Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan rumah sakit yang terasa begitu tajam dan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas juga cenderung
meningkat, rumah sakit perlu mempersiapkan diri dan mengantisipasinya. Salah satu
yang harus mendapat perhatian lebih adalah pembenahan sistem Manajemen SDM
(Sumber Daya Manusia).
Keberadaan SDM yang kompeten dan sistem yang baik merupakan salah satu
faktor penting dalam menentukan keberhasilan industri rumah sakit. Melihat pentingnya
faktor tersebut, perlu adanya metode proses penyusunan kompetensi serta manajemen
kompetensi yang efektif.
Manajemen kompetensi hanya akan berhasil apabila tujuan inisiatif kompetensi
disusun secara jelas. Elemen kompetensi disusun, diintegrasikan serta diimplementasikan
sesuai dengan visi, misi, tata nilai dan tujuan organisasi. Sebagai unsur dalam
manajemen, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh rumah sakit akan
mempengaruhi diferensiasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Adanya keterbatasan dan
keanekaragaman jenis tenaga kesehatan akan menghasilkan kinerja rumah sakit dalam
pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit.
Dalam rangka peningkatan kinerja rumah sakit, sangatlah diperperlukan Sistem
Manajemen SDM yang efektif dan akuntabel dan juga SDM yang berkompeten sesuai
bidang keahliannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan SDM kesehatan (tenaga medis, para medis,
penunjang medis ) dan SDM non kesehatan?
2. Apa yang dimaksud dengan sumber daya dana?
3. Apa yang dimaksud dengan sumber daya sarana prasarana?
4. Apa yang dimaksud dengan logistic obat, alkes, BHP?

1
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa yang dimaksut dengan SDM kesehatan (tenaga medis, para
medis, penunjang medis dan SDM non kesehatan
2. Menkjelaskan apa yang dimaksut dengan sumber daya dana
3. Menjelaskan apa yang dimaksut dengan sumber daya sarana prasarana
4. Menjelaskan apa yang dimaksut dengan logistic obat, alkes, BHP

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber Daya Manusia Kesehatan


Sumber daya manusia kesehatan (SDM Kesehatan) merupakan tatanan yang
menghimpun berbagai upaya perencanaan. Pendidikan, dan pelatihan, serta pendayagunaan
tenaga kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif
dan profesional di bidang kesehatan, berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis
tertentu memerlukan upaya kesehatan.
Ada 2 bentuk dan cara penyelenggaraan SDM kesehatan, yaitu :
1. Tenaga kesehatan, yaitu semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang
kesehatan berpendidikan formal kesehatan atau tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan upaya kesehatan.
2. SDM Kesehatan yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan
dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Tujuan SDM Kesehatan, secara khusus bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia
kesehatan yang memiliki kompetensi sebagai berikut :
1. Mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
promosi kesehatan dengan cara menguasai dan memahami pendekatan, metode dan kaidah
ilmiahnya disertai dengan ketrampilan penerapannya didalam pengembangan dan
pengelolaan sumber daya manusia kesehatan
2. Mampu mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan masalah pengembangan dan
pengelolaan sumber daya manusia kesehatan melalui kegiatan penelitian
3. Mengembangkan/meningkatkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan
ketajaman analisis permasalahan kesehatan,merumuskan dan melakukan advokasi program
dan kebijakan kesehatan dalam rangka pengembangan dan pengelolaan sumber daya
manusia kesehatan
Dibawah ini merupakan macam-macam sumber daya manusia kesehatan antara lain:
A. Tenaga Medis

3
Tenaga medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan
menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta
dapat dipertanggungjawabkan (Anireon, 1984).
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis adalah
lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna" yang memberikan
pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut PP No.32 Tahun 1996 Tenaga
Medik termasuk tenaga kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang profesinya dalam
bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun dentist ( dokter gigi ).
Sebagai general practioner dan specialis dalam berpraktik ada 3 norma yang
bersinambungan, yaitu norma etis, norma disiplin dan norma hukum. Standar profesi medis
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yaitu:

1. adanya alasan yang mendasari dilakukannnya suatu tindakan medis.unsur ini disebut
sebagai indikasi medis, yaitu petunjuk berdasarkan pelaksanaan menurut ilmu
pengetahuan kedokteran dan pengalaman dokter bahawa suatu tindakan harus dilakukan.
2. dengan cara bagaimana suatu tindakan medis dilakukan, apakah telah mengikuti suatu
prosedur yang standar / baku.

Setiap tenaga medis harus memenuhi kewajiban sebagai tenaga medis yang diturunkan
dari syarat legal yang tidak melawan hukum, yaitu kewajiban yang timbul dari sifat
perawatan medis. Setiap tenaga medis, harus berpraktik sesuai dengan standar profesi medis,
yaitu bertindak secara teliti dan hati hati sesuai dengan standar medis/ketentuan yang baku
menurut ilmu kedokteran.

B. Paramedis

Paramedis adalah seorang profesional dalam bidang kesehatan yang bertugas


membantu dokter menangani dan merawat pasien. Contoh paramedic adalah bidan,
perawat, mantra, hingga teknisi ambulans. Mereka yang biasanya menangani pasien
pertama kali dan memberikan pertolongan pertama sebelum dokter datang, baik pasien
4
dalam kondisi biasa atau darurat. Mereka akan melakukan pemeriksaan awal terhadap
pasien seperti urine pasien, memeriksa berat badan dan tekanan darah, dan lain
sebagainya. Paramedis bertugas mempersiapkan perawatan gawat darurat segera, krisis
intervensi, stabilisasi penyelamatan hidup, dan mengangkut pasien yang sakit atau terluka
ke fasilitas perawatan gawat darurat dan bedah seperti rumah sakit dan pusat trauma bila
memungkinkan.

C. Penunjang Medis
Pelayanan penunjang medik / pelayanan penunjang klinis ( Clinical Support
Services/CSS ) di rumah sakit menurut John R. Griffith meliputi pelayanan diagnostik,
terapeutik dankegiatan di masyarakat umum. Pelayanan yang dimaksud juga meliputi tes
laboratorium,pengobatan, prosedur pembedahan, dan terapi fisik. Banyak juga pasien yang
memerlukanpelayanan sosial dan edukasi kesehatan. Pelayanan penunjang medik ini
dilakukan oleh unit-unit atau petugas profesional yang ditunjuk untuk melakukan tugas
tersebut di masing-masing center kesehatan seperti rumah sakit (Griffith, 2006).
Kebanyakan pelayanan penunjang medik merupakan rujukan dari dokter.
Doktermemerlukan pelayanan penunjang medik untuk melakukan pencegahan, diagnosis,
terapi, danrehabilitasi pada pasien baik itu pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Pelayananpenunjang medik juga dilakukan pada pasien pasien dalam masa perawatan akut di
rumah sakit, pasien dengan pengobatan jangka panjang dan pasien kunjungan rumah
(Griffith,2006).
Organisasi penyelenggara kesehatan ( Healthcare organizations / HCO )
harusmenyediakan pelayanan penunjang medik secara tepat, cepat dan biaya yang
efektif.Organisasi penyelenggara kesehatan harus mengusahakan jumlah dan jenis
pelayananpenunjang medik untuk pelayanan pada pasien. Pelayanan penunjang medik yang
terlalubanyak, terlalu sedikit, kesalahan atau kualitas yang buruk pada piranti penunjang
medic akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan secara umum dan mengakibatkan
peningkatanbiaya yang dikeluarkan. Optimalisasi pelayanan penunjang dilakukan dengan
menyediakankombinasi dan waktu pemeriksaan yang tepat, dan juga harus mempunyai
kualitas yang bermutu dan biaya yang murah (Griffith, 2006).

5
Pelayanan penunjang medis di organisasi penyelenggara kesehatan
meliputipelayanan diagnostik, pelayanan terapetik, dan pelayanan komunitas. Pelayanan
PenunjangMedik diagnostik meliputi:
 Laboraturium : kimiawi, hematologi, histopologi, bakteriologi, virologi, otopsi dan
kamar jenazah.
 Diagnostik imaging : radiologi, tomografi, radioisotop, ultra-sonografi dan CT scan
 Laboraturium kardiopulmoner : elektrokardiografi, tes fungsi paru dan kateterisasi
jantung.
 Lain-lain : elektroensefalografi, elektromiografi dan audiologi.

