Anda di halaman 1dari 20

Paper

Penerapan Ruang Bermain Yang Optimal Terhadap


Anak Sesuai Standar Perkembangan Mental

Oleh :
Evan Gloria Polii
17014101072
Masa KKM : 12 November 2018 – 09 Desember 2018

Pembimbing :
dr. Herdy Munayang, MA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Penerapan Ruang Bermain Yang Optimal Terhadap Anak

Sesuai Standar Perkembangan Mental”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada November 2018

Oleh:

Evan Gloria Polii


17014101072
Masa KKM : 12 November 2018 – 09 Desember 2018

Pembimbing :

dr. Herdy Munayang, MA


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

A. Pengertian Bermain ............................................................................ 3

B. Fungsi Bermain .................................................................................. 3

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain ..................... 5

D. Klasifikasi Bermain ............................................................................ 5

E. Perumahan dan Tempat Bermain ....................................................... 12

F. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kurangnya

Tempat Bermain Anak........................................................................ 13

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

i
BAB I

PENDAHULUAN

Suatu bangsa berkembang yang hidup dalam suatu masa di mana ilmu

pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesatnya memerlukan suatu

adaptasi kreatif untuk dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dan

menghadapi problema-problema yang semakin kompleks. Setiap pribadi,

kelompok maupun suatu bangsa, harus mampu memikirkan, membentuk cara-cara

baru atau mengubah cara-cara lama secara kreatif, agar dapat “survive” dan tidak

tergilas dalam persaingan antar bangsa dan negara. Oleh karena itu,

pengembangan kreativitas sejak usia dini, tinjauan dan penelitian-penelitian

tentang proses kreativitas, kondisi-kondisinya serta cara-cara yang dapat

memupuk, merangsang dan mengembangkannya menjadi sangat penting.1

Mengapa kreativitas begitu penting dalam hidup dan perlu dipupuk sejak

dini dalam diri anak? Karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan

(mengaktualisasikan) dirinya, dan perwujudan/aktualisasi diri merupakan

kebutuhan pokok tingkat tertinggi dalam hidup manusia. Kreativitas merupakan

manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya. dengan kreativitas

memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era

pembangunan ini kesejahteraan dan kejayaan masyarakat maupun negara

bergantung pada sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan

baru dan teknologi baru. Untuk mencapai hal ini perlulah sikap, pemikiran dan

perilaku kreatif dipupuk sejak dini.1

Para psikolog, sosiolog dan ilmuwan lainnya telah lama mengetahui

pentingnya kreativitas bagi individu dan masyarakat. Adanya keyakinan

1
tradisional bahwa kreativitas, biasanya disebut “jenius”, diturunkan dan tidak ada

yang dapat dilakukan untuk membuat orang kreatif. Sudah merupakan suatu

keyakinan bahwa manusia dilahirkan dengan “percikan” kejeniusan” yang hebat

atau tidak sama sekali.1,2

Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan

kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan

media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkatakata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa

yang dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara. Bermain adalah

kegiatan yang dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan memperoleh

kesenangan.1,2

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah “Kegiatan

yang tdk dpt dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dgn

berja pada org dewasa, yg dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi

dgn ling, menyesuaikan diri dgn lingkungan, belajar mengenal dunia dan

meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.”

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bermain

Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan

kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan

media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkatakata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa

yang dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara. Bermain adalah

kegiatan yang dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan memperoleh

kesenangan.1,2

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang

tdk dpt dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dgn berja

pada org dewasa, yg dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dgn

ling, menyesuaikan diri dgn lingkungan, belajar mengenal dunia dan

meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.1

B. Fungsi Bermain

Hardjadinata menyatakan bermain bermanfaat untuk menstimulasi

kemampuan sensori-motorik, kognitif, sosial-emosional dan bahasa anak.

Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk belajar, terutama dalam

hal penguasaan tubuh, pemecahan masalah dan kreativitas. Perkembangan

sensoris-motorik sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Pada usia bayi,

sebagian besar waktu terjaga bayi diserap dalam permainan sensorimotor. Pada

usia 6 bulan sampai 1 tahun, permainan keterampilan sensorimotorik seperti

3
“cilukba”, tepuk tangan, pengulangan verbal dan imitasi gestur sederhana. Pada

usia toodler, anak mulai belajar bagaimana berjalan sendiri, memahami bahasa

dan merespons disiplin, seperti berbicara dengan mainan, menguji kekuatan dan

ketahanannya. Sedangkan pada anak prasekolah, aktivitas pertumbuhan fisik dan

penghalusan keterampilan motorik mencakup melompat, berlari, memanjat, dan

berenang. Hal ini dapat mengajarkan keamanan serta perkembangan dan

koordinasi otot.1,2

Selama tahap sensorimotor, bayi menggunakan pencapaian perilaku

sebelumnya terutama sebagai dasar untuk menambah keterampilan intelektual

baru ke dalam keterampilan mereka. Mereka mulai menemukan bahwa

menyembunyikan benda tidak berarti benda tersebut hilang namun dengan

menyingkirkan halangan maka ia akan menemukan benda tersebut. Inilah yang

menandai permulaan rasionalisasi intelektual.2

Stimulasi untuk pertumbuhan psikososial sama pentingnya dengan makanan

untuk pertumbuhan fisik. Hal ini paling dramatis terjadi pada usia toodler.

Interaksi dengan orang-orang menjadi semakin penting. Pada anak prasekolah,

mereka menikmati permainan asosiatif-permainan kelompok dengan aktivitas

yang sama tetapi tanpa organisasi atau peraturan yang kaku.1

Permainan taktil sangat penting bagi anak, terutama pada anak toodler yang

sedang melakukan eksplorasi. Permainan air, pasir, menggambar dengan jari, dan

membentuk tanah liat memberi kesempatan yang baik untuk menghasilkan

sesuatu yang kreatif dan manipulatif. Aktivitas anak prasekolah yang paling khas

adalah permainan imitatif, imaginatif dan dramatik, seperti permainan boneka,

mainan rumah tangga, pesawat terbang, kit dokter dan perawat memberikan waktu

4
bagi anak untuk mengekspresikan diri. Melalui bermain anak akan

mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan

belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan

menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui

dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil

mainan temannya sehingga temanya menangis, anak akan belajar

mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman.1,2

Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan

etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak

positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain. Dalam lingkungan

bermain, anak juga mempelajari nilai benar dan salah, terutama dari orang tua dan

guru. Dengan melakukan aktifitas bermain, anak akan mendapat kesempatan

untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya

dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok yang ada dalam

lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan

etika, serta belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang di lakukannya.

Misalnya merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan

membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk

bertanggung jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya.1,2

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain

Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi terapi

bermain pada anak yaitu :3,4

5
a. Tahap perkembangan anak. Aktivitas bermain yang tepat dilakukan

anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan.

Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan

dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena

pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak. 3,4

b. Status kesehatan anak juga mempengaruhi aktivitas bermain, karena

untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energy. Walaupun demikian,

bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit.Kebutuhan

bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang

dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak

terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus

jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip

bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit. 3,4

c. Jenis Kelamin. Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam

kaitannya dengan permainan anak. Dalam melakukan aktivitas bermain

tidak membedakan jenis kelaminlaki-laki dan perempuan. Semua alat

permainan dapat digunakan olehanak laki-laki atau perempuan untuk

mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, dan kemampuan sosial

anak. Akan tetapi, ada pendapat yang meyakini bahwa permainan adalah

salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga

sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan

oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan

6
perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari

melalui media permainan. 3,4

d. Lingkungan.

Lingkungan tempat bermain juga mempunyai pengaruh besar dalam

mencapai perkembangan anak yang optimal. Lingkungan yang penuh kasih

sayang dan fasilitas yang cukup dalam membentuk rangsangan, membuat

dampak yang besar dalam meningkatkan taraf kecerdasan anak. Stimulasi

lingkungan yang baik akan menyebabkan penambahan ketebalan korteks

otak, jumlah sinaps dan penambahan pembuluh kapiler di otak.

Ketersediaan tempat bermain bagi anak seringkali masih diabaikan dalam

pembangunan perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang pesat di kawasan

perkotaan menimbulkan konsekuensi pada meningkatnya kebutuhan lahan

untuk permukiman serta fasilitas pendukung lainnya. 3,4

Sementara itu ketersediaan lahan di perkotaan jumlahnya relatif tetap.

Hal ini menimbulkan konsekuensi terjadinya konflik penggunaan lahan.

Dalam kondisi semacam ini, kepentingan anakanak seringkali dikorbankan.

