Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

“Morbus Hansen Tipe Multibasiler”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepanitraan Klinik

Madya

SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh :

Vinni M Widyaastuti

Nim : 0120840273

Pembimbing :

dr. Chaeril Anwar, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
PAPUA
2019
KETERAMPILAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
JAYAPURA

Formulir Evaluasi Diskusi Kasus/ Ujian Kasus


Nama : Vinni M Widyaastuti
NIM : 0120840273
Judul Kasus : Morbus Hansen tipe Multibasiler
Tanggal :

Indikator Pemeriksaan Nilai

Anamnesa : Identitas, Keluhan Utama,Keluhan Tambahan

Pemeriksaan fisik : 1. Status generalisata


2. Status lokalis

Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis Kerja/ Diagnosis banding

Terapi

Anjuran konsultasi/ pemeriksaan Penunjang lain

Penguasaan Kasus (dasar diagnosis,dll)

Relevansi dalam menjawab


( kemampuan sintesa dan analisa)
Penguasaan kasus-kasus lain, yang berhubungan dengan
diagnosis banding kasus
Penguasaan kasus-kasus lain diluar diagnosis banding
kasus.
Total Nilai dibagi 10
Jayapura, Juni 2019
Penilai

dr. Chaeril Anwar, Sp.KK


LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima oleh penguji, Laporan kasus dengan judul “Morbus
Hansen tipe Multibasiler” sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir
Kepaniteraan Klinik pada SMF Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura.
Yang dilaksanakan pada:

Nama : Vinni M Widyaastuti


NIM : 0120840273
Hari :
Tanggal :
Tempat: Ruangan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Jayapura

Menyetujui
Dosen Pembimbing/Penguji

dr. Chaeril Anwar, Sp.KK


BAB I
PENDAHULUAN
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India
khusta, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Kata kusta disebut dalam kitab
injil, terjemahan bahasa Hebrew zaraat, yang sebenarnya mencakup beberapa
penyakit kulit lainnya. Ternyata bahwa pelbagai deskripsi mengenai penyakit ini
sangat kabur, apabila dibandingkan dengan kusta yang kita kenal sekarang.1
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kuman ini menyerang
terutama kulit dan syaraf dan organ tubuh lainnya, jika tidak diobati akan
menyebabkan kecacatan. 1,2
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan masih
belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak
langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi,
sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.1
Penyebaran kusta di suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar ke
seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi
penyakit tersebut.1 Distribusi di tiap-tiap negara maupun di dalam satu negara
sendiri ternyata berbeda-beda. Demikian juga penyebabnya menurun atau
menghilang pada suatu negara sampai saat ini masih belum jelas. Kusta dapat
menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di
Indonesia, penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan 13%, tetapi di
bawah 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur
antara 25-35 tahun. Jumlah kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini
menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Permulaan tahun
2009 tercatat 213.036 kasus dari 121 negara, sedangkan kasus baru di tahun 2008
tercatat 249.007. di Indonesia jumlah kusta yang tercatat di permulaan tahun 2009
adalah 21.538 orang, kasus baru di 2008 sebesar 17.441 orang. Prevalensi tahun
2008 per 10.000 penduduk ialah 0.76.1,3
Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus morbus hansen atau kusta pada
seorang pasien wanita yang datang dengan keluhan adanya benjolan pada lengan
bawahtangan kanan dan kiri, daerah sekitar lutut, kaki, dan punggung bagian
bawah yang semakin banyak. Kasus ini dilaporkan untuk menambah wawasan
mengenai morbus Hansen atau kusta beserta pengobatan yang dapat diberikan
kepada pasien.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


1. Nama : Ny. F. M
2. TTL : 30 November 1965
3. Umur : 56 tahun
4. JenisKelamin : Perempuan
5. Agama : Kristen Protestan
6. Suku : Serui
7. Pekerjaan : IRT
8. Alamat : Dok IX
9. Tanggal diperiksa : Senin, 15 Mei 2019
10. No. DM : 00 97 82

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di poliklinik Kulit dan kelamin RSUD Dok 2
Jayapura pada tanggal 15 Mei 2019 pukul 11.30 WIT secara autoanamnesis.
A. Keluhan utama
Timbul benjolan pada lengan bawah tangan kanan dan kiri, daerah sekitar
lutut, kaki, dan punggung bagian bawah
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh muncul benjolan pada lengan bawah tangan kanan dan
kiri, daerah sekitar lutut, kaki, dan punggung bagian bawah yang sudah
dialami sejak 3 bulan sebelum mengunjungi polik kulit dan kelamin
RSUD Dok 2 Jayapura. Awalnya hanya muncul 1 benjolan pada lengan
atas tangan kanan bagian belakang, pasien mengira itu merupakan bisul,
tetapi kemudian benjolan menjadi semakin banyak dan semakin tersebar.
Pada bagian yang terdapat benjolan terasa panas dan gatal, tidak terasa
sakit jika ditekan atau ditusuk. Pasien mengaku kalaupun terasa sakit,
sakitnya tidak sesakit bagian yang tidak terdapat benjolan. Pasien
mengaku sempat berobat ke puskesmas untuk penyakitnya ini, kemudian
diberikan obat. Penyakit mulai membaik, tetapi jika obat habis, penyakit
kambuh kembali. Pasien rutin berobat untuk penyakitnya ke puskesmas,
tetapi tidak kunjung sembuh, sehingga pasien di rujuk dari puskesmas ke
poli kulit dan kelamin RSUD Dok 2 Jayapura. Keluhan lain seperti
demam, rasa kebas di kaki atau tangan, perubahan bentuk kaki atau
tangan, benjolan lain disekitar leher, ketiak, wajah, disangkal pasien.
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
D. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku dalam keluarga ada yang mengidap penyakit serupa
(paman pasien).
E. Riwayat alergi
Pasien mengaku tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat

2.3 PEMERIKSAAN PASIEN


a. Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70mmHg
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,9 °C

b. Status generalis

1.Kepala dan Leher

 Kepala : Simetris, tidak ada kelainan, warna rambut hitam,


distribusi merata

 Muka : Bulat, Simetris

 Mata : Conjungtiva anemis (-/-); sclera ikterik (-); sekret (-/-),


pupil isokor D=S
 Hidung : Deformitas (-)

 Telinga : Deviasi (-)

 Mulut : Oral candidiasis (-)


 Leher : Perubahan warna kulit (-),
2. Thoraks
 Paru  Inspeksi : Simetris, ikut gerak nafas,
retraksi (-), jejas (-)

 Palpasi : Tidak dilakukan

 Perkusi : Tidak dilakukan


 Auskultasi : Tidak dilakukan
 Jantung  Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

 Palpasi : Tidak dilakukan

 Perkusi : Tidak dilakukan

 Auskultasi : Tidak dilakukan


3. Abdomen  Inspeksi : Datar,

 Auskultasi : Tidak dilakukan

 Palpasi : Tidak dilakukan

 Perkusi : Tidak dilakukan


4. Ekstremitas : Akral hangat
5. Genitalia  Sex : Perempuan, tidak dilakukan
evaluasi.
c. Status dermatologis
1. Lokasi : lengan bawah tangan kanan dan kiri, daerah sekitar
lutut, kaki, dan punggung bagian bawah
2. UKK : tampak papul yang meninggi dan nodul, tidak
disertai eritema, ukuran miliar sampai lentikuler,
Jumlah > 5, distribusi tidak merata dan simetris,
masih terdapat kulit sehat, tidak tampak makula
hipopigmentasi dengan hipoestesi atau anestesi.

Gambar 1. Tangan Kiri Gambar 2. Tangan Kanan


Gambar 3. Kaki Kanan

Gambar 4. Kaki Kiri


Gambar 5. Kaki Kanan bagian belakang

Gambar 6. Punggung
2.4 PEMERKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan ialah pemeriksaan cuping telinga dan
kerokan kulit.
Hasil yang didapatkan ialah :
 Cuping telinga kanan +3 Clumps (+)
 Cuping telinga kiri +3 Clumps (+)
 Tangan +3 Clumps (+)
 Kaki +2 Clumps (+)
 Tulang belakang +2 Clumps (+)

Indeks Morfologi:79%
2.5 DIAGNOSIS BANDING
 Veruka Vulgaris
 Neurofibromatosis
2.6 DIAGNOSIS KERJA

