Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan
meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan
dengan pleositosis cairan serebrospinalis (CSS). Meningitis dapat terjadi
akut, subakut atau kronis tergantung etiologi dan pengobatan awal yang
tepat. Meningitis akut terjadi dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari, yang disebabkan oleh bakteri, virus, non infeksi. Meningitis akut pada
anak dirawat di rumah sakit secara rutin dan diberikan antibiotik spektrum
luas sambil menunggu hasil kultur karena sulit membedakan meningitis
bakterial dengan meningitis aseptik. Meningitis akut pada anak umumnya
merupakan meningitis aseptik dan tidak memerlukan pengobatan spesifik,
namun 6-18% kasus meningitis akut merupakan meningitis bakterial.
Meningitis bakterial merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP)
yang paling berat dan sering serta masih menjadi masalah kesehatan di
dunia. Angka kematian mencapai 25% di negara maju dan lebih tinggi lagi
di negara berkembang walaupun telah ada terapi antimikroba dan
perawatan intensif yang canggih. Meningitis bakterial terutama menyerang
anak usia <2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan.
Insidens meningitis bakterial di negara maju sudah menurun sebagai akibat
keberhasilan imunisasi Hib dan pneumokokus. Kasus meningitis bakterial
diperkirakan 1-2 juta setiap tahun dan 135.000 meninggal dan menjadi
salah satu dari 10 penyakit infeksi yang menyebabkan kematian di dunia
serta 30-50% akan mengalami sekuele neurologis. Di Indonesia, kasus
tersangka meningitis bakterial sekitar 158/100.000 per tahun dan
menduduki urutan ke-9 dari 10 pola penyakit di 8 rumah sakit pendidikan.
Istilah meningitis aseptik digunakan untuk semua jenis radang
meningen otak yang tidak disebabkan oleh bakteri yang memproduksi pus.

1
Meskipun virus adalah penyebab utama, banyak etiologi yang lain baik
infeksi dan non infeksi yang dapat menyebabkan meningitis aseptik.
Meningitis aseptik tidak identik dengan meningitis viral meskipun
keduanya sering digunakan secara bergantian. Meningitis aseptik adalah
salah satu penyebab peradangan meningen yang banyak ditemukan, dapat
terjadi pada semua usia meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak.
Kejadian meningitis aseptik di Amerika Serikat dilaporkan 11 per 100.000
orang/tahun, dibandingkan dengan 8,6/100.000 pada meningitis bakterial.
Meningitis aseptik menyebabkan 26.000-42.000 pasien rawat inap setiap
tahun di Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan pada anak-anak di
Singapura ditemukan kejadian meningitis aseptik sekitar 37 kasus per
10.000 pasien yang dirawat di rumah sakit.
Meningitis bakterial memerlukan penanganan dan terapi segera
namun meningitis akut pada anak umumnya merupakan meningitis aseptik
dan tidak memerlukan pengobatan spesifik. Setiap anak dengan gejala
klinis meningitis akut diberikan antibiotik sampai hasil kultur tersedia,
kira-kira 48 sampai 72 jam kemudian karena sulit membedakan antara
meningitis bakterial dan meningitis aseptik pada awal perjalanan
penyakitnya, sehingga angka rawat inap menjadi meningkat, efek samping
penggunaan antibiotik, infeksi nosokomial dan biaya pengobatan yang
tinggi.
Pasien yang dicurigai meningitis akut maka sampel darah harus
dikultur dan lumbal pungsi segera dilakukan untuk menentukan apakah
pemeriksaan CSS sesuai dengan meningitis bakterial. Pada beberapa
pasien, lumbal pungsi tidak dapat dilakukan segera misalnya masih
diragukan dengan massa intrakranial, adanya peningkatan tekanan
intrakranial dan CT (computerized tomography) scan kepala harus
dilakukan sebelum lumbal pungsi. Pada pasien dengan kondisi ini lumbal
pungsi ditunda dan memulai terapi antimikroba yang tepat karena

