STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama : TN. HBT
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Sunter Hijau I X blok N4/6 RT 017/010 Sunter
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Cina
Agama : Hindu
Status pernikahan : Sudah Menikah
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara Autoanamnesis, tanggal 25 September 2019 pukul 09:45
WIB
Keluhan Utama : Pasien mengeluh gatal pada bercak merah bersisik
di badan bagian belakang
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke poli kulit
dan kelamin untuk kontrol dan evaluasi penyakitnya. Saat itu pasien
dijadwalkan melihat hasil lab terakhir. Dokter menunjukan bahwa leukosit
pasien menurun dibawah rata-rata. Dokter memutuskan untuk
menghentikan sementara pengobatan pasien yaitu methotrexate. Pasien
dianjurkan untuk kontrol kembali 1 minggu berikutnya untuk evaluasi lagi
hasil darah.
Pasien mengaku tidak datang untuk kontrol saat itu karena tidak
ada waktu mengurus surat rujukan. Pasien mengatakan terdapat bercak
kemerahan disertai rasa gatal pada punggung dan pinggang belakang.
Keluhan ini muncul saat pasien sedang sangat stress menghadapi
pekerjaannya. Saat itu pasien tidak mengobati keluhannya sampai 1 bulan.
1
Karena gatal dirasakan sangat mengganggu, akhirnya pasien
memutuskan untuk berobat. Pasien datang ke poli dengan keluhan lesi
baru dan bersisik pada punggungnya yang dirasakan gatal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnnya pasien memiliki riwayat penyakit yang sama muncul
pertama kali di tengkuk pasien 10 tahun yang lalu. Keluhan bercak merah
bertambah ke perut, punggung, tangan, dan kaki selama perjalanan 5
tahun.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti
ini.
Riwayat Pemakaian Obat
Pasien mengaku saat pertama kali timbul bercak, pasien pernah
memakai obat oles herbal yang dianjurkan oleh temannya, namun keluhan tidak
membaik.
2
Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing(-), ronkhi (-)
Abdomen : Bising usus normoperistaltik.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik
3
Gambar 2. Lokasi lesi di badan bagian belakang
Lokasi: region trunkus posterior
Effloresensi: Plak eritematosa, berbatas tegas, bentuk bulat hingga oval,
ukuran lenticular, numular hingga plakat, disertai skuama kasar dan tebal,
berwarna bening
4
Gambar 4. Lokasi lesi di tungkai bawah kanan lateral
Lokasi: 1/3 medial cruris dextra
Effloresensi: Bercak eritematosa, bentuk bulat, ukuran numular hingga
plakat, disertai skuama kasar diseluruh lesi
1.6 RESUME
Pasien TN. HBC , ♂ 70 tahun dengan keluhan gatal pada bercak
merah bersisik di region trunkus posterior sejak 1 bulan yang lalu. Pasien
mengaku bahwa gejala ini sudah diderita sejak 10 tahun. Pasien mengaku
pernah membeli obat oles herbal, namun pasien tidak ingat nama obatnya.
Menurut pasien penggunaan obat herbal tersebut tidak menimbulkan
perbaikan pada keluhannya. Akhirnya 5 tahun lalu pasien berobat ke
dokter dan keluhan membaik setelah diberikan methotrexate, cetirizine,
dan obat lainnya. Pasien mengaku 2 bulan terakhir ini, pasien tidak
mengonsumsi obat karena sedang tidak ada waktu mengurus surat rujukan
5
dan anjuran dari dokter karena leukositnya rendah. Riwayat alergi pada
pasien disangkal.
Status generalis dalam batas normal. Status dermatologikus
terdapat Bercak eritema berbatas tegas, ukuran nummular, dan skuama
halus pada region occipital, trunkus anterior dan posterior, dan regio cruris
lateralis dextra. Saat dilakukan tes fenomena tetesan lilin (+), fenomena
Auspitz (+).
1.10 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Edukasi pada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit genetik
- Anjurkan agar rutin kontrol ke dokter kulit untuk konsultasi
penggunaan obat dan periksa darah
Medikamentosa :
- Cetirizine tab 10mg/ S1 dd tab 1 tiap malam
- Methotrexate 7,5mg/minggu 2,5-2,5-2,5/12 jam
- Asam folat 1x1mg
- Asam salisilat cream 3%
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis
dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda.1,2 Onset
penyakit ini umumnya kurang pada usia yang sangat muda dan orang tua.2,3 Dua
kelompok usia yang terbanyak adalah pada usia antara 20 – 30 tahun dan yang
lebih sedikit pada usia antara 50 – 60 tahun. Psoriasis lebih banyak dijumpai pada
daerah dingin dan lebih banyak terjadi pada musim hujan.4,5
7
2.3 Etiologi
1) Faktor imun
Peranan mekanisme imun dibuktikan dengan tingginya jumlah sel T yang
teraktivasi dalam epidermis dan dermis, adanya makrofag, dan dengan
terbukti efektifnya terapi imunosupresif dan imunomodulator pada psoriasis.5
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam
epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh
limfosit T CD8. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis
psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan
antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari,
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998)
berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90%
kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.5
2) Faktor Genetik
Faktor genetik juga terkait dengan kejadian psoriasis. Alasan utama yang
mendukung hal ini adalah penelitian yang menunjukkan peningkatan insiden
psoriasis pada keluarga penderita psoriasis, peningkatan insiden psoriasis
yang terjadi pada anak dengan satu atau kedua orangtua yang terkena,
tingginya angka psoriasis pada kembar monozigot, dan kemungkinan letak
lokus pada beberapa kromosom. Faktor genetik sangat berperan, dimana bila
8
orang tuanya tidak menderita psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12%,
sedangkan jika salah seorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya
mencapai 34-39 %.3,4,6 Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah
bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.5 Berdasarkan awitan penyakit
dikenal dua tipe: Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis
tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan
HLA-B27 dan Cw2 dan Psoriasis Pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.5
Psoriasis merupakan kelainan multifaktorial dimana faktor genetik dan
lingkungan memegang peranan penting.5,6
2.4 Patofisiologi
Pada kulit dengan psoriasis, siklus sel epidermal terjadi lebih cepat.
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis akan menimbulkan akumulasi
sel monosit dan limfosit pada puncak papil dermis dan di dalam stratum basalis
sehingga menyebabkan pembesaran dan pemanjangan papil dermis. Sel
epidermodermal bertambah luas, lipatan dilapisan bawah stratum spinosum
bertambah banyak.4
9
Stratum granulosum tidak terbentuk dan didalam stratum korneum terjadi
parakeratosis.5
Pembelahan sel pada stratum basale terjadi setiap 1.5 hari, dan migrasi
keratinosit ke stratum corneum terjadi kira-kira dalam 4 hari. Karena sel-sel
mencapai permukaan dengan sangat cepat, sel-sel tersebut tidak berdiferensiasi
dan berkembang dengan sempurna. Stratum corneum tidak terkeratinisasi secara
sempurna dan sel-sel epidermal berkembang dan menumpuk dengan abnormal
dan menjadi berskuama. Epidermis pada lesi psoriasis tiga hingga lima kali lebih
tebal dari normal. Pembuluh darah dalam stratum papilare dermis terdilatasi dan
sel-sel inflamasi, seperti neutrofil, menginfiltrasi epidermis. Pada psoriasis terjadi
peningkatan mitosis sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi
penebalan dan pelebaran kapiler sehingga tampak lesi eritematous. Pendarahan
terjadi akibat dari rupture kapiler ketika skuama dikerok.4
1) Psoriasis Vulgaris
Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak yang secara
ilmiah disebut juga Psoriasis Vulgaris.2
2) Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian
atas atau sehabis influenza atau morbili, stres, luka pada kulit, penggunaan
obat tertentu (antimalaria dan beta bloker).3
4) Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang, kelainannya eksudativa seperti dermatitis
akut.2
10
5) Psoriasis Seboroik (seboriasis)
Gambaran klinis merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak
lunak. Lesi juga terdapat pada tempat seboroik.3
6) Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai
penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat dua
bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk
lokalisata contohnya psoriasis pustulosa palm-plantar (Barber) yang
menyerang telapak tangan dan kaki serta ujung jari. Sedangkan bentuk
generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi, dan disertai
gejala sistemik berupa panas / rasa terbakar. Dapat terjadi komplikasi
pneumonia, hepatitis, dan kegagalan jantung, sehingga berakibat fatal. 1
7) Artritis Psoriatik
Poliartritis dan menyerang sendi-sendi kecil, terutama interfalang distal.1,3
8) Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal terlalu kuat
atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas, dapat juga ditimbulkan oleh
infeksi, hipokalsemia, obat antimalaria, tar dan penghentian kortikosterid,
baik topikal maupun sistemik.2 Lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak
lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. 3
2.6 Diagnosis
11
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta
transparan. Plak eritematous yang tebal menandakan adanya hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh darah dan inflamasi.2,6 Besar
kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan
berkonfluensi. Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama
(siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp,
perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah,
umbilikus, serta kuku.1,2,5
12
poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak
terdapat pada usia 30-50 tahun.2,5 Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan
lesi kistik subkorteks.2
2.6.3 Laboratorium
13
Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam nukleat pada ekskresi urin.
Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan
nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif,
makroglobulin, level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat, dimana
sampai saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.5,6
2) Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan
sering disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes
serologik untuk sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh serta alopesia areata.1,2
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi, luasnya
lesi, dan beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia penderita. Pada
pengobatan awal sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila hasil tidak
memuaskan baru dipertimbangkan pengobatan sistemik, atau diberikan kombinasi
dari keduanya.6
1) Pengobatan Topikal
Terapi dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan untuk
penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau menyerang kurang
14
dari 20% luas permukaan tubuh. Terapi topikal digunakan secara tunggal atau
kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan fototerapi.
a) Anthralin
Diberikan dalam bentuk salep dengan konsentrasi 0,05-0,1%, untuk
pengobatan psoriasis bentuk plakat yang kronis atau psoriasis gutata.
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit. Efek
sampingnya adalah bersifat iritasi dan mewarnai kulit dan pakaian.6
b) Vitamin D3 (Calcipotriol)
Mempunyai efek antiinflamasi dan menghambat proliferasi keratinosit
dengan menghambat pembentukan IL-6. Dipakai untuk pengobatan psoriasis
bentuk plakat, dan dapat menimbulkan iritasi lokal.2
c) Preparat Tar
Preparat tar seperti liquor carbonis detergent 2-5% dalam salep dipakai untuk
pengobatan psoriasis yang kronis. Diduga mempunyai efek yang
menghambat proliferasi keratinosit. Efeknya akan meningkat bila
dikombinasi dengan asam salisilat 2-5%. Dapat diberikan dalam jangka lama
tanpa iritasi.1,6
d) Kortikosteroid topikal
Biasanya dipakai yang mempunyai potensi sedang sampai kuat, untuk
pengobatan lesi psoriasis yang soliter. Mempunyai efek anti inflamasi dan
anti mitosis.6
2) Pengobatan Sistemik
a) Kortikosteroid
Hanya dipakai bila sudah terjadi eritroderma atau psoriasis pustulosa
generalisata. Dosis setara dengan 40-60 mg prednison per hari, dan kemudian
diturunkan perlahan-lahan.6
b) Methotrexate
Mempunyai efek menghambat sintesis DNA dan bersifat anti inflamasi
dengan menekan kemotaktik terhadap sel netrofil. Diberikan untuk
pengobatan psoriasis pustulosa generalisata, eritrodermi psoriatik, dan artritis
15
psoriatik. Dosis yang diberikan adalah 10-12 mg per minggu, atau 5 mg tiap
12 jam selama periode 36 jam dalam seminggu. Efek samping dapat berupa
gangguan fungsi hati, ginjal, dan yang paling sering adalah leukopenia. 2,6,8
c) Siklosporin
Sebagai salah satu obat imunosupresif yang mempunyai efek menghambat
aktivasi dan proliferasi sel T. Selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan
sel keratinosit. Dosis yang dianjurkan adalah 2-5 mg/kg BB, namun
memerlukan waktu yang cukup lama, dapat sampai 3-6 bulan. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik.6
d) Retinoid
Merupakan derivat vitamin A, misalnya etretinat atau acitretin. Mempunyai
efek menghentikan diferensiasi dan proliferasi keratinosit dan bersifat anti
inflamasi, dengan menghambat fungsi netrofil. Dipakai untuk pengobatan
psoriasis pustulosa generalisata ataupun lokalisata, dan eritroderma psoriatik.6
e) DDS (diaminodifenilsulfon)
Hanya dipakai untuk pengobatan psoriasis pustulosa lokalisata dengan dosis 2
x100 mg/hari. Efek sampingnya ialah: anemia hemolitik,
methemoglobinemia, dan agranulositosis.
3) Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapt diukur dan jika
berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar
ulraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA.2 Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.6
PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap
terapi yang lain.8 Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan
terjadi efek sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum
penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali
16
pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2
bulan.1,2 Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing
dan sakit kepala.8,15 Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang
dianggap sebagai resiko PUVA masih kontroversial.2,4
Selain itu UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe
plak, gutata, pustular dan eritroderma. Pada tipe plak dan gutata
dikombinasikan dengan salep likuor karbonis detergens (LCD) 5-7% yang
dioleskan sehari 2x. sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-
23mJ menurut tipe kulit kemudian dinaikan secara bertahap 15% dari dosis
sebelumnya selama seminggu 3 kali. Target pengobatan ialah pengurangan
75% skor PASI. Hasil baik yang di capai saat ini hamper 73% kasus,
terutama tipe plak.Efek samping dari fototerapi adalah kulit memerah, terasa
gatal, tampak membengkak, dan kulit melepuh. Selain berbagai terapi yang
disebutkan di atas, monitoring pasien untuk mengevaluasi pengibatan dan
monitoring efek samping obat sangat diperlukan. Selain itu konsultasi ke
bagian lain juga dapat dilakukan untuk mencari fokus infeksi yang diduga
dapat mencetuskan psoriasis.1,5
2.9 Prognosis
Psoriasis adalah penyakit seumur hidup. Sampai saat ini penyakit ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi bermacam-macam terapi dapat menolong mengontrol gejala.
Hampir semua orang dengan psoriasis dapat hidup dengan normal dan tidak
menyebabkan kematian. Beberapa terapi yang paling efektif digunakan untuk
mengobati psoriasis berat dapat menyebabkan meningkatnya risiko morbiditas
termasuk kanker kulit, lymphoma dan liver disease. Tetapi, sebagian besar
pengalaman pasien psoriasis yang memiliki lesi minor terlokalisir, terutama di
siku dan lutut dapat diobati dengan terapi topikal. Psoriasis dapat memburuk
sepanjang waktu tetapi tidak dapat diprediksi kapan muncul, meluas, ataupun
menghilang. Penyakit psoriasis ini bersifat residif sepanjang hidup penderita.
Mengontrol keluhan dan gejala secara tipikal memerlukan terapi seumur hidup.1,2
17
BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit kronik yang residif yang hingga saat ini belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Psoriasis bisa terjadi pada semua umur, umumnya terjadi pada
orang dewasa. Pada penderita psoriasis tidak mempengaruhi keadaan umum, penderita hanya
mengeluh gatal ringan, lesi pada kulit berupa eritema dan skuama yang berlapis-lapis. Selain
itu psoriasis dapat menyebabkan kelainan kuku dan kelainan pada sendi. Kebanyakan
psoriasis yang onsetnya di mulai pada anak-anak biasanya menjadi berat pada usia dewasa.
Pengobatan agresif dan edukasi dapat mengurangi beratnya penyakit ini. Dengan kontrol
teratur dapat memberi kesembuhan, walaupun pada beberapa penderita dapat terjadi
penyembuhan spontan namun dapat juga berlangsung lama (kronis).
2
DAFTAR PUSTAKA
1. Duarsa WN, et al. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit kulit dan Kelamin
RSUP Denpasar. Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin.
2. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa: Psoriasis, in: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin,
Ed 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2006. p. 189-95.
3. Siregar RS. 1996. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Gudjonsson JE, Elder JT: Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K. (eds), Fitzpatrick
Dermatology in general Medicine, 7th ed. The McGraw Hill Companies. 2008. Chapter
18. p. 169-93.
5. Peters BP, Weissman FG, Gill MA. Pathophysiology and Treatment of Psoriasis. Am J
Health-Syst Pharm. 2000: 57:645-59.
6. Buxton PK. Psoriasis, in: Buxton PK (ed), ABC of Dermatology, 4th ed. BMJ, 2003,
Chapter 2. p. 8-12.
7. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis, in: Katz GS, Paller BG, Wolff K (eds), Fitzpatrick
Dermatology in General Medicine, 7th ed. The McGraw Hill Companies, 2008, Chapter
18. p. 169-93.