Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DI SUSUN OLEH :

WAHYU PUTRI SAKINA

NUR MINI

LENI ASTUTI

YUSTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

BAUBAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Hakikat, Sumber
Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran”. Dalam menyusun tugas makalah ini,
banyak sekali mendapat hambatan dan rintangan akan tetapi dengan usaha,
kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak semua masalah tersebut dapat
teratasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
bekerja sama dan membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama
kepada Dosen Pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu, yang telah memberikan
arahan, pencerahan dan telah membimbing pembelajaran dan diskusi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik
dari bentuk penyusunan dan materinya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan sempurna. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………..
Kata Pengantar……………………………………………..
Daftar Isi……………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………...
C. Tujuan…………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi dan jenis pengetahuan………………………
B. Hakikat dan Sumber pengetahuan…………………..
C. Ukuran Kebenaran…………………………………..
D. Klasifikasi dan Hirarki Ilmu…………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………..
B. Saran ………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri
khas manusia karna manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga
mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk
kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup
ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan. Manusia senantiasa
penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah
pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupaka makhluk
yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran.
Manusia merupakan makhluk yang berakal budi yang selalu ingin
mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu
mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut
daya cipta, rasa maupun karsa. Pada pembahasan makalah kali ini penulis
mencoba menjelaskan tentang pengetahuan dan ukuran kebenaran, yang
meliputi hakikat pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
dimana atau dari mana pengetahuan itu diperoleh, dan apakah pengetahuan
tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya. Serta
bagaimana ukuran kebenaran dari pengetahuan yang didapat tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan jenis pengetahuan ?
2. Bagaimana hakikat dan sumber pengetahuan ?
3. Bagaimana ukuran kebenaran ?
4. Bagaimana Klasifikasi Dan Hirarki Ilmu?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui definisi dan jenis pengetahuan ?
2. untuk mengetahui hakikat dan sumber pengetahuan ?
3. untuk mengetahui ukuran kebenaran ?
4. untuk mengetahui Klasifikasi Dan Hirarki Ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Dan Jenis Pengetahuan


1. Definisi pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa
definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Beberapa Definisi
pengetahuan menurut para tokoh: Menurut Drs. Sidi Gazalba,
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.
Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Pengetahuan adalah semua milik atau isi pikiran. Dalam kamus
filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang
diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.Sidi
Gazalba mengatakan “apa yg diketahui atau hasil pekerjaan tahu (sadar,
kenal, insaf, mengerti dan pandai), atau semua milik (isi) pikiran. Jadi,
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu”.
Dalam Kamus Filsafat mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
“proses kehidupan yg diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yg mengetahui (subjek)
memiliki yg diketahui (objek) di dalam dirinya sedemikian aktif,
sehingga yg mengetahui itu menyusun yg diketahui pada dirinya sendiri
dalam kesatuan aktif.
2. Jenis -jenis pengetahuan:
a. Pengetahuan Biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat
dikatakan dengan istilah common sense, dan dalam filsafat dikatakan
dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia
menerima secara baik. Dengan common sense semua orang sampai
pada kenyataan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka
berpendapat sama semuanya. Ia diperoleh dari pengalaman sehari-
hari.
b. Pengetahuan Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science.
Science yaitu untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang
sifatnya kuantitatis dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan
usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common
sense. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan
teliti dengan menggunakan berbagai metode. Pengetahuan yang
diperoleh melalui ilmu diperoleh melalui observasi, eksperimen,
klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur
pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral (tdk subjektif), karena
dimulai dengan fakta
c. Pengetahuan Filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. C.D. Broad
berkata : “maksud dari filsafat spekulatif adalah untuk ambil alih
hasil-hasil dari berbagai ilmu, dan menambahkannya dengan hasil
pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dengan cara ini, diharapkan
bahwa kita akan dapat sampai kepada suatu kesimpulan tentang watak
alam ini, serta kedudukan dan prospek kita di dalamnya.
d. Pengetahuan Agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh
dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat
mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini
mengandung beberapa hal pokok, baik tentang hubungan dengan
Tuhan (vertikal), maupun dgn sesama manusia (horizontal).

B. Hakikat dan Sumber Pengetahuan.


1. Hakikat Pengetahuan.
Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud
dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi,
persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya.
Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah,
dan pikiran-pikiran. Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir
dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan
kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita
sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan
hubungan kita dengan objek-objek eksternal. John Dewey beranggapan
bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian
dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari
hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang
senantiasa berubah. Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua
aspek yang berbeda, antara lain:
a. Hal-hal yang diperoleh.
Pengetahuan seperti ini mencakup tradisi, keterampilan, informasi,
pemilkiran-pemikiran, dan akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang
dan diaplikasikan dalam semua kondisi dan dimensi penting kehidupan.
Misalnya pengetahuan seseorang tentang sejarah negaranya dan
pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana pengetahuan-
pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya sebagai
dasar pembahasan.
b. Realitas yang terus berubah.
Sangat mungkin pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang
senantiasa berubah dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada
kondisi ini, seseorang mengetahui secara khusus perkara- perkara yang
beragam, kemudian ia membandingkan perkara tersebut satu sama lain
dan memberikan pandangan atasnya, dengan demikian, ia menyiapkan
dirinya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih
global.

2. Sumber Pengetahuan
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya
adalah dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan
didapat. Persoalan yang muncul tentang bagaimana proses terbentuknya
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat diperoleh melalui cara
pendekatan apriori maupun aposteriori. Pengetahuan yang diperoleh
melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa
mengetahui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber pada
panca indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya,
pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan aposteriori adalah
pengetahuan yang diperolehnya melalui informasi dari orang lain atau
pengalaman yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan yang ada pada
kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan
sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat
tentang sumber pengetahuan, antara lain:
a. Empirisme
Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-
fakta yang ada dilapangan. Pengetahuan manusia itu dapat diperoleh
melalui pengalaman yang konkret karena gejala-gejala alamiah yang
terjadi dimuka bumi ini adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan
melalui panca indra manusia. Sumber pengetahuan adalah
pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yakni kesan-kesan
(impressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang
dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima
dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud
dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar
yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan
dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman. Berdasarkan teori
ini, akal hanya megelola konsep gagasan inderawi. Sumber utama
untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh
dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun
sebatas ide yang kabur.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap
objek. Fungsi panca indera hanya untuk memperoleh data-data dari
alam nyaa dan akalnya menghubungkan data-data itu dengan yang
lain.
c. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi
pemahaman yang tertinggi. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang
langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi
mengatasi sifat lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya
bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh
penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk
mengetahui secara langsung dan seketika. Intuisi bersifat personal dan
tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan
secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi
dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan
intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan
kebenaran.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantara para Nabi. Para Nabi memperoleh
pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa
memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan, mereka
terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Wahyu Allah (agama) berisikan
pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau
oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental.
Kepercayaan ini yang merupakan titik tolak dalam agama lewat
pengkajian selanjutnya dapat menigkatkan atau menurunkan
kepercayaan itu.
C. Ukuran Kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya
karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam
metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk
mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.
Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya
espistemologi.
1. Jenis-jenis kebenaran.
a. Kebenaran Individual
Kebenaran Individual ini merupakan kebenaran yang di ikuti manusia
berdasarkan pendapat sendiri.
b. Kebenaran Objektif merupakan kebenaran yang biasanya bersumber
dari ajaran leluhur yang diwariskan secara turun temurun dan sudah
mendarah daging dalam masyarakat.
c. Kebenaran Hakiki
Kebenaran yang sifatnya mutlak, pasti dan tidak akan pernah
mengalami perubahan, tentunya kebenaran ini bukan dari manusia,
tetapi kebanaran ini datangnya dari Sang Pencipta.
2. Upaya memperoleh kebenaran.
a. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai
penghubung dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia
mampu mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya. Kenyataan
seperti ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat
diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Bagi yang
mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk
memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris.
b. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan
rasio, upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia
merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir,sehingga dengan
kemampuannya tersebut manusia dapat menangkap ide atau prinsip
tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu
kebenaran rasional.
c. Pendekatan Intuitif
Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Misalkan Seseorang yang sedang menghadapi
suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari
masalah yg dihadapi.
d. Pendekatan Religius
Kita sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari
bahwa alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh
kekuatan Tuhan. Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan
seperti ini disebut sebagai pendekatan religious.
e. Pendekatan Otoritas
Yang dimaksud dengan pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang
memiliki kelebihan tertentu disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan
tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan,
pengalaman, dan sebagainya. Yang memiliki kelebihan-kelebihan
seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang
mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.

D. Klasifikasi Dan Hirarki Ilmu


1. Klasifikasi ilmu
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan
atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang
ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz. menyebut adanya
tiga hal Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu,
yaitu sebagai berikut.
a. eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang
menarik perhatian beberapa penyelidik.
b. pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan
penggerapan generalisasi-generalisasi yang cukup luas lingkupnya untuk
menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki.
c. pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin bikti
itu.
Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan,
yaitu sebagai berikut:
a. Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis
liberalis” atau kesenian yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian
yaitu:
1) Trivium atau tiga bagian yaitu:
a) Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
b) Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan
logis.
c) Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
2) Quadrivium atau empat bagian yaitu:
a) Aritmatika yaitu ilmu hitung.
b) Geometrika yaitu ilmu ukur.
c) Musikal yaitu ilmu musik.
d) Astronomia yaitu ilmu perbintangan.
b. Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan
Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri,
yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling
umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu
pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:
1) Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu
pengetahuan.
2) Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang
bersangkutan dengan gejala benda langit.
3) Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu
perbintangan.
4) Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih
kompleks daripada ilmu alam.
5) Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang
kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.
6) Fisika Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam
penggolongan ilmu pengetahuan.
c. Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal
yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu
teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan
perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan
mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu
pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan
teknologi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi,
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : pendidikan,
media dan keterpaparan informasi.
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di
dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di
dalam kehidupan manusia Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori
kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari
berbagai teori kebenaran. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan
Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan
fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan
hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran
mutlak Performatif . Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat
Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori
yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan
kebenaran.
B. Saran
Saran dari penulis kiranya makalah ini dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi penulis, pembaca khususnya siswa dan guru di
dalam meningkatkan proses pembelajaran yang lebih efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,


Tafsir, Dr. Ahmad, 2003, Filsafat Ilmu, Bandung: Rosda Karya
Adib, Muhammad, 2011, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka belajar

Anda mungkin juga menyukai