Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL, ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Gambaran umum penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien pengguna transtibial

prosthesis di klinik APOC Boyolali dalam kurun waktu Januari 2016 - Desember

2017 yang berada di wilayah Karasidenan Surakarta dan sekitarnya yang

berjumlah 17 orang. Dengan kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : (1)

Subyek berusia 20 - 60 tahun. (2) Subyek menggunakan unilateral transtibial

prosthesis (3) Subyek minimal memiliki nilai kekuatan otot stump 3 (4) tidak

memiliki gangguan keseimbangan (5) Subyek bersedia melakukan prosedur

penelitian (6) memberikan persetujuan untuk didata dalam penelitian. Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah : (1) Usia kurang dari 20 (2) Kontraktur

sendi (3) Kelemahan otot (4) Subyek menggunakan billateral prosthesis (5)

mengalami nyeri pada ujung stump (6) Subyek tidak berkenan mengikuti prosedur

penelitian.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kecepatan berjalan

pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna transtibial

prosthesis single axis foot. Dalam pengukuran kecepatan berjalan pasien yang

menggunakan jenis foot yang telah ditentukan dan memenuhi kriteria inklusi

dilakukan pengukuran kecepatan berjalan yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu

sepanjang 6 meter menggunakan stopwatch dan meteran berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Pujakesuma (2015).

39
40

Hasil penelitian ini akan menjelaskan mengenai perbedaan kecepatan berjalan

pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna transtibial

prosthesis single axis foot. Dari hasil penelitian ini akan dijelaskan karakteristik

responden, variabel dan uji hipotesis dalam menjawab rumusan masalah.

a. Karakteristik responden

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai

karakteristik responden untuk mengetahui gambaran umum tentang responden

yang dijadikan sampel dalam penelitian. Karakteristik responden ini meliputi jenis

kelamin, umur , pekerjaan dan jenis foot. Jumlah responden dalam penelitian ini

yang memenuhi kriteria yaitu 15 orang.

Tabel 4.1 Data Responden Penelitian

Nama Jenis Usia Pekerjaan Jenis foot Waktu


Kelamin tempuh
R1 P 34 Ibu Rumah tangga Single Axis 0,87
R2 L 44 Atlet Single Axis 0,91
R3 P 27 Atlet Single Axis 0,89
R4 L 24 Pelajar Single Axis 0,79
R5 P 27 Ibu Rumah Tangga Single Axis 0,50
R6 L 37 Sawasta Single Axis 0,70
R7 L 45 Wiraswasta Single Axis 0,85
R8 P 23 Pelajar SACH Foot 0,65
R9 P 22 Pelajar SACH Foot 0,69
R10 L 47 Buruh SACH Foot 0,61
R11 L 60 Wiraswasta SACH Foot 0,62
R12 L 33 Swasta SACH Foot 0,50
R13 L 60 Wiraswasta SACH Foot 0,63
R14 L 56 Wiraswasta SACH Foot 0,45
R15 L 49 Wiraswasta SACH Foot 0,51
41

1) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa responden tidak hanya

berasal dari satu gender. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


Prempuan 5 33,3
Laki-Laki 10 66,7
Total 15 100
Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin dari 15

responden yang diteliti, terdapat 5 (33,3%) perempuan dan 10 (66,7 %) laki-laki.

Menurut Giriwijoyo (2007) perbedaan yang nyata antara wanita dan pria jelas

nampak dalam aspek anatomi. Perbedaan anatomi itulah yang menyebabkan kaum

pria secara umum lebih mampu melakukan kegiatan fisik yang memerlukan

kekuatan.

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa usia responden berkisar

antara 21 tahun sampai 60 tahun. Dapat dilihat dari tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase


21-30 5 33,3
31-40 3 20,0
41-50 4 26,7
51-60 3 20,0
Total 15 100
Sumber : Data primer diolah, 2018
42

Dari hasil table distribusi frekuensi berdasarkan umur dari 15 responden yang

diteliti, terdapat 5(33,3%) usia 21-30 tahun, 3(20,0%) usia 31-40 tahun, 4(26,7%)

usia 41-50 tahun , dan 3(20,0%) usia 51-60 tahun. menurut Miller (2003) dalam

Pujakesuma (2015) salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan berjalan

adalah usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi

keseimbangannya juga. Sehingga, keseimbangan berjalan pada orang muda lebih

bagus dibandingkan pada usia tua.

3) Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa tingkat pekerjaan

responden bermacam - macam. Dapat dilihat dari tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase


Ibu Rumah Tangga 2 13,3
Wiraswasta 5 33,3
Swasta 2 13,3
Atlet 2 13,3
Pelajar 3 20,0
Buruh 1 6,7
Total 15 100
Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil table distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pekerjaan

dari 15 responden yang diteliti, terdapat 2(13,3%) Ibu Rumah Tangga, 5(33,3%)

Wiraswasta, 2(13,3%) Pekerja Swasta, 2(13,3%) Atlet, 3(20,0%) Pelajar, dan

1(6,7%) Buruh. . Dari berbagai aktifitas sampel yang ada ini dapat berpengaruh

pada saat berjalan, karena sudah terpola dari aktifitas yang dilakukan sehari-hari.
43

Moeloek (1984:12) menyatakan bahwa, “Peningkatan yang diperoleh dari latihan

fisik dapat dilihat antara lain berupa peningkatan kemampuan gerak, tidak cepat

merasa lelah, peningkatan keterampilan (skill) dan sebagainya.”

4) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Foot

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa terdapat dua jenis foot yang

digunakan responden. Dapat dilihat dari tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Foot

Jenis Foot Frekuensi Persentase


Single Axis Foot 7 46,7
SACH Foot 8 53,3
Total 15 100
Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil table distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis foot yang

digunakan dari 15 responden yang diteliti, terdapat 7(46,7%) single axis foot, dan

8(53,3%) SACH foot. Penggunaan komponen foot prosthesis yang semakin

canggih dapat membantu pola berjalan mendekati tungkai normal, dengan ini

diharapkan lebih bisa membantu pasien untuk mempermudah melakukan aktivitas

sehari-hari sehingga memiliki kepercayaan diri yang lebih baik lagi dan

meningkatkan kualitas hidup dari pasien tersebut.

B. Analisa Data

Analisa data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kecepatan berjalan

pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna transtibial

prosthesis single axis foot yaitu menggunakan uji Indepandent Sample T-Test

apabila data berdistribusi normal dan menggunakan Mann Withney apabila data
44

berdistribusi tidak normal. Variabel bebas adalah SACH foot dan Single Axis Foot

sedangkan variabel terikatnya adalah kecepatan berjalan yang mempunyai skala

data Rasio. Uji komparatif ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan berjalan

antara kelompok X1 (pengguna transtibial prosthesis sach foot) dengan kelompok

X2 (pengguna transtibial prosthesis single axis foot).

Pengujian hipotesis dilakukan agar dapat diketahui kesesuaian antara

hipotesis yang telah dirumuskan dengan hasil data yang di dapat dari penelitian.

Untuk menguji hipotesis tersebut dapat digunakan bantuan program perhitungan

SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.

a. Uji prasyarat

Uji prasyarat dalam penelitian ini untuk menentukan uji hipotesis. Uji

prasyarat yang dibutuhkan untuk menentukan uji hipotesis yaitu uji normalitas.

Jika jumlah data lebih dari 50 maka digunakan kolmogorov-smirnov dan shapiro-

wilk apabila data kurang dari 50. Apabila distribusi data normal maka

menggunakan uji parametrik dan jika data tidak normal menggunakan uji non

parametrik. Dasar pengambilan kesimpulan berdasarkan pada nilai p > 0,05.

1) Uji Normalitas Data Shapiro Wilk

Uji normalitas data menggunakan Shapiro Wilk karena jumlah sampel 15 (<

50), uji normalitas ini dimaksudkan untuk mengetahui sebaran data dari kecepatan

berjalan pengguna transtibial prosthesis sach foot dengan single axis foot.

Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan diperoleh waktu tempuh dengan nilai

significancy 0,256. Yang artinya nilai p >0,05. Karena hasil dari uji normalitas
45

memiliki sebaran data yang normal maka menggunakan uji parametrik yaitu uji

independent sample T-test.

a. Uji hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kecepatan berjalan

pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna transtibial

prosthesis single axis foot yaitu menggunakan uji Indepandent Sample T-Test. Uji

Indepandent Sample T-Test ini dimaksudkan untuk menguji perbedaan kecepatan

berjalan antara kelompok X1 (pengguna transtibial prosthesis sach foot) dengan

kelompok X2 (pengguna transtibial prosthesis single axis foot). Uji perbedaan

dapat dilihat dari tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.6 Uji Hipotesis

Kelompok Rata-rata Selisih Rata-rata Sig

Single Axis Foot 0,787


0,18 0,009
SACH Foot 0,607

Sumber : Data primer diolah, 2018

Dari hasil table di atas diketahui bahwa nilai significancy 0,009 (p <0,05)

yang berarti terdapat perbedaan kecepatan berjalan antara single axis foot dengan

SACH foot. Selain dilihat dari nilai significancy dapat dilihat juga dari nilai rata-

rata waktu tempuh masing-masing kelompok yaitu single axis foot (0,787) dan

SACH foot (0,607) dengan selisiih sebesar 0,18 atau ada peningkatan sebesar

18%. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan kecepatan berjalan

antara kedua kelompok.


46

C. Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kecepatan berjalan

antara pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna transtibial

prosthesis single axis foot. Dengan mempertimbangkan jenis kelamin, umur

,pekerjaan, dan jenis foot yang digunakan sehingga dapat melihat perbedaan

perbedaan kecepatan berjalan antara pengguna transtibial prosthesis SACH foot

dengan pengguna transtibial prosthesis single axis foot sehingga bisa

menentukan jenis foot mana yang lebih baik digunakan pada pengguna Transtibial

prosthesis.

1. Hasil analisa data karakteristik responden terhadap perbedaan kecepatan

berjalan antara pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan

pengguna transtibial prosthesis single axis foot.

a. Jenis Kelamin

Dari hasil analisa data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

didapatkan hasil bahwa saat tes kecepatan berjalan pada subyek laki-laki dan

perempuan yang menggunakan transtibial prosthesis tidak terlalu terdapat

perbedaan kecepatan yang terlalu tinggi diantara keduanya. Perbedaan rata-rata

antara kecepatan laki-laki dan perempuan ini bisa dilihat dari nilai mean laki-laki

sebesar 0,754 m/s sedangkan mean untuk perempuan sebesar 0,720 m/s. Melihat

hasil dari mean yang didapat antara laki-laki dan perempuan diatas bisa dilihat

bahwa hasil tersebut sesuai dengan pendapat Giriwijoyo (2007) perbedaan yang

nyata antara wanita dan pria jelas nampak dalam aspek anatomi. Perbedaan

anatomi itulah yang menyebabkan kaum pria secara umum lebih mampu
47

melakukan kegiatan fisik yang memerlukan kekuatan. Kekuatan otot adalah faktor

utama yang menentukan seberapa baik seorang untuk bisa bergerak dengan cepat.

Laki-laki pada umumnya memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan

dengan perempuan sehingga laki-laki menghasilkan kekuatan dan kecepatan yang

lebih baik dibandingkan dengan perempuan. Dengan melihat hasil mean dan teori

dari ahli dapat disimpulkan bahwa laki-laki memiliki kecepatan berjalan yang

lebih baik daripada perempuan.

b. Usia

Dilihat dari usia subjek penelitian memiliki rentang usia dikisaran 21- 60

tahun . menurut Miller (2003) dalam Pujakesuma (2015) salah satu faktor yang

mempengaruhi kecepatan berjalan adalah usia, Semakin bertambahnya usia

seseorang akan mempengaruhi keseimbangannya juga. Sehingga, keseimbangan

berjalan pada orang muda lebih bagus dibandingkan pada usia tua. Dari hasil table

distribusi frekuensi berdasarkan umur dari 15 responden yang diteliti, terdapat

5(33,3%) usia 21-30 tahun, 3(20,0%) usia 31-40 tahun, 4(26,7%) usia 41-50 tahun

, dan 3(20,0%) usia 51-60 tahun. Dari hasil sebaran data tersebut nilai rata-rata

usia 21-30 tahun memiliki nilai mean kecepatan yang lebih bagus dibandingkan

dengan usia diatasnya yaitu 0.744 m/s, karena semakin bertambahnya usia

semakin berkurangnya kebugaran fisik dan keseimbangan sehingga

mempengaruhi kecepatan berjalan seseorang halini senada dengan pernyataan

menurut doewes (2002) kecepatan berjalan normal juga dipengaruhi beberapa

faktor antara lain : (1) panajang tungkai , orang yang memiliki tungkai panjang

akan lebih jauh jangkauan langkahnya dibandingkan dengan yang tungkainya


48

lebih pendek, (2) keseimbangan, apabila mengalami gangguan keseimbangan

maka akan berpengaruh terhadap kecepatan berjalan, (3) kekuatan otot, orang

yang mengalami penurunan kekuatan otot dalam berjalan akan mengalami

penurunan dalam kecepatan berjalan.

c. Pekerjaan

Pekerjaan atau aktifitas sehari-hari yang dilakukan subjek juga berpengaruh

dalam kecepatan berjalan nya, karena sudah terpola dari aktifitas yang dilakukan

sehari-hari. Dari hasil table distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat

pekerjaan dari 15 responden yang diteliti, terdapat 2(13,3%) Ibu Rumah Tangga,

5(33,3%) Wiraswasta, 2(13,3%) Pekerja Swasta, 2(13,3%) Atlet, 3(20,0%)

Pelajar, dan 1(6,7%) Buruh. Atlet memiliki nilai mean kecepatan yang lebih tinggi

disbanding jenis pekerjaan lainnya yaitu 0.900 m/s . Hasil ini didukung oleh

Moeloek (1984:12) menyatakan bahwa, “Peningkatan yang diperoleh dari latihan

fisik dapat dilihat antara lain berupa peningkatan kemampuan gerak, tidak cepat

merasa lelah, peningkatan keterampilan (skill) dan sebagainya.” Semakin

seseorang sering terlatih atau melakukan kegiatan yang melatih otot-otot tubuhnya

maka orang tersebut memiliki kecepatan yang lebih baik dibandingkan dengan

orang yang jarang melatih otot tubuhnya . Karena otot-otot tungkai yang berperan

besar dalam berjalan yaitu otot plantar fleksor pergelangan kaki yang berkerja

untuk mendorong kaki sehingga menimbulkan gaya dorong kedepan sedangkan

otot-otot pada ekstensor lutut berperan sebagai stabilisasi pada saat menumpu

faktor biomekanik berfungsi untuk stabilisasi pergerakan sendi dalam kecepatan


49

berjalan. Stabilisasi mempengaruhi dalam kecepatan jalan, persendian dan

biomekanik pada otot memiliki efek langsung terhadap kecepatan berjalan.

d. Jenis foot Prosthesis yang digunakan

Jenis Komponen foot Prosthesis juga mempengaruhi kecepatan seseorang

yang menggunakan Transtibial prosthesis selain tiga faktor diatas , karena

semakin canggih teknologi yang digunakan dalam suatu komponen foot prosthesis

yang digunakan akan mampu mendekati kemampuan dan karakteristik foot

normal. Dilihat dari perbandingan nilai mean antara kecepatan berjalan antara

single axis foot dan Sach foot menunjukan hasil bahwa single axis foot memiliki

mean nilai kecepatan lebih baik yaitu 0,787 m/s dibanding sach foot yang hanya

0,607 m/s. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari

Macfarlane et al (1991) berjudul “Perception of Walking Difficulty by Below-

Knee Amputees Using a Conventional Foot Versus the Flex-Foot”. Dapat

diketahui bahwa penggunaan flex foot pada transtibial prosthesis dapat

meningkatkan kecepatan berjalan dan menurunkan konsumsi energi jika

dibandingkan dengan penggunaan conventional foot. Dengan penggunaan

komponen single axis foot diharapkan lebih bisa membantu pasien untuk

mempermudah melakukan aktivitas sehari-hari sehingga memiliki kepercayaan

diri yang lebih baik lagi dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien tersebut.
50

2. Hasil analisis hipotesis data penelitian perbedaan kecepatan berjalan

antara pengguna transtibial prosthesis SACH foot dengan pengguna

transtibial prosthesis single axis foot.

Penelitian yang dilakukan pada bulan Januari - Februari 2018 di klinik APOC

Boyolali dengan pengguna transtibial prosthesis yang berada di wilayah

Karasidenan Surakarta dan sekitarnya berjumlah 17 orang. Dengan kriteria inklusi

pada penelitian ini : (1) Subyek berusia 20 - 60 tahun. (2) Subyek menggunakan

unilateral transtibial prosthesis (3) Subyek minimal memiliki nilai kekuatan otot

stump 3 (4) tidak memiliki gangguan keseimbangan (5) Subyek bersedia

melakukan prosedur penelitian (6) memberikan persetujuan untuk didata dalam

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : (1) Usia kurang dari 20

(2) Kontraktur sendi (3) Kelemahan otot (4) Subyek menggunakan billateral

prosthesis (5) mengalami nyeri pada ujung stump (6) Subyek tidak berkenan

mengikuti prosedur penelitian. Dan pengguna transtibial prosthesis yang

memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 orang.

Hasil analisis data penelitian menunjukkan perolehan nilai p value = 0,009 (p

<0,05). Nilai t (uji beda) 3,273, Dengan nilai rata-rata kecepatan berjalan 0,607

(SACH foot ) dan 0,787 (single axis foot) . Hal tersebut menunjukan bahwa

terdapat perbedaan kecepatan berjalan antara pengguna transtibial prosthesis

SACH foot dengan single axis foot. Dilihat dari hasil nilai rata-rata waktu tempuh

jenis foot, dapat dikatakan bahwa pengguna transtibial prosthesis single axis foot

memiliki tingkat kecepatan berjalan yang lebih cepat dibandingkan dengan

pengguna transtibial prosthesis SACH foot.


51

Dari 15 sampel , 5 diantaranya yaitu prempuan dan 10 orang laki-laki.

Selanjutnya sampel digolongkan menjadi 2 kelompok, kelompok yang memakai

jenis foot SACH foot (8 Orang) dan single axis foot (7 orang). Dari perbedaan

jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan

berjalan. Menurut Giriwijoyo (2007) perbedaan yang nyata antara wanita dan pria

jelas Nampak dalam aspek anatomi. Perbedaan anatomi itulah yang menyebabkan

kaum pria secara umum lebih mampu melakukan kegiatan fisik yang memerlukan

kekuatan.

Usia dari 15 sampel berbeda-beda, mulai dari usia 21 tahun hingga 60 tahun.

Berdasarkan data yang didapatkan dari usia ke 15 sampel yang di kelompokkan

dalam dua kelompok yaitu kelompok SACH foot memiliki usia tertinggi 60 tahun

sedangkan pada kelompok single axis foot memiliki usia tertinggi 45 tahun. Dari

perbedaan usia ini dapat berpengaruh pada saat berjalan. menurut Miller (2003)

dalam Pujakesuma (2015) salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan

berjalan adalah usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan mempengaruhi

keseimbangannya juga. Sehingga, keseimbangan berjalan pada orang muda lebih

bagus dibandingkan pada usia tua.

Aktifitas pekerjaan dari 15 sampel berbeda-beda, mulai dari ibu rumah

tangga, wiraswasta, pekerja swasta, atlet, pelajar, hingga buruh. Dari berbagai

aktifitas sampel yang ada ini dapat berpengaruh pada saat berjalan, karena sudah

terpola dari aktifitas yang dilakukan sehari-hari. Berdasarkan hasil data yang di

dapatkan dari aktifitas pekerjaan yang waktu tempuhnya paling cepat yaitu atlet,

karena dilihat dari aktivitas tentunya seorang atlet sering olahraga yang dapat
52

meningkatan kebugaran jasmasni dan membuat otot-otot nya menjadi lebih kuat

dibandingkan dengan aktifitas perkerjaan yang lain. Sesuai dengan teori

Setiawan, 1991. Atlet yang memiliki kualitas fisik yang baik maka kualitas gerak

atau keterampilan motoriknya cenderung baik pula. Selanjutnya Moeloek

(1984:12) menyatakan bahwa, “Peningkatan yang diperoleh dari latihan fisik

dapat dilihat antara lain berupa peningkatan kemampuan gerak, tidak cepat merasa

lelah, peningkatan keterampilan (skill) dan sebagainya.”

Sesuai dengan teori Rippati, 2012. bahwa Single axis foot merupakan jenis

foot yang memiliki axis yang sesuai untuk kondisi amputasi transtibial. Sendi

pada pergelangan kaki terbuat dari logam, meniru gerak pergelangan kaki,

meskipun tidak dapat melakukan gerak inversi atau eversi, tetapi dapat melakukan

gerak plantarfleksi dan dorsifleksi. Plantar fleksi Bumper dapat meredam

goncangan akibat gerak tumit, jari-jari elastis memungkinkan gerakan mendorong,

dan dengan adanya gerakan pada pergelangan kaki memungkinkan perputaran/roll

over menjadi mudah pada saat melakukan fase berjalan heel strike-toe off. Dari

hasil analisa data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan berjalan dari 7

orang pengguna single axis sebesar 0,787 m/s.

Sedangkan, menurut Puteri, 2016. SACH (solid ankle cushion heel ) foot

merupakan salah satu jenis komponen foot yang tidak memiliki pergerakan pada

ankle. SACH (solid ankle cushion heel) foot adalah salah satu assembly non

artikulasi. Bahan yang biasa dipakai untuk sumbu (axis) adalah kayu atau

aluminium dengan bagian tumit dilapisi karet spons. Pergerakan yang dapat

dilakukan oleh assembly ini sangat minimal (Primawati, 2010). Sehingga gerakan
53

yang dihasilkan pada saat berjalan lebih lambat dibandingkan dengan single axis

foot sesuai dengan teori diatas. Dari hasil analisis data di atas menunjukan bahwa

rata-rata kecepatan berjalan dari 8 orang pengguna SACH foot sebesar 0,602 m/s.

Didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Macfarlane et al (1991)

berjudul “Perception of Walking Difficulty by Below-Knee Amputees Using a

Conventional Foot Versus the Flex-Foot”. Didapatkan hasil bahwa penggunaan

flex foot pada transtibial prosthesis dapat meningkatkan kecepatan berjalan dan

menurunkan konsumsi energi jika dibandingkan dengan penggunaan conventional

foot.

Maka dapat disimpulkan bahwa dengan komponen Single Axis foot pada

transtibial prosthesis dapat meningkatkan kecepatan berjalan pada pengguna

prosthesis. Hal ini disebabkan karena Single axis foot merupakan jenis foot yang

memiliki axis yang sesuai untuk kondisi amputasi transtibial. Sendi pada

pergelangan kaki terbuat dari logam, meniru gerak pergelangan kaki plantarfleksi

dan dorsifleksi. Plantar fleksi Bumper dapat meredam goncangan akibat gerak

tumit, jari-jari elastis memungkinkan gerakan mendorong, dan dengan adanya

gerakan pada pergelangan kaki memungkinkan perputaran/roll over menjadi

mudah pada saat melakukan fase berjalan heel strike-toe off. Selain dari faktor

design pada komponen single axis foot terdapat faktor lain yang bisa membantu

kecepatan berjalan dengan single axis foot bisa lebih cepat yaitu dipengaruhi oleh

beberapa faktor internal dari pengguna prosthesis sendiri yaitu : (1) panjang stump

pasien karena dengan memiliki panjang stump yang lebih panjang akan

memberikan keseimbangan yang lebih baikdibandingkan dengan yang memiliki


54

stump lebih pendek, (2) Jenis Kelamin bisa berpengaruh terhadap kecepatan

berjalan karena bisa dilihat bahwa laki-laki apabila dibanding dengan perempuan

laki-laki memiliki masa otot yang lebih besar dibanding dengan perempuan dan

ini berpengaruh terhadap kecepatan berjalan, (3) Usia menjadi salah satu faktor

bisa mempengaruhi kescepatan seorang berjalan dengan menggunakan prosthesis

,karena dengan seiringnya bertambah usia maka kemapuan fisik tubuh juga

semakin lama akan semarkin menurun sehingga berdampak terhadap kemampuan

tubuh dan juga berdampak terhadap keseimbangan sehingga mempengaruhi

kemampuan kecepatan berjalan seseorang.(4) Pekerjaan atau aktivitas sehari-hari

yang dilakukan oleh subjek juga mempengaruhi kecepatan berjalan karena level

atau tingkat kegiatan sehari-hari setiap orang berbeda. Orang yang memiliki

aktivitas fisik yang tinggi pasti memiliki kondisi fisik yang lebih baik karena

setiap hari melakukan kegiatan yang melatih otot-otot mereka sehingga memiliki

kemampuan fisik yang lebih bagus apabila dibandinkan dengan orang yang

memiliki aktivitas fisik yang lebih ringan. Melihat dari berbagai uraian diatas bisa

dilihat bahwa single axis foot memang memiliki design dan teknologi yang

membuat seorang pengguna transtibial prothesis berjalan lebih cepat tetapi juga

harus didukung oleh beberapa faktor lain seperti panjang stump ,kekuatan otot,

usia ,dan jenis kelamin. Apabila seseorang memiliki kondisi stump dan otot yang

bagus dengan usia masih produktif maka dengan menggunakan sinle axis foot ini

akan lebih mampu meningkatkan kecepatan berjalan dan membantu

mempermudah dan mempercepat kemampuan mobilitasnya yang berdampak


55

terhadap kondisi psikologis nya sehingga membuat nya lebih percaya diri dan

menerima kondisi fisiknya dan lebih optimis dalam menjaani kehidupan.

D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian

Adapun keterbatasan dan kelemahan penelitian yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian ini adalah (1) Keterbatasan waktu dalam penelitian serta

terbatasnya subyek yang memenuhi kriteria inklusi. (2) Frekuensi jenis kelamin

subyek tidak berimbang. (3) Umur subyek dalam rentang yang cukup tinggi

mempengaruhi kecepatan berjalan subyek. (4) Tingkat aktifitas dan jenis

pekerjaan subyek yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai