Factors Associated With Patient Safety Culture in Karya Bhakti Pratiwi Bogor Hospital
2015
*E-mail: yuliayasmi@gmail.com
ABSTRAK
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) di RSKBP berkisar antara 0,31% sampai dengan 3,01% dengan angka
kematian 2,22%.IKP di RSKBP dinilai masih under reporting karena sebagian besar IKP tidak dilaporkan.
Membangun budaya keselamatan pasien merupakan elemen penting untuk meningkatkan keselamatan pasien
dan kualitas pelayanan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya keselamatan pasien dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan budaya keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015. Penelitian dilakukan bulan Maret
s/d April 2015, dengan sampel 115 responden. Desain penelitian explanatory sequential. Analisa data dilakukan
dengan regresi logistic.Penelitian menunjukan budaya keselamatan pasien di RSKBP masih kurang. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan budaya keselamatan pasien di RSKBP adalah umpan balik laporan insiden
(p=0,021 α=0,05, OR= 15,516 ) budaya tidak menyalahkan ( p=0,019 α=0,05, OR= 14,396 ) dan budaya belajar
( p=0,006 α=0,05, OR= 0,096 ).Disarankan agar RSKBP dapat memperbaiki budaya keselamatan pasien dengan
upaya yang komprehensif dan terstruktur.
Kata kunci: Keamanan pasien; budaya keselamatan pasien; faktor yang terkait dengan budaya keselamatan
pasien.
ABSTRACT
Adverse even (AE) in RSKBP ranged from 0.31% to 3.01% with a mortality rate of 2.22%.AE in RSKBP still
considered under-reporting because most AE not reported. Building a culture of patient safety is an important
element to improve patient safety and quality. This research aims to know the culture of patient safety and the
factors related to the patient safety culture in RSKBP 2015. The study was conducted in March to April 2015,
with a sample of 115 respondents it is Sequential explanatory research design. The data analysis with regression
logistic.Patient safety culture in RSKBP still lacking. Factors related to the patient safety culture in RSKBP
feedback is incident report (p = 0.021 α = 0.05, OR = 15.516) culture is not to blame (p = 0.019 α = 0.05, OR
= 14.396) and a learning culture (p = 0.006 α = 0.05, OR = 0.096) .RSKBP sugest to improve patient safety
culture with a comprehensive and structured efforts.
Keywords: Patient safety; patient safety culture;factors related to the patient safety culture.
Di rumah sakit Karya Bhakti Pratiwi keselamatan WHO pada tanggal 2 Mei 2007 menerbitkan
pasien menjadi prioritas, akan tetapi KTD selalu panduan “ Nine life-saving patient safety solution”
terjadi setiap bulan hampir di semua unit dengan Sembilan solusi keselamatan pasien rumah sakit
(KKP-RS, 2008) yaitu:perhatikan nama obat, rupa 1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
dan ucapan mirip (Look Alike, Sound- Alike Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang
Medication Name), pastikan identifikasi pasien, terbuka dan adil.
komunikasi secara benar saat serah terima atau 2. Pimpin dan dukung staf anda. Bangunlah
pengoperan pasien,pastikan tindakan yang benar pada komitmen dan fokus kuat dan jelas tentang
sisi tubuh yang benar, kendalikan cairan elektrolit keselamatan pasien di rumah sakit anda.
pekat, pastikan akurasi pemberian obat pada 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan
pengalihan pelayanan, hindari salah kateter dan salah sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
sambung selang gunakan alat injeksi sekali pakai, identifikasi dan assessmen hal yang potensial.
tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan 4. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda
infeksi nosokomial. agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian
atau insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS dalam Panduan Nasional keselamatan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Pasien Rumah sakit membuat sitematika langkah (KKPRS)
penerapan Keselamatan Pasien Rumah Sakit 5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien.
