Anda di halaman 1dari 25

Paper

Jenis-Jenis Terapi Non-Farmakologis Pada Anak

Autisme

Oleh :
Nizra Ayu Sarah
17014101269
Masa KKM : 25 Februari 2019 – 24 Maret 2019

Pembimbing :
dr. Neni Ekawardani

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Jenis-Jenis Terapi Non-Farmakologis Pada Anak Autisme”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Maret 2019

Oleh:

Nizra Ayu Sarah


17014101269
Masa KKM : 25 Februari 2019 – 24 Maret 2019

Pembimbing :

dr. Neni Ekawardani


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

A. Definisi Autisme ................................................................................. 3

B. Terapi Non Farmakologi Autisme ...................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

i
BAB I

PENDAHULUAN

Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif, dimana pada

kelompok ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang

timbal-balik dan dalam pola komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas,

stereotipik, berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasif

dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam

derajat keparahannya. Anak dengan gangguan perkembangan pervasif sering

menunjukkan minat keanehan yang intens dalam kisaran sempit aktivitas,

menolak perubahan, dan tidak berespons sesuai terhadap lingkungan sosial.

Gangguan ini mempengaruhi berbagai area perkembangan, terlihat pada masa

kehidupan awal, dan menyebabkan disfungsi yang persisten. Selain itu, anak

dengan gangguan autis memiliki respon yang berbeda dari kebanyakan anak pada

umumnya dalam mengamati suara atau caranya dalam melihat suatu objek.1,2

Autis merupakan gangguan yang paling sering ditemukan pada anak dengan

gangguan pervasive. Berdasarkan data Center for Disease Control and

Prevention, di Amerika diperkirakan autis mengenai 1 dari 150 kelahiran.

Beberapa tahun terakhir, jumlah anak yang terdiagnosa dengan gangguan autis

mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat, penelitian menunjukkan bahwa anak

dengan autism mengalami peningkatan sebanyak 754%, dari 22.664 pada tahun

1994 menjadi 193.637 di tahun 2015. 1,2

Meskipun hingga saat ini etiologi masih belum diketahui dengan baik,

namun ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab autis antara lain

1
abnormalitas genetik, komplikasi obstetrik, paparan agen-agen yang toksik, dan

juga infeksi prenatal, perinatal, dan postnatal. 1,2

Tanda dan gejala dari gangguan autis ini mulai terlihat pada awal sebelum

tahun ketiga kehidupan dan akan berlanjut semasa hidupnya. Pada banyak kasus,

problem dalam komunikasi dan interaksi social anak dengan gangguan autis

paling mudah dibedakan dengan anak normal lainnya yang sebaya.2,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Autisme

Autisme adalah kondisi yang muncul disaat permulaan masa kanak-kanak

dengan karakterisasi terjadinya abnormalitas secara kualitatif pada interaksi sosial,

ditandai dengan skil komunikasi yang menyimpang, pengulangan yang terbatas,

dan juga meniru kebiasaan. 1,2

Autis dibedakan dengan gangguan pervasive lainnya terutama pada

ketidakmampuannya dalam berinteraksi sosial. 1,2

B. Terapi Non Farmakologi Autisme

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara/obat/suplemen yang ditawarkan

dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar

dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di

televisi/radio/tulisan-tulisan. 3,4

Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan

anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan

setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang

diharapkan tidak tercapai. 3,4

Dibawah ini ada beberapa jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para

professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa

Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan,

sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama.

3
Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan

jenis terapi yang berbeda. 3,4

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan

didesain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi

pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement

(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah

yang paling banyak dipakai di Indonesia. 3,4

2) Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan

berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu

autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.

Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk

memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam

hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. 3,4

Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana

timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi

orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi

dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan

untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.3,4

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):

Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.

Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara: 3,4

4
1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang

sifatnya fungsional, maka Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-

latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities

sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.

2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:

Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya

gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat

Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi

atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian),

misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya:

sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi);

indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory

Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive

Neuromuscular.

3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:

1. Phonology (bahasa bunyi);

2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;

3. Morphology (perubahan pada kata),

4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;

5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),

6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;

7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).

4. Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas,

kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar

5
pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada

si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak

pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari

individu itu sendiri.

5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada

pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu

ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait;

(2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS Dari Terapi Wicara Adalah Mengajarkan Suatu Cara Untuk

Ber KOMUNIKASI:3,4

1. Berbicara:

Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi

secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/

ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).

2. Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau

symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1): penggunaan Alat Bantu

sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai

pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai

bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

Dimana Terapis Wicara Bekerja: 3,4

1. Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan

dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog,

physioterapis dan Terapis Okupasi).

6
2. Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa

baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani

permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan

memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara

tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah

biasa.

3. Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru

dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan

konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi

4. Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya

dengan tim rehabilitasi lainnya,

5. Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama

melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi

dan terapi.

Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas

dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan

perjanjian. 3,4

3) Terapi Okupasi

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan

motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang

pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap

makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat

penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar. 3,4

7
4) Terapi Fisik

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu

autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.

Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris

akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki

keseimbangan tubuhnya. 3,4

5) Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang

komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam

ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat

bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada

mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.5,6

6) Terapi Bermain

Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan

dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar

bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu

anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. 5,6

8
7) Terapi Perilaku

Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak

memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka

banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila

mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar

belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan

merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk

memperbaiki perilakunya. 5,6

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik

dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan

(belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah

Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari

University of California Los Angeles (UCLA). 5,6

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian

reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang

diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak

berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia

tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini

diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan

mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap

instruksi yang diberikan. 5,6

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-

C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C

(consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa

9
instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya

pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior

(perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut

diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak

memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan)

yang menyenangkan. 5,6

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman

dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang

signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini. 5,6

8) Terapi Perkembangan

Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap

sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan

tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional

dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti

ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik. 5,6

9) Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual

thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode

belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode, dan PECS

(Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga

dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. 5,6

10
10) Terapi Biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung

dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak

autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-

gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan

berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa

secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal

yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.

Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang

komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).2,3

Akhir-akhir ini terapi biomedik banyak diterapkan pada anak dengan ASD.

Hal ini didasarkan atas penemuan-penemuan para pakar, bahwa pada anak-anak

ini terdapat banyak gangguan metabolisme dalam tubuhnya yang mempengaruhi

susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga fungsi otak terganggu. Gangguan

tersebut bisa memperberat gejala autisme yang sudah ada, atau bahkan bisa juga

bekerja sebagai pencetus dari timbulnya gejala autisme. 2,3

Yang sering ditemukan adalah adanya multiple food allergy, gangguan

pencernaan, peradangan dinding usus, adanya exomorphin dalam otak (yang

terjadi dari casein dan gluten), gangguan keseimbangan mineral tubuh, dan

keracunan logam berat seperti timbal hitam (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As),

Cadmium (Cd) dan Antimoni (Sb). Logam-logam berat diatas semuanya berupa

racun otak yang kuat. 2,3

Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah mencari semua gangguan

tersebut diatas dan bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan demikian

11
diharapkan bahwa fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik
2,3
sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorik yang

meliputi pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga pemeriksaan

colonoscopy dilakukan bila ada indikasi. Terapi biomedik tidak menggantikan

terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi

sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki

“dari dalam”. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat
2,3
terjadi.

11) Terapi Makanan

Terapi Diet pada Gangguan Autisme

Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki

struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme.

Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat

bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan

gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat

pedoman diet yang sifatnya sangat individual. 4,5

Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat

alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam

mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu

sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala

utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme. 4,5

12
1. Diet tanpa gluten dan tanpa kasein

Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan

autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein,

yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan

kasein. 4,5

Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput”

seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan

kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah

protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan

menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet

ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi

yang tidak mengandung gluten. 4,5

Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs Autis.info ini

diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila anak ternyata ada

gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan

mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme

dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu.

Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan,

berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti

sebelumnya. 4,5

Makanan yang dihindari adalah : 4,5

 Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang

dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake,

biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.

13
 Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan

saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu

sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca

label pada kemasannya.

 Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju,

mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.

 Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet,

nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga

tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena

pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.

 Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.

Makanan yang dianjurkan adalah : 4,5

 Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya

beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena,

bihun, soun, dan sebagainya.

 Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu

kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang,

cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang

kapri dan kacang-kacangan lainnya.

 Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung,

tomat, wortel, timun, dan sebagainya.

 Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk,

semangka, dan sebagainya.

14
2. Diet anti-yeast/ragi/jamur

Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah

dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula,

maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.5,6

Makanan yang perlu dihindari adalah : 5,6

 Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan

gula dan yeast.

 Semua jenis keju.

 Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan

lain-lain.

 Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard,

monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun,

bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau

salad dressing.

 Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang,

dan lain-lain.

 Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan

lain-lain.

 Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua

minuman yang manis.

 Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan

cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.

15
Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk

mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala,

berarti dapat dikonsumsi.

Makanan yang dianjurkan adalah : 5,6

 Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong,

jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung

yang bukan tepung terigu.

 Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain

yang segar.

 Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang

kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak

dianjurkan karena sering berjamur.

 Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol,

kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis,

kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain.

 Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.

3. Diet untuk alergi dan inteloransi makanan

Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan

alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih

banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan,

pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga

menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak

alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus

16
dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan

bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu,

sedikit demi sedikit. 5,6

Cara mengatur makanan secara umum5,6

1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua

zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel

yang rusak dan kegiatan sehari-hari.

2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi

jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan

fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa.

3. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak

jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai,

atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat

digoreng.

4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan

buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.

5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa,

zat pewarna, zat pengawet).

6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian

suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan

magnesium).

7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara

lengkap dan tanggal kadaluwarsanya.

17
8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak

akan bosan.

9. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan

sayuran segar.

12) Terapi Musik

Terapi musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku

manusia dewasa tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak penderita

autisme. Musik, menurut penelitian berperan sebagai rangsangan luar yang

membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.1,3

Manfaat terapi

Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu

hubungan, anak autisme cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak

sosial yang ditawarkan oleh orang lain. Dan terapi musik membantu

menghentikan penarikan diri ini dengan cara membangun hubungan dengan

benda, dalam hal ini instrumen musik. Anak-anak autisme, berdasarkan hasil

studi, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak ini

biasanya sangat menyukai bentuk, menyentuh dan juga bunyi yang dihasilkan.

Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun

hubungan antara anak autisme dengan individu lain. 1,3

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal. Terapi musik juga bisa

membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan cara meningkatkan produksi

18
vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami

dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi antara

perilaku anak dengan bunyi tertentu. Anak autisme biasanya lebih mudah

mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal.

Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dengan musik,

berpotensi mendorong terjadinya komunikasi. 1,3

Mendorong pemenuhan emosi. Sebagian besar anak autisme kurang mampu

merespon rangsangan yang seharusnya bisa membantu mereka merasakan emosi

yang tepat. Tapi, karena anak autisme bisa merespon musik dengan baik, maka

terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan lingkungan yang bebas

dari rasa takut. 1,3

Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk

mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara mereka sendiri.

Mereka bisa membuat keributan, memukul instrumen, berteriak dan

mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga

membantu anak autisme dengan: 4,5

 Mengajarkan keahlian sosial

 Meningkatkan pemahaman bahasa

 Mendorong hasrat berkomunikasi

 Mengajarkan anak mengekpresikan diri secara kreatif

 Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif

 Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain secara instan dan

tidak terkontrol.

19
Sesi terapi

Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan

masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa aktivitas

seperti:5,6

 Mendengarkan musik atau kreasi musik

 Memainkan alat musik

 Bergerak mengikuti irama musik

 Bernyanyi

20
BAB III

PENUTUP

Autisme adalah kondisi yang muncul disaat permulaan masa kanak-kanak

dengan karakterisasi terjadinya abnormalitas secara kualitatif pada interaksi sosial,

ditandai dengan skil komunikasi yang menyimpang, pengulangan yang terbatas,

dan juga meniru kebiasaan.

Ada terdapat beberapa jenis terapi yang dapat dilakukan namun perlu

diingat bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses

perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan

waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap

anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B, Sadock V. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of

Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2017

2. Moeljono N. Kesehatan Mental. 2011. Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Alter, Mark D. Autisme And Increased Patenal Age Related Changes In

Global Levels Of Expession Regulation. Publik Library Of Science One

Jurnal. Febuari 2013.

4. American Psychiatric Association. Diagnostik and Statistical Manual of

Mental Disorders, Washington DC.: American Psychiatric Association

Publisher. 2013.

5. Handojo Y. Autism Petunjuk Praktis dan Pedoman Praktis Untuk Mengajar

Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta:Buana Ilmu Popular

Kelompok Gramedia. 2014.

6. Soenardi T, Soetar S. Terapi Makanan Anak Dengan Gangguan Autisme.

2016.

22

Anda mungkin juga menyukai