2
keterlambatan terapi meningkatkan morbiditas dan mortalitas, jika pasien
memang didiagnosis meningitis bakterial. Hasil kultur CSS dan
pewarnaaan gram CSS akan berkurang bila antibiotik telah diberikan
sebelum lumbal pungsi dilakukan dan analisis CSS (peningkatan jumlah
leukosit, konsentrasi glukosa berkurang, dan konsentrasi protein tinggi)
mungkin dapat memberikan bukti untuk diagnosis meningitis bakterial.
Di RS M. Djamil ditemukan sekitar 25% keluarga pasien yang
menolak dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi pada anak mereka yang
dicurigai meningitis bakterial, data diambil dari rekam medis Januari
sampai Juli 2015.
Beberapa peneliti mengidentifikasi prediktor meningitis bakterial
untuk membantu dokter memperkirakan risiko meningitis bakterial,
pemeriksaan lanjutan yang diperlukan dan kebutuhan antibiotik intravena.
Ada beberapa clinical decision rule memprediksi meningitis bakterial pada
anak seperti Lindquist, Freedman, Nigrovic, Bonsu, Oostenbrink. Beberapa
clinical decision rule memerlukan pemeriksaan CSS sehingga tidak dapat
digunakan untuk menentukan apakah lumbal pungsi diperlukan atau tidak,
dan beberapa clinical decision rule dengan model multivariate kompleks
sehingga memerlukan komputer.18 Clinical decision rule oleh Oostenbrink
menilai faktor risiko meningitis bakterial secara klinis pada anak sehingga
mudah dan sederhana yang dapat memutuskan tentang apakah lumbal
pungsi diperlukan atau pemberian antibiotik empiris.
Meningitis bakterial tidak ditemukan pada skor klinis Oostenbrink
<9,5 dan hampir semua anak dengan skor >20 adalah meningitis
bakterial.20,21 Penelitian terhadap 205 anak, tak satu pun dari anak dengan
skor kurang dari 9,5 poin didiagnosis akhir meningitis bakterial, 52% anak
dengan skor 9,5-20 didiagnosis meningitis bakterial dan 87% dengan skor
>20 didiagnosis meningitis bakterial.

3
Penelitian yang dilakukan Huy dkk terhadap 13 clinical decision
rule mendapatkan bahwa tidak satupun clinical decision rule yang
mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas >50%, dimana clinical
decision rule yang sempurna bila mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
antara 85-90%. Skor Nigrovic lebih baik diantara 12 skor lainnya yang
mempunyai sensitivitas 96,6% dan spesifisitas 53,3%. Skor Oostenbrink
mempunyai sensitivitas 86,1% dan spesifisitas 50%.
Clinical decision rule yang ideal dapat memberikan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui
sensitivitas dan spesifisitas dari clinical decision rule oleh Oostenbrink
untuk menegakkan diagnosis meningitis bakterial.
B. TUJUAN
1. untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sisitem perssarafan
2. untuk mengetahui definisi dari meningitis
3. untuk mengetahui klasifikasi meningitis
4. untuk mengetahui etiologi dari menginitis
5. untuk mengetahui manifestasi klinis dari meningitis
6. untuk mengetahui patofisiologi dari meningitis
7. untuk mengetahui pemeriksaan penujang dari meningitis
8. untuk mengetahui diganosa keperawatan tentang meningitis
9. untuk mengetahui penyimpangan KDM meningitis
10. untuk mengtahui penatlaksanaan dari meningitis

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI

4
Sistem saraf adalah sistem yang berfungsi untuk mengatur dan
mengkordinasikan seluruh aktivitas tubuh manusia. Bagian - bagian Sel Saraf
(Neuron) adalah sebagai berikut:
1. Badan Sel atau Perikarion, yaitu suatu neuron yang mengendalikan
metabolisme keseluruhan neuron serta berfungsi untuk menerima
impuls (ransangan) dari dendrit dan meneruskan ke Akson
(neurit). Bagian ini tersusun dari komponen berikut :
a. Satu nucleus tunggal, nucleolus yang menanjol dan organel lain
seperti kompleks golgi dan mitokondria, tetapi nucleus ini tidak
memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
b. Badan nissl, terdiri dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-
ribosom bebas serta berperan dalam sintesis protein.
c. Neurofibril, yaitu neurofilamen dan neurotubulus yang dapat
dilihat melalui mikroskop cahaya jika diberi pewarnaan dengan
perak.
2. Dendrit, adalah perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan
pendek, serta berfungsi dendrit berfungsi untuk menghantar impuls ke
sel tubuh. Permukaan dendrit penuh dengan Spina dendrit yang
dikhususkan untuk berhubungan dengan neuron lain.
3. Akson, adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih
panjang dari dendrit. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan
sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel
neuron yang menjadi asal akson. Akson memiliki bagian-bagian
spesifik. Bagian-bagian akson adalah sebagai berikut:
a. Neurofibril : Neurofibril adalah bagian terdalam dari akson,
berupa serabut-serabut halus. Bagian-bagian pada akson inilah
yang mempunya tugas pokok atau funsi yaitu untuk meneruskan
impuls

5
b. Selubung Mielin : Selubung mielin merupakan bagian yang
tersusun atas sel-sel pipih yang juga disebut dengan sel Schwann.
Selubung Mielin adalah bagian paling luar dari akson. Fungsi
Selubung Mielin adalah untuk melindungi akson. Selain dari itu,
selubung mielin memberikan nutrisi dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk mempertahankan kegiatan dari akson
c. Nodus Ranvier : Nodus ranvier adalah bagian akson yang
menyempit dan tidak dilapisi oleh selubung mielin. Bagian dari
akson ini tersusun dari sel-sel pipih. Dengan adanya bagian-bagian
ini, nodus ranvier terlihat seperti berbuku-buku. Fungsi nodus
ranvier adalah sebagai loncatan untuk mempercepat impuls saraf
ke otak atau sebaliknya.
d. Sel Schwann : Sel Schwann merupakan sel yang menjadi
pembungkus selubung mielin. Sel Schwann memiliki fungsi untuk
menghasilkan lemak berkali-kali hingga terbentuklah selubung
mielin. Fungsi dari sel schwann sendiri adalah untuk mempercepat
pergerakan rangsangan, membantu dalam menyediakan persediaan
makanan untuk akson dan juga membantu neurit dalam melakukan
regenerasi.

B. Susunan Sistem Saraf


Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan
sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

6
1. SSP (Sistem Saraf Pusat)
a. Otak
Otak (encephalon) adalah suatu masa jaringan saraf yang besar, lunak, dan
berada di dalam tulang tengkorak. Otak terdiri atas bagian kelabu dan
bagian putih. Bagian yang kelabu terdiri dari badan-badan sel saraf,
sedangkan yang berwarna putih mengandung sel-sel saraf yang membentuk
hubungan antara bagian otak yang satu dengan yang lain. otak dapat dibagi
menjadi :
1) Serebrum
Serebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak yang
masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan kranialis tengah.
Serebrum atau otak besar di bagian korteks serebri terdapat banyak
kumpulan sel-sel saraf sehingga membentuk substansi kelabu atau
ganglia basalis. Pada korteks tersebut tersusun lipatan-lipatan tak

7
teratur sehingga menambah luas permukaan serebrum. Sedang pada
bagian medula terdapat akson-akson yang diselaputi oleh myelin
sehingga membentuk substansi alba (putih) karena lemak myelin
tersebut.
2) Hemister Serebri
Hemister serebri adalah bagian otak terbesar, terdiri dari :
a) Korteks, lapisan luar yang terdiri dari sel saraf, tersusun dalam
lapisan tebal sekitar 2 mm dan mengandung sekitar 70% dari
semua neuron sistem saraf.
b) Serat saraf, berjalan dari dan ke sel-sel tersebut, menghubungkan
bagian-bagian otak dan menghubungkan otak dengan medula
spinalis.Talamus, ganglia basalis dan massa sel saraf lain di
dalam hemisfer serebri. Korpus kolosum adalah pita tebal serat
yang menghubungkan kedua hemisfer serebri, melalui struktur
ini informasi sensorik saling bertukar antara kedua hemisfer.
c) Permukaan hemisfer serebri ditandai dengan girus (rigi) dan
sulkus (fisura), sekitar empat per lima dari total korteks tidak
terlihat pada permukaan, tersembunyi di dalam sulkus. Bagian
luar hemisfer serebril disebut korteks serebril. Hemisfer serebril
dihubungkan melalui fisura longitudinalis oleh berkas akson,
yang salah satunya adalah korpus kalosum. Diansefalon
mencakup epitalamus, talamus, subtalamus dan hipotalamus.
3) Korteks serebri
Korteks serebri diatur secara horizontal berdasarkan fungsi dan secar
vertikal menjadi lapisan-lapisan. Korteks serebri adalah bagian otak
yang paling maju dan bertanggung jawab untuk memahami lingkungan
dan memulai pikiran dan perilaku yang berorientasi tujuan.Korteks
disebut substansia grisea (gray matter) karena lebih banyaknya badan
sel saraf dibandingkan dengan akson neuron yang cenderung tampak

8
putih. Bagian lain dari korteks serebri, yang disebut lobus,
melaksanakan fungsi yang berbeda. Beberapa bagian korteks serebri
sebagai area sensorik primer dan secara langsung menerima stimulus
sensorik yang datang.
4) Talamus
Talamus menerima semua informasi sensorik yang datang (kecuali bau)
dan secara berturut-turut menyampaikan informasi tersebut malalui
berbagai traktus aferen ke bagian lain korteks serebri. Talamus juga
merupakan bagian dari sistem aktivasi retikular ( reticular activating
system, RAS) suatu kelompok neuron yang luas yang penting dalam
membuat individu terjaga. Talamus menerima informasi nyeri dan
menyampaikan ke korteks serebri.
5) Hipotalamus
Hipotalamus membentuk dasar diansefalon. Hipotalamus merupakan
organ saraf dan endokrin penting yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan homeostasis (kestabilan lingkungan insternal).
Hipotalamus mengintegrasikan dan mengarahkan informasi mengenai
suhu, rasa lapar, aktivitas sistem saraf otonom, dan status emosi.
Hipotalamus juga mengatur kadar beberapa hormon, termasuk hormon
hipofisis.
Jadi fungsi serebrum adalah mengontrol mental, tingkah laku, pikiran
kesadaran, moral, kemauan , kecerdasan, kemsmpusn berbicara, bahsa
dan beberapa persaan khusus yang dilakukan oleh korteks serebri.
Mengendalikan otot-otot tulang sebab korteks serebri tempat semua
impuls motorik.
6) Serebelum
Serebelum berada di otak belakang sebelah posterior batang otak.
Serebelum membantu mempertahankan dan keseimbangan bertanggung
jawab untuk respon otot rangka halus sehingga menghasilkan gerakan

9
volunter yang baik dan terarah. Serebelum mengontrol gerakan cepat dan
berulang yang diperlukan untuk aktivitas seperti mengetik, bermain piano,
dan mengendarai sepeda.
7) Batang otak
Terdiri dari diancephalon (otak tengah), pons varolli dan medula oblongata.
Otak tengah (diancephalon) merupakan bagian atas batang otak.
Aqueduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat
melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah dibagi 2 tingkat :
a) Atap yang mengandung banyak pusat-pusat refleks yang penting
untuk penglihatan dan pendengaran.
b) Jalur motorik yang besar, yang turun dari kapsula interna melalui
bagian dasar otak tengah, menurun terus menerus melalui pons dan
medula oblongata menuju sumsum tulang belakang.

Pons varolli merupakan bagian tengah otak dan karena itu


memiliki jalur lintas naik dan turun seperti pada otak tengah. Fungsi
pons varolli adalah sebagai jalur lintas motorik dan sensorik, terdapat
serabut penghubung lobus serebelum, menghubungkan serebelum dan
korteks serebri.

Medula oblongata, membentuk bagian bawah batang otak serta


menghubungkan pons dan sumsum tulang belakang, terletak dalam fosa
kranialis posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di
bawah foramen magnum tulang oksipital. Sifat utama medula
oblongata bahwa jalur motorik desenden melintasi batang otak dari sisi
yang satu menuju sisi yang lain yang disebut duktus motorik. Fungsi
medula oblongata adalah mengendalikan pernapasan dan sistem
kardiovaskuler.

10
b. Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)

Medula spinalis bermula dari medula oblongata menuju ke arah


otak caudal melalui foramen magnum dan berakhir pada daerah pinggang.
Penampangnya dari atas ke bawah semakin kecil kecuali pada daerah leher
dan pinggang menebal/melebar. Dari penebalan tersebut plexus-plexus
saraf bergerak mensarafi anggota badan atas dan bawah, dan untuk daerah
dada tidak membentuk plexus tetapi tersebar membentuk saraf
intercostalis. Pada penampang melintang medula spinalis tampak gambaran
seperti kupu-kupu. Sayapnya dibentk oleh tanduk depan/cornu posterior di
kanan dan kiri. Medula spinalis juga mempunyai dua substansi yaitu kelabu
dan putih. Serabut-serabut saraf tersebut tersusun menjadi jalur. Medula
spinalis keluar saraf-saraf spinal yang tersusun menurut segmen tubuh.

1) 8 pasang saraf spinal leher


2) 12 pasang saraf spinal dada
3) 5 pasang saraf pinggang
4) 5 pasang saraf spinal kelangkang
5) Beberapa saraf pinggang tungging

Setiap saraf spinal yang keluar dari medula spinalis terdiri dua akar
yaitu akar depan ( radix anterior) dan akr belakang (radix posterior). Kedua
radix tersebut mempunyai kumpulan sel saraf yang disebut simpul saraf
spinal (ganglion spinale). Kedua radix tersebut saling bertaut satu sama lain
membentuk saraf spinal yang kemudian meninggalkan canalis vertebalis
melalui foramen intervertebralis.Kemudian seger bercabang menjadi cabang
ke depan, ke belakang dan cabang penghubung. Fungsi medula spinalis
adalah mengadakan komunikasi antara otak semua bagian tubuh dan gerak
reflek. Gerakan tersebut bisa terjadi apabila ada organ sensorik yang

11
menerima impuls misalnya kulit dan serabut saraf sensorik yang akan
meneruskan.

c. Meninges (selaput otak)


Ada tiga macam selaput yang melapisi baik otak dan medula spinalis.
Ketiga selaput itu adalah durameter, arachnoidea, dan piameter.
1) Durameter , merupakan lapisan terkuat paling luar. Durameter
yang padat dan keras terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang
melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan
lapisan luar kecuali pada bagian tertentu dimana sinus venus
terbentuk, dan dimana durameter membentuk bagian- bagian
seperti falx serebri yang terletak diantara kedua hemisfer otak.
2) Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dan piameter.
3) Piameter, yang menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada
otak dan sumsum tulang belakang, dan sebagai akibat dari kontak
yang sangat erat tadi dengan demikian menyediakan darah untuk
struktur-struktur ini.
4) Cairan serebrospinal
Ventriculus merupakan ruang dalam serebrum yang diliputi oleh
jaringan yang kaya akan pembuluh darah. Jaringan tersebut
menghasilkan cairan serebrospinal yang mengalir dalam otak dan
medula spinalis. Cairan serebrospinal ini menyelubungi SSP
sebagai cairan jaringan dan melindungi dari syok dan cidera.
Cairan serebrospinal merupakan cairan jernih yang dibentuk dari
plasma darah di dalam plexus coroideus. Plexus choroideus adalah
pusaran kapiler yang terletak di dalam ventrikel, yang terbesar
adalah di dalam ventrikel lateralis, tempat sebagian besar cairan
serebrospinal dibentuk. Jadi fungsi dari cairan serebrospinal

12
adalah bekerja sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum
tulang belakang dan mengantarkan makanan ke jaringan sistem
persarafan pusat

2. SST (Sistem Saraf Tepi/Perifer)


Sistem saraf tepi merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua
bagian tubuh dengan sistem saraf pusat. Ada 2 sistem saraf tepi yaitu:
a. Sistem saraf sadar/somatic
Sistem saraf sadar/somatik merupakan sistem saraf yang kerjanya
berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak. Bedakan menjadi dua
yaitu:
1) Sistem saraf pada otak, merupakan sistem saraf yang berpusat
pada otak dan dibedakan menjadi 12 pasang saraf,
2) Sistem saraf sumsum spinalis, merupakan sistem saraf yang
berpusat pada medula spinali (sumsum tulang belakang) yang
berjumlah 31 pasang saraf yang terbagi sepanjang medula
spinalis. 31 pasang saraf medula spinalis.
b. Sistem Saraf Tak Sadar
Sistem saraf otonom, mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan
organ tubuh diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan
jantung. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik.
1) Sistem saraf simpatik, Disebut juga sistem saraf torakolumbar,
karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1
sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion
atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang belakang.
Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah untuk mempercepat
denyut jantung, memperlebar pembuluh darah, memperlebar

13
bronkus, mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak
peristaltis, memperlebar pupil, menghambat sekresi empedu,
menurunkan sekresi ludah, dan meningkatkan sekresi adrenalin.
2) Sistem saraf parasimpatik, disebut juga dengan sistem saraf
kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan
daerah sakral. Susunan saraf parasimpatik berupa jarring-jaring
yang berhubung-hubungan dengan ganglion yang tersebar di
seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai
oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki
fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem saraf simpatik.
Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi mempercepat
denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan
memperlambat denyut jantung

C. DEFINISI
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis)
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan aracnoid dan
piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang
dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala
spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala defisit neurologi
(Widagdo, 2011)

D. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa

14
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

E. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan
klien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang
tengkorak, infeksi sistematik. Etiologi dapat di kelompokkan sesuai dengan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Virus; Toxoplasma gondhii, Ricketsia, herpes simplex, herpes zoster
3. Jamur; Cryptococcus
4. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
5. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
6. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
immunoglobulin

15
7. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak
responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha
dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan
yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler diseminata

16
G. PATOFISIOLOGI
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena
yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan
medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel
serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Lumbal Pungsi

17
Lumbal pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal
dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid diantara
tulang belakang daerah lumbal ketiga dan keempat atau antara lumbal
keempat dan kelima hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah
medulla spoinalis di bagian causa. Test ini dilakukan untuk
pemeriksaan cairan serebrospinalis. Pemeriksaan cairanserebrospinal
sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit
neurologi.Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan
penyakit. Hasil pemeriksaan lumbal pungsi :
a. Jumlah leukosit meningkat
b. Kadar glukosa darah menurun
c. Protein meningkat
d. Tekanan cairan meningkat
e. Asam laktat meningkat
f. Glukosa serum meningkat
2. EEG (Electroencephalography)
Mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3. CT Scan
Untuk melihat adanya kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema otak.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan
malformasi arteriovena. salah satu bentuk pemeriksaan radiologi yang
menggunakan prinsip magnetisasi. MRI menciptakan gambar yang
dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas dan lebih sensitive untuk
menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama otak
5. Angiografi serebral

18
Membantu menentukan perdarahan, obstruksi arteri atau adanya Titik
oklusi/ ruptur. sebuah teknik sinar-x di mana zatwarna disuntikkan ke
dalam arteri yang mengarah ke otak

I. PENATALAKSANAAN
TERAPEUTIK
1) Isolasi
2) Terapi antimikroba: antibiotik yang di berikan didasarkan pada
hasil kultur,diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
3) Mempertahankan hidrasi optimum,: mengatasi kekurangan cairan dan
mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral.
4) Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi),
terapi heparin pada anak yang mengalami DIC.
5) Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
6) Mempertahankan ventilasi
7) Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial
8) Penatalaksanaan syok bacterial
9) Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
10) Memperbaiki anemia

PENATALAKSANAAN MEDIS MENINGITIS :


1) Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2) Steroid untuk mengatasi inflamasi
3) Antipiretik untuk mengatasi demam
4) Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5) Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
b. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
c. Pernahkah operasi daerah kepala ?
3. Data bio-psiko-sosial
a. Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.

Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi


berat, taikardi, disritmia.

c. Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
d. Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa
kering.
e. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,
ketulian dan halusinasi penciuman.

20
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis,
kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau
kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal
menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
g. Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
h. Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata
hematogen dari pathogen
2. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan berhubungan
dengan edema serebral, hipovolemia.
3. Risiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal,
kelemahan umum, vertigo.
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan
6. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

C. INTERVENSI
1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata
hematogen dari patogen.

21
Mandiri
a. Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
b. Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
c. Pantau suhu secara teratur
d. Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus
menerus
e. Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas
dalam
f. Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )
Kolaborasi
a. Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol,
gentamisin.

2. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan berhubungan


dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri
a. Tirah baring dengan posisi kepala datar.
b. Pantau status neurologis.
c. Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang
d. Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan
haluaran.
e. Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
Kolaborasi.
a. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
b. Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
c. Pantau BGA.
d. Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen

22
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kejang umum/vokal,
kelemahan umum vertigo.
Mandiri
a. Pantau adanya kejang
b. Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan
nafas buatan
c. Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin,
diaepam, venobarbital.

4. Nyeri (akut ) berhubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.


Mandiri.
a. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan
posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak
aktif atau pasif dan masage otot leher.
b. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
c. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
d. Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
Kolaborasi
a. Berikan anal getik, asetaminofen, codein
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
a. Kaji derajat imobilisasi pasien.
b. Bantu latihan rentang gerak.
c. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
d. Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau
air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
e. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis
a. Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan,
sensorik dan proses pikir.

23
b. Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
c. Observasi respons perilaku.
d. Hilangkan suara bising yang berlebihan.
e. Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
f. Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
g. Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
a. Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
b. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
c. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
d. Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta
petunjuk sumber penyokong.

24
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau
semua apisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan
oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus.
Kasus meningitis harus ditangani secepatnya karena dianggap sebagai
kondisi medis darurat. Meningitis bisa menyebabkan septikema dan ini bisa
berujung pada kematian. Gejala yang biasanya di tampakkan oleh
penderita Meningitis adalah sakit kepala, demam, sakit otot-otot, dan lain-lain.

B. SARAN
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan meningitis
diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.

25
DAFTAR PUSTAKA

Eric,Muhammad. 2010. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara

Herdman, T.Heather. (2015). NANDA Inc, Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi Edisi Ke 10. Jakarta: EGC

John Gibson Ahli Bahasa Indoneisa: Bertha Sugiarto . 2010. Fisiologi Dan Anatomi
Modern. Edisi ke 2 . Jakarta: EGC

Judha Dan Rahil. 2012. Nursing : Memahami Berbagai Macam


Penyakit.Jakarta:Indeks.

Muttaqi,Arif. 2010.Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

26

Anda mungkin juga menyukai