(KPRS) yang terdiri dari 3 fase yaitu: fase persiapan, Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka
fase pelaksanaan dan fase evaluasi. dengan pasien
1. Fase Persiapan : 6. Belajar dan berbagi sebuah pengalaman tentang
Menetapkan kebijakan, rencana jangka pendek keselamatan pasien. Dorong staf anda untuk
dan program tahunan keselamatan pasien rumah melakukan analisis akar masalah untuk belajar
sakit. bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul
2. Fase Pelaksanaan 7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem
Deklarasi gerakan Keselamatan pasien, program keselamatan pasien. Gunakan informasi yang ada
7 langkah keselamatan pasien, penerapan standar tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
akreditasi keselamatan pasien, buat unit sebagai perubahan pada sistem pelayanan.
model (pilot project), buat program-program
kusus terkait keselamatan pasien seperti, program Terkait dengan upaya-upaya keselamatan pasien
cuci tangan, dokter penanggung jawab pasien, untuk menekan angka kejadian tidak diinginkan di
pelaporan dan sebagainya, bentuk forum diskusi rumah sakit, diyakini bahwa upaya menciptakan atau
periodik untuk pengembangan KPRS. membangun budaya keselamatan (safety culture)
3. Fase Evaluasi merupakan langkah pertama dalam langkah-langkah
Evaluasi menyeluruh setahun sekali untuk mencapai keselamatan pasien, sebagaimana tercantum
memperbaiki program KPRS. pula dalam langkah pertama dari konsep ”Tujuh
Langkah Menuju keselamatan pasien RS” di
Mengacu pada hal tersebut, maka RS harus Indonesia, yaitu ”Bangun Kesadaran akan Nilai
merancang proses baru atau memperbaiki proses keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan dan
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja budaya yang terbuka dan adil ”(Depkes, 2008).
melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif KTD dan melakukan perubahan untuk Inti dari budaya keselamatan pasien adalah keyakinan
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. karyawan tentang pentingnya keselamatan, yang
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, ditunjukkan melalui sikap, norma-norma yang
misi dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas berlaku dan perilaku termasuk nilai-nilai yang
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik menjadi asumsi dasar tentang bagaimana bertindak,
bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang “The essence of safety culture resides in employee's
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh beliefs about the importance of safety, including their
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, yaitu: values, norms, attitudes and basic assumptions, It is
(Depkes RI, 2008). demonstrated through attitudes, accepted norms and
behaviors. It is about how things work and "the way
things are done around here” (Kristensen, S).
Keselamatan pasien adalah sebuah transformasi Safety Assesment Framework). Namun, sejauh ini
budaya, dimana budaya yang diharapkan adalah kuesioner HSOPSC dari AHRQ yang paling banyak
budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, direkomendasikan untuk mengukur budaya keselamatan
budaya lapor dan budaya belajar. Dalam proses ini pasien karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya
diperlukan upaya transformasional yang menyangkut secara internasional dan mempunyai sifat psikometris
intervensi multi tingkat dan multi dimensional yang yang terbaik dan dirancang untuk seluruh pekerja di
terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership RS. Hospital Survey on Patient Safety Culture
style,sertabudayaorganisasi. Keberhasilan transformasi (HSOPSC), terdiri dari 10 dimensi budaya
70%-90 % ditentukan oleh peran leadership dan keselamatan pasien dan 4 dimensi outcome. 10
sisanya (0 % - 30 %) oleh peran managership (Adib, dimensi budaya keselamatan AHRQ yaitu: Kerjasama
2012). tim dalam satu unit, Pembelajaran organisasi dan
pengembangan berkelanjutan, Umpan balik dan
Menurut Agency of Healthcare Research and Quality komunikasi tentang kesalahan, Dukungan manajemen,
(2004) dalam menilai budaya keselamatan pasien di Sikap supervisor dalam mendukung keselamatan
rumah sakit terdapat beberapa aspek dimensi yang pasien, Kerjasama antar tim, Ketenagaan, Serah
perlu diperhatikan yaitu harapan dan tindakan terima, Komunikasi, Budaya tidak menyalahkan
supervisor atau manajer dalam mempromosikan (Respon non punitive). 4 Dimensi Out Come dari
keselamatan pasien, pembelajaran, peningkatan AHRQ yaitu :Perceptions of Safety (Persepsi
bekerlanjutan, kerjasama tim dalam unit, keterbukaan terhadap Keselamatan Pasien RS), Frequency of
komunikasi, umpan balik terhadap error, respon tidak Event Reporting (Frekuensi Pelaporan), Patient Safety
menyalahkan, staf yang adekuat, persepsi secara Grade of the Hospital Unit (Keselamatan Pasien
keseluruhan, dukungan manajamenen rumah sakit, Tingkat Unit Di RS), Number of Events Reported
kerjasama tim antar unit, penyerahan dan pemindahan (Jumlah Insiden yang Dilaporkan).
pasien dan frekuensi pelaporan kejadian (AHRQ,
2004). METODOLOGI PENELITIAN
Penilaian terhadap budaya keselamatan merupakan Desain penelitian ini adalah urutan pembuktian (The
permulaan dari proses pengembangan program Explanatory Sequential Design) yang dimulai
keselamatan pasien itu sendiri yang hasilnya dapat dengan penelitian kuantitatif diikuti dengan penelitian
digunakan untuk mengidentifikasi area/unit yang kualitatif untuk kemudian dilakukan analisa secara
akan dikembangkan, untuk evaluasi program, untuk keseluruhan. Penelitian ini merupakan penelitian
membuat perbandingan secara internal maupun eksplorasi untuk mengukur budaya keselamatan
eksternal dan sebagai dasar pembuatan kebijakan pasien,melihat struktur organisasi serta pelaksanaan
(Nieva, 2003).Survey budaya atau iklim keselamatan dari program keselamatan pasien di RSKBP dan
sudah menjadi pendekatan yang umum untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
memonitoring keselamatan pasien, dan berbagai jenis budaya keselamatan pasien di RSKBP tahun
instrumen pengukurannya terus mengalami pengembangan 2015.Dari hasil penelitian ini kemudian akan
(Matsubara et al, 2008) dalam Rahmawati (2011). dirumuskan langkah-langkah untuk memperbaiki
Pengukuran budaya keselamatan pasien dapat keselamatan pasien di RSKBP.
dilakukan berdasarkan dimensi yang mendasari
ataupun berdasarkan tingkat maturitas dari organisasi HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam menerapkan budaya keselamatan pasien.
Dikarenakan belum adanya konsensus mengenai Uji validitas dan reliabilitas dilakukan bersamaan
standard pengukuran budaya keselamatan pasien, dengan penelitian. Sampel uji validitas dan reliabilitas
menyebabkan bervariasinya definisi, konsep maupun adalah karyawan yang tidak termasuk kriteria inklusi
dimensi budaya keselamatan pasien. Beberapa sebagai responden penelitian. Pengujian validitas
organisasi mengembangkan standard pengukuran kuesioner dilakukan dengan sampel 30 responden.
dengan masing-masing instrumennya, antara lain Dari semua item kuesioner terdapat 1 item pada
AHRQ, Stanford dan MaPSaF (Manchester Patient dimensi ketenagaan yang tidak valid dan tidak
diikutkan dalam pengolahan data. Uji reliabilitas (OR= 2,832), Umpan Balik laporan insiden (OR =
dilakukan setelah uji validitas. Uji reliabilitas 2,551) dan Budaya belajar (OR = 0,200) (ditampilkan
dilakukan terhadap item yang valid dan hasilnya dalam tabel 4).
semua reliabel.
Tingkat Keselamatan Pasien
Responden terdiri dari 64,35% perempuan dan
35,65% laki-laki dengan kelompok umur terbanyak Tingkat keselamatan pasien terbukti berhubungan
adalah 31-40 tahun (39,13%), sebagian besar secara bermakna dengan budaya belajar dan budaya
responden (58,3%) telah menjalani profesinya selama tidak menyalahkan (ditampilkan dalam tabel 5).
1-5 tahun,79,1% responden bekerja antara 40 sampai
dengan 59 jam dalam satu minggu,71,3% kontak Jumlah Insiden yang dilaporkan
langsung dengan pasien dan 28,7% tidak kontak
langsung dengan pasien. Jumlah insiden yang telah dilaporkan tidak terbukti
behubungan dengan faktor-faktor yang ada.
Responden menganggap bahwa keselamatan pasien
itu penting, 81,57% responden tidak pernah Struktur Organisasi, Pengelolaan Keselamatan
mengorbankan keselamatan pasien untuk mengerjakan Pasien dan Pelaksanaan Program Keselamatan
pekerjaan yang lebih banyak, akan tetapi karena Pasien di RSKBP tahun 2015
prosedur kerja yang belum baik, jumlah tenaga dan
sarana kurang, beberapa responden tidak yakin kalau Struktur Organisasi, pengelolaan dan pelaksanaan
di unitnya tidak ada masalah berhubungan dengan program keselamatan pasien di RSKBP diteliti secara
keselamatan pasien (ditampilkan dalam tabel 1). kualitatif melalui wawancara mendalam kepada
direktur sebagai perwakitan pembuat kebijakan,
Hasil penelitian diolah dan dianalisa secara multivariat Manager on duty (MOD) sebagai pengawas kebijakan
dengan menggunakan regresi logistik ganda. dan ketua tim di tiap-tiap unit sebagai perwakilan
Sebelum dilakukan uji multivariat masing-masing pelaksana kebijakan, disertai dengan telaah dokumen
variabel independen diuji secara bivariat dengan dan pengamatan di lapangan, untuk validasi data yang
variabel dependen (Budaya Keselamatan Pasien). didapatkan dari wawancara (Triangulasi).
Bila hasil uji bivariat variabel independen tersebut p
value nya < 0,25 maka variabel tersebut langsung Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa di
masuk ketahap uji multivariate (Hastono, S P,2007) RSKBP belum ada tim kusus yang dibentuk yang
(ditampilkan dalam tabel 2). bertanggung jawab terhadap pengelolaan keselamatan
pasien. Kebijakan terkait keselamatan pasien yang di
Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap tetapkan oleh direktur juga belum ada, demikian juga
Budaya keselamatan pasien adalah Umpan Balik dengan program tahunan dan rencana jangka pendek
Laporan dengan Odds Ratio (OR = 15,516), disusul terkait keselamatan pasien belum ada.Saat ini di
oleh Budaya tidak Menyalahkan (OR = 14,396) dan RSKBP kalau ada insiden keselamatan pasien sesuai
Budaya Belajar (OR = 0,096). dengan kebijakan direktur dilaporkan kepada atasan
langsung atau kepada MOD.Alur pelaporan insiden
Frekuensi Pelaporan Insiden belum ada akan tetapi petugas tahu kalau ada insiden
melapor ke atasan atau ke MOD.Direktur melakukan
Faktor – faktor yang bermakna berhubungan dengan pertemuanrutindenganMODmembahas permasalahan
frekuensi laporan adalah budaya tidak menyalahkan yang terjadi seminggu sekali setiap hari Selasa. Jadwal
dengan OR = 2,959 (ditampilkan dalam tabel 3). pertemuan tertulis yang dibuat tidak ada, akan tetapi
notulen dan hasil pertemuan tercatat dalam buku
Pendapat Responden mengenai Keselamatan catatan MOD. Dalam pertemuan biasanya dibahas
Pasien Tingkat Unit mengenai permasalahan terkait keselamatan pasien
Faktor yang berhubungan secara bermakna dengan baik yang terkait dengan kebijakan, sarana dan
keselamatan pasien tingkat unit adalah komunikasi prasarana serta operasional dilapangan. Ronde
keselamatan pasien belum pernah dilakukan, serta hanya 2,61% responden yang pelaporan insidennya
belum ada metoda untuk evaluasi, analisa dan tindak termasuk katagori baik.
lanjut terhadap KTD. Pencatatan dan pelaporan
dilakukan oleh MOD. Pelaksana memendang Outcome kedua untuk menilai budaya keselamatan
pelaporan yang ada saat ini belum mencari akar pasien adalah frekuensi pelaporan insiden. IKP yang
permasalahan, tetapi cenderung mencari siapa yang paling jarang dilaporkan adalah kejadian potensial
salah dan yang terbukti bersalah akan diberi surat cidera (KPC). Hanya 42,61% dari responden yang
peringatan. Pelaksana belum semuanya berani selalu atau sering melaporkan KPC 48,70% yang
melapor, karena takut disalahkan. selalu atau sering melaporkan KNC dan 56,52%
responden yang selalu atau sering melaporkan KTD.
Dari telaah dokumen peneliti juga melihat bahwa Hasil ini lebih baik dari yang didapatkan Elrifda di
dokumen standar operasional prosedur dimaksud Jambi dengan rata-rata responden yang selalu dan
ada, dan petugas dilapangan sudah mengetahuinya sering melaporkan IKP hanya rata-rata 35%, dan
dan sudah dilaksanakan, tetapi belum pernah hampir sama dengan yang didapatkan Yogyaswari di
dilakukan supervisi dan evaluasi pelaksanaanya. RS harapan kita dimana IKP dilaporkan selalu atau
Sarana prasarana pendukung terkait prosedur tersebut sering oleh 43% responden.
juga ada, seperti gelang pasien untuk identifikasi,
wastafel dan hand rub di setiap tempat, dan setiap Frekuensi pelaporan kejadian yang kurang merupakan
ruang perawatan, poster terkait 7 langkah cuci tangan hambatan staf untuk melakukan pembelajaran dari
juga ada di setiap wastafel, akan tetapi untuk kamar insiden yang terjadi. Laporan merupakan awal proses
mandi belum semua dilengkapi pegangan untuk pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama
mencegah pasien jatuh, demikian juga dengan tempat terulang kembali. Agar segala kejadian atau insiden
tidur khusunya tempat tidur ruangan perawatan dapat terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat
Jasmin Kelas III pengamanya tidak memadai (Anak dilakukan analisa serta tindakan korektif atau preventif
bisa lolos karena rongga pengamanya sangat selanjutnya (KKPRS, 2008). Hal ini terkait dengan
lebar).Evaluasi keselamatan pasien belum pernah budaya tidak menyalahkan merupakan dimensi yang
dilakukan, kalau ada insiden tidak ada sosialisasi dinilai masih sangat rendah. Dari semua dimensi
kepada unit terkait maupun unit lainya. budaya keselamatan pasien yang dinilai, budaya tidak
menyalahkan merupakan dimensi kedua terjelek
Membangun budaya keselamatan pasien merupakan setelah ketenagaan. Rendahnya frekuensi pelaporan
elemen penting untuk meningkatkan keselamatan kejadian merupakan hambatan bagi Manajemen
pasien dan kualitas pelayanan. Penilaian budaya RSKBP untuk belajar dari kesalahan. Hal ini
keselamatan pasien di rumah sakit dapat dilakukan diperburuk oleh persepsi sebagian staf bahwa
dengan menilai dimensi–dimensi yang terkait dengan manajemen akan memberikan surat peringatan (SP)
budaya keselamatan pasien. Salah satu survey untuk pada karyawan yang telah melakukan kesalahan,
menilai budaya keselamatan pasien adalah dari karyawan takut dihukum apabila salah, serta takut
AHRQ.Ada 12 dimensi yang dinilai dalam survey kesalahan yang mereka lakukan akan mempengaruhi
AHRQ, 4 diantaranya merupakan dimensi outcome. penilaian kinerja. Kondisi ini diperburuk dengan
(AHRQ, 2004). belum disusunnya alur yang jelas untuk pelaporan
insiden keselamatan pasien di RSKBP. Selama ini
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa budaya kalau ada IKP dilaporkan langsung kepada atasan
keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015 masih atau MOD yang bertugas saat kejadian terjadi.
kurang.Hasil penilaian terhadap outcome budaya
keselamatan pasien yang menggambarkan budaya Dari keempat variabel di atas (jumlah insiden yang
keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015 termasuk dilaporkan, frekuensi pelaporan insiden, keselamatan
katagori kurang (tabel 1).Variabel yang dinilai paling pasien tingkat RS, dan keselamatan pasien tingkat
jelek diantara ke empat variabel outcome ini adalah unit) disimpulkan bahwa budaya keselamatan pasien
jumlah insiden yang dilaporkan dalam 1 tahun terakir, di RSKBP termasuk katagori kurang dan masih perlu
ditingkatkan.Elrifda di Jambi memperoleh hasil yang tidak menyalahkan yang kurang akibat belum
hampir sama. dipahaminya budaya keselamatan pasien karena
budaya belajarnya juga masih kurang, sehingga
Uji statistik yang dilakukan menunjukan bahwa umpan balik dari laporan insiden juga rendah yang
budaya keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015 secara akumulatif akan menyebabkan budaya
secara bermakna berhubungan dengan 3 dimensi. keselamatan pasien kurang dan keselamatan pasien di
Dari ketiga dimensi tersebut yang mempunyai RSKBP rendah. Disamping 3 dimensi budaya
hubungan paling kuat dengan budaya keselamatan keselamatan pasien di atas yang berhubungan secara
pasien di RSKBP tahun 2015 adalah umpan balik bermakna dengan budaya keselamatan pasien di
laporan insiden (OR =15,516),disusul oleh Budaya RSKBP dimensi-dimensi budaya keselamatan lainya
tidak Menyalahkan (OR=14,396) dan Budaya tidak bisa diabaikan, karena sewaktu dilakukan uji
Belajar (OR=0,096). statistik mengeluarkan dimensi yang p value nya lebih
dari 0,05 secara bertahap nilai OR dari variabel lain
Nafas dari keselamatan pasien adalah budaya belajar, berubah lebih dari 10% ini artinya antara variabel
belajar dari KTD yang terjadi dimasa lalu untuk tersebut terdapat interaksi (Hastono, 2007).
selanjutnya disusun langkah-langkah agar kejadian
serupa tidak terulang kembali, baik di unit yang sama Dimensi ketenagaan merupakan dimensi yang paling
maupun di unit yang lain dalam satu rumah sakit atau sedikit (2,61%) responden yang menilai baik, artinya
di rumah sakit yang lain. Proses pembelajaran ini 97,39% responden berpendapat bahwa tenaga di
bukan merupakan hal yang sederhana, dimulai dari RSKBP saat ini kurang, hal ini dibenarkan oleh
proses pelaporan kejadian, dilanjutkan dengan analisa kepala seksi kepegawaian, memang saat ini jumlah
kejadian, sampai ditemukan akar masalahnya sebagai tenaga yang tersedia kurang jika dibandingkan
dasar dasar untuk mendisain ulang suatu sistim dengan beban kerja. Saat ini sedang diupayakan untuk
sehingga tercapai suatu asuhan pasien yang lebih pemenuhan tenaga secara bertahap. Hasil yang sama
aman di rumah sakit. Kalau kita perhatikan maka pada penelitian Elfrida yaitu 10,5% dan Yogyaswari
proses di atas merupakan suatu siklus, yang awal 42% responden yang menilai ketenagaan di unitnya
penggerakanya diawali dengan sistim pelaporan, cukup.
sistim pelaporan merupakan detak jantung dari
keselamatan pasien (KKPRS, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN
takut dihukum. Keselamatan pasien tingkat unit dan sudah dilakukan manajemen baru berupa pelatihan-
keselamatan pasien tingkat rumah sakit menurut pelatihan tentang keselamatan pasien bagi seluruh
responden juga masih kurang. Saat ini hanya 9,57% karyawan, baik yang baru bergabung maupun
dari responden yang menilai keselamatan pasien karyawan lama.
tingkat rumah sakit baik dan 40% yang menilai
bahwa keselamatan pasien di unit kerjanya sudah Saran
baik. Faktor-faktor yang berhubungan secara
bermakna dengan keselamatan pasien tingkat unit Disarankan agar RSKBP dapat memperbaiki budaya
adalah: komunikasi (p= 0,014, α=0,05, OR=2,832), keselamatan pasien dengan upaya yang komprehensif
budaya belajar ( p= 0,001, α=0,05, OR=0,200 ) dan dan terstruktur berpedoman kepada permenkes 1691
umpan balik laporan insiden (p= 0,035, α=0,05, tahun 2011 dan pedoman keselamatan pasien rumah
OR=2,511). Responden menilai keselamatan pasien sakit dari KKPRS-DEPKES 2008. Usulan rencana
di rumah sakit maupun tingkat unit masih kurang implementasiuntukpengembanganbudaya keselamatan
berhubungan dengan jumlah tenaga yang kurang dan pasien di RSKBP terkait dengan hasil penelitian ini
fasilitas pendukung pekerjaan dan keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
belum memadai.Secara keseluruhan faktor-faktor A. Membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit
yang berhubungan signifikan dengan budaya (TKPRS), Dengan Uraian tugas sebagai berikut:
keselamatan pasien di RSKBP tahun 2015 adalah a. Membuat usulan program kerja untuk
umpan balik laporan insiden (p=0,021 α=0,05, OR= meningkatkan keselamatan pasien.
15,516) budaya tidak menyalahkan ( p=0,019 b. Mengusulkan kebijakan dan prosedur
α=0,05, OR= 14,396) dan budaya belajar (p=0,006 terkait program keselamatan pasien kepada
α=0,05, OR= 0,096). direktur.
c. Menjalankan peran untuk melakukan
Dari 10 dimensi budaya keselamatan pasien yang motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
dinilai di RSKBP, tiga dimensi termasuk katagori dan evaluasi tentang penerapan program
baik.Sedangkan 7 dimensi lainya dinilai masih keselamatan pasien.
termasuk katagori kurang. Struktur organisasi dan d. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden,
pelaksanaan program keselamatan pasien di RSKBP analisa insiden serta mengembangkan solusi
juga belum ada. Belum ada tim kusus serta belum ada untuk pembelajaran.
program dan implementasi keselamatan pasien di e. Memberikan pertimbangan kepada direktur
RSKBP untuk tahun 2015 ini.Belum ada alur, format rumah sakit dalam rangka pengambilan
dan sistem pelaporan insiden yang disepakati, kebijakan yang berhubungan dengan
disosialisasikan serta di terapkan di RSKBP. Standar keelamatan pasien.
Operasional Prosedur terkait Keselamatan pasien: f. Membuat laporan kegiatan dan evaluasi
Identifikasi, Komunikasi, Kewaspadaan Obat program kepada direktur rumah sakit.
LASA, Pencegahan pasien Jatuh, Pencegahan Infeksi B. Meningkatkan Frekuensi pelaporan dan jumlah
Nosokomial, dan Prosedur pencegahan salah sisi insiden yang dilaporkan dengan target ≥ 75%
operasi sudah ada, sudah dilaksanakan tetapi tidak ada karyawan melaporkan setiap IKP yang
supervisi dan belum pernah dievaluasi. Beberapa ditemukannya dengan cara:
upaya telah dilakukan manajemen untuk meningkatkan Manajemen dibantu oleh TKPRS merumuskan:
keselamatan pasien di RSKBP. Evaluasi program a. Sistim pelaporan insiden yang terorganisir.
keselamatan pasien juga belum berjalan. Demikian b. Alur pelaporan insiden.
juga dengan fasilitas yang mendukung keselamatan c. Format laporan insiden.
pasien di RSKBP masih kurang, beberapa peralatan Pihak manajemen yang dibantu oleh TKPRS
tidak dalam kondisi siap untuk digunakan, serta mensosialisasikan:
belum adanya (SOP) penyiapan alat sebelum dan a. Tujuan dan manfaat pelaporan insiden.
sesudah digunakan, hal ini akan menjadi suatu potensi b. Apa yang harus dilaporkan.
timbulnya kejadian tidak diharapkan apabila tidak c. Siapa yang harus melapor.
menjadi perhatian dari manajemen. Upaya yang
Responden yang
No Dimensi Yang Dinilai Kesimpulan
menilai Baik (%)
Budaya Keselamatan Pasien Kurang
1 Frekuensi pelaporan kejadian 42,61-56,52 Kurang
2 Pendapat responden mengenai keselamatan pasien di unitnya 40,00 Kurang
3 Tingkat keselamatan pasien di RSKBP 9,57 Kurang
4 Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir 2,61 Kurang
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Budaya
Keselamatan Pasien
1 Kerjasama Dalam unit 85,22 Baik
2 Kerjasama Antar Unit 81,74 Baik
3 Tindakan Kepala Instalasi untuk Keselamatan Pasien 81,74 Baik
4 Budaya Belajar 74,78 Kurang
5 Dukungan Manajemen 72,17 Kurang
6 Serah Terima 63,48 Kurang
7 Umpan balik Insiden Keselamatan Pasien 52,15 Kurang
8 Komunikasi 46,09 Kurang
9 Budaya Tidak Menyalahkan 41,74 Kurang
10 Ketenagaan 2,61 Kurang
*Diurutkan berdasarkan persentase penilaian baik terbanyak