi dimana nantinya pasien tidak dapat menyadari adanya gejala lokal.
Ketajaman penglihatan berkurang. Pasien menyadari adanya pandangan gelap dan
adanya halo di sekeliling cahaya pada mata yang terkena. Gejala-gejala ini disebabkan karena
edem dari epitel kornea akibat dari peningkatan tekanan.
Gejala prodromal Pasien mengatakan adanya episode transien dari pandangan yang
kabur atau adanya halo yang berwarna disekeliling cahaya sebelum timbulnya serangan.
Gejala prodromal ini dapat tidak disadari atau dinaggap tidak penting oleh pasien pada
episode yang ringan dimana mata akan kembali normal. Identifikasi awal dari pasien risiko
tinggi dengan COA yang dangkal dan penemuan pada gonioskopi merupakan hal yang
penting karena kerusakan pada struktur dari sudut dapat terjadi lebih lanjut sebelum
timbulnya gejala klinis.
Sindrom menyeluruh dari glaukoma akut tidak selalu timbul. Penurunan dari visus
dapat tidak disadari jika mata lainnya memiliki visis yang normal. Persepsi subjektif dari
pasien terhadap nyeri sangatlah bervariasi.

VII. Dasar Diagnosis


Diagnosis ditegakan atas dasar tiga gejala dasar yakni :
 Mata merah unilateral dengan injeksi konjungtiva atau silier
 Pupil yang dilatasi
 Bola mata keras pada palpasi
Penemuan lainnya :
26
 Kornea pudar dan berkabut dengan edem epitel
 COA dangkal atau kolaps secara komplit. Hal ini jelas terlihat saat mata diiluminasi
dengan sumber cahaya yang difokuskan pada sisi lateral dan pada pemeriksaan slit
lamp. Inspeksi dari COA yang dangkal akan sulit. Permukaan dari iris secara detail
akan terlihat dan iris akan tampak pudar.
 Fundus akan digelapkan oleh karena opasifikasi dari epitel kornea. Saat fundus dapat
divisualisasi karena gejala telah mereda dan kornea jernih, perubahan pada diskus
optikus akan bervariasi dari diskus optikus yang normal hingga nervus optikus yang
hiperemia. Pada kasus lebih lanjut, kongesti vena akan timbul. Arteri sentralis dari
retina akan tetlihat berdenyut pada diskus optikus sehingga darah hanya dapat masuk
ke mata selama fase sistolik dikarenakan tekanan intraokular yang tinggi.
 Visus akan menurun hingga persepsi dari pergerakan tangan.

Gambar 3.1 Gambaran Serangan Akut Glaukoma

VIII. Diagnosis Banding


Misdiagnosis dapat terjadi karena banyaknya variasi dari gejala yang dapat
menstimulasi penyakit lainnya.
 Gejala umum seperti nyeri kepala, muntah dan mual sering mendominasi dan dapat
dengan mudah terdiagnosis sebagai appendicitis atau tumor otak

27
 Pada iritis dan iridisiklitis, mata juga merah dan iris tampak pudar. Selain itu tekanan
intraokular memiliki tendensi untuk menurun dibandingkan meningkat

IX. Pengobatan
Serangan akut glaukoma merupakan suatu kegawat daruratan dan pasien memerlukan
tindakan segera dari dokter spesialis mata. Penyebab dasar dari gangguan ini memerlukan
prosedur pembedahan, meskipun terapi inisial berupa konservatif.
Therapi Medikal
Tujuan dari therapi konservatif adalah :
 Menurunkan tekanan intraokular
 Membuat kornea menjadi jernih (penting untuk pembedahan selamjutnya)
 Meredakan nyeri

Bagan 3.1 Penurunan Tekanan Intraokular

Prinsip Therapi Medikal pada Glaukoma primer sudut tertutup


 Penurunan osmotik pada volume dari vitreous dilakukan melalui larutan hiperosmotik
sistemik (gliserin oral 1-1,5 gram/kgBB atau mannitol intravena 1-2 gram/kgBB)
 Penurunan produksi humor akueus dengan carbonic anhidrase inhibitor (acetazolamide IV
250-500 gram/kgBB). Kedua langkah dilakukan pada therapi inisial untuk mengurangi
tekanan intraokular hingga dibawah 50-60 mmHg
 Iris ditarik dari sudut COA dengan pemberian obat miotika topikal. Tetes mata Pilocarpine
1% diberikan setiap 15 menit dan konsentrasi ditingkatkan hingga 4%. Obat miotika
bukan pilihan utama dikarenakan otot sphincter pupillae iskemik pada tekanan 40-50
mmHdan tidak akan berespon terhadap obat miotika. Miotika juga membuat serat zonula
menjadi rilex, dimana menyebabkan lensa berpindah ke anterior, selanjutnya akan
mengkompresi COA. Hal ini membuat therapi inisial dengan obat hiperosmotik menjadi
penting untuk mengurangi volume dari vitreous.
 Terapi simptomatik dengan analgesik, antiemetik, dan sedatif dapat diberikan jika
diperlukan

