Disusun oleh :
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2019
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
Di era modern ini penggunaan bahan tambahan pangan sangat luas dan
pemasarannya juga jauh dari pengawasan pemerintah. Oleh karena itu tidak
sedikit produsen makanan, khususnya pada skala industri rumah tangga
menggunakan bahan tambahan pangan sintetis yang tidak diijinkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Salah satu contoh penggunaan
bahan tambahan pangan yang dilarang tersebut yaitu boraks atau bleng padat
atau dikenal dengan nama cetitet yang dipergunakan dalam pembuatan karak.
Departemen Kesehatan melarang penggunaan bleng pada produk makanan
karena mengandung boraks, yang dilarang untuk dikonsumsi manusia karena
berdampak negatif bagi kesehatan. Boraks maupun bleng tidak aman untuk
dikonsumsi sebagai makanan,tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai
komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi
makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk
terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Isnaini, 2018).
1
tepung porang merupakan salah satu alternatif pengganti STPP (Ika Prastini
dan Bambang Widjanarko, 2015).
1.3 Tujuan
Menggunakan gel porang sebagai bahan pengganti bleng pada
pembuatan kerupuk puli yang beresiko terhadap kesehatan dengan bahan
pengental alami yang lebih aman
2
(Afifah, 2012). Kerupuk berbahan baku beras sering disebut kerupuk puli beras
atau kerupuk lempeng khas kota Madiun. Kerupuk puli adalah produk olahan
nasi yang diolah dengan cara mengukus, menumbuk, dibuat lapisan tipis
seperti kerupuk, dijemur, dan kemudian digoreng. Produk sejenis kerupuk ini
sudah banyak dikenal dan juga disukai masyarakat. Kerupuk puli biasanya
diproduksi oleh industri rumah tangga (Suhartatik, 2012).
3
penelitian lain telah dilakukan untuk meningkatkan kerenyahan dan
pengembangan produk karak, di antaranya yang dilakukan oleh Isnaini (2017).
Dalam penelitian ini, kerupuk puli ditambah dengan gel porang yang
berasal dari umbi porang sebagai bahan pengental atau pengikat alami. Umbi
porang mengandung polisakarida yang mampu menyerap air yang disebut
manan atau lebih tepatnya glukomanan (Mutia, 2011). Glukomanan tersusun
oleh satuan D-glukosa dan D-manosa. Glukomanan memiliki gugus asetil pada
posisi atom C no 6 dari residu D-manosil, yang diperkirakan terdapat satu
gugus asetil setiap 17 residu (Xu et al, 2008). Menurut Parry (2011),
glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon pada posisi
C2, C3, dan C6. Hasil analisis dengan cara hidrolisis asetolisis pada
glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-manosa dan
satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat D-manosa
sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33% (Ohtsuki, 1968 dalam Ibrahim,
2014). Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia glukomanan
seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air dingin.
Glukomanan dapat menyerap air hingga 200 kali dari beratnya dan
dapat membentuk gel reversible atau gel termo-non-reversibel (Supriati,
2016). Glukomanan merupakan serat pangan larut air yang bersifat hidrokoloid
kuat dan rendah kalori yang banyak digunakan dalam industri pangan dan non
pangan seperti dalam industri kosmetik dan produk kesehatan (Saputro, et al.,,
2014).
Umbi porang memiliki kandungan glukomannan yang tinggi.
Pemanfaatan umbi porang sampai saat ini yaitu diproses menjadi tepung
porang. Tepung porang mengandung glukomanan yang tinggi mencapai
81.72%. Pembuatannya menjadi gel porang akan tetap stabil dengan adanya
4
pemanasan. Gel porang juga dapat digunakan sebagai binding agent (pengikat)
dalam adonan kerupuk. Pembentukan gel dan viskositas yang tinggi
merupakan sifat yang menonjol pada glukomanan yang sangat bermafaat
dalam industri makanan. Akibat dari sifat tersebut, glukomanan juga
berpotensi digunakan sebagai pengganti boraks dalam pembuatan kerupuk puli
(Dwiyanti et al.,, 2015). Tepung porang yang mengandung glukomanan
bersifat hidrokoloid yang dapat bertindak sebagai binding agent. Binding agent
dapat mengikat komponen bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
kerupuk puli sehingga adonan dapat menjadi lebih kompak.
1.5 Hipotesis
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
(Sumber: https://jualkrupukpuli.wordpress.com)
6
2.2 Boraks
Gambar 3. Bleng
(Sumber: https://food.detik.com)
7
2013). Glukomanan dapat menyerap air hingga 200 kali dari beratnya dan dapat
membentuk gel reversible atau gel termo-non-reversibel (Supriati 2016).
8
BAB 3. BAHAN DAN METODE
a. Bahan
Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan kerupuk puli terdiri
dari beras kualitas subgrade (beras pecah) yang diperoleh dari pasar tradisional
Bogor dan umbi porang diperoleh dari Desa Kebondalem, Kecamatan Jambu
Ambarawa, dengan karakteristik fisik yaitu berat umbi 3(±0,2) Kg, diameter
umbi 19-25 cm, dan umur umbi ± 1 tahun, yang kemudian diproses menjadi
tepung porang. Bahan kimia yang digunakan untuk proses pembuatan tepung
porang antara lain : HCl pekat (37%), dan NaHCO3 1%, kain saring yang
diperoleh dari toko Setia Guna dan aquades dari Laboratorium Kimia
Universitas Nusa Bangsa.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain : bahan kimia
dengan kemurnian pro analisis (p.a) seperti HCl pekat (37%), H2SO4 pekat
(95%), CaCl2, Na-Oksalat, KMnO4, indikator metil red, NH4OH, alkohol 96%,
Arsenomolibdat, Nelson yang diperoleh dari toko Setia Guna dan bahan
analisis dengan kemurnian teknis antara lain aquades dan kertas saring.
b. Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung porang yaitu pisau, oven
listrik, mesin penggiling, ayakan 40 mesh dan 100 mesh. Alat yang digunakan
untuk proses pembuatan kerupuk puli antara lain timbangan analitik, cetakan,
penanak nasi, mixer, sendok, dan loyang. Alat yang digunakan untuk analisis
meliputi glassware merk Pyrex&Schoot Duran, timbangan analitik,
Sentrifuse, waterbath, desikator, termometer, pipet volume, lemari asam,
shaker dan kompor listrik.
9
3.2 Metode Penelitian
Umbi porang dikupas, dicuci dan diiris-iris dengan ketebalan 0.5 cm.
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengemasan
dan penggilingan. Irisan umbi direndam dalam larutan HCl 0.2 N selama 5
menit untuk menghilangkan kalsium oksalat pada jaringan umbi yang dapat
menyebabkan rasa gatal, kemudian ditiriskan dan direndam dalam larutan
NaHCO3 1% selama 5 menit untuk menetralkan residu asam yang tertinggal.
Irisan umbi selanjutnya dicuci dengan air mengalir sampai bersih (Purnomo et
al.,, 2011).
Tahap berikutnya adalah pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi
kadar air dalam simplisia dan menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat
mencegah pembusukan dan perusakan simplisia. Pengeringan dilakukan
menggunakan lemari pengering suhu 50°C sampai kondisi keripik (chip
porang) mudah dipatahkan. Chip porang kemudian ditepungkan menggunakan
mesin penggiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh sehingga didapatkan
tepung porang kasar. Untuk memisahkan glukomannan dari tepung porang
kasar dilakukan pemisahan secara fisik menggunakan ayakan 100 mesh.
Tepung porang yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung porang
yang tidak terayak dengan ayakan 100 mesh (Purnomo et al.,, 2011).
10
c. Pembuatan Kerupuk Puli
Pengujian dan analisis dilakukan pada kerupuk puli mentah dan kerupuk
puli goreng. Pengujian yang dilakukan terhadap kerupuk puli mentah dan kerupuk
puli goreng meliputi kadar air (AOAC, 2005), kadar pati (AOAC, 2005), kadar
kalsium oksalat (Iwouha, 1994), daya patah (Yuwono, 1998), dan daya kembang
(Yuwono, 1998). Setelah didapatkan perlakuan terbaik dari karakteristik kimia
fisik produk dilakukan analisis perlakuan terbaik meliputi kadar lemak (AOAC,
2005), kadar protein (AOAC, 2005), dan kadar abu (AOAC, 2005). Data yang
diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan metode Analisis Ragam
(Analysis of Variant atau ANOVA) dan dilanjutkan Uji Bonferroni dengan selang
11
kepercayaan 5%. Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode De
Garmo dan perbandingan kontrol menggunakan metode One Way ANOVA
Single Factor.
12
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N.D., G. Anjani. 2012. Sistem produksi dan pengawasan mutu kerupuk udang
berkualitas ekspor. Universitas Diponegoro. Semarang.
Amurwani, R., 2016. Pengaruh Cara Penambahan dan Konsentrasi Sodium Tri
Polyphosphate (STPP) terhadap tingkat hidrolisis pati, daya serap air, sifat
sensori dan respon glikemik Nasi Instan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Astika, M., 2015. Formulasi Pembuatan Kerupuk Karak dengan Penambahan Sodium
Tri Polyphosphate (STPP). Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Haryani K, Suryanto, Suharto, Sarana, & Teguh Budi Santosa. 2017. “Ekstraksi
Glukomannan Dari Umbi Tanaman Porang (Amorphophalus, Sp.)” 3: 20–30.
Ika Prastini, Army, dan Simon Bambang Widjanarko. 2015. “PEMBUATAN SOSIS
AYAM MENGGUNAKAN GEL PORANG (Amorphophallus mueleri Blume)
13
SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP KARAKTERISTIK SOSIS
Production Chicken Sausage Using Porang Gel as a Binder to the
Characteristics of Sausages.” Pembuatan Sosis Ayam Menggunakan Gel
Porang-Prastini, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3.
Isnaini, Rohmat. 2018. “Rumput Laut Sebagai Bahan Pengental Pengganti Bleng
Dalam Pembuatan Kerupuk Karak Yang Aman Bagi Kesehatan.” Jurnal
Litbang Sukowati : Media Penelitian dan Pengembangan 1 (1): 53–68.
https://doi.org/10.32630/sukowati.v1i1.5.
Mutia, Reiza. 2011. Pemurnian Glukomanan secara Enzimatis dari Tepung Iles-iles.
[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Parry, J. M. 2011. Konjac Glucomannan. In: Alan Imeson (ed). Food Stabilisers,
Thickeners, and Gelling Agent. United Kingdom: A John Willey & Sons, Ltd.,
pp 198-216.
Suhartatik, N. dan Wulandari, Y.W. 2018. Studi Pembuatan Karak Tanpa Boraks Di
Desa Mojopuro-Wonogiri. Fakultas Teknologi dan Industri Pangan. Universitas
Slamet Riyadi Surakarta.
Xu, Q. X., Shi, J. J., Zhang, J. G., Li, L., Jiang, L., Wei, Z. J. 2016. Thermal,
Emulsifying and Rheological Properties of Polysaccharides Sequentially
Extracted from Vaccinium Bracteatum Thunb Leaves. International Journal
of Biological Macromolecules, 93, 1240-1252.
14
LAMPIRAN
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Mentah Sudah digoreng
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Kenampakan - Renyah Renyah
1.5 Keutuhan % b/b Min. 95 Min. 85
2. Benda-benda Asing Tidak boleh ada Tidak boleh ada
3. Air % b/b Maks. 12 Maks. 8
4. Abu tanpa garam % b/b Maks. 1 Maks. 1
5. Bahan tambahan
makanan
5.1 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1995 &
Peraturan Menkes No
722/MENKES/per/IX/88
5.2 Boraks Tidak ternyata Tidak ternyata
6. Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 2,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0 Maks. 30,0
6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
6.6 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
7. Cemaran Mikroba
7.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 106 Maks. 105
7.2 E. coli APM/g <3 <3
7.3 Kapang koloni/g Maks. 105 Maks. 104
15