Anda di halaman 1dari 18

REFERAT ILMU ANESTESIOLOGI

KLASIFIKASI DAN PENANGANAN SYOK

Disusun oleh:
Yuvina ( 112017067 )

Dokter Pembimbing:
Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 17 DESEMBER 2018 – 5 JANUARI 2019
RUMAH SAKIT BAYUKARTA, KARAWANG
PENDAHULUAN

Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Setiap
aspek stok mulai dari definisi hingga teapi masih kontrversial dan akan terus berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal dalam dunia kedokteran digambarakan
sebagai “a rude unhanging of machinery of life” selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan
pendekatan dari berbagai macam aspek, yaitu aspek system , fungsi, terpadu, dan komprehensif, untuk
menjadikan manajemen syok sebagai “time saving is life saving”.

Banyak definisi syok yang mencermikna beragam kompleksitas yang tidak diketahui secara pasti tentang
patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah
majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat
kaitannya dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder.

Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan
multi sektoral. Langakh awal penatalaksanaan syok mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena
manajemen syok harus memperhatikan “The Golden Period”, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel
belum menyebabkan “cumulative oxygen deficit” melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial laktat
mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama onset dari syok adalah batas waktu maksimal
untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada
syok adalah hipotensi dan asidosis metabolic, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indicator
utama syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat
menguasai “life support measure” yang meliputi “Airway-Breathing-Circulation and Brain Support”,
langkah penting selanjutnya adalah mengatasi penyebab syok dengan terapi definitive yang tepat.

DEFINISI DAN KLASIFIKASI SYOK

Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan
mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran
nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel,
dimana kondisi ini mempunyai karakteristik:

1) ketergantungan suplai oksigen,


2) kekurangan oksigen, dan
3) asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi
organ vital (Multiple Organ System Failure/MOSF) dan kematian.

Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang
ditimbulkan.

1. Syok Hipovolemik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume
intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan
pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. Hal ini menyebabkan turunnya
aliran balik darah, volume jantung semenit, dan volume sekuncup (preload), sehingga terjadi
perluasan ruang vaskuler. Kondisi ini menyebabkan penurunan aliran darah koroner dengan
segala akibatnya.
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah, diare, luka
bakar, atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan
preload berat, direfleksikan pada penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan
dan kiri. Perubahan ini yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke
volume) dan curah jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik <
80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel
kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam,
ekstremitas dingin dan sianotik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi
atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan
terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab
terbanyak adalah infark myokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi, gangguan mekanik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa ventrikel
kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung
dan pembedahan jantung yang lama.
Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut,
biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada
curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke dalam sirkulasi arteri sistemik)
dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
3. Syok Distributif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Penyebab
dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan
toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok
neurogenik.
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan penurunan
tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septic merupakan gangguan kedua
system vaskuler perifer dan jantung
4. Syok Obstruktif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran
balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal atau terganggunya aliran keluar
arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade
perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis.
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastole, sehingga
secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke Volume) dan berakhirnya curah jantung.
Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.
5. Syok endokrin
a. Disebabkan oleh hipothyroidisme, hiperthyroidism dengan kollaps cardiac dan
insufisiensi adrenal. Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular sambil mengobati
penyebabnya.
b. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien
yang tidak respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.

DERAJAT SYOK

Berat dan ringannya syok menurut Tambunan Karmel, dkk,

1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan prgan non-vital seperti kulit, lemak,
otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relative dapat hidup lebih lama dengan perfusi
rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau anya sedikit menurun, asidosis metabolic tidak
ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal, dan
lainnya). Organ- organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak,
kulit, dan otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolic. Akan tetapi kesadaran
relative masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi
untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokonstriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis berat,
ganguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia jantung (EKG Abnormal, curah jantung
menurun).

DIAGNOSIS SYOK

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gambaran syok secara umum : tekanan darah turun, detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran
turun, produksi urine turun, pH arteri turun.

A. Tanda vital. Detak jantung, tekanan darah, suhu, produksi urine dan oksimetri nadi. Pengukuran
tradisional untuk menetapkan syok masih dipakai di klinik. Pasien dengan tanda vital normal
atau mendekati normal, terdapat 50-85% masih syok .
1. Detak jantung.
a. Takikardi adalah tanda awal pada bermakna hilangnya cairan pada syok
b. Detak jantung pada pasien muda atau pemakai beta-bloker mungkin tidak naik
c. Bradikardi setelah hipotensi berkepanjangan mencegah kollap kardiovaskular
2. Tekanan darah
a. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (pulse pressure) adalah tanda
hilangnya cairan yang berat dan syok
b. Tekanan arteri rerata (MAP) merupakan penunjuk terapi lebih baik dibanding
tekanan sistolik
3. Suhu
a. Hiperthermia, normothermia, atau hipothermia dapat terjadi pada syok
b. Hipothermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik
4. Produksi urine
a. Merupakan penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok
b. Merupakan tanda vital tertunda karena perlu 1-2 jam untuk mendapat pengukuran
akurat.
5. Oksimetri denyutan.
a. Diukur kontinyu dan indikator awal hipoksemia, tetapi tak berlaku pada pasien
hipothermia
B. Pemantauan hemodinamik invasif
1. Pemasangan kateter arteri untuk pengukuran tekanan darah kontinyu
2. Pemasangan kateter vena sentral untuk CVP kontinyu
3. Pemasangan PAC kateter arteri pulmonal dapat mengukur CVP, RAP, PAP, PAOP (PCWP),
dan volume semenit jantung.
C. Prabeban jantung.
1. LVEDV proporsional pada LVEDP. Kenaikan LVEDV (prabeban) akan menaikkan panjangnya
serabut miokard dan karenanya meningkatkan volume semenit jantung pada tingkat
optimal spesifik.
D. Variabel aliran jantung
1. Volume semenit jantung atau indeks jantung (CI) menggambarkan fungsi jantung dan dapat
langsung diukur dengan PAC. Optimalisasi CI adalah tujuan resusitasi. CI dapat dinaikkan
dengan meningkatkan prabeban, menaikkan kontraktilitas atau menurunkan pasca- beban.
2. Indeks tahanan vaskular sistemik (SVRI) dapat berasal dari pengukuran PAC untuk CO (CI)
dan MAP. SVRI, pasca-beban jantung akan membantu penunjuk terapi. Pasien syok
hipovolemia, obstruktif, kardiogenik dan stadium akhir sepsis mempunyai SVRI tinggi dan CI
rendah. Pasien awal syok septik mempunyai SVRI rendah dan CI tinggi.
3. Left ventricular stroke work index (LVSWI) dapat berasal dari perubahantekanan x
perubahan volume dan juga akan menggambarkan respon terhadap terapi.
LVSWI = (MAP-PAOP) x stroke volume index
(SVI=CI/HR) (0.0136).
4. Pengukuran PAC khusus yang dapat menghitung right ventricular ejection fraction (RVEF),
yang dapat menghitung right ventricular end-diastolic volume (RVEDVI).
RVEDVI =SVI/RVEF, ini pengukuran lebih akurat untuk status volume sebenarnya.
E. Penilaian transpor oksigen
1. Oxygen delivery index (DO2) = kandungan oksigen arteri x indeks jantung [ DO2=CaO2 x CI x
10 dl/L ]
2. Kandungan oksigen arteri CaO2 = (1.34 x Hb x SaO2) + (PaO2 x 0.003)
3. Kandungan oksigen vena CvO2 = (1.34 x Hb x SvO2) + (PvO2 x 0.003)
4. Indeks konsumsi oksigen (VO2) = (CaO2 – CvO2) VO2 = (1.34 x Hb x SaO2-SvO2) x CI x 10 dl/L
5. Ratio ekstraksi oksigen (OER) = VO2/DO2 normal 25%
6. Pengukuran SvO2 kontinyu (tersedia pada PAC khusus) akan mendeteksi awal kenaikan VO2
(pada SvO2 rendah) dan mungkin perlu meningkatkan kemampuan pemuatan oksigen
dengan transfusi atau meningkatkan CI. SvO2 tinggi adalah menunjukkan awal sepsis, SIRS
dan/atau cirrhosis dan tidak menggambarkan kerusakan pemakaian oksigen pada tingkat sel
(mitochondria).
F. Titik akhir resusitasi.
1. Produksi asam laktat
a. Bila sel kekurangan oksigen akan terjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan
laktat. Peningkatan laktat serum ini menunjukkan beratnya syok dan terjadi pada
hipoperfusi global dan tidak terjadi pada hipoperfusi regional.
b. Laktat dapat meningkat pada penyakit hepar atau ginjal dan sedikit nilainya pada 2
atau 3 hari sesudah terjadi syok
c. The rate of clearance of lactate adalah penanda lebih baik pada resusitasi yang
adekuat dibanding nilai absolut.
2. Defisit basa : adalah jumlah basa diperlukan untuk titrasi total volume darah menjadi pH
normal. Terjadinya kenaikan defisit basa berhubungan dengan beratnya syok.
3. Pemantauan pH intramukosal : organ mesenterik akan mengalami hipoperfusi lebih awal
dan lebih berat pada syok.

Syok hipovolemik

Penyebab syok hipovolemik terdiri dari kausa hemoragik eksternal atau internal (fraktur
tl.panjang, retroperitoneal bleeding dan hematothorax), maupun nonhemoragik, yaitu kehilangan cairan
dari saluran GIT, saluran urinaria, kulit atau kebocoran kapiler pada inflamasi dan sepsis. Tingkat
keparahan syok hipovolemik berdasarkan fungsi defisit volume cairan, laju kehilangan cairan dan status
premorbid pasien akibat kehilangan cairan. Menurut Beecher, syok hipovolemik dibagi atas 4 derajat
berdasarkan perkiraan hilangnya darah estimated blood loss (EBL), yang digambarkan pada laki-laki
dewasa 70 kg BB (tabel 1).

Tabel 1. Derajat hipovolemi berdasarkan EBL


Syok Kardiogenik

Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klinis syok hipovolemik, disertai
adanya disritmia, bising jantung, gallop. Terdapat gejala penyerta faktor predisposisi resiko syok karena
infark myokard antara lain: umur, Diabetes mellitus, riwayat angina, gagal jantung kongestif, infark
anterior. Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak nafas, diaforesis, gelisah dan ketakutan,
nusea dan vomiting dan gangguan sirkulasi lanjut menimbulkan berbagai disfungsi end organ. Edema
paru diketahui dengan keluhan sesak nafas, sianosis sentral, terdapat ronkhi paru, krepitasi perikardial
ataupun wheezing. Beberapa tipe penyebab kardiogenik syok selain iskemia miokard antara lain:
kardiomiopati, aorta stenosis, aorta regurgitasi, stenosis mitral, regurgitasi mitral dengan pemeriksaan
klinis masing-masing sesuai tabel.

Tabel 2. Beberapa penyebab syok kardiogenik

Syok Distributif

Syok Septik

Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis sendiri berupa sindroma reaksi
inflamasi sistemik (SIRS) dimana terdapat dua gejala atau lebih: 1. temperatur >38 C atau < 36 C, 2. heart
rate >90x/mnt, 3. frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2 < 4,3 kPa, 4. Lekosit >12.000 sel/mm atau <
4000sel/mm atau >10% bentuk imatur.

Syok septik adalah sindroma sepsis disertai hipotensi dan gangguan perfusi. Tekanan sistolik <
90 mmHg atau turun > 40 mmHg dari tekanan basal tanpa sebab jelas. Terdapat dua fase sindroma klinis
yaitu warm shock and cold shock (tabel 3).
Tabel 3. Gejala syok septik menurut fase

Sepsis lanjut diakhiri dengan kerusakan target organ berupa Multiple Organ System Failure
(MOSF), antara lain ARDS dengan gejala dispneu, hipoksemia, infiltrat pulmo difus, kompliance pulmo,
permeabilitas vaskuler paru, shunting (pintasan paru). Dengan adanya MOSF ataupun kombinasi
beberapa syok yang terjadi bersamaan, terutama antara syok septik dan hipovolemik maka gejala septik
syok akan sangat bervariasi.

Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah hipotensi yang merupakan bagian dan sindroma klinis reaksi imunologis
antibody-mediated bersifat sistemik. Gejala klinis timbul setelah kontak dengan antigen dari beberapa
detik sampai beberapa jam dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda dalam berat ringannya, lama
serangan maupun perjalanan penyakitnya (dapat mengenai satu sistem atau lebih). Tingkat keparahan
klinis tergantung pada rute masuknya dan dosis antigen.

Efek klinis anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Terjadi edem hipofaring
dan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini
menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas akut dengan gejala: dispneu, wheezing, gagal nafas
akut.

Mediator terpenting syok anafilaksis adalah histamin, menyebabkan vasodilatasi arteriol, dan
peningkatan permiabilitas vaskuler sehingga terjadi hipotensi. Hal ini diperberat dengan adanya
angioedem yang terjadi di kulit (flushing, urtika, eritema) dan organ visera. Turunnya perfusi koroner
akibat hipotensi ataupun pacuan reseptor H (histamin) pada arteri koroner juga akan menimbulkan
spasme arteri dan depresi myokard dengan gejala angina dan takikardi.
Efek substansi mediator primer pada rangkaian konstriksi otot polos menyebabkan gangguan
sistem gastrointestinal berupa nausea, vomiting, kram abdomen dan diare. Pada sistem renal timbul
gejala hematuri yang disebabkan proses hemolisis. Akibat syok lebih lanjut adalah gangguan perfusi ke
SSP menyebabkan turunnya kesadaran. Apabila masuk pada fase syok maka akan memberikan gejala
seperti syok hipovolemik. Kematian disebabkan oleh keadaan syok ataupun obstruksi jalan nafas.

Syok neurogenic

Sering terjadi pada cervical atau high thoracic spinal cord injury. Gejala klinis hipotensi disertai
bradikardi. Gangguan neurologist : paralisis flasid, refleks extremitas hilang dan priapismus.

Syok obstruktif

Gejala klinis yang tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik. Gejala klinis
juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade
jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax.

Faal jantung pada fase permulaan normal, tetapi terdapat penurunan venous return karena
obstruksi. Pada fase selanjutnya akan tampak kelelahan, cemas, sinkop, pucat, berkeringat dingin,
hipotensi, takikardi, angina, distres respirasi, pulsus paradoksus (turunnya tekanan sistolik 10 mmHg
pada inspirasi spontan), pernafasan Kussmaul. Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda akut kor
pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia..

Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung: suara jantung menjauh, pulsus altemans,
JVP selama inspirasi. Sedangkan Emboli pulmonal: dispneu mendadak nyeri dada substernal, disritmia
jtg, ggal jantung kongesti, EKG terdapat strain ventrikel kanan.
Tabel 4. Diagnosis klinis berdasarkan patofisiologi

PEMANTAUAN SYOK

Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun non-rutin untuk
mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik, serebral; tak ada parameter klinis yang spesifik
pada syok Monitor Hemodinamik dapat berupa monitor non invasif maupun invasif. Invasif terutama
diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau terapi suportif kardiovaskuler.

1. Kardiovaskuler
Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitudo dan ritme), perfusi perifer
Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi
Monitoring invasif : Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi urin, kateterisasi arterial.
2. Respirasi
Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas
Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa Gas darah,spirometri.
3. Metabolic
Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4jam pertama), faktor koagulasi dan gangguan
pembekuan
Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah, ureum/kreatinin, elektrolit darah,
gula darah, ensim jantung, test fungsi hati
Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test
4. Serebral
Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)

MANAJEMEN SYOK

1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi organ-
multipel dan kematian. Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan untuk
memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat dengan infus cairan.
Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) diisusul darah pada syok
perdarahan. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan penegakan diagnosis etiologi.
Diagnosis awal etiologi syok adalah essensial, kemudian terapi selanjutnya tergantung
etiologinya.
2. Syok hipovolemik
a. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar
(dapat lebih satu tempat) atau melalui vena sentral. Pada perdarahan maka dapat
diberikan 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan
transfusi darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.
b. Resusitasi tidak komplit sampai dan serum laktat kembali normal. Pasien syok
hipovolemik berat dengan resusitasi cairan akan terjadi penumpukan cairan di rongga
ketiga.
c. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni.
d. PAC sangat menolong untuk penunjuk resusitasi syok berat.
3. Syok obstruktif.
Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan.
a. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung
b. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada pneumothorax tension
c. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin thrombolisis, dan mungkin prosedur radiologi
intervensional untuk emboli paru.
4. Syok kardiogenik.
a. Optimalkan prabeban dengan infus cairan
b. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropes sesuai keperluan, seimbangkan
kebutuhan oksigen jantung. Dapat dipakai dobutamin, amrinone dan obat vasoaktif lain.
c. Sesuaikan pascabeban untuk memaksimalkan CO. Dapat dipakai vasokonstriktor bila
pasien hipotensi dengan SVR rendah. Pasien syok kardiogenik mungkin membutuhkan
vasodilatasi untuk menurunkan SVR, tahanan pada aliran darah dari jantung yang
lemah. Dapat dipakai nitroprusside dan nitroglycerin.
d. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi
e. PAC dianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi
f. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan diobati.
5. Syok distributif
a. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab
vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan
terkoreksi, dapat diberikan pressor untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi pressor
dimulai sebelum prabeban adekuat tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak
akan optimal kecuali bila ada perbaikan prabeban.
b. Dapat dipakai dopamin, nor-epinephrine dan vasopressin
c. Dianjurkan pemasangan PAC
d. Pengobatan kausal dari sepsis
Tabel 5. Titik akhir resusitasi pada sepsis
6. Syok Anafilaksis
a. Tindakan wajib dan segera.
Tindakan umum
 Epinephrine (1:1,000), 0.2 – 0.5 ml i.m; sampai 3 dosis dengan Interval 1- 5
menit.
 Torniket proksimal dari suntikan atau sengatan/gigitan
 Epinephrine (1: 1,000), 0.1 – 0.3 ml infiltrasi pada masuknya antigen
Untuk obstruksi atau henti nafas
 Bebaskan jalan nafas: pipa trakhea, cricothyrodotomi atau Trakheostomi
 Terapi oksigen dan ventilasi mekanik
b. Sesudah penilaian klinis
Tindakan umum
 Diphenhydramin 1.25 mg/kg sampai maksimum 50 mg iv atau im.
 Hydrocortison 200 mg ; dexamethasone 10 mg ; atau methyl – Prednisolone 50
mg iv tiap 6 jam untuk 24-48 jam.
 Cimetidine 300 mg, iv antara 3 – 5 menit
Untuk hipotensi
 Epinephrine (1:1,000), 1 ml dalam 500 ml saline dengan 0.5- 2.0 ml/ menit atau
1-4 µg/menit melalui vena sentral
 Normal saline, Ringer laktat atau koloid untuk ekspansi volume.
 Levarterenol bitartrate 4 mg dalam 1,000 ml D5W dengan 2-12 µg/ menit iv
 Glukagon (bila pasien memakai terapi penyekat beta), 1 mg/ml iv bolus atau
infus, atau 1mg/L D5W dengan kecepatan 5-15 ml/menit.
Untuk bronkokonstriksi
 Suplemen oksigen
 Aminophyllin (hanya pasien tidak syok) 5 mg/kg sampai maksimum 500 mg iv
selama 20 menit kemudian 0.3 – 0.8 mg/kg/jam iv
 Albuterol (0.5%), 0.5 ml dalam 2.5 ml saline , nebulizer. Bila intubasi pakai
albuterol MDI 10-20 semprot, endotrakheal, tiap 20 menit sesuai keperluan.

Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui


resusitasi,dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan
dan sel. Tata laksana utama pengelolaan adalah berdasarkan Basic Life Support dan Advance Life
Support :kemudian tetapkan diagnosis, batasi kerusakan dan terapi definitif berdasar penyakit yang
mendasari syok. Arah utama pengelolaan dimulai dari kontrol jalan nafas untuk pemberian ventilasi dan
oksigenasi, resusitasi cairan untuk menggantikan volume sirkulasi bagi jenis syok yang membutuhkan
(terutama hipovolemik) dan pengelolaan hipotensi dan asidemia, serta pemberian obatobat inotropik,
antiaritmi dan diuretik untuk memperbaiki daya pompa jantung, obat-obat vasoaktif untuk perbaikan
tonus vaskuler.

Untuk hipotensi Untuk bronchokonstriksi

1. Pengelolaan Syok Hipovolemik


Tujuan utama adalah restorasi volume intravaskuler dengan target optimalkan tekanan
darah , nadi, dan perfusi organ. Bila hipovolemi telah teratasi baru boleh diberikan vasoaktif
agent (dopamine, dobutamine)
2. Pengelolaan Syok Kardiogenik
Tujuan utama adalah memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Bila CO BP SVR beri
dobutam darah sangat rendah harus diberikan obat yang berefek inotropik dan vasopresor yaitu
nor- epinephrine
3. Pengelolaan khusus Syok Anafilaktik
Tujuan utama adalah: 1. mencegah efek mediator dengan menghambat sintesis dan
pelepasan mediator serta blokade receptor, 2. Mengembalikan fungsi organ dan perubahan
patofisiologi akibat mediator.
Prioritas tindakan utama adalah membebaskan jalan nafas dan memelihara ventilasi
adekuat akibat adanya obstruksi jalan nafas. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan
cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat dilakukan. Keadaan hipovolemi diatasi dengan
cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan asidosis.
4. Pengelolaan Khusus Syok Neurogenik
Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan, guna meningkatkan tonus
vaskuler dan mencegah bradikardi diberikan Norepinefrin. Epinefrin berguna meningkatkan
tonus vaskuler tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat ditambahkan dopamin dan
efedrin. Agen antimuskarinik atropin dan glikopirolat juga dapat untuk mengatasi bradikardi.
Terapi definitif adalah stabilisasiMedulla spinalis yang terkena.
5. Pengelolaan Khusus Syok Obstruktif
Resusitasi volume akan memperbaiki pengisian ventrikel, dibutuhkan agen inotropik
untuk meningkatkan kardiak output. Selanjutnya terapi definif adalah intervensi operatif
Tension pneumothorax diatasi dengan pungsi dan WSD. Abdominal compartment syndrome
diatasi dengan laparotomy dekompresif. Tamponade kardiak diatasi dengan pericardiosintesis
dan emboli pulmonal diatasi dengan trombolisis atau thrombectomy.

Kesimpulan

Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui
resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan
dan sel.. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah dan dilanjutkan dengan dengan titik penekanan terapi
pada karakteristik klinis masing-masing syok.
Daftar pustaka

1) Suryono, Bambang. Tatalaksana Syok. 2008. Clinical updates : emergency topics ; Jogja. Hal 46-
60.
2) Fitria, Cemy Nur. Syok dan penanganan.2010. Gaster Vol.7 No.2. hal 593-604.

Anda mungkin juga menyukai