Anda di halaman 1dari 7

Hidayatul Choiriyah (933406814)

Psikologi Islam / VI
Ilmu Politik / C

Analisis Kasus Politik PT. Freeport Indonesia


PT. Freeport merupakan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia yang
mayoritas sahamnya dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & GoldInc. Perusahaan ini
adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia yang hampir sama dengan 2
persen PDB Indonesia. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat
di Papua,masing-masingtambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di
kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika,Provinsi Papua. Ini menunjukkan bahwa PT.
Freeport Indonesia sanggat mempengaruhipendapatan Indonesia karena dengan harga emas
mencapai nilai tertinggi dalam 25tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport
diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar per tahun, selama harga
emas menggalami kenaikanharga.
Sudah 44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran Indonesia
(Freeport) bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan negara ini terus
diinjak-injak oleh perusahan asing tersebut. Pada Kontrak Karya (KK) pertama pertambangan
antara pemerintah Indonesia dan Freeport yang dilakukan tahun 1967 memang posisi tawar
pemerintah RI masih kecil, yaitu hanya sekedar pemilik lahan. Dibandingkan PT Freeport
yang memiliki tenaga kerja dan modal tentu posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil.
Namun setelah 44 tahun apakah posisi tawar pemerintah Indonesia masih rendah? Tentu
tidak!
Mengacu pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang
mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk melakukuan renegosiasi kontrak seluruh
perusahaan tambang asing yang ada di negeri ini. UU ini menggantikan UU Nomor 11 tahun
1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan pasca penandatanganan KK.
Berdasarkan data Kementrian ESDM, sebanyak 65 persen perusahaan tambang sudah
berprinsip setuju membahas ulang kontrak yang sudah diteken. Akan tetapi sebanyak 35
persen dari total perusahaan tersebut masih dalam tahap renegosiasi, salah satunya adalah
pengelola tambang emas terbesar di dunia yaitu Freeport.
Menurut Direktur dan CEO Freeport Indonesia, Armando Mahler, menyatakan bahwa
kontrak pertambangan yang dimiliki perusahaan dengan pemerintah Indoneisa sudah cukup
adil bagi semua pihak. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Freeport enggan untuk patuh
kepada UU yang berlaku, yaitu UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Dari sini terlihat
bahwa kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi juga
menginjak-injak kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku.
Menurut seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang mendasasari kasus
Freeport ini adalah Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan Indonesia.
Salah seorang pengamat Hankam yang sudah senior, Bapak Soeripto, menyatakan
bahwa PT Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI
dalam rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU
karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional
harus bersumber dari APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah
Papua yang merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan
justru lebih membela kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal
mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan
membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada daerah
seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang Freeport
berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan Grasberg dan Ersbeg.
Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai
Ajkwa.
PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan
Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak
Tri Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport
bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih
jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh
karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari
Indonesia hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal
10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah dari
operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%. Sampai saat ini karyawan
Freeport tengah menjalankan aksi mogok kerja dengan menuntut kenaikan gaji US$ 4 per
jam. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja
Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang
menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka
dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan.
Menurut seorang pakar ekonomi dari Universitas Padjajaran sekaligus aktivis LSM
Econit, Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan mengapa solusi Freeport ini bukan sekedar
negosiasi. Pertama, Yaitu meluruskan aturan perundang-undangan yang menyimpangkan
amanah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Kedua, Renegoisasi atau perubahan Kontrak Karya
(KK) yang tidak memakai dasar konstitusi tidak akan memberikan manfaat bagi kepentingan
rakyat Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua secara khusus dan bangsa Indonesia secara
umum membutuhkan dana yang besar untuk mengerjar ketertinggalan dalam membangun
manusia maupun fasilitas yang diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan kemajuan
ekonomi.
Indonesia sebagai bangsa yang besar, harusnya tidak hanya mengejar keuntungan
finansial seperti pajak, deviden ataupun pembagian royalti dari sektor pertambangan akan
tetapi juga harus fokus pada keuntungan ekonomi, ungkap Ibu Hendri. Pemerintah harus
mempunyai visi besar dalam mengelola SDA yang dimiliki. Dalam hal ini, pemerintah harus
mempunyai koridor kebijakan yang jelas mengenai bagaimana pemanfaatan segala sumber
daya alam yang dimiliki untuk kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. Sebagai contohnya,
pemerintah China tidak serta merta segera mengekspor kandungan batu bara yang dimiliki
secara besar-besaram ke pasar dunia akan tetapi China menahan produk batu baranya dalam
negeri untuk kepentingan dalam negeri sendiri tersebut untuk mendorong kemajuan ekonomi
negeri tersebut, dalam hal ini sumber energi.
Pak Soeripto yang juga selaku mantan anggota Badan Intelejen Negara (BIN)
mengemukakan analisis yang menarik, menurut beliau, pasca Perang Dingin, selayaknya
bangsa Indonesia sadar bahwa trend perang dalam masa sekarang adalah perang untuk
memperebukan sumber daya alam atau resource war. Sekarang negara-negara besar sedag
berperang untuk merebutkan sumber daya alam. Dan ini suah terjadi di berbagai negara
seperti Iraq, Afganistan, Kongo, Libya, dll. Urusan perebutan masalah sumber daya alam ini
sejatinya tidak memperdulikan berapa korban jiwa yang jatuh. Begitu juga masalah Freeport,
kita tahu sendiri akhir-akhir ini masih sering terjadi aksi penembakan di Papua yang menelan
korban baik kalangan aparat keamanan ataupun putra daerah Papua sendiri.
Sudah selayaknya kita memandang kasus Freeport ini selain dengan pemahaman yang
mendalam juga dengan kacamata perspektif yang berbeda. Sehingga kita dapat melihat
masalah ini secara komprehensif. Harus kita ingat bahwa masalah ini bukan sekedar
penandatangan kontrak kerja baru, hitam di atas putih. Melainkan masalah yang lebih krusial
lagi, yaitu lingkungan dan penegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Adapun kasus/peristiwa yang terjadi terhadap keberadaan PT.Freeport Indonesia, Di
Papua yaitu :
1) 21 Februari 2006,terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan
pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali KaburWanamon.
Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dansatpam Freeport. Akibat
pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui
kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalanutama Freeport di Ridge Camp, di
Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi
pengolahan dan penambangan Grasberg.
2) 22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap penembakan di
Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa 89 diJakarta yang merupakan
gedung tempat PT Freeport Indonesia berkantor.
3) 23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam SolidaritasTragedi
Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana, menuntuk presidenuntuk menutup
Freeport Indonesia. Aksi yang sama juga dilakukan olehsekitar 50 mahasiswa asal Papua
di Manado.
4) 25 Februari 2006, karyawan PT Freeport Indonesia kembali bekerja setelahpalang di
Mile 74 dibuka.
5) 27 Februari 2006, Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat mendudukikantor PT
Freeport Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Aksi menentang Freeport juga terjadi di
Jayapura dan Manado
6) 28 Februari 2006, Demonstran di Plasa 89, Jakarta, bentrok dengan polisi.Aksi ini
mengakibatkan 8 orang polisi terluka.
7) 1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis LSM yang
mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan menyusup kedalam aksi
mahasiswa Papua. Puluhan mahasiswa asal Papua diMakassar berdemonstrasi dan
merusak Monumen Pembebasan Irian Barat.
8) 3 Maret 2006, masyarakat Papua di Solo berdemonstrasi menentang Freeport.
9) 7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara Moses Kilangin
mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.
10) 14 Maret 2006, massa yang membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint
11) 28 di Timika. Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton.
12) 15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkapdelapan orang
yang dituduh merusak Hotel Sheraton.Dua orang polisi terkena anak panah.
13) 16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan
KampusUniversitasCendrawasih, Abepura, Jayapura,oleh masyarakat dan mahasiswa
yang tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura,berakhir
dengan bentrokan berdarah, menyebabkan 3 orang anggotaBrimob dan 1
intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari pihak mahasiswa dan pihak aparat.
14) 17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena pelurupantulan
setelah beberapa anggota Brimob menembakkan senjatanya ke udaradi depan Kodim
Abepura. Beberapa wartawan televisi yang meliput dianiayadan dirusak alat kerjanya
oleh Brimob.
15) 22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah beradadalam kondisi
kritis selama enam hari19.
16) 23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT FreeportIndonesia
di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja. 3 orangmeninggal dan puluhan
lainnya cedera.
17) 23 Maret 2006,Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan
penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya,
Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbahdan telah mencemari air laut dan biota
laut.
18) 18 April 2007,sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk menuntut perbaikan
kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 Aprilsetelah tercapai
kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan gaji terendah.
19) 21 Oktober 2011,sekitar tiga orang tewas akibat insiden penembakan di kawasan
Freeport Timika Papua. Marcelianus, seorang personel polriberpangkat Brigadir Polisi
Satu juga tewas tertembak

Analisis Dampak Sosial, Ekonomi ,Dan Lingkungan Yang Ditimbulkan PT Freeport


Indonesia
Kasus PT Freeport Indonesia dengan masyarakat dan buruh pegawai sama-sama
bersitegang, tidak adanya kesepakatan diantara semua pihak terkait membuat masalah
semakin berkepanjangan. Pemerintah yang sedang asyik dengan politik dan pencitraan,
seakan menganggap ini sebagai lahan mencari nafkah.
Tak terkecuali Kesatuan Polisi yang menjadi satpam Freeport melawan rakyat Papua
yang merasa terdholimi. Sehingga konflik melebar pada emosional rakyat yang banyak
melakukan langkah separatis dan bergabung dengan OPM gerakan PapuaMerdeka.
Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikan oleh semua pihak yang asyik nina-bobo
dengan kepentingan-kepentingan kemaslahatan dirinya sendiri, justru semua pihak akan
mengalami kerugian pada akhirnya.
Pembahasan mengenai kasus ini dalam menghadapi krisis internal antara Perusahaan
dan Karyawan, dan krisis Eksternal anata Perusahaan dan Masyarakat.
Adanya misscommunication antara Satpam PT. Freeport Indonesia dan Polisi dengan
pengaman dari PT Grup 4 Securicor yang mengenakan perlengkapan keamanan lengkap,
pada Rabu, 21 September 2011. Satuan pengamanan bayaran tersebut yang keluar dari dalam
terminal pekerja Gorong-gorong bersitegang dengan Satpam dan Polisi yang berjaga-jaga.
Menurut Wakil Komandan Kepolisian Resor Mimika, Komisaris Polisi Mada Indra Laksanta,
hanya terjadi misscommunication.Mereka berniat membantu pengamanan tapi tidak ada
komunikasi dan koordinasi.
Hari sebelumnya, 20 september malam, Kepala Bidang Organisasi SPSI Freeport,
Virgo Sollosa, menyampaikan pesan ke sejumlah wartawan bahwa pihaknya mengidentifikasi
ada beberapa mobil yang digunakan untuk mengintimidasi pekerja yang melakukan aksi
mogok kerja. Terkesan ada upaya mempropaganda karyawan agar mau naik bekerja dan
memancing emosional karyawan yang sedang menggelar aksi agar terjadi konflik
Analisa kasus di atas menampakkan bahwa adanya hubungan kausal yang
fundamental antara PT. Freepot dengan para karyawan berkaitan dengan komunikasi yang
tidak efektif, pertukaran dan penyebaran informasi yang tidak terkoordinir, dan tidak adanya
kesamaan tujuan dalam pencapaian kerja organisasi, pihak perusahaan yang menginginkan
karyawan berkerja dan keinginan karyawan yang bertolak belakang dengan mengadakan aksi
mogok kerja.
Berbagai kekerasan yang terjadi di Papua semakin membuat rakyat Papua sengsara.
Langkah represif aparat kepolisian, justru semakin membuat situasi mencekam. Polisi sebagai
pengaman dan pelindung masyarakat justru menjelma menjadi momok yang menakutkan
serta menjadi musuh masyarakat, dan seakan mati-matian menjaga dan melindungi
kepentingan Freeport.
Patut dipertanyakan peran negara dalam menjamin kehidupan rakyatnya. Karena,
selama ini sikap Pemerintah terkesan membiarkan berbagai konflik yang terjadi di Papua.
Keinginan dari rakyat Papua menurut Edo, hanya hidup selayaknya, bisa cukup makan.
Masih banyak masalah seperti kemiskinan, kesehatan masih menjadi masalah utama di tanah
Papua.
Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya yang juga saat ini banyak pemberontakan di
Papua dilakukan oleh orang Papua yang memperjuangkan kemerdekaan dan ingin
memisahkan diri dengan Indonesia. Jika keadaan ini tidak diperhatikan betul baik oleh
Pemerintah, pihak Freeport, Kepolisian, dan masyarakat.
Karena, adanya keinginan hidup yang layak mereka melakukan aksi yang sebenarnya
ingin mengajak Pemerintah untuk memperhatikan nasib rakyat Papua. Serta mengubah cara
pandang pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua perlu diubah. Selama ini rakyat Papua
sering dipandang sebagai orang yang memberontak dan pendukung tindakan separatisme.
Bukan hanya meng-anak emaskan Freeport dan mengesampingkan masyarakat Papua.
Perhatian yang harus dilakukan Pemerintah berhubungan dengan cara pandang,
adalah menganggap orang Papua sebagai anak bangsa yang tidak puas terhadap kelakuan
Pemerintah saat ini. Stigma ini yang harus diubah, agar orang Papua tidak terus mengalami
kekecewaan yang besar terhadap pemerintah.

Dari analisis masalah diatas maka hal-hal yang harus segera dilakukan untuk
menyelesaikan konflik ini adalah :
1. Sudah sangat mendesak untuk dilakukan pengkajian ekonomi secara mendalam. Untuk
mengkaji ekonomi secara mendalam dapat menggunakan pendekatan institusionalisme
rasional, dimana pendekatan ini berakar dalam analisis ekonomi dan teori formal. Untuk
selanjutnya dilakukan kesepakatan kembali antara pihak pemerintah kabupaten minika
kususnya dan papua pada umumnya dengan pihak PT FIC terutama mengenai balas jasa
secara langsung dan biaya sosial ekonomi yang harus dibayarkan sebagai akibat dari
lemahnya manfaat ekonomi yang diterima selama ini.
2. Penyelesaian konflik yang kedua dengan mendengarkan aspirasi masyarakat. Dimana kita
dapat menggunakan pendekatan institusionalisme sosiologis, yang mana menekankan
gagasan budaya, peranan symbol skrip kognitif dan templat moral serta menggunakan
pendekatan normatif. Pihak pemerintah kabupaten mimika dan propinsi papua
hendaknya mengambil sikap tegas terhadap PT.FIC terkait dengan dampak lingkungan
yang diterima oleh masayarakat papua dari beroprasinya PT.FIC ini.

Anda mungkin juga menyukai