Pelayanan Penunjang Medik terapeutik meliputi :


 Farmasi
 Ruang operasi : anastesi, ruang bedah, ruang pulih
 ruang melahirkan/persalinan
 unit gawat darurat
 bank darah
 rehabilitasi medik : terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi.
 Pelayanan sosial
 Radioterapi
 psikologi klinik
 terapi di rumah penderita : homecare, hospice

Pelayanan Penunjang Medik di Masyarakat umum meliputi :


 Imunisasi
 Program skrining berbagai penyakit tertentu
 pelatihan resusitasi kardiopulmoner
 Keluarga berencana dan KIA
 Program kebugaran jasmani dan pengendalian berat badan (Griffith, 2006).

6
2.2 Sumber Daya Dana

A. Pemahaman terhadap Public dan Private Goods

Secara konsepsual, sistem pelayanan kesehatan berjalan berdasarkan pemahaman akan


makna public goods dan private goods. Katz and Rosen (1998) menyatakan bahwa public goods
mempunyai berbagai sifat. Pertama, pemakaian jasa kepada seseorang tidak mengurangi jatah
bagi orang lain yang ingin menggunakannya sehingga tidak perlu berebut. Sifat ini disebut non-
rivalry. Hal ini berlawanan dengan private goods yang penggunaannya akan mengurangi jatah
bagi orang lain yang ingin menggunakannya pula. Sifat kedua adalah non-excludable, artinya
adalah tidak mungkin atau mahal sekali untuk mencegah orang menggunakannya, walaupun
yang bersangkutan tidak mau membayar jasa pelayananan ini. Contoh yang paling terlihat adalah
penyuluhan kesehatan melalui radio atau televisi yang tidak mungkin mencegah orang
menikmati jasa pelayanan penyuluhan walaupun yang bersangkutan tidak membayar biaya
penyuluhan. Sifat ketiga, adanya eksternalitas positif yaitu pelayanan jasa publik kepada
seseorang akan menimbulkan pengaruh kepada orang lain yang tidak menggunakan. Contoh
eksternalitas yang positif adalah pemberian jasa imunisasi kepada satu anak akan mengurangi
risiko penularan penyakit kepada anak lain. Private goods mempunyai sifat sebaliknya yaitu
pemakaian jasa kepada seseorang akan mengurangi jatah bagi orang lain yang ingin
menggunakannya, bersifat excludable, walaupun mungkin mempunyai eksternalitas positif

Pemahaman mengenai public goods dan private goods ini penting dalam menganalisis
kebijakan pendanaan kesehatan. Konsep welfare state menyatakan bahwa pelayanan public
goods seharusnya dibiayai oleh negara melalui mekanisme pajak. Dalam hal ini kesehatan
merupakan salah satu sektor kehidupan yang mempunyai banyak pelayanan bersifat public
goods. Secara normatif memang ada pernyataan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak bagi
setiap warga untuk menerimanya, seperti yang terdapat dalam UUD 45. Namun, fakta berbicara
lain karena biaya untuk pelayanan kesehatan sebagai public goods yang dibiayai negara ternyata
tinggi. Di negara-negara yang tidak kaya ternyata sumber pendanaan lebih banyak berasal dari
masyarakat, seperti di Indonesia, Vietnam, dan Myamar. Dengan melihat latar belakang ini perlu
dicermati pemberian pelayanan private goods tidak hanya oleh swasta tetapi juga dapat
dilakukan oleh pemerintah. Sebagai gambaran kasus pelayanan kuratif oleh rumah sakit

7
pemerintah dan dalam masa keterbatasan sumber ekonomi negara mengakibatkan adanya
kecenderungan semakin banyak lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan private goods.

B. Perkembangan Sumber Dana Kesehatan

Masalah utama yang saat ini dihadapi oleh sistem pelayanan kesehatan adalah sumber
daya yang semakin lama semakin sulit mengejar kebutuhan pelayanan. Sumber daya ini berasal
dari swasta dan pemerintah dengan persentase dari swasta relatif semakin membesar sehingga
muncul masalah baru yang berkaitan dengan akses kepelayanan kesehatan dan semakin
rendahnya mutu pelayanan kesehatan masyarakat karena kekurangan subsidi pemerintah.