28
Indentasi Mekanik dari Kornea
Indentasi yang simpel dan berulang dari sentral kornea dengan pengait otot atau batang kaca
sekitar 15-30 detik menekan humor akueus ke perifer dari sudut COA, dimana membuka
sudut. Jika manipulasi ini berhasil untuk membuat trabekular tetap terbuka dalam beberapa
menit, hal ini memungkinkan humor akueus untuk mengalir dan mengurangi tekanan
intraokular. Hal ini meningkatkan respon terhadap pilocarpine dan membantu kornea menjadi
jernih.

Tindakan Pembedahan (shunt antara COA dan COP)


Saat kornea jernih, penyebab dasar dari gangguan diobati dengan pembedahan yakni melalui
pembuatan shunt antara COA dan COP .
Neodymium:yttrium–aluminum–garnet laser iridotomy (nonincisional procedure)
Nd:YAG laser dapat digunakan untuk menciptakan lubang pada perifer iris (iridotomy)
dengan lisis jaringan tanpa harus membuka bola mata. Operasi dapat dilakukan dengan
topikal anestesi.

Gambar 3.2 Etiologi dan Therapi Glaukoma Akut Sudut Tertutup

29
Gambar 3.3 Nd:YAG laser Iridotomy
Peripheral iridectomy (incisional procedure) Dimana kornea masih bengkak dengan edem
pada iris dan iris sangat tebal, prosefur terbuka dilakukan untuk membuat suatu shunt. Incisi
limbal dilakukan pada posisi arah jam 12 dan pasien diberikan anestesi topikal atau general .
Iridektomi perifer sekarang ini jarang dilakukan.

X. Profilaksis
Saat pasien mengeluhkan gejala prodromal yang jelas dan sudut dati COA tampak
konstriksi, profilaksis yang paling aman adalah dengan melakukan Nd:YAG laser iridotomy
atau peripheral iridectomy. Jika satu mata telah mengalami serangan akut, mata lainnya harus
di lakukan tindakan inisial dengan pilocarpine 1% tiap 4-6 jam untuk meminimalisir risiko
serangan glaukoma. Mata kedua nantinya dilakukan Nd:YAG laser untuk mencegah
glaukoma setelah tindakan pembedahan pada mata pertama stabil.

XI. Prognosis
Seseorang dapat menghilangakn adanya blokade pada pupil dan tekanan intaokular
yang menurun pada serangan inisial dengan obat-obatan dan pencegahan pertmanen dengan
pembedahan. Glaukoma akut sudut tertutup yang rekuren atau glaukoma sudut tertutup yang
berlangsung lebih dari 48 jam dapat menimbulkan sinekhia perifer antara iris dan trabekula.
Kasus ini tidak dapat dilakukan Nd:YAG laser iridotomy atau iridectomy dan sudut tertutup
dapat terus berlangsung meskipun dilakukan pembedahan. Operasi filtrasi diindikasikan pada
kasus ini.

30
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda dengan


tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik adanya kelainan pada
nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang yang spesifik. Penyakit ini sering
tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Stadium akhir dari
glaukoma adalah kebutaan.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),
glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi).
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat aliran
humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri
hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi
menjadi akut, subakut, kronik, dan iris plateau.
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani
dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma
sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Tetapi
bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intra okuler sesegera mungkin

31
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology: 2005-2006. Acute Primary Angle Closure


Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, section 10, , page 122-126
2. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. 2002. Ophtalmology. Philadelphia :Elsevier
Saunders.
3. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. New York: Thieme Stuttgart..
4. Ilyas, Sidartha, dkk. , 2002. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, hal 212-217
5. Lang, GK. 2006. Glaucoma In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd edition .
Germany. 239-277
6. Khaw PT, Elkington AR. 2005. AC Of Eyes. Edisi ke-4. London: BMJ Book
7. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9Jakarta : EMS
8. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Glaukoma. dalam : Oftalmologi
Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, , hal : 220-232
9. www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/...glaukoma.pdf
(diakses tanggal 2 Mei 2019)
10. Art ini W, Gondowiardjo TD, Affandi E. The role of sequential treatment of
paracentesis followed by laser iridotomy in acute primary angle clousure disease in
Indonesia eyes. Asian Journal Ophthalmology. August. 2011.(13):
11. Pabst R, Putz R. Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck, Upper Limb. 22nd
ed. Elsevier Inc; 2013. 136-139 p.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan Penglihatan sebagai Masalah
Kesehatan [Internet]. Kemenkes. 2010. Available from: www.depkes.go.id

32

Anda mungkin juga menyukai