Kurangnya lahan terbuka di perkotaan membuat anak-anak sering terpaksa

bermain di tempat-tempat yang berbahaya seperti jalan, rel kereta, atau

bantaran sungai. Di sisi lain taman bermain yang khusus di desain untuk

anak-anak seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak-

anak itu sendiri. Sebagai contoh berdasarkan penelitian yang dilakukan pada

500 responden anak di Inggris menyatakan bahwa taman bermain yang ada

membosankan karena desainnya yang seragam dan terlalu terstruktur.3,4

7
Hal ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Worpole bahwa

tempat bermain anak semestinya menawarkan petualangan dan permainan

yang menantang. Menghindarkan anak-anak dari permainan yang

menantang justru dapat mengarahkan mereka kepada aktivitas yang

berbahaya dan membuat mereka menjadi antisosial. Berdasarkan fakta-fakta

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tempat bermain anak tidak mesti

sesuatu yang bersifat terstruktur dan bebas resiko, walaupun tetap harus

memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. Dalam konteks

perkotaan Indonesia hal ini dapat dipandang sebagai suatu celah untuk

mengatasi keterbatasan lahan bermain dengan memanfaatkan kondisi

lansekap dan lahan terbangun yang ada menjadi tempat yang cukup layak

sebagai tempat bermain bagi anak-anak (invisible playground). 3,4

Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji karakteristik

aktivitas bermain anak saat ini, dan kondisi serta lokasi tempat bermain

mereka, baik tempat bermain yang memang disediakan untuk mereka

maupun tempat bermain yang mereka ciptakan sendiri dengan

memanfaatkan ruang publik yang ada. 3,4

e. Alat dan jenis permainan juga perlu diperhatikan dalam aktivitas

bermain anak. Alat yang dipilih harus sesuai dengan tahapan tumbuh

kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu

sebelum membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia

anak. Alat permaian yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan

mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat

gerak. 1,2

8
D. Klasifikasi Bermain

Menurut Wong bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan karakteristik

sosial.

a. Berdasarkan Isi Permainan

Berdasarkan isi permainan, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan sebagai

berikut :4,5

1) Bermain afektif sosial (social affective play), merupakan permainan yang

menunjukan adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara

anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan

kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau

dengan orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ci luk ba”,

berbicara dan memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil

tersenyum/tertawa. 4,5

2) Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play), permainan ini

menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang

diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa, bau, dan tekstur.

Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat permainan (air, pasir,

makanan). Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama

semakin asyik bermain sehingga sukar dihentikan. 4,5

3) Permainan keterampilan (skill play) akan meningkatkan keterampilan

anak, khususnya motorik kasar dan halus, seperti memegang,

memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi kegiatan permainan tersebut

berkali-kali. 4,5

9
4) Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat

tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa

dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis

permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern. Misalnya,

ular tangga, congklak, puzle, dan lain-lain. 4,5

5) Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour),

dimana anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,

tertawa, bungku-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada

di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan. 4,5

6) Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play), Pada permainan ini

anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak

berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru,

ibunya, ayahnya atau kakaknya. Apabila anak bermain dengan temannya,

akan terjadi percakapan di antara mereka tentang orang yang mereka tiru.

Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap peran orang

tertentu. 4,6

b. Berdasarkan Karakteristik Sosial

Berdasarkan karakteristik sosial, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan sebagai

berikut.

Supartini menyebutkan beberapa jenis permainan yang menggambarkan karakteristik

sosial, diantaranya :5,6

1) onlooker play. Onlooker play merupakan permainan dimana anak hanya

mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut

10
berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi

ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan

temannya. 5,6

2) Solitary play, anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi

anak bermain sendiri dengan alat permainan yang digunakan temannya,

tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.


5,6

3) Parallel play. Pada parallel play, anak dapat menggunakan alat

permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak

terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak ada sosialisasi satu sama lain.

Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler. 5,6

4) Associative play sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak

lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin

dengan tujuan permainan tidak jelas. Contoh, bermain boneka, bermain

hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.Terdapat juga, cooperative

play, dimana aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas. Anak

yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk

bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam

permainan tersebut. Misalnya pada permainan sepak bola, ada anak yang

memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka

harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan

dengan memastikan bola ke gawang lawan mainnya. 5,6

11
E. Perumahan Dan Tempat Bermain

Menurut Kamus Tata Ruang yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum bekerjasama dengan Ikatan Ahli

Perencanaan Indonesia, apa yang dimaksud perumahan (housing) adalah:

kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Dalam arti yang memasyarakat perumahan berarti suatu daerah hunian lengkap

dengan rumah-rumah penduduk dan segala prasarana dan sarana kehidupan yang

diperlukan. Daerah perumahan ini dapat meliputi daerah yang luas atau sempit.

