Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“GEL PORANG SEBAGAI


BAHAN PENGENTAL ALAMI PENGGANTI BORAKS
PADA PEMBUATAN KERUPUK PULI”

Disusun oleh :

Hana Ulfah Amanda 41204720116118

Irawati Nurani 41204720116043

Siti Hadiati Mardiah 41204720116090

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NUSA BANGSA

2019

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 2
1.5 Hipotesis ........................................................................................................ 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
2.1 Kerupuk Puli.................................................................................................. 6
2.2 Boraks ............................................................................................................ 7
2.3 Gel Porang ..................................................................................................... 7
BAB 3. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 9
3.1 Bahan dan Alat .............................................................................................. 9
3.2 Metode Penelitian ........................................................................................ 10
3.3 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 10
3.4 Prosedur Analisis ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13
LAMPIRAN ............................................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Glukomannan ................................................................................ 4


Gambar 2. Kerupuk Puli .......................................................................................................... 6
Gambar 3. Bleng ...................................................................................................................... 7
Gambar 4. Umbi Porang .......................................................................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Syarat Mutu Kerupuk Beras (SNI 01-4307-1996) ............................................ 15

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerupuk merupakan salah satu makanan camilan yang digemari oleh


masyarakat Indonesia. Tidak heran jika kerupuk yang dijual di pasaran sangat
beragam jenisnya, baik dari segi bahan baku maupun variasi bentuknya. Karak
atau kerupuk nasi adalah kerupuk yang sudah banyak dikenal didaerah Jawa
tengah, Jawa timur dan masyarakat kota pada umumnya. Di daerah Jawa
Timur kerupuk ini biasa dikenal dengan sebutan kerupuk Puli, sedangkan di
Jawa Tengah dengan sebutan kerupuk karak. Karak dibuat dari nasi dengan
penambahan bleng atau cethithet secukupnya (Isnaini, 2018).

Di era modern ini penggunaan bahan tambahan pangan sangat luas dan
pemasarannya juga jauh dari pengawasan pemerintah. Oleh karena itu tidak
sedikit produsen makanan, khususnya pada skala industri rumah tangga
menggunakan bahan tambahan pangan sintetis yang tidak diijinkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Salah satu contoh penggunaan
bahan tambahan pangan yang dilarang tersebut yaitu boraks atau bleng padat
atau dikenal dengan nama cetitet yang dipergunakan dalam pembuatan karak.
Departemen Kesehatan melarang penggunaan bleng pada produk makanan
karena mengandung boraks, yang dilarang untuk dikonsumsi manusia karena
berdampak negatif bagi kesehatan. Boraks maupun bleng tidak aman untuk
dikonsumsi sebagai makanan,tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai
komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi
makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk
terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Isnaini, 2018).

Perkembangan selanjutnya terdapat penelitian tentang penggantian bleng


atau boraks dengan menggunakan STPP (Sodium tripholyphosphate) pada
pembuatan kerupuk puli. STPP (Sodium tripholyphosphate) dapat digunakan
sebagai pengganti formalin yang tidak berbahaya dengan kadar pemakaian
rendah sebesar 0.1 – 0.5% (Dwiyanti et al., 2015). Efek konsumsi bahan kimia
yang berlebih juga akan berdampak pada kesehatan. Gel yang terbuat dari

1
tepung porang merupakan salah satu alternatif pengganti STPP (Ika Prastini
dan Bambang Widjanarko, 2015).

Porang termasuk keluarga araceae asli Indonesia yang banyak tumbuh


secara liar di hutan-hutan Pulau Jawa. Pemanfaatan umbi porang sampai saat
ini yaitu diproses menjadi tepung porang. Tepung porang mengandung
glukomanan yang cukup tinggi. Pembuatannya menjadi gel porang akan tetap
stabil dengan adanya pemanasan sehingga dapat diaplikasikan dalam
pembuatan kerupuk puli. Selain berfungsi sebagai pengganti STPP (Sodium
tripholyphosphate), gel porang juga dapat digunakan sebagai binding agent
(pengikat) dalam adonan kerupuk (Dwiyanti et al., 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah gel porang dapat digunakan sebagai bahan pengental alami
untuk menggantikan bleng pada pembuatan kerupuk puli?

1.3 Tujuan
Menggunakan gel porang sebagai bahan pengganti bleng pada
pembuatan kerupuk puli yang beresiko terhadap kesehatan dengan bahan
pengental alami yang lebih aman

1.4 Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara penghasil komoditi pangan yang cukup


banyak dan berlimpah. Sebagai contoh beras yang merupakan sumber
makanan pokok masyarakat Indonesia. Beras subgrade memiliki sifat fisik
yang rendah seperti biji tidak utuh (patah), warna yang kurang putih, banyak
pengotor serta berbau sehingga membuat sebagian masyarakat tidak banyak
yang memasaknya menjadi nasi untuk makanan pokok sehari-hari. (Dwiyanti
et al., 2015). Salah satu usaha untuk memanfaatkan beras subgrade yaitu
dengan membuat suatu produk kerupuk.
Kerupuk merupakan sajian makanan yang hampir selalu hadir dalam
setiap hidangan masyarakat Indonesia baik dalam acara kecil maupun besar.
Kerupuk bertekstur renyah dan sering dijadikan pelengkap berbagai makanan
Indonesia seperti nasi goreng, nasi uduk, ketoprak dan aneka makanan lainnya

2
(Afifah, 2012). Kerupuk berbahan baku beras sering disebut kerupuk puli beras
atau kerupuk lempeng khas kota Madiun. Kerupuk puli adalah produk olahan
nasi yang diolah dengan cara mengukus, menumbuk, dibuat lapisan tipis
seperti kerupuk, dijemur, dan kemudian digoreng. Produk sejenis kerupuk ini
sudah banyak dikenal dan juga disukai masyarakat. Kerupuk puli biasanya
diproduksi oleh industri rumah tangga (Suhartatik, 2012).

Dalam pengolahan pembuatan kerupuk puli yang berkembang di


masyarakat pada umumnya dibuat dari sisa nasi atau nasi yang memang dibuat
kerupuk puli oleh pengusaha kerupuk kpuli (Isnaini, 2018). Dalam proses
pembuatannya, selain bawang putih yang digunakan sebagai penyedap, juga
masih ada bahan tambahan yaitu boraks atau yang biasa disebut bleng
(Dwiyanti et al., 2015). Bleng adalah bentuk tidak murni dari boraks. Bleng
padat sebagai bahan tambahan pangan sudah dilarang penggunaannya oleh
Departemen Kesehatan karena mengandung boraks melalui Peraturan Menteri
Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88. Boraks maupun bleng tidak aman
untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks
sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi
makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk
terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Isnaini, 2018). Oleh sebab
itu pemerintah berusaha mencari bahan pengganti yang sifatnya sama dengan
bleng tersebut.

Pemerintah menyarankan penggunaan STPP (Sodium


tripolyphosphate) sebagai bahan kimia tambahan pangan yang aman untuk
digunakan dalam pembuatan karak. STPP dapat digunakan sebagai pengganti
boraks yang tidak berbahaya dengan kadar pemakaian rendah sebesar 0.1 –
0.5% (Dwiyanti, 2015). Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Astika (2015), penambahan STPP tidak berpengaruh terhadap
pengembangan karak. Lebih lanjut juga disampaikan oleh Amurwani (2016)
bahwa penambahan STPP tidak berpengaruh terhadap tingkat hidrolisis pati,
daya serap air, dan sifat sensori nasi instan yang dihasilkan. Beberapa

3
penelitian lain telah dilakukan untuk meningkatkan kerenyahan dan
pengembangan produk karak, di antaranya yang dilakukan oleh Isnaini (2017).

Dalam penelitian ini, kerupuk puli ditambah dengan gel porang yang
berasal dari umbi porang sebagai bahan pengental atau pengikat alami. Umbi
porang mengandung polisakarida yang mampu menyerap air yang disebut
manan atau lebih tepatnya glukomanan (Mutia, 2011). Glukomanan tersusun
oleh satuan D-glukosa dan D-manosa. Glukomanan memiliki gugus asetil pada
posisi atom C no 6 dari residu D-manosil, yang diperkirakan terdapat satu
gugus asetil setiap 17 residu (Xu et al, 2008). Menurut Parry (2011),
glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon pada posisi
C2, C3, dan C6. Hasil analisis dengan cara hidrolisis asetolisis pada
glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-manosa dan
satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat D-manosa
sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33% (Ohtsuki, 1968 dalam Ibrahim,
2014). Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia glukomanan
seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air dingin.

