Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

IBU POST PARTUM DENGAN KELAHIRAN SECTIO CAESARIA


DI RUANG NIFAS (AL-KHALIQ)
RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

OLEH
NAMA : NOORBAITI
NIM : P07120117068
PRODI : DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : NOORBAITI
NIM : P07120117068
JUDUL : Laporan Pendahuluan Ibu Post Partum Dengan Kelahiran Sectio
Caesaria Di Ruang Nifas (Al-Khaliq) RSUD Ratu Zalecha
Martapura

Banjarbaru, Juli 2019


Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Hj. Mahdalena, S.ST Hj. Agustine Ramie, Ners., M.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN
IBU POST PARTUM DENGAN KELAHIRAN
SECTIO CAESARIA

I. Konsep Dasar Sectio Caesaria


A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012).
Jenis-jenis operasi section caesaria :
1. Sectio Caesaria abdomen
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
 Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri kira-kira 10cm.
• Mengeluarkan janin lebih memanjang
• Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
• Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
 Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus kira-kira 10cm.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Sectio Caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
 Sayatan memanjang (longitudinal)
 Sayatan melintang (tranversal)
 Sayatan huruf T (T Insisian)
B. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah rupture
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800
ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Pemeriksaan elektrolit
5. Pemeriksaan HB/Hct
6. Golongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
10. USG
(Tucker, Susan Martin, 1998)
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum
atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan
vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

G. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 -
10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d) Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan.
3) Ganti pembalut dengan cara steril.
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC.
e) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit
vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan risiko
pembentukan thrombus)
b. Integritas Ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor-faktor
stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan
tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,
stimulasi simpatis
c. Makanan/Cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering. Pembatasan puasa pra
operasi insufisiensi Pancreas/DM, predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis
d. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok
e. Keamanan
1) Adanya alergi atau sensitif terhadap obat, makanan, plester dan
larutan
2) Adanya defisiensi imun
3) Munculnya kanker/adanya terapi kanker
4) Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi
5) Riwayat penyakit hepatic
6) Riwayat transfusi darah
7) Tanda munculnya proses infeksi
f. Pemeriksaan dan Observasi
a) Temperatur
Periksa 1 kali pada 1 jam pertama sesuai dengan peraturan
rumah sakit, suhu tubuh akan meningkat bila terjadi dehidrasi
atau keletihan.
b) Nadi
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama atau sampai stabil,
kemudian setiap 30 menit pada jam-jam berikutnya. Nadi
kembali normal pada 1 jam berikutnya, mungkin sedikit terjadi
bradikardi.
c) Pernapasan
Periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali normal
setelah 1 jam postpartum.
d) Tekanan Darah
Periksa setiap 15 menit selama 1 jam atau sampai stabil,
kemudian setiap 30 menit untuk setiap jam berikutnya. Tekanan
darah ibu mungkin sedikit meningkat karena upaya persalinan
dan keletihan, hal ini akan normal kembali setelah 1 jam.
e) Kandung Kemih
Kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis postpartum dan
cairan intravena.
f) Fundus Uteri
Periksa stiap 15 menit selama 1 jam pertama kemudian setiap 30
menit, fundus harus berada dalam midline, keras, dan 2 cm di
bawah atau pada umbilikus. Bila uterus lunak, lakukan masase
hingga keras dan pijatan hingga berkontraksi ke pertengahan.
g) Sistem Gastrointestinal
Pada minggu pertama postpartum fungsi usus besar kembali
normal.
h) Kehilangan Berat Badan
Pada masa postpartum ibu biasanya akan kehilangan beras
badan lebih kurang 5-6 kg yang disebabkan oleh keluarnya
plasenta dengan berat lebih kurang 750 gram, darah dan cairan
amnion lebih kurang 1.000 gram, sisanya berat badan bayi
i) Lokea
Periksa setiap 15 menit, alirannya harus sedang. Bila darah
mengalir dengan cepat, curigai terjadinya robekan serviks.
j) Perineum
Perhatikan luka episiotomi jika ada dan perineum harus bersih,
tidak berwarna, tidak edema, dan jahitan harus utuh.
k) Sistem Muskuloskeletal
Selama kehamilan otot-otot abdomen secara bertahap melebar
dan terjadi penurunan tonus otot. Pada periode postpartum
penurunan tonus otot jelas terlihat. Abdomen menjadi lunak,
lembut dan lemah, serta muskulus rektus abdominis memisah.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi (sectio caesaria).
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka post
operasi.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan, penurunan sirkulasi.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.

c. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi (sectio caesaria).
Tujuan: nyeri dapat berkurang dengan kriteria
 Pasien tidak mengeluh nyeri/ mengatakan bahwa nyeri sudah
berkurang.
 Pasien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan.
 Wajah tidak tampak meringis.
 TTV dalam batas normal ; Suhu : 36,5-37,5 0 C, TD : 120/80
mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.
Intervensi Rasional
1) Kaji tanda-tanda vital 1) Tanda-tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien
2) Lakukan pengkajian secara 2) Setiap skala nyeri memiliki
komprehensif tentang nyeri manajemen yang berbeda
meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
3) Lakukan manajemen nyeri 3) Antisipasi nyeri akibat luka post
operasi
4) Observasi respon nonverbal 4) Reaksi terhadap nyeri biasanya
dari ketidaknyamanan ditunjukkan dengan reaksi non
(misalnya wajah meringis) verbal tanpa disengaja
terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara
efektif.
5) Kaji faktor yang dapat 5) Mengidentifikasi jalan keluar
menurunkan toleransi terhadap yang harus dilakukan
nyeri
6) Kurangi dan hilangkan faktor 6) Tidak menambah nyeri pasien
yang meningkatkan nyeri
7) Monitoring keadaan insisi luka 7) Memastikan kondisi luka
post operasi
8) Ajarkan mobilitas yang 8) Mobilitas dapat merangsang
memungkinkan tiap jam sekali peristaltik usus sehingga
mempercepat flatus
9) Kolaborasi pemberian 9) Analgesik bekerja pada pusat
analgesik sesuai kebutuhan otak, yaitu dengan menghambat
prostaglandin yang merangsang
timbulnya nyeri
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi,
kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan: pasien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
dengan kriteria:
 Pasien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri

Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat kemampuan klien 1) Mengetahui tingkat kemampuan
untuk beraktivitas klien untuk beraktivitas
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap 2) Mengetahui pengaruh aktivitas
kondisi luka dan kondisi tubuh terhadap kondisi luka dan
umum kondisi tubuh umum
3) Bantu klien untuk memenuhi 3) Melatih kekuatan dan irama
kebutuhan aktivitas sehari-hari. jantung selama aktivitas
4) Bantu klien untuk melakukan 4) Aktivitas yang terlalu berat dan
tindakan sesuai dengan tidak sesuai dengan kondisi
kemampuan /kondisi klien klien dapat memperburuk
toleransi teradap aktivitas
5) Evaluasi perkembangan 5) Mengetahui perkembangan
kemampuan klien melakukan kemampuan aktivitas klien
aktivitas

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan


Tujuan : diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik
dengan kriteria:
 Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi Rasional
1) Berikan perhatian dan perawatan 1) Mecegah teradinya kerusakan
pada kulit dan infeksi pada kulit
2) Inspeksi kulit terhadap adanya 2) Mencegah terjadinya kerusakan
iritasi kulit yang lebih luas
3) Lakukan latihan gerak secara 3) Mempertahankan kekuatan atau
pasif mobilitas otot yang sakit atau
memudahkan resolusi inflamasi
pada jaringan yang cedera
4) Observasi keadaan luka terhadap 4) Mengetahui adanya tanda-tanda
pembentukan bulla, krepitasi infeksi gas gangren
dan bau drainase yang tidak
enak
5) Lindungi kulit yang sehat dari 5) Mencegah terjadinya kerusakan
kemungkinan maserasi kulit pada area yang sehat
6) Jaga kelembaban kulit 6) Kelembaban kulit yang randa
menyebabkan kulit kehilangan
banyak air

d. Ansietas berhubungan dengan pengalaman pembedahan dan hasil


tidak dapat diperkirakan
Tujuan: ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan
kriteria:
 Tidak menunjukkan traumatik pada saat membicarakan
pembedahan
 Tidak tampak gelisah
 Tidak merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama
Intervensi Rasional
1) Lakukan pendekatan diri pada 1) Rasa nyaman akan
pasien supaya pasien merasa membuahkan rasa tenang, tidak
nyaman cemas serta kepercayaan pada
perawat
2) Yakinkan bahwa pembedahan 2) Perasaan yakin dapat
merupakan jalan terbaik yang meningkatkan motivasi serta
harus ditempuh untuk mengurangi kecemasan
menyelamatkan bayi dan ibu
3) Kaji respon psikologis terhadap 3) Mengetahui manajemen coping
kejadian dan ketersediaan sistem klien
pendukung.
4) Observasi respon nonverbal 4) Mengetahui tingkat kecemasan
pasien (misalnya: gelisah)
berkaitan dengan ansietas yang
dirasakan
5) Berikan informasi yang benar 5) Informasi dapat mengurangi
mengenai prosedur pembedahan, ansietas berkenaan rasa takut
penyembuhan, dan perawatan tentang ketidaktahuan
post operasi.

e. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan destruksi pertahanan


terhadap bakteri
Tujuan: infeksi tidak terjadi setelah perawatan selama 24 jam pertama
dengan kriteria hasil:
 Menunjukkan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi
 Albumin dalam keadaan normal (3,4 - 5,4 dalam darah dan 0 – 8
mg dalam urine)
 Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam
Intervensi Rasional
1) Berikan nutrisi yang adekuat 1) Nutrisi yang adekuat akan
menghasilkan daya tubuh yang
optimal
2) Pantau suhu, nadi dan sel darah 2) Peningkatan suhu atau nadi >
putih. 100 dpm dapat menandakan
infeksi.
3) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, 3) Untuk mendeteksi adanya
rubor, dolor, tumor, fungsio infeksi lebih awal
laesa)
4) Lakukan perawatan luka dengan 4) Mencegah kontaminasi silang
teknik aseptik terhadap infeksi
5) Berikan penkes untuk menjaga 5) Dengan adanya partisipasi dari
daya tahan tubuh, kebersihan pasien, maka kesembuhan luka
luka, serta tanda-tanda infeksi dapat lebih mudah terwujud
dini pada luka
6) Kolaborasi pemeriksaan kadar 6) Mengetahui kadar albumin
albumin dalam darah atau urine dalam darah atau urine
7) Kolaborasi pemberian antibiotik 7) Digunakan dengan
sesuai indikasi kewaspadaan karena pemakaian
antibiotic dapat merangsang
pertumbuhan yang berlebih dari
organisme resisten
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda. Kusuma Ardhi S. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis &Nanda Nic Noc. Jilid 3. Jogjakarta:
Mediaction Jogja.
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri
social. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Vol. 4, Jakarta :
EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina.
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai