Makalah
Disampaikan dalam Seminar Kelas
Mata Kuliah Teori-teori Pendidikan Kontemporer Semester III/Angkatan V
Tahun 2000/2001
Oleh:
MUHAMMAD NAJIB
NIM: 091.03.05.99
Dosen Pembimbing
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2001
I. PENDAHULUAN
1. Pembawaan
Pembawaan adalah suatu konsep yang dipercayai/dikemukakan oleh
orang-orang yang mempercayai adanya potensi dasar manusia yang akan
berkembang sendiri atau berkembang dengan berinteraksi dengan
lingkungan. Ada pula istilah lain yang biasa diidentikkan dengan
pembawaan, yakni istilah keturunan dan bakat. Sebenarnya ketiga istilah
tersebut tidaklah persis sama pengertiannya.
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi)
yang terdapat pada suatu individu dan yang selama masa perkembangan
benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). (M. Ngalim Purwanto,
1994:53)
Pembawaan tersebut berupa sifat, ciri, dan kesanggupan yang biasa
bersifat fisik atau bisa juga yang bersifat psikis (kejiwaan). Warna rambut,
bentuk mata, dan kemampuan berjalan adalah contoh sifat, ciri, dan
kesanggupan yang bersifat fisik. Sedangkan sifat malas, lekas marah, dan
kemampuan memahami sesuatu dengan cepat adalah sifat-sifat psikis yang
mungkin berasal dari pembawaan.
Pembawaan yang bermacam-macam itu tidak berdiri sendiri-sendiri,
yang satu terlepas dari yang lain. Seluruh pembawaan yang terdapat dalam
diri seseorang merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama
lain; yang satu menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan
yang lain. Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat-sifat pembawaan
yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan struktur
pembawaan. Struktur pembawaan itu menentukan apakah yang mungkin
terjadi pada seseorang. (Purwanto, 1994: 54)
Hubungan Pembawaan dengan Keturunan dan Bakat
Dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa semua potensi yang
dibawa sejak lahir dan memiliki kemungkinan untuk muncul pada diri
seseorang disebut sebagai pembawaan. Adapun keturunan, menurut M.
Ngalim Purwanto (1994: 51) adalah persamaan sifat atau ciri-ciri yang
menurun atau diwarisi melalui sel-sel kelamin dari generasi lainnya. Jadi
keturunan adalah termasuk juga pembawaan, lebih tepatnya disebut
pembawaan-keturunan.
Meskipun semua sifat atau ciri yang termasuk pembawaan-keturunan
adalah pembawaan, karena memang dibawa sejak lahir, namun tidaklah
semua sifat atau ciri yang dibawa sejak lahir (pembawaan) dapat disebut
sebagai pembawaan-keturunan. Hal itu disebabkan oleh adanya bawaan
sejak lahir yang tidak bersumber atau diwarisi melalui sel-sel kelamin.
Sebagai contoh adalah cacat yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
diperoleh pada masa pertumbuhan embrio dalam kandungan.
Adapun mengenai pembawaan dan bakat, Ngalim Purwanto
menyatakan bahwa meskipun banyak penulis buku psikologi menyamakan
kedua istilah tersebut, namun menurutnya tidaklah demikian semestinya.
Dalam pandangannya, istilah bakat lebih dekat pengertiannya dengan kata
aptitude (bahasa Inggris) yang berarti kecakapan pembawaan, yaitu
mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi) tertentu. Jadi bakat tidak
termasuk pembawaan yang berupa sifat atau ciri yang bukan merupakan
kecakapan; kecerdasan; ketangkasan. (Purwanto, 1994: 56)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa istilah pembawaan mencakup
pengertian keturunan dan bakat. Akan tetapi, kedua istilah terakhir
mempunyai pengertian yang lebih khusus/sempit jika dibandingkan dengan
pengertian pembawaan. Jadi, jika dipakai istilah pembawaan mungkin yang
dimaksud adalah bakat, atau keturunan, atau bakat sekaligus keturunan.
2. Lingkungan (Environment)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata
lingkungan berarti “semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia dan
hewan.”(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1989: 526)
Dalam konteks pendidikan, objek pengaruh tentu saja dibatasi hanya
pada pertumbuhan manusia, tidak mencakup pertumbuhan hewan. Oleh
karena itu, M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
lingkungan di dalam pendidikan ialah setiap pengaruh yang terpancar dari
orang-orang lain, bintang, alam, kebudayaan, agama, adat-istiadat, iklim,
dsb, terhadap diri manusia yang sedang berkembang. (Purwanto, 1994: 50)
Menurut penulis, mungkin yang dimaksud Ngalim dalam definisi di atas
adalah pengaruh lingkungan (bukan lingkungan). Dengan asumsi ini maka
lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi perkembangan diri
manusia, yakni orang-orang lain (individu atau masyarakat), binatang, alam,
kebudayaan, agama, adat- istiadat, iklim, dsb.
Sartain (Purwanto, 1994: 59-60), seorang ahli psikolog Amerika,
membagi lingkungan menjadi 3 bagian sebagai berikut:
a. Lingkungan alam atau luar (eksternal or physical environment), ialah
segala sesuatu yang ada dalam dunia ini, selain manusia.
b. Lingkungan dalam (internal environment), ialah segala sesuatu yang
telah masuk ke dalam diri kita, yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik kita, misalnya makanan yang telah diserap
pembuluh-pembuluh darah dalam tubuh.
c. Lingkungan sosial, ialah semua orang atau manusia lain yang
mempengaruhi kita.
Mengenai jenis lingkungan yang ketiga, Ralph Linton (1962: 10),
seorang anthropolog Amerika, mengistilahkannya sebagai lingkungan
manusiawi. Menurutnya, lingkungan manusiawi itu mencakup masyarakat
dan cara hidup yang khas dari masyarakat, yaitu kebudayaan. Baik Sartain
maupun Linton sepakat bahwa lingkungan sosial atau lingkungan manusiawi
adalah yang paling besar berpengaruh dalam perkembangan pribadi
seseorang.
Alquran al-Karim
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 1994).
Shihab, M. Quraish. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan (Cet. XVII;
Bandung: Mizan, 1999).