Gambar 1. Struktur Kimia Glukomannan

Glukomanan dapat menyerap air hingga 200 kali dari beratnya dan
dapat membentuk gel reversible atau gel termo-non-reversibel (Supriati,
2016). Glukomanan merupakan serat pangan larut air yang bersifat hidrokoloid
kuat dan rendah kalori yang banyak digunakan dalam industri pangan dan non
pangan seperti dalam industri kosmetik dan produk kesehatan (Saputro, et al.,,
2014).
Umbi porang memiliki kandungan glukomannan yang tinggi.
Pemanfaatan umbi porang sampai saat ini yaitu diproses menjadi tepung
porang. Tepung porang mengandung glukomanan yang tinggi mencapai
81.72%. Pembuatannya menjadi gel porang akan tetap stabil dengan adanya

4
pemanasan. Gel porang juga dapat digunakan sebagai binding agent (pengikat)
dalam adonan kerupuk. Pembentukan gel dan viskositas yang tinggi
merupakan sifat yang menonjol pada glukomanan yang sangat bermafaat
dalam industri makanan. Akibat dari sifat tersebut, glukomanan juga
berpotensi digunakan sebagai pengganti boraks dalam pembuatan kerupuk puli
(Dwiyanti et al.,, 2015). Tepung porang yang mengandung glukomanan
bersifat hidrokoloid yang dapat bertindak sebagai binding agent. Binding agent
dapat mengikat komponen bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
kerupuk puli sehingga adonan dapat menjadi lebih kompak.

1.5 Hipotesis

Gel porang dapat digunakan sebagai bahan pengental alami untuk


menggantikan bleng pada pembuatan kerupuk puli.

5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerupuk Puli

Kerupuk puli adalah produk pangan kering dari proses penggorengan,


berbentuk lempengan tipis, bulat atau persegi panjang, yang terbuat dari bahan
dasar beras dengan berbagai cita rasa tergantung bumbu-bumbu yang
ditambahkan. Penggunaan bahan tambahan pangan di dalam industri pangan saat
ini semakin luas dan meningkat. Banyak masyarakat di Indonesia, yang dari segi
pendidikan dan pengetahuannya kurang, dalam mengetahui penggunaan bahan
tambahan pangan yang tidak diijinkan oleh Departemen Kesehatan RI atau yang
dapat mengganggu kesehatan. Misalnya pada proses pembuatan kerupuk puli,
masyarakat di Indonesia biasanya menggunakan bahan tambahan pangan berupa
bleng padatan. Bahan tambahan ini sering digunakan untuk memperbaiki tekstur
(kekenyalan) adonan puli, sehingga memudahkan pengirisannya, mengawetkan,
dan setelah digoreng mengembang mengempukan, teksturnya bagus dan renyah
(Setyowati, 2010). Kerupuk puli yang berkualitas baik harus sesuai dengan
standar mutu SNI 01- 4307-1996.

Gambar 2. Kerupuk Puli

(Sumber: https://jualkrupukpuli.wordpress.com)

6
2.2 Boraks

Boraks maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan,


tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah
meluas di Indonesia. Bleng padat adalah bahan tambahan pangan yang sudah
dilarang digunakan oleh Departemen Kesehatan karena mengandung boraks
melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/88. Apabila
dikonsumsi, boraks dapat mengganggu kesehatan manusia bahkan menimbulkan
kematian, meskipun dampaknya tidak langsung diketahui karena bersifat
kumulatif. Oleh sebab itu pemerintah berusaha mencari bahan pengganti yang
sifatnya sama dengan bleng tersebut.

Gambar 3. Bleng

(Sumber: https://food.detik.com)

2.3 Gel Porang

Porang atau iles-iles (Amorphophallus sp.) merupakan tanaman lokal


Indonesia yang tumbuh di hutan-hutan Pulau Jawa. Jenis porang
(Amorphophallus sp.) yang banyak dijumpai di Indonesia adalah A.
companulatus, A.variabilis, A.oncophyllus, dan A.muelleri Blume (Haryani et al.,
2017). Iles-iles mempunyai nilai ekonomi karena umbinya mengandung
glukomanan, suatu senyawa polisakarida jenis hemiselulosa yang bersifat
hidrokoloid, larut dalam air, jernih, rendah kalori, dan bebas dari gluten (Supriati
2016). Glukomanan yang terkandung dalam iles- iles mempunyai sifat yaitu dapat
memperkuat gel, memperbaiki tekstur, dan mengentalkan (Fatmawati et al.,

7
2013). Glukomanan dapat menyerap air hingga 200 kali dari beratnya dan dapat
membentuk gel reversible atau gel termo-non-reversibel (Supriati 2016).

Gambar 4. Umbi Porang


(Sumber: https://porang.co.id/2017/05/24/budidaya-porang)

Umbi porang dapat diolah menjadi tepung porang yang mengandung


glukoman mencapai 81.72% (Kurniawati, 2010). Tingginya kadar
glukomanan menyebabkan tepung porang banyak digunakan sebagai bahan
pengisi, bahan pengental, serta bahan tambahan untuk produk makanan atau
minuman berbasis kesehatan. Pembuatannya menjadi gel porang akan tetap
stabil dengan adanya pemanasan sehingga dapat diaplikasikan dalam
pembuatan kerupuk puli. Gel porang dapat digunakan sebagai binding agent
(pengikat) dalam pembuatan kerupuk puli karena mengandung glukomanan
yang bersifat hidrokoloid.

8
BAB 3. BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat

a. Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan kerupuk puli terdiri
dari beras kualitas subgrade (beras pecah) yang diperoleh dari pasar tradisional
Bogor dan umbi porang diperoleh dari Desa Kebondalem, Kecamatan Jambu
Ambarawa, dengan karakteristik fisik yaitu berat umbi 3(±0,2) Kg, diameter
umbi 19-25 cm, dan umur umbi ± 1 tahun, yang kemudian diproses menjadi
tepung porang. Bahan kimia yang digunakan untuk proses pembuatan tepung
porang antara lain : HCl pekat (37%), dan NaHCO3 1%, kain saring yang
diperoleh dari toko Setia Guna dan aquades dari Laboratorium Kimia
Universitas Nusa Bangsa.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain : bahan kimia
dengan kemurnian pro analisis (p.a) seperti HCl pekat (37%), H2SO4 pekat
(95%), CaCl2, Na-Oksalat, KMnO4, indikator metil red, NH4OH, alkohol 96%,
Arsenomolibdat, Nelson yang diperoleh dari toko Setia Guna dan bahan
analisis dengan kemurnian teknis antara lain aquades dan kertas saring.

b. Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung porang yaitu pisau, oven
listrik, mesin penggiling, ayakan 40 mesh dan 100 mesh. Alat yang digunakan
untuk proses pembuatan kerupuk puli antara lain timbangan analitik, cetakan,
penanak nasi, mixer, sendok, dan loyang. Alat yang digunakan untuk analisis
meliputi glassware merk Pyrex&Schoot Duran, timbangan analitik,
Sentrifuse, waterbath, desikator, termometer, pipet volume, lemari asam,
shaker dan kompor listrik.

9
3.2 Metode Penelitian

Penelitian pembuatan kerupuk puli ini dilakukan menggunakan Rancangan


Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu penambahan gel porang yang
terdiri dari 5 level. Faktor tersebut dilakukan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 15
satuan percobaan.

3.3 Prosedur Penelitian

a. Pembuatan Tepung Porang

Umbi porang dikupas, dicuci dan diiris-iris dengan ketebalan 0.5 cm.
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengemasan
dan penggilingan. Irisan umbi direndam dalam larutan HCl 0.2 N selama 5
menit untuk menghilangkan kalsium oksalat pada jaringan umbi yang dapat
menyebabkan rasa gatal, kemudian ditiriskan dan direndam dalam larutan
NaHCO3 1% selama 5 menit untuk menetralkan residu asam yang tertinggal.
Irisan umbi selanjutnya dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Purnomo et
al.,, 2011).
Tahap berikutnya adalah pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi
kadar air dalam simplisia dan menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat
mencegah pembusukan dan perusakan simplisia. Pengeringan dilakukan
menggunakan lemari pengering suhu 50°C sampai kondisi keripik (chip
porang) mudah dipatahkan. Chip porang kemudian ditepungkan menggunakan
mesin penggiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh sehingga didapatkan
tepung porang kasar. Untuk memisahkan glukomannan dari tepung porang
kasar dilakukan pemisahan secara fisik menggunakan ayakan 100 mesh.
Tepung porang yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung porang
yang tidak terayak dengan ayakan 100 mesh (Purnomo et al.,, 2011).

b. Pembuatan Gel Porang Konsentrasi 1%


Tepung porang hasil pencucian ditimbang 1 gram kemudian dilarutkan
dengan menggunakan air bersuhu 45o C didalam gelas ukur sampai 100 ml.
Larutan gel porang dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diaduk
menggunakan shaker selama 2 jam hingga terbentuk struktur gel yang stabil.

10
c. Pembuatan Kerupuk Puli

1. Beras ditimbang sebanyak 30 gram, dicuci bersih dan dimasak menjadi


nasi (beras : air = 1:4 (b/v)
2. Nasi yang sudah matang ditimbang 100 gram kemudian dihaluskan
menggunakan mixer hingga menjadi bubur nasi
3. Bubur nasi ditambahkan gel porang 1% terdiri dari 5 level yaitu :
P1 : 5 g gel porang
P2 : 15 g gel porang
P3 : 25 g gel porang
P4 : 35 g gel porang
P5 : 45 g gel porang
Kemudian ditambahkan baking powder sebanyak 1% (b/b), garam 1%
(b/b) dan dicampur hingga rata menggunakan mixer
4. Adonan kerupuk dicetak menggunakan cetakan ukuran 9x11 cm
berbentuk persegi panjang hingga disebut kerupuk puli basah
5. Kerupuk puli basah dijemur dengan menggunakan sinar matahari sampai
kering atau selama kurang lebih 2 hari dan didapat kerupuk puli mentah
6. Kerupuk puli mentah dianalisis kimia dan fisik
7. Kerupuk puli mentah digoreng dengan menggunakan minyak goreng suhu
168 – 196 °C selama 10-15 detik dan didapat kerupuk puli goring
8. Kerupuk puli goreng dianalisis kimia dan fisik

3.4 Prosedur Analisis

Pengujian dan analisis dilakukan pada kerupuk puli mentah dan kerupuk
puli goreng. Pengujian yang dilakukan terhadap kerupuk puli mentah dan kerupuk
puli goreng meliputi kadar air (AOAC, 2005), kadar pati (AOAC, 2005), kadar
kalsium oksalat (Iwouha, 1994), daya patah (Yuwono, 1998), dan daya kembang
(Yuwono, 1998). Setelah didapatkan perlakuan terbaik dari karakteristik kimia
fisik produk dilakukan analisis perlakuan terbaik meliputi kadar lemak (AOAC,
2005), kadar protein (AOAC, 2005), dan kadar abu (AOAC, 2005). Data yang
diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan metode Analisis Ragam
(Analysis of Variant atau ANOVA) dan dilanjutkan Uji Bonferroni dengan selang

11
kepercayaan 5%. Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode De
Garmo dan perbandingan kontrol menggunakan metode One Way ANOVA
Single Factor.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N.D., G. Anjani. 2012. Sistem produksi dan pengawasan mutu kerupuk udang
berkualitas ekspor. Universitas Diponegoro. Semarang.

Amurwani, R., 2016. Pengaruh Cara Penambahan dan Konsentrasi Sodium Tri
Polyphosphate (STPP) terhadap tingkat hidrolisis pati, daya serap air, sifat
sensori dan respon glikemik Nasi Instan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.

AOAC, 1970. Official methods of analysis of the association of official analytical


chemists. Association of Official Analytical Chemists, Washington DC.

Astika, M., 2015. Formulasi Pembuatan Kerupuk Karak dengan Penambahan Sodium
Tri Polyphosphate (STPP). Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.

Dwiyanti, Elliza Rachma, Simon Bambang Widjanarko, dan Indria


Purwantiningrum. 2015. “PENGARUH PENAMBAHAN GEL PORANG
(Amorphophallus muelleri Blume) PADA PEMBUATAN KERUPUK PULI.”
Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (4): 1521–30.

Fatmawati, Sofia, Bekti Nurgraheni, dan Dewi Kurnianingtyas Setyani. 2013.


“Media Farmasi Indonesia Vol 11 No 2 EKSTRAKSI BERBANTU
ULTRASONIK DAN PENETAPAN KADAR GLUKOMANAN DALAM
UMBI PORANG ( Amorphophallus oncophyllus Prain ex Hook.f.)” 11 (2):
1075–83.

Haryani K, Suryanto, Suharto, Sarana, & Teguh Budi Santosa. 2017. “Ekstraksi
Glukomannan Dari Umbi Tanaman Porang (Amorphophalus, Sp.)” 3: 20–30.

Ibrahim, A. M. 2014. Peran Glukomanan-Arang Aktif sebagai Hipokolesterolemik


pada Tikus Sprague Dawley. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Ika Prastini, Army, dan Simon Bambang Widjanarko. 2015. “PEMBUATAN SOSIS
AYAM MENGGUNAKAN GEL PORANG (Amorphophallus mueleri Blume)

13
SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP KARAKTERISTIK SOSIS
Production Chicken Sausage Using Porang Gel as a Binder to the
Characteristics of Sausages.” Pembuatan Sosis Ayam Menggunakan Gel
Porang-Prastini, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3.

Isnaini, Rohmat. 2018. “Rumput Laut Sebagai Bahan Pengental Pengganti Bleng
Dalam Pembuatan Kerupuk Karak Yang Aman Bagi Kesehatan.” Jurnal
Litbang Sukowati : Media Penelitian dan Pengembangan 1 (1): 53–68.
https://doi.org/10.32630/sukowati.v1i1.5.

Mutia, Reiza. 2011. Pemurnian Glukomanan secara Enzimatis dari Tepung Iles-iles.
[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Parry, J. M. 2011. Konjac Glucomannan. In: Alan Imeson (ed). Food Stabilisers,
Thickeners, and Gelling Agent. United Kingdom: A John Willey & Sons, Ltd.,
pp 198-216.

Setyowati, A. 2010.Penambahan Natrium Tripolifosfat dan CMC (Carboxy Methyl


Cellulose) padapembuatan karak.Jurnal Agri Sains, vol.1 No.1.

Suhartatik, N. dan Wulandari, Y.W. 2018. Studi Pembuatan Karak Tanpa Boraks Di
Desa Mojopuro-Wonogiri. Fakultas Teknologi dan Industri Pangan. Universitas
Slamet Riyadi Surakarta.

Supriati, Yati. 2016. “KEANEKARAGAMAN ILES-ILES (Amorphophallus spp.)


DAN POTENSINYA UNTUK INDUSTRI PANGAN FUNGSIONAL,
KOSMETIK, DAN BIOETANOL.” Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 35 (2): 69. https://doi.org/10.21082/jp3.v35n2.2016.p69-80.

Yuwono,S.S. dan Susanto, T. 1998. Pengujian sifat pangan. Universitas Brawijaya.


Malang.

Xu, Q. X., Shi, J. J., Zhang, J. G., Li, L., Jiang, L., Wei, Z. J. 2016. Thermal,
Emulsifying and Rheological Properties of Polysaccharides Sequentially
Extracted from Vaccinium Bracteatum Thunb Leaves. International Journal
of Biological Macromolecules, 93, 1240-1252.

14
LAMPIRAN

Lampiran 1. Syarat Mutu Kerupuk Beras (SNI 01-4307-1996)

Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Mentah Sudah digoreng
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Kenampakan - Renyah Renyah
1.5 Keutuhan % b/b Min. 95 Min. 85
2. Benda-benda Asing Tidak boleh ada Tidak boleh ada
3. Air % b/b Maks. 12 Maks. 8
4. Abu tanpa garam % b/b Maks. 1 Maks. 1
5. Bahan tambahan
makanan
5.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995 &
Peraturan Menkes No
722/MENKES/per/IX/88
5.2 Boraks Tidak ternyata Tidak ternyata
6. Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0 Maks. 30,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
6.6 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
7. Cemaran Mikroba
7.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 106 Maks. 105
7.2 E. coli APM/g <3 <3
7.3 Kapang koloni/g Maks. 105 Maks. 104

15

Anda mungkin juga menyukai