Morbus Hansen tipe Multibasiler


2.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
MDT Morbus Hansen
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Kusta ialah penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudain
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. M. leprae berbentuk kuman
dengan ukuran 3-8 µm x 0,5 µm, tahan asam dan alkohol serta positif-Gram.
M.leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita
yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih
berat, bahkan dapat sebaliknya. 1
Pada kasus ini, pasien Ny. F.M usia 56 tahun diberikan diagnosis kerja Morbus
Hansen atau kusta tipe Multibasiler (MB). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari
anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan muncul benjolan yang semakin hari
semakin banyak sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan pernah diobati tetapi selalu
muncul lagi. Benjolan tidak terasa sakit jika di tusuk, jikalaupun terasa sakit, rasa
sakit tidak separah jika ditusuk di bagian selain pada benjolan. Pasien juga
mengaku pernah tinggal dan melakukan kontak erat dengan pasien morbus hansen
(kusta). Hal ini sesuai dengan teori yaitu apabila terdapat salah satu cardinal sign
dari kusta yakni seperti muncul bercak atau benjolan yang mati rasa atau
hipoestesi, kerusakan saraf tepi, dan hasil BTA (+) maka dapat didiagnosis sebagai
kusta.2
Dari pemeriksaan fisik didapatkan papul yang meninggi dan nodul, tidak
disertai eritema, ukuran miliar sampai lentikuler, Jumlah > 5, distribusi tidak
merata dan simetris, masih terdapat kulit sehat, hipoestesi dan anestesi yang
kurang jelas. Berdasarkan teori, menurut WHO, lesi kulit pada kusta tipe
multibasiler (MB) bisa berbentuk papul yang meninggi, makula dan nodul dengan
berjumlah > 5 lesi, distribusi lebih simetris dan hilangnya sensasi kurang jelas. 1
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan cuping
telinga dan kerokan lesi. Dimana didapatkan hasil berupa: cuping telinga kanan
+3 clumps (+), cuping telinga kiri +3 clumps (+), tangan +3 clumps (+), kaki +2
clumps (+), tulang belakang +2 clumps (+) dengan indeks morfologi:79%.
Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
pemeriksaan cuping telinga dan kerokan lesi sebagai pemeriksaan bakterioskopis.
Pemeriksaan bakterioskopis (kerokan jaringan kulit) yang bertujuan untuk
penegakan diagnosis dan elevasi hasil pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan
jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan
pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), dengan ZIEHL-NEELSEN
dilakukan pengambilan bahan sediaan dengan cara kerokan kulit minimal dari 4-6
tempat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan
serologik seperti tes lepromin, uji MLPA (Mycobacterium leprae Particle
Aglutination), ELISA, ML dipstick test dan ML flow test.1,3
Diagnosis banding dari kasus ini ialah veruka vulgaris dan neurofibromatosis.
Neurofibromatosis merupakan tumor nodular bertangkai, tumor lunak dan
ukurannya macam-macam. Sediaan kerokan dari nodus yang hasilnya negatif
membedakannya dari kusta dan tidak ada tanda-tanda kusta lainnya. Veruka
vulgaris ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh HPV tipe 2. Gambaran
klinisnya berbentuk papul padat verukosa, keratotik, dengan ukuran beberapa mm
- 1 cm .BTA (-), gambaran histopatologis menunjukkan akantosis, hiperkeratotis,
papilomatosis dan rete ridges memanjang mengarah ke medial.3,4
Tujuan utama pengobatan kusta ialah memutuskan mata rantai penularan
untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita
serta mencegah timbulnya komplikasi. Pada pasien ini, diberikan terapi berupa
MDT kusta yang regimennya ialah DDS dengan dosis 100 mg/hari, Rifampisin
600 mg/bulan, dan klofazimin 300mg setiap bulan dan diteruskan 50 mg/hari atau
100mg selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu. Hal ini sudah sesuai
dengan teori dimana nantinya kombinasi obat ini akan diberikan selama 12-18
bulan dan selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan
dan secara bakterioskopis minimal setiap tiga bulan. 1,5
Secara teori, DDS termasuk dalam kelompok sulfon yang mekanisme kerjanya
kurang lebih sama dengan sulfonamid tetapi lebih kuat dan lebih toksik. Daya
kerja leprostatisnya kuat berdasarkan persaingan substrat dengan PABA serta
inhibisi enzim folatsintetase kuman hingga pembentukan folat dan DNA kuman
dicegah. Efek samping jarang terjadi, jika ada dapat berupa sakit kepala, mual,
muntah, sukar tidur dan takikardi. Rifampisin merupakan antibiotik yang bersifat
bakterisid yang menghambat enzim kuman RNA-polimerase sehingga sintesa
RNA kuman terganggu. Efek samping yang paling sering muncul dari obat ini
ialah kemih berwarna merah muda. Sedangkan Klofazimin merupakan derivat
fenazin yang memiliki khasiat bakterisid berdasarkan pengikatan pada DNA
sehingga fungsinya diblokir. Disamping itu ia juga berkhasiat sebagai anti radang.
Efek samping yang sering timbul berupa kemih, keringat, air mata, selaput mata,
ludah dan tinja berwarna merah yang bersifat reversibel.6
Prognosis dari kusta berdasarkan teori ialah baik apabila ditangani secara
cepat dan tepat. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat ialah dengan
melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT secara tepat dan
tepat. Serta mengenali tanda dan gejala reaksi kusta secara cepat dan sesegera
mungkin memberikan terapi kortikosteroid.1,5

DAFTAR PUSTAKA

1. Wisnu I.M, Sjamsoe-Daili E, Menaldi S L. Kusta. Manaldi, S et al. Ilmu


penyakit Kulit dan Kelamin. 7th Ed Cetakan ketiga. Jakarta :Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. p87-120

2. Pongtiku A, et al. Atlas Penyakit Terabaikan di Tanah Papua. Jakarta:


Nulisbuku.com. 2016. p 1-63.

3. Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair. Atlas Kulit dan


Kelamin edisi 2. Surabaya: RSUD Dr. Sutomo. p 41-54

4. Cipto H. Veruka Vulgaris. Manaldi, S et al. Ilmu penyakit Kulit dan


Kelamin. 7th Ed Cetakan ketiga. Jakarta :Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. p 131-132

5. Andini F, Warganegara E. Morbus Hansen Tipe Multibasiler dengan


Reaksi Kusta Tipe 1 dan Kecacatan Tingkat 2. J Medula Unila Volume 6.
2016; p 44-49
6. Tjay T.H, Rahardja K. Obat-Obat Penting. Khasiat Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya Edisi ke 6. Jakarta: PT Alex Media Kompetindo. 2007;
p 154-164

Anda mungkin juga menyukai