Pelayanan rumah sakit semakin mengarah pada barang komoditi yang mengacu pada
kekuatan pasar dalam perekonomian masyarakat. Sebagai suatu organisasi, rumah sakit mulai
berubah dari organisasi yang normatif (organisasi sosial) ke arah organisasi yang utilitarian. Saat
ini dikenal istilah rumah sakit sebagai suatu organisasi sosial-ekonomis.

Pada tahun 1987, Bank Dunia mengeluarkan satu publikasi berjudul Financing Health
Services in Developing Countries: an Agenda for Reform. Dalam publikasi tersebut, Bank Dunia
melihat adanya tiga masalah, yaitu: misallocation, internal inefficiency of public programs, dan
inequity in the distribution of benefit from health services. Untuk mengatasinya Bank Dunia
mengusulkan 4 reformasi, yaitu: (1) subsidi untuk pelayanan kesehatan pemerintah harus
dikurangi; (2) meningkatkan cakupan asuransi kesehatan; (3) meningkatkan peran swasta; dan
(4) mendesentralisasikan pelayanan kesehatan pemerintah.Bank Dunia ingin meningkatkan
sumber daya untuk peningkatan status kesehatan melalui pendekatan di luar sektor pelayanan
kesehatan dan peningkatan dana dari asuransi kesehatan, Bank Dunia ingin meningkatkan
pemerataan pelayanan kesehatan melalui realokasi sumber daya pemerintah dari pelayanan
kuratif tersier ke program-program kesehatan masyarakat dan pelayanan klinik dasar serta sistem
asuransi kesehatan yang fair,dan Bank Dunia ingin meningkatkan efisiensi melalui peningkatan
mutu pelayanan dan penurunan ongkos produksi. peningkatan efisiensi ini perlu adanya
keragaman dan kompetisi sisi supply dan input pelayanan kesehatan serta adanya peningkatan
kemampuan manajerial.

8
C. Situasi sumber Dana Kesehatan di Indonesia

pelayanan kesehatan masih buruk. Hal ini disadari karena kegiatan peningkatan
kesehatan merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu panjang untuk membuktikan
hasilnya, bukan suatu kegiatan jangka pendek yang akan terlihat hasilnya seperti membangun
jembatan. Dengan demikian, Indonesia masih menunggu waktu sampai terjadi peningkatan
apresiasi bangsa dan masyarakat terhadap Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia didanai oleh
pemerintah dan swasta. Secara garis besar pihak swasta membiayai sekitar 70%total pendanaan
(Biro Keuangan Depkes, 2001). Pendanaan dari swasta terutama diperuntukkan bagi sistem
pelayanan kesehatan perorangan yang lebih bersifat private goods. Di samping itu, sistem
pelayanan kesehatan mendapatkan dana dari sumber pemerintah dan juga dari luar negeri.
Sebagian kecil dana pelayanan kesehatan menggunakan asuransi kesehatan sebagai mekanisme
pendanaan. Sumber dana kemanusiaan secara resmi tidak tercatatPrioritas rendah terhadap
pengeluaran kesehatan menunjukkan bahwa penghargaan bangsa dan masyarakat terhadap
kesehatan sehingga investasi untuk pelayanan kesehatan dapat layak.

Salah satu hal yang dapat menjelaskan mengapa terjadi sumber pendanaan yang
cenderung tidak berkembang adalah sikap pemerintah sendiri yang akhirnya justru membatasi
perkembangan ekonomi pelayanan kesehatan. Jarang dilakukan inovasi-inovasi politik dan
ekonomi yang dapat mengembangkan kegiatan di sektor kesehatan. Pengalaman di negara-
negara lain membutuhkan inovasi tersebut.

Dalam konteks pengembangan sumber pendanaan rumah sakit perlu diperhatikan


mengenai peran swasta yang besar. Secara konseptual peran swasta sebagai sumber pendanaan
diwujudkan dalam berbagai kegiatan. Dengan adanya program pengembangan mutu rumah sakit
pemerintah diharapkan masyarakat atau swasta menggunakan rumah sakit pemerintah untuk
mencari pengobatan. Pada sisi lain, berbagai sumber pendanaan pemerintah

mungkin akan dikontrakkan ke perusahaan swasta, misalnya untuk promosi kesehatan


ataupun kebersihan lingkungan. Pola kontrak keluar ini perlu diperhatikan karena cara yang baik
untuk menghindari keadaan over-load pada lembaga pelayanan kesehatan pemerintah atau Dinas
Kesehatan (Dinkes).

9
D. Strategi penggalian sumber dana Rumah sakit untuk fungsi sosial

Secara garis besar terdapat dua sumber biaya untuk aspek sosial ini yaitu (1) berasal dari
pemerintah dan (2) berasal dari masyarakat.

- Memahami peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Konteks

Desentralisasi

Kebijakan desentralisasi dalam pelayanan kesehatan sudah diperkenalkan sejak zaman


kolonial Belanda (Staatblad Nomor 229 tahun 1917; Nomor 566 tahun 1935; dan Nomor 582
tahun 1936) kemudian setelah kemerdekaan, tepatnya tahun 1987. Kebijakan desentralisasi tahun
1987 dalam pelayanan kesehatan tidak berpengaruh dalam sistem manajemen pelayanan
kesehatan di IndonesiaSalah satu alasannya karena kebijakan tahun 1987 tersebut tidak
mengubah sistem keuangan. Namun demikian, kebijakan desentralisasi yang terbaru
memfokuskan aspek keuangan yang diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Fiskal dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Desentralisasi.

Pemerintah daerah pasca desentralisasi mempunyai sumber-sumber pembiayaan antara


lain, (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencakup pajak setempat, retribusi lokal,
perusahaan pemerintah daerah dan aset manajemen lainnya, giral dan aset penjualan, (2) Dana
perimbangan yang merupakan dana desentralisasi terdiri dari dana bagi hasil beberapa sektor
seperti, Pajak Bumi dan Bangunan, minyak dan gas, hutan, tambang dan perikanan, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, (3) Pinjaman, dan (4) Penerimaan lain (sumbangan
dana darurat).

Secara historis, urusan kesehatan dengan kegiatan mempunyai hasil tidak nyata (nonfisik)
merupakan program yang dibiayai oleh pemerintah pusat. APBD biasa membiayai pembangunan
fisik dan keperluan dinas pemerintah. Dengan demikian, muncul risiko rumah sakit daerah
mendapat sedikit anggaran dari pemerintah daerah. Risiko ini harus dihadapi dengan berbagai
kegiatan antara lain, menggunakan konsep lobbying. Dalam hal ini kemampuan advokasi,
lobbying, dan negosiasi kepada pemerintah lokal dan legislatif diperlukan untuk mencapai
perencanaan dan penganggaran kesehatan yang tepat.

10
2.3 Sumber Daya Sarana Prasarana

Demi menunjang segala aspek dalam kesehatan, maka perlu adanya pembangunan sarana
dan prasarana kesehatan. Hal ini akan memiliki dampak positif dalam menghasilkan sumber
daya manusia (SDM) yang berpotensi. Hal utama yang harus diperhatikan adaah kesehatan,
maka dari itu segala bentuk hal yang bertujuan untuk menjdikan masyarakat sehat adalah dimulai
dengan membangun sarana dan prasarananya. Saat ini, titik berat dari capaian sarana dan
prasarana kesehatan Kemenkes 2016-2017 adalah, pembangunan fisik dan penyediaan sarana
dan prasarana puskesmas, penyediaan sarana dan prasarana untuk layanan rujukan, hingga
penyediaan sarana dan prasarana untuk instalasi farmasi.

Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan

1. Tugas Pokok

Seksi Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu
kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan dalam melaksanakan pengelolaan sarana
prasarana dan alat kesehatan serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala
Bidang Sumber Daya Kesehatan.

2. Fungsi

a. Melaksanakan penatausahaan sarana prasarana dan alat kesehatan;


b. Melaksanakan analisis kebutuhan sarana prasarana dan alat kesehatan;
c. Melaksanakan penyediaan sarana prasarana dan alat kesehatan;
d. Melaksanakan pemeliharaan alat kesehatan;
e. Melaksanakan pembinaaan pengelolaan sarana prasarana dan alat kesehatan;
f. Menyusun standard dan prosedur penyediaan sarana prasarana dan alat kesehatan;
g. Melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis pengelolaan sarana prasarana dan alat
kesehatan;
h. Melaksanakan pelaksanaan pengelolaan aset UPTD Puskesmas;
i. Mengkoordinasikan dengan lintas program dan lintas sektor terkait pengelolaan prasarana
dan alat kesehatan.
11
Sarana penunjang rumah sakit

Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat jalan, rawat inap, gawatdarurat,
operasi/bedah, tenaga kesehatan, radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi,
ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi,ruang ibadah, ruang tunggu, ruang
penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;ruang menyusui, ruang mekanik, ruang dapur,
laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi sesuai
dengan jenis dan klasifikasinya.
Peralatan merupakan sarana yang digunakan dalam menunjang pelayanan kesehatan
adapun sebuah rumah sakit harus memiliki peralatan medik dan non medik sesuai dengan
kemampuan pelayanan medik yang ada serta peralatan-peralatan tersebut harus memiliki
standarisasi perawatan medik dan non medik yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan harus mempunyai ruangan untuk
penyelenggaraan pelayanan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, penunjang medik dan non
medik. Penyelenggaraan rumah sakit ini harus mendapatkan ijin dari Menteri Kesehatan
Republik Indonesia dengan kedudukan rumah sakit ditentukan pada waktu organisasi rumah
sakit yang bersangkutan ditetapkan.
Menurut Undang-undang Rumah Sakit Tahun 2009 Pasal 7 menerangkan bahwa
rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Lokasi bangunan juga harus memenuhi ketentuan mengenai
kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan
dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit. Dalam kajian kebutuhan penyelenggaraan rumah
sakit harus didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip pemerataan pelayanan,
efisiensi dan efektivitas, serta demografi.
Bangunan rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan.
Bangunan rumah sakit juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

12
2. Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, harus sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Prasarana rumah sakit meliputi: instalasi air; instalasi mekanikal dan elektrikal; instalasi gas
medik; instalasi uap; instalasi pengelolaan limbah; pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat; instalasi tata udara; sistem
informasi dan komunikasi; serta ambulan. Semua prasarana tersebut harus memenuhi standar
pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit,
untuk itu maka prasarana tersebut harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

2.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Danbahan Medis Habis Pakai
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Obat adalah
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturanperundang-
undangan.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan obat yang efektif.
kebijakantersebut harus ditinjau ulangsekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang
sangatmembantu rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas dariperbaikan sistem mutu dan
keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan. kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. pemilihan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;

13
b. standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah
ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium
Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun olehKomite/Tim
Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
4. Penerimaan

14
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan
pendistribusian.Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Metode penyimpanan dapat dilakukan
berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alatkesehatan, dan bahan
medis habis pakai dan disusun secaraalfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired
First Out(FEFO) dan First In FirstOut (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan,dan bahan medis habis pakai yang penampilan
dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan
sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan
dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang disimpan di ruang
rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.

15
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas
jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat
pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi
Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berdasarkan resep peroranganyang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat
inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak
memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin
edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;

16
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan
ilmu pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pengendalian penggunaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi
harus bersama dengan komite/tim farmasi dan terapi di rumah sakit.
Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai adalah untuk:
a. penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit;
b. penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian
pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-
turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. pelaporan

17
dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu
(bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan
administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa,
rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai kepada pihak terkait sesuai dengan
prosedur yang berlaku.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sumber Daya Manusia ( SDM ) adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk
mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang mampu mengelola dirinya sendiri serta
seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam
tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. SDM Kesehatan merupakan tenaga kesehatan profesi
termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti
dalam upaya dan manajemen kesehatan.Secara terperinci dapat digambarkan perkembangan dan
hambatan situasi sumber daya kesehatan sebagai berikut ketenagaan, pembiayaan kesehatan dan
sarana kesehatan dasar.Tatanan SDM dalam kesehatan antara lain upaya perencanaan SDM
Kesehatan, upaya pengadaan SDM Kesehatan, upaya pendayagunaan SDM Kesehatan, upaya
pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan.Prinsip subsistem SDM Kesehatan antara lain adil
dan merata serta demokratis, kompeten dan berintegritas, objektif dan transparan serta hierarki
dalam SDM Kesehatan.

3.2 Saran

Makalah ini masih belum dapat dikatakan lengkap dan ringkas. Maka dari itu tim penyusun
mengharapkan agarpembaca mau memberikan kritik dan saran,karena kritik dan saran dapat
berguna bagi penyusunan makalah selanjutnya.

19

Anda mungkin juga menyukai