Bentuknya pun bisa seperti rumah susun, apartemen maupun kondominium.5,6

Kebutuhan akan perumahan ini disediakan oleh Pemerintah melalui pihak

swasta atau yang lebih dikenal dengan pengembang (developer). Saat ini, semakin

banyak pengembang yang menyediakan jasanya dalam memenuhi kebutuhan akan

perumahan tersebut, diantaranya seperti P.T. Pembangunan Jaya, P.T. Sinar Mas,

P.T. Gading Group dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya, para pengembang lebih

mementingkan sisi komersial dari setiap pembangunan di lokasinya. Mereka

umumnya melupakan untuk memberikan hak yang sepatutnya diterima

masyarakat, khususnya bagi anak-anak. Karena anak-anak memiliki energi untuk

beraktivitas lebih besar dan lebih lama dibanding orang dewasa dalam hal

bermain, maka wajar jika mereka membutuhkan ruang yang lebih luas. Ironisnya,

ruang itu kadang tidak mereka dapatkan di lingkungan rumah mereka sendiri

bahkan sekolah, maupun di tempat-tempat yang seharusnya disediakan oleh

negara. 5,6

12
Sangat jarang ditemukan fasilitas bermain outdoor untuk anak-anak seperti

yang disediakan oleh pengembang di perumahan Alam Sutera. Bahkan Bintaro

Jaya, sebagai perumahan dengan konsep Kota Taman pun dalam master plannya

tidak menyediakan ruang bermain anak outdoor. Hanya ada satu kolam renang di

perumahan Bintaro Jaya yang digunakan oleh penghuninya yang sampai tahun ini

telah mencapai jumlah 75.000 jiwa. 5,6

Ruang bermain yang seharusnya merupakan fasilitas gratis bagi anak-anak

yang tinggal di perumahan tersebut menjadi sepi karena untuk menggunakannya

saja mereka harus membayar tiket masuk. Banyak sekali masalah-masalah tentang

ruang bermain anak di perumahan-perumahan Jakarta yang belum bisa ditangani

satu persatu. Para pengembang lebih menekankan nilai ekonominya. Tanah

kosong yang biasa dijadikan tempat bermain telah berubah menjadi bangunan

kantor, pertokoan atau perumahan baru. Pekarangan yang tadinya luas, sekarang

telah terpenggal akibat pelebaran jalan. Jika ada lahan tersisa, pasti digunakan

untuk perumahan atau perkantoran atau yang bisa menghasilkan keuntungan

ketimbang hanya dijadikan ruang terbuka hijau untuk tempat bermain anak.

Akibatnya, anak-anak kehilangan tempat bermainnya dan cenderung lebih

bermain di dalam rumah atau sekolahnya saja ke arah permainan yang bersifat

teknologi. Padahal bermain di dalam ruangan maupun di luar ruangan harus tetap

dijaga keseimbangannya. 5,6

F. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Kurangnya Tempat Bermain Anak

Rata-rata, anak Indonesia bermain selama 2 jam perhari, hampir sama

halnya dengan kebanyakan anak dari negara-negara di Asia lainnya, 1 jam lebih

13
singkat dari kebanyakan anak-anak dari negara Amerika dan Eropa Barat[2].

Anak-anak yang tinggal di perumahan, pada umumnya, cenderung bemain dengan

teman seusia dalam kelompok kecil (kebanyakan teman sekolah). Mereka

cenderung bemain video/komputer game, atau menonton TV di dalam rumah.

Padahal di negara lain anak-anak pada umumnya menggemari permainan yang

sifatnya olah raga dan TV game secara berimbang.1,4

Peraturan pemerintah atas ruang terbuka hijau kota belum terlaksana

sebagaimana mestinya karena belum adanya petunjuk pelaksanaan yang tegas.

Akibatnya perhatian terhadap pentingnya pengadaan ruang rekreasi dan bermain

untuk anak dan keluarga terutama di lingkungan perumahan menjadi kurang.

Rata-rata ruang bermain anak Indonesia adalah 2.000m2/anak, hampir menyamai

anak-anak di Tokyo, lebih rendah dari kebanyakan anak-anak di negara-negara

berkembang di asia lainnya, dan sangat kecil jika dibandingkan dengan anak-anak

dari negara barat (sekitar 10.000 m2/anak). 1,4

Anak-anak yang tinggal di perumahan, kalau tidak bermain di halaman

sekolah dan pekarangan rumah yang relatif sempit, mereka cenderung bermain di

dalam rumah. TV, video dan komputer game telah menggantikan permainan kasti,

‘gobak sodor’ atau jenis permainan berkelompok lainnya, yang telah mengucilkan

anak dari proses pengenalan dalam bersosialisasi dalam masyarakat. Hal ini

mengakibatkan anak cenderung menjadi lebih egois dan individualis. 1,4

Hak-hak anak atas ruang bermain itu semakin hari semakin sempit, bukan

saja oleh kaki lima atau pembangunan yang tidak berorientasi kepada masa depan

anak-anak, melainkan juga pemerintah sama sekali tidak memiliki kebijakan

tentang ruang tersebut. Sekolah-sekolah berdiri tanpa halaman, gelanggang remaja

14
dan arena bermain dibuat sangat sedikit, juga tempat rekreasi yang menyediakan

ruang bermain bagi anak-anak, orang harus membayar tiket yang relatif mahal.

Dari sini kita melihat, pemerintah hanya menginginkan sisi komersial dari setiap

pembangunan ruang bermain itu. Bukan semata-mata memberikan hak yang

sepatutnya diterima masyarakat, khususnya bagi anak-anak. Tidak heran jika

ruang ekspresi itu menjadi salah sasaran, seperti bermain di atap kereta, tawuran

antar sekolah, nongkrong di mal, juga kebut-kebutan di jalan. 1,4

15
BAB III

KESIMPULAN

Bermain merupakan salah satu hak asasi manusia, begitu juga pada anak

usia dini. Ada banyak manfaat yang didaptkan dari kegiatan bermain, salah

satunya adalah pengemangan kreativitas. Bermain dalam bentuk apapun, baik

aktif maupun pasif, baik dengan alat maupun tanpa alat dapat menunjang

ktreativitas anak dalam berbagai taraf. Disini peran orang tua dan guru

pembimbing untuk dapat menjadi fasilitator pengembangan kreativitas anak,

dengan memfasilitasi anak agar dapat bermain dengan cara dan alat yang tepat

sesuai dengan bakat, minat, perkembangan, dan kebutuhan anak.

Permainan merupakan hal yang harus diajarkan kepada anak karena

permainan merupakan dunia anak yang dapat menunjang pada kehidupannya di

masa depan karena di dalam permainan itu sendiri terdapat proses belajar.

Bagi anak-anak sendiri, ada atau tidak adanya ruang bermain itu, tidaklah

begitu menjadi masalah. Sebab secara alami, mereka telah memiliki kemampuan

menemukan ruang bermainnya sendiri. Tetapi masalahnya, ruang bermain

tersebut kondusif atau tidak adalah tanggung jawab orang dewasa. Rendahnya

kualitas dan kuantitas lingkungan bermain anak, yang mana dalam jangka panjang

dapat memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan anak. Oleh sebab itu aspek-

aspek sosial dan fisik pertumbuhan kota adalah penting untuk diperhatikan dalam

perkembangan dan pembangunan kota, agar upaya untuk meningkatkan kualitas

lingkungan bermain anak dapat dicapai. Semua anak-anak di mana pun di seluruh

penjuru dunia pasti mencita-citakan tempat bermain yang layak.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Csikszentmihalyi, M., 2013, Creativity. Harper Collins Publisher, Inc :

New York

2. Hurlock, E. B., 2012. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan), edisi kelima. Penerbit Erlangga : Jakarta

3. Hurlock, E. B., 2013. Perkembangan Anak Jilid 1 (Edisi 6). Penerbit

Erlangga : Jakarta

4. Mönks, F.J, Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R. 2012. Psikologi

Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta

5. Munandar, S.C.U.,1995. Pengembangan Kreativitaas Anak Berbakat.

Rineka Cipta kerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan :

Jakarta

6. Mulyadi, S., 2014. Bermain dan Kreativitas (Upaya Mengembangkan

Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain). Papas Sinar Sinanti : Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai